SELEMBAR SURAT CINTA UNTUK ZAHRA Malam yang Indah * * * Angin malam yang dingin berhembus ke tubuhku saat duduk bersandar di kursi yang terbuat dari bambu rotan di taman belakang rumah. Sambil sesekali, aku memperhatikan bintang-bintang yang berhamburan di angkasa. Gelapnya malam membuat bintangbintang terlihat sangat indah. Wajahku menengadah ke langit memperhatikan kelap-kelip bintang itu. Tanpa sadar, kumpulan bintang-bintang itu terlihat seakan-akan membentuk wajah manusia. Dan yang terbayang dalam benaku adalah wajah seseorang yang saat ini ku rindukan. Dengan segera aku mengucek-ngucek mataku dan menempeleng pipiku sendiri. Akh.. ini hanya perasaanku saja, mungkin karena aku sudah terlalu lama tak pernah bertemu dengan wajah itu gumam ku dalam hati. Aku memang tak pernah lagi bertemu dengan pemuda itu sejak saat pertemuanku dulu. Sampai sekarang aku pun tak 1
pernah tahu keadaanya. Aku hanya mengenal sedikit tentangnya. Ku tahu dia adalah seorang santri dari sebuah pesantren besar di daerah Ciamis. Tempat yang tak pernah ku kenal sebelumnya. Perlahan-lahan pikiranku mulai melambung mengingat kejadian yang telah lama berlalu. Aku bertemu dia saat aku sedang naik kendaraan umum. Tiba-tiba aku terperanjat saat melihat seorang laki-laki yang memegang tas ku hendak mengambil handphone. Tak ada satu pun yang menyadari kejadian itu, kecuali seorang pemuda yang berpakaian nyantri dengan baju taqwa berwarna biru telor asin. Bawahannya ia mengenakan sarung berwarna cokelat hitam pekat dan memakai kopiah selaras dengan baju taqwa yang ia kenakan. Melihat kejadian itu, ia dengan cepat mengambil tindakan memegang tangan laki-laki yang hendak masuk ke dalam tas yang ku gendong saat itu. Pencopet itu akhirnya di bekuk oleh semua orang yang ada dalam bis. Kejadian itu membuat aku takut untuk kembali naik kendaraan umum sendiri. Hari itu aku beruntung karena ada pemuda baik hati yang menolongku. Setelah menolongku, pemuda itu hanya menatapku dan tersenyum sekilas. Aku tak sempat mengucapkan terima kasih padanya. Karena tatapan dan senyumannya membuat mulutku diam membisu. 2
Anehnya, hal itu baru terjadi saat aku melihat senyuman yang ia kembangkan di hadapanku. Karena sebelum-sebelumnya aku tak pernah bertingkah aneh seperti itu. Aku hanya bisa diam terpaku tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutku. Aku terperanjat ketika tiba-tiba bis berhenti. Pemuda itu turun dan menghampiri bangku yang ku duduki dalam bis. Karena memang ia duduk tepat di belakang kursiku. Setelah pemuda itu turun, aku baru sadar kalau aku belum berucap terima kasih padanya. Aku pun hanya bisa menggerutu dalam hati atas kebodohanku. Bodoh sekali aku, kenapa sampai lupa bilang terima kasih?? pikir ku kesal sambil meremas-remas tanganku. Namun lama kelamaan, akhirnya aku pun berhenti mengoceh sendiri gara-gara sifat lupaku yang berujung penyesalan itu. Kulihat bis akan segera tiba di terminal. Aku mulai bersiap-siap untuk segera turun. Setelah turun dari bis, aku pun tak harus menunggu lama. Karena sebelum aku tiba di terminal, Abi telah menuggu kedatanganku setengah jam sebelum bis tiba di terminal. Setelah turun, segera ku temui 3
Abi yang sudah menungguku dari tadi. Abi langsung mengajaku pulang untuk segera menemui Umi yang sudah sangat merindukanku. Sebelum turun dari bis, aku sempat mengambil sesuatu yang terinjak oleh sepatuku saat hendak berdiri. Ternyata, benda yang aku ambil dan yang aku pegang sekarang adalah kartu tanda pengenal seorang santri. Kartu pengenal itu atas nama Muhammad Khalil G. Al-khumaini. saat ku lihat fotonya dengan teliti, aku teringat pada pemuda yang tadi menolongku di bis. Ia sangat tampan dan berwibawa. Tubuhnya sederhana dan kulitnya putih bersih. Saat ku pegang tanda pengenal itu, hatiku merasa bergetar, dag-dig-dug tak karuan dan muncullah perasaan senang. Entah itu hanya perasaan sementara atau ini suatu pertanda kalau di adalah jodohku nanti. Aku sangat bingung dengan perasaan yang selama ini terus berputar di kepalaku. Melihat gelagatku yang aneh, Abi pun sempat menatapku dengan sorot mata yang penuh tanda tanya. Tapi aku pun tak mampu menjawab tatapan sorot mata itu. Zahra sayang, 4
Tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumah membuyarkan pikiranku yang sedang kalut menikmati kenangan berharga masa lalu. Ternyata teriakan itu adalah suara Umi yang mungkin sejak tadi beliau mencariku. Iya Umi, Zahra di sini Dengan segera ku jawab panggilannya. Umi pun menghampiriku yang sedang duduk di taman belakang rumah. Sambil menepuk pundak ku, Umi menghadapkan wajahnya ke depan wajahku. Sayang, apa yang sedang kamu lakukan di sini?, tanya Umi sambil tersenyum ramah padaku. Nggak Umi, Zahra hanya sekedar menikmati udara malam saja jawab ku singkat. Tapi di sini dingin lho!! rayu Umi mengajaku ramah untuk segera masuk ke dalam rumah. Namun, Umi pun akhirnya duduk di sampingku. Umi,, 5
Iya, kenapa sayang?? Umi menyahut panggilanku dengan nada lembut. Menurut Umi, jodoh itu datangnya seperti apa?? dengan rasa malu aku bertanya pada Umi. Umi terlihat kaget dengan pertanyaan yang ku lontarkan. Ia segera menengok ke arahku dan meremas tangan kananku. Sepertinya Umi sedang berpikir untuk menjawab pertanyaan ku barusan. Mungkin, Umi tidak bisa sembarangan menjawab pertanyaan itu. Zahra,, suara Umi mulai terdengar. Sebenarnya Umi ragu untuk menjelaskan ini sayang, keluh Umi padaku sambil terus memegang erat tangan kananku. Mungkin keraguan Umi itu berhubungan dengan usiaku yang memang masih belia. Dan pada saat itu memang usiaku masih tujuh belas tahunan. pada ku. Sayang, jodoh itu Allah yang ngatur lanjut Umi Tapi meskipun demikian, kita tetap harus punya ikhtiar untuk menjemput taqdir Allah itu. Jodoh bisa datang 6
kapan saja dan di mana saja. Mungkin bisa jadi jodoh kita itu teman sekelas, teman masa kecil, teman kuliah atau bahkan orang yang tiba-tiba kita temui di halte, di bis, di angkot atau di mana pun, itu bisa saja menjadi jodoh kita. Dan hal semacam itu tak akan pernah kita duga sebelumnya. Kita mungkin akan menyadari hal itu setelah kita benar-benar sudah saling memiliki. Masalah jodoh itu tidak bisa seenaknya dan semaunya kita. Karena, itu sudah menjadi kehendak Allah yang tidak bisa dirubah lagi dan sudah menjadi ketentuan mutlak bagi Allah. Kita tidak bisa menolak atau mengingkari jodoh kita. Meski tidak sesuai keinginan, tapi tetap saja kita tidak bisa menghindarinya. Penjelasan penjang Umi membuat bulu kudukku tibatiba merinding dan tubuhku sedikit agak tegang menyimaknya. Tapi, Umi merasa heran, kenapa putri Umi ini pikirannya sudah sejauh itu?? tanya Umi pada ku Oh tidak Umi, Zahra Cuma sekedar ingin tahu lebih dalam saja mengenai permasalahan jodoh Baiklah sayang,, Umi bisa mengerti keingin tahuan kamu, dan menurut Umi itu memang wajar 7
ucapan Umi. " Oh,,gitu ya kepala ku mengangguk mengiyakan * * * Tak terasa malam semakin larut, saat ku lihat jam di hand phone ku telah menunjukan pukul sepuluh malam. Dan rasanya aku sudah mulai mengantuk. Kulihat Umi di sebelah kananku sudah sangat kelelahan. Maklum saja, beliau baru pulang kerja langsung menemaniku ngobrol di taman belakang. Umi pasti lelah ya? dengan ramah aku mencoba bertanya pada Umi. Oh,,tentu saja sayang senyum Umi berkembang saat menjawab pertanyaanku. ajak Umi. Baiklah,,sekarang kita masuk, terus kita istirahat Aku pun akhirnya masuk sambil menggandeng tangan kanan Umi yang dari tadi menggenggam tanganku. Kurasakan tangan Umi begitu hangat dan lembut. Meski ia selalu bekerja keras, tapi pekerjaannya tidak terlalu berat. Sehingga tangan 8
Umi tidak menjadi kasar. Umi memang pekerja keras sama halnya dengan Abi. Begitu sampai di dalam rumah, aku segera ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mengambil air wudhu kemudian membaca al-quran sebelum tidur. Itulah kebiasaan yang selalu Umi tanamkan padaku sejak kecil. Namun kulihat Umi tak langsung menuju kamar, ia duduk santai di sofa ruang TV sambil merebahkan badannya. Ku pikir, mungkin Umi sedang menunggu Abi pulang kerja. Karena sejak tadi aku belum mendengar suara panggilan sayangku dari Abi. Aku memang anak yang paling mereka sayangi. Karena di sini hanya akulah satu-satunya anak mereka. Kami di sini hanya tinggal bertiga. Aku tak punya saudara lain. Dulu sempat aku punya seorang kakak. Namun ketika kakak ku berusia lima tahun, ia meninggal dunia. Umi pernah bercerita sekilas pada ku tentang kakak. Namanya Isabela Atmadja Putri. Nama itu merupakan nama keluarga dari keturunan Abi, keluarga Atmadja. Umi bercerita bahwa kakak meninggal karena kecelakaan. Ia tertabrak motor ketika lari melintasi jalan depan rumah ku yang dulu. Mungkin waktu itu kakak ku sudah mulai lari-larian. Sehingga ketika ia lari dan Umi lengah kakak kecelakaan. 9
Ketika Umi mengandung ku dulu, Umi pernah mengalami kontraksi. Aku lahir secara premature dan disesar. Lalu rahim Umi di angkat karena takut membahayakan nyawanya kelak. Sehingga Umi di vonis oleh dokter tidak bisa punya anak lagi. Mungkin itulah yang menjadi alasan kenapa Umi dan Abi sangat berhati-hati menjagaku dari kecil hingga sekarang. Mereka tak pernah sedikit pun membentak dan menyakiti aku, apalagi berkata kasar padaku. 10