HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

HASIL DAN PEMBAHASAN

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN CASSABIO DALAM KONSENTRAT TERHADAP FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN RANSUM RUMINANSIA (IN VITRO) SKRIPSI SAFIRA AMALIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xviii. DAFTAR LAMPIRAN... xx I. PENDAHULUAN... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA... 14

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

PERFORMAN SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DISUPLEMENTASI UREA GULA MERAH BLOK HASIL FERMENTASI CAMPURAN TINJA AYAM

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

FERMENTABILITAS PAKAN KOMPLIT DENGAN BERBAGAI SUMBER PROTEIN YANG DIPROTEKSI DENGAN TANIN DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) SECARA IN VITRO

Lampiran 3. Anova Kecernaan Bahan Kering Konsentrat (%)

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

Optimalisasi Pemanfaatan Onggok Melalui Pengolahan Biologis Terhadap Parameter Rumen dan Kecernaan Zat-Zat Makanan Sapi

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang tahun. Salah satu upaya untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan mencari bahan pakan alternatif yang relatif murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, mudah didapat, dan tersedia sepanjang tahun. Onggok merupakan limbah agroindustri tepung tapioka yang berpotensi menjadi bahan baku pakan ternak, namun onggok memiliki kandungan nutrisi rendah seperti kandungan protein kasar dibawah 3 % dan tingginya serat kasar (Rasyid et al., 1996). Inovasi dalam pengolahan onggok menjadi ransum diperlukan untuk mengoptimalkan kandungan nutrisi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah fermentasi onggok-urea-zeolit dan penambahan amonium sulfat dengan kapang Aspergillus niger (cassabio). Beberapa penelitian seperti Tarmudji (2004), menyatakan bahwa penggunaan onggok fermentasi sampai dengan 10% dalam formulasi pakan ayam pedaging masih aman dan tidak menimbulkan dampak negatif, artinya kinerja ayam pada semua kelompok selama percobaan cukup baik dan tidak dijumpai adanya kematian pada ayam, serta aman untuk dikonsumsi. Wijaya dan Fajrinnalar (2010) menggunakan cassabio (onggok fermentasi dengan menambahkan urea, zeolit dan amonium sulfat) hingga 40% tanpa menyebabkan kelainan pada performan dan kesehatan ayam broiler. Pada ruminansia sejauh ini belum ada penelitian mengenai pemberian cassabio dengan kandungan amonium sulfat, baru hanya pada unggas saja. Oleh karena itu, dilakukan analisis in vitro untuk mengetahui kecernaan dari bahan pakan cassabio tersebut dalam campuran konsentrat dengan penambahan beberapa bahan pakan lain seperti pollard, bungkil kedele, bungkil kelapa, tetes, dan DCP serta hijauan berupa rumput gajah dengan perbandingan 60 % konsentrat : 40 % hijauan. Data hasil analisis in vitro dapat dilihat pada Tabel 6. 22

Tabel 6. Kandungan Amonia (NH 3 ) Rumen, VFA Rumen, KCBK, dan KCBO Ransum pada Taraf Cassabio Berbeda Perlakuan Parameter P0 P1 P2 P3 NH 3 (mm) 6,55±0,92 c 7,62±1,20 c 8,31±1,30 b 10,21±2,42 a VFA (mm) 170,51±27,03 110,26±27,53 87,39±26,28 130,64±26,67 KCBK (%) 69,67±4,19 66,63±4,14 67,47±6,11 67,88±3,67 KCBO (%) 69,14±4,20 65,41±3,97 66,95±6,34 67,20±3,15 Keterangan: Superskrip pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), NH3 = amonia, VFA = Volatil fatty acid, KCBK= Kecernaan Bahan Kering, KCBO = Kecernaan Bahan Organik, P0 = Rumput gajah + Konsentrat (cassabio 0%), P1 = Rumput gajah + Konsentrat (cassabio 10%), P2 = Rumput gajah + Konsentrat (cassabio 20%), P3 = Rumput gajah + Konsentrat (cassabio 30%). Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan onggok-urea-zeolit dan penambahan amonium sulfat 1,5 % fermentasi dengan Aspergillus niger mempunyai kandungan nutrisi yang paling baik karena mempunyai kandungan protein kasar yang paling tinggi yaitu 12,35 % (Pitriyatin, 2010). Kosentrasi NH 3 Rumen Konsentrasi NH 3 rumen menunjukkan banyaknya kandungan protein kasar (PK) yang dirombak oleh mikroba rumen. Protein di dalam rumen akan dirombak oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba proteolitik menjadi oligopeptida. Oligopeptida yang terbentuk ini ada yang dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya, ada yang langsung masuk ke usus, sebagian lagi ada yang dihidrolisa menjadi asam amino. Sebagian asam amino yang dihasilkan ada yang diserap dinding rumen, ada yang masuk ke dalam usus, ada yang langsung dimanfaatkan oleh mikroba rumen dan ada yang mengalami deaminasi menjadi asam alfa keto yang menghasilkan amonia dan CO 2 (Sutardi, 1980). Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora, 1995). Rata-rata konsentrasi NH 3 rumen pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. 23

Gambar 7. Grafik Kandungan NH 3 Rumen pada Setiap Perlakuan. Superskrip pada perlakuan yang Berbeda Menunjukan Berbeda Nyata (P<0,05). P0 = Rumput gajah + Konsentrat (cassabio 0%), P1 = Rumput gajah + Konsentrat (cassabio 10%), P2 = Rumput gajah + Konsentrat (cassabio 20%), P3 = Rumput gajah + Konsentrat (cassabio 30%). Rata-rata konsentrasi NH 3 rumen pada perlakuan ransum dengan penambahan cassabio dalam konsentrat berkisar antara 7,62-10,21 mm setara dengan 32,00-42,88 mg/100ml cairan rumen, lebih tinggi dari perlakuan ransum tanpa penambahan cassabio (P0) yaitu 6,55 mm (27,51 mg/100ml cairan rumen). Rata-rata konsentrasi NH 3 tersebut masih dalam kisaran normal konsentrasi NH 3 rumen yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk sintesis protein tubuh mikroba. Menurut McDonald et al. (1995), kisaran konsentrasi amonia yang optimal untuk sintesis protein oleh mikroba rumen adalah 6-21mM. Hal ini menandakan bahwa semua perlakuan ransum yang diujikan mampu menyediakan amonia untuk pertumbuhan mikroba rumen dengan baik. Hasil uji polynomial ortogonal pengaruh level penggunaan cassabio dalam konsentrat ransum terhadap konsentrasi NH 3 rumen menunjukkan bahwa rasio penggunaan cassabio 20-30% dari konsentrat ransum sangat nyata (p<0,01) meningkatkan konsentrasi NH 3 rumen dibandingkan dengan rasio penggunaan cassabio 0-10% dari konsentrat ransum. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan cassabio dalam kosentrat pada ransum dengan kandungan protein kasar 16% sangat nyata meningkatkan N-NH 3 rumen pada taraf penambahan cassabio 20-30% dari konsentrat. Peningkatan konsentrasi NH 3 rumen dapat terjadi karena cassabio diduga mengandung protein kasar yang mudah dicerna oleh mikroba rumen dalam hal ini adalah urea atau NPN (Non-Protein Nitrogen). Menurut Forbes dan France (1993); 24

Arora (1995), amonia di dalam rumen merupakan hasil degradasi asam amino pakan atau berasal dari nitrogen bukan protein. Cassabio pada konsentrat perlakuan mengandung urea sebanyak 3% dan menurut Parakkasi (1995), urea merupakan sumber NPN yang mengandung 45% nitrogen, sehingga peningkatan level cassabio dapat meningkatkan konsentrasi NH 3 rumen. Menurut Waldo dan Goering (1979), proses degradasi protein oleh mikroba rumen semakin meningkat dengan adanya kadar NPN yang bersifat mudah larut dan dapat terfermentasi secara keseluruhan akibatnya konsentrasi amonia dalam rumen juga meningkat sebagai hasil dari proses degradasi tersebut. Kosentrasi VFA Rumen Volatil Fatty Acid adalah produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama ruminansia. fermentasi karbohidrat oleh mikroba rumen menghasilkan energi berupa asam-asam lemak atsiri (VFA) antara lain yang utama yaitu asam asetat, propionat, dan butirat. Volatil Fatty Acid dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia (Mc. Donald et al., 2002). Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Menurut Arora (1995), peran VFA sangat penting sebagai sumber energi, VFA juga merupakan sumber kerangka karbon untuk membentuk protein mikroba. Rata-rata konsentrasi VFA rumen masing-masing ransum perlakuan dengan penambahan level cassabio berbeda berkisar antara 88,88-137,57 mm. Perhitungan sidik ragam (ANOVA) menunjukkan tidak ada pengaruh nyata penambahan level cassabio dari 0%-30% dalam konsentrat ransum terhadap konsentrasi VFA rumen, namun konsentrasi VFA rumen masih berada pada kisaran normal konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen menurut beberapa penelitian, 80-160 mm (Sutardi, 1979), 70-150 mm (Mc. Donald et al., 2002), dan 70-130 mm (France & Djikstra, 2005). Tinggi rendahnya konsentrasi VFA dipengaruhi oleh pakan basal, tipe karbohidrat pakan, bentuk fisik pakan, tingkat konsumsi, frekuensi pakan, dan penggunaan aditif kimia (France dan Dijkstra, 2005). Menurut Salawu et al. (1997) faktor yang mempengaruhi konsentrasi VFA adalah kandungan serat kasar dan unsur karbon yang terdapat dalam protein. Perbedaan konsentrasi VFA rumen masing-masing 25

ransum perlakuan dapat terjadi karena beberapa faktor seperti kadar kandungan NH 3 rumen yang mempengaruhi konsentrasi VFA rumen, dapat dilihat pada Tabel 6. Hal ini dikarenakan VFA digunakan sebagai sumber energi oleh mikroba rumen untuk mensintesis NH 3 menjadi protein tubuhnya. Arora (1995) mengatakan bahwa, menurunnya konsentrasi total VFA dan meningkatnya produksi NH3 rumen menunjukkan bahwa gula terlarut (monosakarida) yang tersedia di dalam rumen dipergunakan oleh mikroba untuk mensintesis amonia menjadi protein mikroba. Faktor lain perbedaan konsentrasi VFA rumen antar perlakuan adalah kandungan BETA-N (karbohidrat mudah larut) pada ransum perlakuan, karena VFA merupakan hasil dari fermentasi karbohidrat pada rumen sehingga semakin tinggi nilai BETA-N (karbohidrat mudah larut) semakin tinggi karbohidrat yang dapat difermentasi pada rumen menyebabkan VFA rumen semakin meningkat. Kandungan BETA-N ransum dapat dilihat pada Tabel 5. Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Kecernaan pakan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan di dalam feses sehingga diasumsikan bagian tersebut terserap oleh tubuh hewan. Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonald et al., 2002). Tingkat kecernaan zat-zat makanan dari suatu pakan menunjukkan kualitas dari pakan tersebut, dengan demikian KCBK dan KCBO dapat dijadikan salah satu indikator untuk menentukan kualitas pakan. Nilai dari KCBK dan KCBO menunjukkan seberapa besar zat makanan dalam pakan dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen (Sutardi, 1977). Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran sampel pakan, cairan rumen, ph, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga (Selly, 1994). Rata-rata koefisien cerna bahan kering (KCBK) pada perlakuan ransum dengan rasio cassabio berbeda berkisar antara 66,63%-69,97%, dan untuk koefisien cerna bahan organik (KCBO) berkisar antara 65,41%-69,14%. Perhitungan sidik ragam (ANOVA) menunjukkan tidak ada pengaruh nyata penambahan level cassabio dari 0%- 30% dalam konsentrat ransum terhadap terhadap KCBK dan KCBO ransum. Perbedaan KCBK dan KCBO pada masing-masing ransum perlakuan dapat terjadi karena beberapa faktor seperti kadar konsentrasi VFA rumen yang mempengaruhi kadar KCBK dan KCBO ransum. Kadar konsentrasi VFA rumen dapat 26

dilihat pada Tabel 6. Menurut Rahmawati (2001), konsentrasi VFA pada rumen dapat menunjukkan nilai kecernaan bahan organik pakan yang dikonsumsi, semakin tinggi konsentrasi VFA pada rumen menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik semakin tinggi pula. Kecernaan bahan organik juga dipengaruhi oleh kandungan serat pada ransum perlakuan. Serat termasuk komponen dari bahan organik pakan, apabila kandungan serat kasar semakin tinggi maka bahan organik yang tercerna akan semakin rendah karena pencernaan serat kasar sangat tergantung pada mikroba rumen (Rahmawati, 2001). Kandungan serat kasar ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. 27