BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah. Gangguan jiwa di Indonesia seringkali diabaikan, oleh pemerintah maupun masyarakat. Sebanyak lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati dan tidak tertangani dengan optimal baik oleh keluarga maupun tim medis yang ada (Himpunan Jiwa Sehat Indonesia/HJSI, 2005). Dengan kondisi seperti ini memungkinkan terjadi peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa. Terdapat banyak jenis gangguan jiwa yang diderita oleh masyarakat Indonesia, salah satu gangguan jiwa paling berat yang diderita yaitu skizofrenia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) pada penduduk usia diatas 15 tahun, dijumpai Prevalensi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ringan atau gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 6% atau 16 juta orang dan Prevalensi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat seperti Psikosis sebesar 1,72/ 1.000 atau estimasi 400. 000 orang. Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan juga menyebutkan, terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 385.700 jiwa atau sebesar 2,03 persen pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada di peringkat pertama nasional (Riskesdas, 2014). Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran akan pentingnya kesehatan jiwa serta informasi mengenai gangguan jiwa di Indonesia, kesehatan jiwa masih belum menjadi prioritas utama bagi masyarakat. Jika kita merujuk pada Undang-Undang No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan / atau masyarakat (Pasal 4). Sehingga, dilakukan secara menyeluruh bersama semua pihak bukan saja menjadi tanggung 1
jawab pemerintah atau pemerintah daerah, baik dimulai dari tahap promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk menjamin lingkungan yang sehat jiwa. Peran masyarakat disini adalah dengan tidak melakukan diskriminasi, menimbulkan kesan negatif, dan pelanggaran hak asasi terhadap ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) termasuk orang dengan gangguan skizofrenia. Menurut Prof. Dadang Hawari (2001) hingga sekarang penanganan penderita skizofrenia belum memuaskan, disebabkan ketidaktahuan (ignorancy) keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa. Diantaranya adalah masih terdapatnya pandangan yang negatif (stigma) dan bahwa skizofrenia bukanlah suatu penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan. Kesan negatif lainnya adalah sikap keluarga dan masyarakat yang menganggap bahwa bila salah seorang anggota keluarganya menderita skizofrenia, hal ini merupakan aib bagi keluarga. Oleh karena itu, seringkali penderita skizofrenia disembunyikan bahkan dikucilkan karena rasa malu. Terciptanya kesan negatif di masyarakat menyebabkan masyarakat menganggap gangguan jiwa sebagai hal tabu untuk dibicarakan, kebanyakan dari mereka merasa malu untuk datang ke psikiater karena takut akan terciptanya kesan negatif pada diri mereka oleh masyarakat lingkungan sekitarnya. Padahal langkah penting untuk mengenali gejala gangguan jiwa adalah dengan berani membuka diri dan meminta bantuan kepada orang terdekat maupun pihak tenaga kerja kesehatan jiwa. Menurut Carson dan Butcher (1992) dalam Wiramihardja (2005: 144), skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi. Skizofrenia adalah gangguan yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya. Berdasarkan data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995, menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Sebagian besar (75%) penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 18-25 tahun. Pada usia ini tergolong dalam usia remaja akhir dan dewasa awal. Salah satu pemicu dari skizofrenia adalah stress, stress itu sendiri stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon 2
yang saling terkait baik fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya, dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Stress terdiri dari daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi berulangulang setiap hari seperti masalah di kantor, sekolah dan sebagainya. Serta personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan masalah pribadi lainnya. Penilaian individu terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stres disebut stress appraisals. Salah satu faktor situasi yang mempengaruhi stress appraisals, yaitu life transitions dimana terjadinya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang lain, dan menghasilkan perubahan substansial dan tuntutan yang baru dalam kehidupan seorang individu. Hal ini yang juga sering dialami pada masa-masa dewasa awal yakni masa transisi dari remaja menuju dewasa. Melihat betapa pentingnya melakukan pencegahan serta pengenalan sejak dini terhadap gangguan skizofrenia, maka itu perlu dibuatnya sebuah cara untuk menginformasikan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan kepada masyarakat khususnya mereka yang beraktifitas di perkotaan besar, dalam studi kasus ini yaitu masyarakat yang berdomisili di Jakarta Selatan. Dalam hal ini penulis ingin membuat sebuah kampanye sosial yang menawarkan solusi sekaligus wawasan kepada masyarakat mengenai gangguan skizofrenia. Kampanye sosial ini dibuat untuk mengajak masyarakat mengenali pemicu yang dapat menyebabkan gangguan skizofrenia, apa itu gangguan skizofrenia, serta mengajak masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan sedari dini. Harapannya adalah dengan kampanye ini masyarakat lebih peduli dengan kesehatan jiwa serta gangguan-gangguannya sehingga dapat melakukan pencegahan sejak dini sebelum terlambat.. 3
1.2 Permasalahan 1.2.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang di atas maka masalah yang timbul adalah sebagai berikut : a. Banyaknya penderita gangguan skizofrenia di Indonesia. b. Kurangnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyebab pemicu gangguan skizofrenia serta tindakan pencegahan yang dapat dilakukan. c. Hanya sedikit sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesehatan pemerintah kepada masyarakat. d. Banyaknya individu yang merasa mereka memiliki gangguan jiwa namun enggan bercerita dan merasa malu untuk memeriksakan diri ke psikiater, hal ini disebabkan karena kesehatan jiwa belum menjadi prioritas utama oleh masyarakat. 1.2.2 Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu : Bagaimana merancang kampanye sosial yang tepat mengenai pencegahan terhadap gangguan skizofrenia kepada masyarakat. 1.3 Ruang Lingkup Setelah mengidentifikasi masalah di atas, maka penulis akan memfokuskan permasalahan pada melakukan perancangan pencegahan gangguan skizofrenia dalam bentuk kampanye sosial. Lokasi penelitian berada di kawasan Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai pada bulan Desember 2015. Khalayak sasaran yang akan disasar yaitu laki-laki dan wanita berusia 18 35 tahun (dewasa awal) yang beraktifitas di kota Jakarta, khususnya Jakarta Selatan. Media yang digunakan akan ditentukan sesuai dengan informasi apa saja yang ingin disampaikan. 4
1.4 Tujuan Perancangan Tujuan perancangan meliputi dua bagian yaitu Tujuan Umum dan Tujuan Khusus, adapun tujuan tersebut adalah : 1.4.1 Tujuan Umum Merancang kampanye sosial untuk menciptakan kesadaran akan gangguan skizofrenia serta partisipasi masyarakat dalam melakukan kegiatan pencegahan akan gangguan skizofrenia. 1.4.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengurangi kesan negatif yang ada pada masyarakat terhadap penderita gangguan skizofrenia. b. Masyarakat paham dengan gangguan skizofrenia dan mengenali ciricirinya sehingga dapat dilakukannya penanganan gangguan skizofrenia sejak dini dan mencegah penderita skizofrenia mengidap gangguan akut. 1.5 Manfaat Perancangan 1.5.1 Bagi Akademis Perancangan ini diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dan menambah wawasan tentang gangguan skizofrenia bagi para keluarga atau orang terdekat penderita. 1.5.2 Bagi Penulis dan Rekan Seprofesi Manfaat pelaksanaan tugas akhir bagi Penulis adalah agar Penulis dapat menerapkan ilmu-ilmu yang telah Penulis dapatkan di bangku kuliah dan memahami proses perancangan media serta strategi kreatif dalam merancang sebuah kampanye sosial kepada masyarakat luas. Bagi rekan-rekan seprofesi, pelaksanaan tugas akhir ini diharapkan membantu di kemudian hari baik dalam tahapan-tahapan penulisan maupun dalam tahap eksekusi. 5
1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Metodologi yang Digunakan Untuk menyempurnakan data dalam perancangan strategi dan media untuk kampanye sosial pencegahan terhadap gangguan Skizofrenia, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Prof. Menurut Dr. Sugiyono dalam bukunya, Memahami Penelitian Kualitatif (2014: 1) mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (apa adanya, tidak dimanipulasi), di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisa data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif umumnya tidak bersifat general. 1.6.2 Cara Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa langkah pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : a. Wawancara Stainback dalam Sugiyono (2014: 72) mengemukakan bahwa dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Kegiatan wawancara dilakukan kepada narasumber yang ahli pada bidangnya seperti psikolog untuk mengetahui lebih dalam mengenai gangguan skizofrenia. Wawancara juga dilakukan kepada beberapa sample primary target audience yaitu wanita dan laki-laki yang berusia 18 35 tahun. b. Observasi Marshall dalam Sugiyono (2014: 64) mengemukakan bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Metode ini merupakan praktek dimana peneliti mengamati langsung keadaan dan aktivitas pada sample primary target audience, lokasi pusat Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia serta keadaan di beberapa rumah sakit jiwa di Jakarta Selatan. 6
c. Studi Pustaka Studi pustaka adalah suatu pembahasan yang berdasarkan pada buku-buku referensi yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar dalam menganalisa dan mendesain suatu struktur. Studi pustaka yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah studi pustaka mengenai gangguan skizofrenia, psikologi perkembangan serta terapi seni. Studi pustaka pada perancangan kampanye sosial pencegahan gangguan skizofrenia digunakan sebagai dasar pemikiran dan panduan dalam penelitian. 1.6.3 Metode Analisis Data Dari topik yang mengangkat Perancangan Kampanye Sosial Pencegahan Gangguan Skizofrenia, penulis menggunakan pendekatan analisis SWOT. Penulis akan mengamati beberapa model kampanye serupa yang telah dilakukan sebelumnya dan kemudian akan dianalisis melalui metode analisis SWOT. Mengacu pada definisi yang dikemukakan Kotler (2008: 88), metode analisis SWOT adalah bentuk dari evaluasi secara menyeluruh mengenai kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman sebuah perusahaan. 1. Strength Faktor-faktor internal kekuatan dan keunikan dari sebuah perusahaan. Faktor-faktor tersebut meliputi kemampuan internal perusahaan, dan juga kelebihan-kelebiha atau faktor postitif yang dimiliki oleh perusahaan. 2. Weakness Meliputi keterbatasan internal perusahaan, kekurangan-kekurangan dan hal-hal negatif yang dimilik perusahaan yang bisa mengganggu kinerja perusahaan. 3. Opportunity Merupakan peluang yang muncul atau akan muncul dari faktor eksternal. 4. Threat Merupakan faktor pengancam yang sekiranya dapat mengganggu atau menjadi penghalang sebuah produk untuk berkembang. 7
1.6 Kerangka Perancangan Bagan 1.1 Skema Perancangan Sumber: Data Penulis 8
1.7 Sistematika Penulisan Dalam penulisan ini, dibutuhkan gambaran singkat tiap bab agar kampanye sosial terapi seni untuk para penderita Skizofrenia yang ditulis lebih terperinci dan memudahkan dalam menguraikan masing-masing bab. Bab bab tersebut adalah: BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V Dalam bab ini berisi latar belakang permasalahan dari topik yang diangkat yaitu mengenai skizofrenia, permasalahan yang terjadi di Jakarta yaitu meningkatnya jumlah penderita gangguan skizofrenia, ruang lingkup khalayak sasaran yang akan dituju serta dimana penelitian ini akan dilakukam, tujuan perancangan, manfaat, metodologi perancangan, hingga pembabakan. Dasar pemikiran menjelaskan dasar dari teori-teori yang relevan sebagai panduan dalam perancangan, dalam penelitian ini penulis menggunakan teori komunikasi, kampanye, media, psikologi perkembangan, psikologi abnormal dan teori desain komunikasi visual. Data dan analisis masalah berisi data yang berkaitan dengan perancangan dan analisa data, data yang dianalisa berupa data hasil wawancara, hasil observasi serta data pemberi proyek. Konsep & hasil perancangan menjelaskan konsep Perancangan Kampanye Sosial Pencegahan Gangguan Skizofrenia hingga hasil akhir. Penutup Berisikan kesimpulan dan saran. 9