BAB III. Pekerja Anak di Pantai Gading. masalah ekonomi rumah tangga melainkan juga menyangkut masalah sumber

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 PRAKTIK PERBUDAKAN ANAK DI PANTAI GADING. 2.1 Gambaran Umum dan Sejarah Produksi Kakao Pantai Gading

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

BAB I PENDAHULUAN. perhatian publik pada pertengahan tahun Pada saat itu salah satu stasiun

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Pekerja Rumah Tangga di Indonesia

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB IV. Bantuan Pembangunan Humaniter dan Bantuan Teknis Organisasi Buruh. Internasional Untuk Mengatasi Pekerja Anak di Pantai Gading

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

Asesmen Gender Indonesia

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Situasi Global dan Nasional

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

KEGIATAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN ANAK-ANAK

Bentuk Kekerasan Seksual

LAMPIRAN 1 BIAYA MELAKUKAN USAHA DI INDONESIA

Pe n g e m b a n g a n

BAB I PENDAHULUAN. yang masih berada dalam kandungan. Pada UU RI no.23 Tahun 2002 Bab III

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Oleh : Amin Budiamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Masalah kemiskinan telah menyebabkan masalah lain muncul, salah

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB II. Organisasi Buruh Internasional. publik. Dimana masih sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

Kalender Doa Proyek Hanna Mei 2013 Berdoa Untuk Pengantin Anak

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

Kalender Doa Proyek Hana SEPTEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak.

Pedoman Perilaku BSCI 1

MENGAPA? APA? BAGAIMANA? Kontrak standar untuk pekerjaan rumah tangga

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

Oleh: Logan Cochrane

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

RESUME. Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak. ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak

BAB III. dibunuh, termasuk dari etnis Hutu moderat. Mayat-mayat dibiarkan saja dimanamana,

COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Laporan Perkembangan Dunia (LPD) 2007 Perkembangan dan Generasi Berikutnya Asia Timur dan Pasifik

BAB V KESIMPULAN. negara berkembang tidak selalu mengalami kegagalan karena faktor-faktor

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. di kota-kota maupun di desa-desa. Banyak keluarga mempunyai Pembantu Rumah

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

Oktober Berdoa Untuk Wanita Di Seluruh Dunia

REKOMENDASI KEBIJAKAN KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RUU PPILN

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

KODE ETIK PEMASOK. Etika Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. adalah kawasan yang memiliki jumlah perang sipil yang cukup banyak. Bahkan

UNOFFICIAL TRANSLATION

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

Transkripsi:

BAB III Pekerja Anak di Pantai Gading Masalah perdagangan atau perbudakan sudah ada dan berkembang sejak ribuan tahun yang lalu. Masalah perbudakan atau perdagangan merupakan masalah yang sangat kompleks dan besar. Kompleks bukan hanya terkait dengan masalah ekonomi rumah tangga melainkan juga menyangkut masalah sumber daya manusia kedepannya. Perbudakan sendiri diartikan sebagai bentuk mempekerjakan seseorang dan menempatkannya dibawah kendali/kontrol lain. Kontrol tersebut meliputi larangan, penggunaan fisik atau bahkan tanpa memberikan kompensasi seperti upah yang layak (Nugraha, 2015). Orang-orang yang menjadi budak terkadang juga diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi merupakan suatu upaya untuk memperdayakan seseorang di bawah pengaruh orang lain untuk mencapai tujuan atau demi keuntungan yang besar. Eksploitasi kepada anak merujuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat ataupun kelompok kepentingan tertentu. Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Hal ini dinilai telah melanggar hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap anak yang dipekerjakan secara paksa atau menjadi budak. Seharusnya seorang anak masih menjadi tanggung jawab orangtuanya karena masih perlu mendapatkan bimbingan dari orangtuanya. Tetapi pada kenyataannya 35

sudah terlalu banyak anak-anak yang menjadi korban dari eksploitasi, sehingga hak-hak anak menjadi tidak diperhatikan. Salah satu kasusnya terjadi di Pantai Gading. A. Negara Pantai Gading Pantai Gading atau yang dikenal dengan Ivory Coast/ Republic of Cote d Ivoire merupakan sebuah negara yang terletak di Afrika Barat. Negara ini berbatasan dengan Liberia, Guinea, Mali, Burkina Faso, dan Ghana di sebelah barat, utara dan timur serta dengan Teluk Guinea di sebelah selatan. Negara ini memiliki luas 124.500 mil persegi, ibukotanya disebut dengan Yamoussoukro dan Abidjan merupakan kota terbesar di Pantai Gading sebagai pusat administrasi dan komersial. Pada tahun 2011, jumlah populasi di Pantai Gading berjumlah sekitar 20 juta penduduk dengan berbagai kelompok etnis termasuk pekerja migran dari negara-negara tetangga. Dalam rasio kemiskinan nasional, negara ini berada pada angka 42,7 persen di tahun 2008 (Bank, 2008). Pendapatan para pekeja di Pantai Gading juga mengalami penurunan selama dekade terakhir dan para ahli memperkirakan bahwa jika situasi ini terus berlanjut, angka kemiskinan akan mencapai 64 persen pada tahun 2015 (CIA, 2013). Keadaan ekonomi di negara Pantai Gading bergantung pada aktivitas agrikultur dimana 68 persen populasi di negara ini terlibat. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa Pantai Gading merupakan negara penghasil dan eksportir biji kakao terbesar di dunia. Sejak berakhirnya perang sipil pada tahun 2003, kekacauan politik terus merusak perekonomian, hal ini mengakibatkan hilangnya investasi asing dan pertumbuhan ekonomi yang lamban. Pada April 2011, keadaan 36

ekonomi di Pantai Gading mulai pulih dari kemerosotan yang parah yang disebabkan oleh konflik pasca pemilu. Namun setelah gelombang anti-jabatan yang berkepanjangan terhadap mantan Presiden Laurent Ggabo, akhirnya membawa perdamaian dan stabilitas untuk Pantai Gading setelah terpilihnya Allassane Dramane Outtara sebagai presiden (Sharma, 2013). B. Industri Kakao di Pantai Gading Secara historis, Pantai Gading bergantung pada ekspor kopi, kayu dan cokelat yang membuat negara ini fokus pada orientasi pembangunan. Awal abad ke-20, kakao ditumbuhkan pada skala kecil di bagian barat daya Pantai Gading tetapi produksi kakao pada skala besar dimulai pada tahun 1930-an di timur Pantai Gading yang berbatasan dengan Ghana. Pada tahun 1950, produksi kakao menyebar hampir ke seluruh negara bagian Pantai Gading. Luas kebun kakao di Pantai Gading meningkat drastis setelah tahun 1960, dimana pada tahun 1961 seluas 250.000 hektar hingga tahun 2004 menjadi 4.000.000 hektar. Pantai Gading merupakan produsen biji kakao utama di dunia dan menyediakan sekitar 40 persen produksi biji kakao di seluruh dunia. Tempat produksi kakao di Pantai Gading lebih besar dua kali lipat dari negara tetangganya, Ghana (Robson, 2010). Awalnya hanya orang Eropa saja yang memiliki perkebunan kakao di negara ini sampai Perang Dunia I. Ketika harga kakao meningkat di pasar dunia selama periode ini, Afrika sendiri mulai menumbuhkan dan menanam kakao. Namun, awal setelah kemerdekaan, kopi merupakan ekspor terbaik dari Pantai Gading. Setelah tahun 1970-an, kakao menggantikan kopi sebagai komoditas utama ketika ledakan kakao terjadi karena pemerintah mendorong budidaya 37

penanaman kakao dengan menawarkan berbagai insentif harga (Gbetibouo, 1984). Penekanan produksi kakao telah membudaya dalam perekonomian negara ini sehingga para petani bergantung pada kakao sebagai mata pencaharian utama mereka. Gambar 3.1 Kebutuhan Kakao di Negara-Negara Eropa dan Amerika Serikat 38

Gambar 3.2 Negara Produsen Kakao Gambar 3.3 Produksi Biji Kakao di Negara Berkembang Sepertiga dari ekonomi Pantai Gading di dasarkan pada ekspor kakao, yang berarti negara ini bergantung pada harga kakao dunia. Padahal kakao merupakan salah satu komoditas yang paling tidak stabil dalam hal fluktuasi pada 39

harga pasar. Keuntungan yang berasal dari kakao tidak dapat dikontrol oleh petani kakao maupun kondisi alam yang dapat mempengaruhi hasil kakao. Hal itu membawa pengaruh negatif kepada para petani kakao dimana mereka mencari cara untuk memotong biaya kerugian sewa lahan dan kebutuhan tanaman kakao dengan menggunakan tenaga kerja murah dengan mempekerjakan budak (koalisi pekerja anak) (Valentin, 2006). Abby Mills, merupakan direktur kampanye International Labor Rights Forum mengatakan setiap penelitian yang di lakukan di Afrika Barat menunjukkan bahwa ada perdagangan manusia yang terjadi khususnya di Pantai Gading (ILFR, 2014). Perbudakan yang terjadi di industri kakao melibatkan pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun mereka berperan dalam memberikan kontribusi terhadap pekerja anak, perbudakan dan perdagangan manusia, industri kakao belum mengambil langkah-langkah yang signifikan untuk memperbaiki masalah. Perusahaan cokelat memiliki kekuatan untuk mengakhiri pekerja anak dan kerja paksa dengan membayar petani kakao dengan upah yang layak untuk produk mereka. Industri cokelat pun dipanggil untuk mengembangkan dan mendukung program keuangan untuk menyelamatkan dan merehabilitasi anakanak yang dijual ke perkebunan kakao (10campaign, 2012). Hershey, merupakan salah satu perusahaan cokelat yang ada di negara ini dan juga merupakan produsen cokelat terbesar di Amerika Utara (Feeley, 2014). Dengan lebih dari 6 miliyar dolar Amerika dalam penjualan setiap tahunnya, Hershey kembali menjual produknya lebih dari 70 negara. Meskipun perusahaan 40

ini masih terlibat dalam masalah etika dengan masyarakat kakao di Afrika Barat, termasuk tenaga kerja anak. Hershey mengatakan telah mengembangkan beberapa inisiatif untuk memperbaiki kehidupan pekerja kakao Afrika Barat dengan sejumlah organisasi dan komunitas kakao. Namun kritikus berpendapat bahwa Hershey tidak melakukan cukup untuk mengatasi eksploitasi tenaga kerja anak di perkebunan kakao (Initiative, 2015). Perusahaan cokelat lain yang ada di Pantai Gading yaitu Kraft (USA), Mars (USA), Nestle (Switzerland), Ferrero Group (Italy), Chocoladefabriken Lindt & Sprungli (Switzerland) dan lain-lain. Perusahaan ini memiliki kontrol bersama-sama atas ekspor kakao yang berasal dari Pantai Gading sebesar 85 persen (North, 2011). Gambar 3.4 Produksi Cokelat dari Perusahaan Cokelat terbesar di dunia Sumber: Candy industry, January 2013, International Cocoa Organization 41

Diatas merupakan gambar tabel tentang hasil produksi cokelat dari perusahaan cokelat terbesar di dunia yang diambil dari International Cocoa Organization menunjukkan bahwa perusahaan cokelat banyak membutuhkan produksi biji kakao dari Pantai Gading untuk memproduksi cokelat di perusahaannya. Kurangnya transparansi merupakan karakteristik dari industri cokelat. Padahal mereka memiliki sumber daya untuk mengatasi dan menghapuskan pekerja anak, tetapi secara konsisten gagal untuk mengambil tindakan. Sebagai perusahaan besar di industri cokelat, tentu saja tidak ada yang mengakui secara terang-terangan apakah perusahaan mereka menggunakan tenaga kerja anak atau tidak. Untuk mendapatkan informasi tersebut sangatlah sulit karena hal ini akan berdampak pada penjualan produk mereka. Permasalah perbudakan anak sangatlah menarik perhatian kancah internasional. Sehingga perusahaan cokelat hanya mengatakan bahwa mereka telah mengambil tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut untuk menghindari reputasi buruk bagi perusahaannya. C. Kondisi Anak-Anak di Pantai Gading Hampir 41 persen dari seluruh penduduk yang ada di Pantai Gading merupakan anak-anak berusia 0-14 tahun (WHO, 2013). Pantai Gading memiliki tingkat tertinggi terkena HIV/AIDS di Afrika Barat yakni 10 persen dimana tiap individu terinfeksi oleh virus HIV. Diperkirakan 4,7 persen dimana 74.000 anak yang hidup dengan HIV dan 450.000 yatim piatu karena AIDS (UNICEF, 2008). Hanya sedikit dari kelahiran disana yang resmi terdaftar di Pantai Gading. Hal ini terjadi dikarenakan konflik kekerasan yang terjadi selama beberapa tahun terakhir. 42

Padahal pencatatan kelahiran dan status kewarganegaraan memberikan kapasitas peradilan untuk anak. Anak-anak tanpa identitas tidak resmi diakui sebagai anggota masyarakat dan juga tidak dapat mengakses layanan dan fasilitas meskipun mereka sebagai bagian dari warganegara disana. Konflik politik yang terjadi di Pantai Gading pun juga melibatkan anakanak hingga masuk ke dalam kelompok bersenjata. Menurut Soldiers Global Report 2008, yang diterbitkan oleh Child Soldiers International menyatakan bahwa tidak ada bukti nyata dari anak-anak yang berpatisipasi dalam angkatan bersenjata Forces Nationales de Cote d Ivoire (FANCI). Laporan yang sama lebih lanjut mengklaim bahwa anak-anak jelas terlibat dengan kelompok-kelompok milisi bersenjata dengan partai yang berkuasa di Pantai Gading yakni Front Populaire Ivoirien. Anak-anak tersebut terlibat dengan kelompok bersenjata di kedua sisi konflik baik itu kelompok militan pro pemerintah dan kelompok the Forces Armees des Forces Nouvelles (FAFN) (March, 2013). Dalam hal pendidikan, hak untuk pendidikan dasar yang merupakan bagian penting dari anak-anak belum tercapai. Lima puluh persen dari anak usia 6 sampai 11 tahun tidak pergi sekolah, dengan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan (59 persen dan 51 persen) dan perbedaan yang besar antara perkotaan dan pedesaan (66 persen dan 48 persen) (UNICEF, 2007). Orangtua disana memiliki pandangan bahwa anak laki-laki lebih diutamakan dalam mendapatkan pendidikan daripada anak perempuan. Hal ini merupakan tantangan yang terus berlangsung, terutama di bagian barat negara dimana angka partisipasi sekolah dasar adalah 37,9 persen di kalangan anak perempuan dibandingkan dengan 55,9 43

persen untuk anak laki-laki. Sedangkan secara keseluruhan, angka partisipasinya adalah 51,3 persen untuk anak perempuan dibandingkan dengan 58,6 persen untuk anak laki-laki ((MICS), 2006). Pendidikan disana tidak diwajibkan secara hukum, meskipun secara resmi bebas. Namun dalam prakteknya, beberapa orang tua masih diminta untuk membayar biaya untuk gaji guru dan buku. Untuk beberapa sekolah masih memerlukan akte kelahiran untuk mendaftar sekolah. Padahal banyak anak-anak yang tidak memiliki akte kelahiran sehingga mereka dicegah untuk bersekolah. Guru-guru juga dilaporkan atas permintaan seksual kepada siswanya untuk ditukarkan dengan kenaikan kelas atau uang. Tidak adanya persyaratan pendidikan wajib ditambah dengan persyaratan oleh beberapa sekolah untuk akte kelahiran dan biaya sekolah tersebut menyebabkan anak-anak untuk tidak bersekolah. Hal ini menyebabkan anak-anak menjadi pekerja karena kemiskinan dan kebutahurufan (March, 2013). D. Perbudakan Anak di Industri Kakao Pantai Gading Diperkirakan 39,8 persen (2.181.894), anak usia 5-14 tahun yang bekerja di Pantai Gading tercatat pada tahun 2011 tentang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk oleh Departemen Tenaga Kerja AS/ US Department of Labor (USDOL). Di bawah ini akan ditunjukkan data mengenai anak-anak yang bekerja dan bersekolah : Tabel 3.1 Data Anak-anak yang Bekerja dan Bersekolah di Pantai Gading Children Age Per cent Working 5-14 years 39,8 44

Attending School 5-14 years 53,6 Combining Work and School 7-14 years 24,3 Primary Completion Rate 58,6 Source : Primary completion rate: Data from 2011, published by UNESCO Institute for Statistics, 2012. All other data: Understanding Children s Work Project s analysis of statistics from MICS3 Survey,2006. Organisasi kemanusiaan telah melaporkan bagaimana anak-anak digunakan sebagai tentara dan pekerja. Anak-anak menjadi tunawisma merupakan hal umum yang terjadi di kota-kota. Anak-anak ini sering mendukung kehidupannya sendiri dengan bekerja. Meskipun usia minimum untuk bekerja adalah 14 tahun, pekerja anak merupakan hal yang lazim. Sebagian besar anakanak bekerja di industri kakao dan kopi. Terkadang anak-anak ini di datangkan dari negara-negara tetangga dan memiliki ketertarikan untuk pekerja di Pantai Gading dengan janji upah yang tinggi dan kondisi tempat kerja yang baik. Namun, bagi banyak orang pekerjaan tersebut dianggap bekerja di bawah kondisi yang sangat keras. Kerjasama antar negara tetanggapun dilakukan oleh agen yang yang mengatur perdagangan anak untuk mendapatkan imbalan pembayaran. Pantai Gading merupakan negara yang sangat rentan. Lebih dari 600.000 anak-anak dan pemuda dibawah usia 18 tahun bekerja di perkebunan kakao di Pantai Gading (Seth, 2003). Diperkirakan 12.000 anak tidak memiliki ikatan kelurga dengan para petani. Pada tahun 2002, The Institute of Tropical Agriculture melakukan survei terhadap pekerja di perkebunana kakao Afrika Barat menunjukkan bahwa tidak kurang dari 200.000 anak-anak bekerja dengan aktivitas berbahaya (IITA, 2002). Ini menunjukkan bahwa memiliki ikatan 45

keluarga dengan petani juga tidak bisa menjamin anak-anak menghindari cedera saat bekerja. Anak-anak yang berasal dari negara tetangga seperti Burkina Faso dan Mali memiliki resiko terbesar. Sebuah penelitian yang melibatkan Bank Dunia dan organisasi menunjukkan bahwa lebih dari 60.000 anak bekerja di industri kakao berasal dari Burkina Faso (Fieland, 2002). Anak-anak yang berasal dari negara tetangga tersebut di datangkan oleh agen profesional yang menyelundupkan orang dari Mali dan Burkina Faso. Kemudian meninggalkan mereka di industri kakao yang berbeda-beda. Sebuah studi yang diterbitkan oleh International Labor Rights Fund (ILRF) pada tahun 2002 bahwa banyak petani kakao yang bergantung pada agen untuk menyediakan tenaga kerja. Hal ini dilakukan supaya para petani kakao dapat memanen kakao dengan cepat dan murah (ILFR, 2002). The National Action Plan of Cote d Ivoire mengatakan bahwa anak-anak di Pantai Gading dalam kondisi berbahaya di perkebunan kakao, pisang, kapas, nanas, kelapa, karet dan perkebunan lainnya. Banyak kegiatan berbahaya yang dilakukan anak-anak di perkebunan kakao mulai dari panen kakao, menumpuk/mengumpulkan kakao, penyemprotan pestisida dan pupuk, penanganan alat berbahaya dan membawa beban berat. Di sektor kakao saja, 50,6 persen atau sekitar 414.778 anak-anak terluka dari kegiatan berbahaya menurut laporan dari Tulane University dari data yang dikumpulkan selama 2008-2009 musim panen. Pada tahun 2010, pihak pemerintah melaporkan bahwa diperkirakan lebih dari 30.000 anak-anak dalam kondisi kerja paksa di daerah 46

pedesaan Pantai Gading (March, 2013). Negara ini tidak memiliki data yang kontemporer pada jumlah pekerja anak. National Survey on Household Living Standards 2008 (NSHLS 2008) mengidentifikasi bahwa 1.570.103 anak aktif secara ekonomi di sektor pertanian, dari 1.202.404 atau 91,9 persen terlibat dalam pekerjaan berbahaya dan 3364 merupakan korban perdagangan (March, 2013). Selain itu, ditemukan bahwa 1.237.911 anak usia 5 sampai 17 tahun di seluruh wilayah negara dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya dilarang. Perdagangan anak di daerah perbatasan Pantai Gading juga menjadi sebuah masalah. Dimana anak laki-laki diperdagangkan untuk tenaga kerja pertanian terutama industri kakao dan sektor jasa sedangkan anak-anak perempuan diperdagangkan dalam pekerjaan rumah tangga dan eksploitasi seksual komersial ((USDOL), 2012). Anak-anak tersebut tidak hanya menjadi korban perdagangan tetapi juga mendapatkan serangan fisik. Dibawah ini merupakan korban pekerja anak di Pantai Gading yaitu (Huser, 2006): a. Anak-anak yang diperdagangkan dari negara-negara perbatasan seperti Ghana, Mali dan Burkina Faso. Anak-anak tersebut diculik, direkrut secara paksa dan ditawari bekerja oleh agen profesional yang memperdagangkan anak. Mereka dipaksa untuk bekerja dengan sebentar beristirahat atau sama sekali tidak berhenti bekerja. Mereka juga kerap dipukuli dan tidak diberi makan. b. Anak-anak yang merupakan tenaga kerja bagi keluarganya. Misalnya anak petani atau kerabat dekat dengan petani yang tinggal di pertanian. Anak- 47

anak tersebut dipekerjakan untuk menghidupi dirinya sendiri dan membantu kondisi ekonomi keluarganya. c. Pekerja anak yang yang dijadikan tenaga kerja oleh keluarga lain atau memiliki kekerabatan dengan petani kakao. Orangtua disana mengirimkan anak-anaknya untuk menjadi tenaga kerja bagi keluarga lain atau kerabat petani kakao. Bahkan orangtua disana rela menjual anak-anaknya karena membutuhkan uang untuk membiayai keluarganya. Hal tersebut dilakukan tanpa adanya kontrak kerja dan perjanjian yang dapat menghindarkan anak-anak dari serangan fisik oleh majikannya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbudakan anak di Pantai Gading yaitu: 1. Kemiskinan Para petani kakao benar-benar tergantung pada pendapatan dari hasil panen kakao. Kakao merupakan tanaman yang membutuhkan iklim yang stabil dan juga tanaman yang sensitif dari serangan penyakit dan serangga. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar dunia dan biaya sewa yang digunakan petani untuk membayar lahan membuat aktivitas rentan akan finansial. Salah satu cara yang digunakan petani kakao adalah dengan meminimalkan biaya untuk tenaga kerja. Seringkali, seluruh keluarga bekerja di perkebunan termasuk anak-anak. Permintaan tenaga kerja murah lebih besar daripada permintaan tenaga kerja lokal. Ini dijadikan kesempatan berkembangnya perekrutan orang-orang dari daerah lain yang kemudian dieksploitasi. 48

Sebuah studi yang dilakukan oleh badan PBB, mengenai hak-hak buruh, ILO menunjukkan bahwa sampai sepertiga dari industri kakao menggunakan pekerja yang bukan berasal dari anggota keluarga (ILO, 2002). Hal yang serupa menggambarkan bahwa situasi buruh migran yang tidak lazim. Beberapa dari mereka dibayar, sedangkan sisanya masuk ke dalam situasi dimana mereka dilecehkan dan dipaksa melakukan kehendak majikannya. Mereka tidak dapat meninggalkan perkebunan kakao seperti yang mereka inginkan. Masa depan anakanak disini tidak pasti. Mungkin mereka akan tetap tinggal bertahun-tahun di industri kakao. Kebanyakan dari mereka tidak terdaftar dalam sistem sekolah, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untu mendapatkan pendidikan formal yang baik. Mereka bekerja di bawah tekanan. Beberapa anak-anak kembali ke desa asal mereka pada waktu yang telah di sepakati dengan uang yang diperoleh, sementara yang lain tidak dibayar sesuai kesepakatan oleh petani dan dipaksa untuk bekerja lebih lama. Semua itu terjadi karena kemiskinan. Kemiskinan merupakan alasan utama bahwa orang tua disana membiarkan anak-anak mereka untuk bekerja. Banyak orangtua melihat anak-anak dan anak muda yang bekerja sebagai bagian dari asuhan, dukungan dari keluarga dan juga kesempatan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik (Thorsen, 2005). Meskipun anak-anak mereka berakhir di industri kakao dan hanya mendapat penderitaan. Bahkan orang tua anak-anak dan perwakilan pertanian sering membuat perjanjian lisan di antara mereka. Setelah di perkebunan kakao, petani mengingkari perjanjian dan anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan hak mereka. Tidak adanya perjanjian 49

tertulis dan kurangnya perjanjian formal mengakibatkan anak-anak tidak mendapat perlindungan dari perlakuan buruk petani. Pekerjaan di industri kakao merupakan pekerjaan yang sulit karena anakanak diminta untuk mengangkat barang berat yang dapat menyebabkan tulang dan otot cedera. Masalah lain adalah bahwa anak-anak sering dipaksa untuk bekerja degan pestisida yang berbahaya tanpa alat keselamatan. Ketika anak-anak diketahui memiliki pekerjaan dengan resiko berbahaya dan memiliki cedera yang parah, hal ini melanggar Konvensi ILO No.182. Konvensi ini menuntut tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuh pada anak. Pantai Gading sendiri telah meratifikasi konvensi ini, tetapi studi terbaru menujukkan bahwa bentuk-bentuk pekerja anak masih terjadi di negeri ini (Valentin, 2006). 2. Budaya Anak-anak petani Pantai Gading juga membantu mengolah biji kakao, sehingga beberapa petani tidak melihat bahwa menggunakan tenaga kerja anakanak itu hal yang salah. Selain petani yang terlibat, dalam budaya Afrika sendiri, melihat anak-anak yang bekerja adalah hal yang sangat umum terjadi disana dan tidak terlihat sebagai hal negatif. Bahkan presentase anak-anak berusia antara 5-14 tahun dalam kegiatan bekerja mencapai 40-50 persen (Grootaert, 1999). Disana pria memiliki banyak istri dan banyak anak-anak, sehingga anak-anak mulai bekerja dari usia dini untuk membantu keluarga mereka. Sekolah begitu mahal bagi mereka, dan satu-satunya alternatif adalah bekerja. Bahkan dalam kasus dimana pekerja paksa tidak terlibat, anak-anak di Afrika membantu orang tua mereka untuk bekerja, yang dikontrak sebagai buruh (R, 2001). 50

Dalam situasi lain, secara tradisional keluarga mengirimkan anak-anak mereka untuk tinggal dengan keluarga lain untuk belajar keterampilan khusus sebagai ganti dari pendidikan formal. Dengan demikian, Pantai Gading telah menjadi tempat yang menjanjikan untuk anak-anak menghasilkan uang atau belajar sesuatu yang baru dan berguna. Namun, kondisi ekonomi yang buruk membuat petani menyalah gunakan tradisi ini (Ranghavan, 2001). Sementara itu, banyak keluarga yang masih tinggal di masyarakat tradisional dan tidak memiliki pemikiran yang luas dimana anak-anak mereka bisa disalahgunakan dengan cara mereka. Tanpa disadari lingkungan menjadi lebih berbahaya dan keluarga mempercayakan anak-anak mereka kepada petani atau keluarga lain disana (R, 2001). Migrasi anak-anak dari negara tetangga juga dianggap sebagai hal yang umum dan menjadi bagian dari budaya. Di beberapa daerah di Burkina Faso dan Mali mengatakan bahwa If you don t have a son in Cote d Ivoire, you don t count in this village. Migrasi pekerja anak dianggap sebagai simbol status, kekuatan karakter, harapan dan menggambarkan kemakmuran (Robson, 2010). Dampak yang diakibatkan perbudakan menimbulkan adanya bekas luka fisik pada anak-anak yang menjadi korban pemukulan oleh para petani kakao. Kondisi tidak manusiawi dan kelaparan harus diterima oleh anak-anak yang dipekerjakan secara paksa di perkebunan kakao. Efek yang ditimbulkan adanya perbudakan tidak hanya mempengaruhi keadaan fisik anak-anak tetapi juga mempengaruhi secara emosional. Psikolog mengatakan bahwa menjadi seorang budak dapt menimbulkan proses penghancuran pikiran seseorang, tubuh dan jiwa. Tidak hanya terpisah dari keluarga atau satu sama lain, tetapi menjadi budak anak 51

juga terisolasi. Bahkan setelah terbebas dari perbudakan, anak-anak menjadi lebih mudah takut kepada orang lain dan kurang percaya diri. Mereka juga mengalami kesulitan untuk menyesuaikan kembali ke keluarga mereka. Untuk anak-anak yang berhasil melarikan diri, bekas luka fisik dan psikologis akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk disembuhkan (Ranghavan, 2001). 52