3. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009, berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang didapat dianalisis di Laboratorium Biologi Mikro I, dan Laboratorium Fisika dan Kimia Lingkungan Bagian Produktivitas Lingkungan Perairan, Depertemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Peta Lokasi Danau Lido N 0 km 40 km 6 40' 42" Keterangan : Danau Lido Inset Peta Jawa Barat Sumber : Google Map 2009 106 49' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor 5.2. Persiapan Kegiatan persiapan merupakan pembuatan rangkaian substrat buatan. Substrat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kassa nyamuk yang dirangkai dengan kawat membentuk persegi empat ukuran 30 x 30 cm. Kemudian kassa ini dirangkai secara vertikal dengan jarak 1,7 m dan 2 m sehingga membentuk susunan yang terdiri atas 3 kassa 30 x 30 seperti nampak pada Gambar 3.
12 Pelampunga Permukaan (0 m) 0,3 m 30 x 30 cm 2 m 4 m Pemberat Gambar 3. Rancangan susunan substrat buatan Bahan yang digunakan dalam pembuatan rangkaian substrat buatan yakni kain kassa nyamuk yang berwarna putih, kawat, benang jahit, isi stapler, tali, bambu, pemberat, dan pelampung. Alat yang digunakan antara lain gunting untuk memotong kain dan benang, jarum jahit untuk menjahit kain kassa agar terikat kuat pada kawat, tang untuk memotong dan membentuk kawat sehingga berbentuk segi empat berukuran 30 x 30 cm, dan stapler untuk mengikat kain kassa nyamuk pada kawat. Pemasangan substrat dilakukan dengan cara menempatkan satu rangkaian substrat pada stasiun yang telah ditentukan. Substrat dipasang sesuai dengan kedalaman yang telah ditentukan, dimana rangkaian substrat yang pertama berada di kedalaman 0,3 meter dari permukaan, substrat kedua berada pada 2 meter dari permukaan, hingga substrat yang terakhir berada di kedalaman 4 meter dari permukaan seperti nampak pada Gambar 2. Banyaknya substrat yang diletakkan sejumlah waktu pengamatan, yakni sebanyak 8 waktu pengamatan di tiap stasiun pengamatan. Substrat diletakkan di dua stasiun yang berbeda, stasiun pertamaa mewakili keadaan perairan yang memiliki keramba jaring apung (KJA). Stasiun kedua mewakili keadaan perairan yang tidak memiliki Non KJA (Lampiran 1) ).
13 5.3. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap kegiatan. Kegiatan tersebut antara lain, penentuan titik dan waktu pengambilan sampel (sampling), sampling perifiton perifiton, sampling kualitas air, analisis perifiton, dan analisis kualitas air. 5.3.1. Penentuan titik dan waktu sampling Lokasi pengambilan sampel ditetapkan di dua stasiun. Stasiun KJA (6 45 12 LS dan 106 48 41 BT) mewakili kondisi perairan yang dipengaruhi oleh aktivitas KJA. Stasiun Non KJA (6 44 42 LS dan 106 48 39 BT) mewakili kondisi perairan yang tidak dipengaruhi oleh aktivitas KJA, seperti nampak pada Gambar 4.. Gambar 4. Peta lokasi pengambilan sampel di Danau Lido, Bogor Pengambilan sampel dilakukan pada selang waktu yang telah ditentukan. Pada hari pertama (T 0) adalah waktu peletakan substrat. Adapun pengamatan dilakukan pada hari ke-3, 7, 10, 14, 17, 21, 24 dan 28 setelah substrat diletakkan. 5.3.2. Pengambilan sampel perifiton Pengambilan sampel perifiton dilakukan dengan mengerik permukaan substrat menggunakan kuas. Sampel perifiton yang diidentifikasi diambil dengan cara mengerik perifiton yang terdapat pada permukaan substrat seluass 5x5 cm 2.
14 Hasil yang didapat dari kerikan tersebut dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi aquades. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua ulangan untuk setiap substrat pada tiap kedalaman. Sampel kemudian diawetkan menggunakan larutan Lugol dengan konsentrasi 1%. Sampel perifiton yang dianalisis untuk berat kering bebas abu (ash Free Dry Mass, AFDM) diambil dengan cara mengerik perifiton yang terdapat pada permukaan substrat seluas 5 x 5 cm 2. Hasil kerikan yang didapat dilarutkan ke dalam botol sampel berukuran 100 ml yang telah berisi aquades. Selanjutnya dianalisis AFDM dari perifiton yang telah dikerik (APHA 1995, Lampiran 2). Sampel perifiton yang dianalisis jumlah klorofil-a nya diambil dengan cara mengerik perifiton yang terdapat pada permukaan substrat seluas 10 x 10 cm 2. Hasil kerikan yang didapat dilarutkan ke dalam botol sampel berukuran 100 ml yang telah berisi aquades. Kemudian sampel yang telah dilarutkan dengan aquades tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring milliopore dengan bantuan Vacuum Pump. Selanjutnya kertas saring diteteskan MgCO 3 dan dibungkus dengan aluminium foil untuk dianalisis kadar klorofil-a di laboratorium. Seluruh wadah yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam cool box selama perjalanan menuju ke laboratorium untuk dianalisis klorofil-a nya (APHA 1995, Lampiran 2). 5.3.3. Pengambilan sampel kualitas air Alat yang digunakan dalam mengukur kualitas air antara lain Secchi disk, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan perairan, ph meter untuk mengukur ph beserta suhu perairan. Untuk mengukur kadar nitrogen dan fosfor perairan, dilakukan secara ex situ, yakni air sampel dimasukkan ke dalam botol polietilen 250 ml, dan analisis selanjutnya dilakukan di laboratorium. Pengambilan sampel untuk analisis kualitas air menggunakan Van Dorn Water Sampler, air sampel diambil pada kedalaman yang sama dengan kedalaman tempat substrat berada, yakni 0,3 m, 2 m, dan 4 m. Kemudian sampel air dimasukkan ke dalam botol sampel untuk dianalisis kadar nitrat, nitrit, amonia dan ortofosfat di Laboratorium (APHA 1995, Lampiran 2).
15 5.3.4. Analisis sampel Sampel yang telah didapat kemudian dianalisis di Laboratorium. Analisis perifiton dilaksanakan di Laboratorium Biologi Mikro I. Sampel kualitas air dan klorofil-a dilaksanakan di Laboratorium Fisika-Kimia Perairan Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Analisis berat kering bebas abu dilakukan di Laboratorium Biologi Hayati, Pusat Antar Universitas, IPB. a. Analisis Sampel Perifiton Analisis kelimpahan perifiton menggunakan alat, antara lain mikroskop elektrik, Sedgwick Rafter Counting Cell (SRC) untuk mengukur kelimpahan perifiton, gelas objek, kaca penutup, pipet tetes, serta buku identifikasi. Untuk menganalisis biomassa perifiton dengan mengukur berat kering bebas abu (Ash Free Dry Mass, AFDM) menggunakan cawan porselen sebagai wadah sampel, tanur untuk membakar sampel, desikator untuk mendinginkan sampel, dan neraca analitik untuk mengukur biomassa sampel yang telah dipanaskan. Sampel perifiton dianalisis untuk mendapatkan data kelimpahan serta untuk identifikasi lebih lanjut jenis organisme perifiton yang didapat. Identifikasi dan penghitungan kelimpahan perifiton menggunakan mikroskop elektrik dan buku identifikasi. Untuk menghitung kelimpahan dari perifiton digunakan Sedgwick Rafter Counting Cell (SRC), di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10. Kelimpahan dinyatakan dalam jumlah sel per cm 2. Kelimpahan perifiton dihitung dengan rumus sebagai berikut (APHA 1995): K = kelimpahan perifiton (individu/cm 2 ) N = jumlah perifiton yang diamati A s = luas substrat yang dikerik (5 x 5 cm 2 ) untuk perhitungan perifiton A t = luas penampang permukaan Sedgwick Rafter Counting Cell (mm 2 ) A c = luas amatan (mm 2 ) V t = volume botol sampel (30 ml) untuk perhitungan perifiton = volume sampel dalam Sedgwick Rafter Counting Cell (ml) V s
16 Biomassa perifiton dihitung dengan menghitung berat kering bebas abu (AFDM) dari sampel perifiton. Selain itu jumlah klorofil-a yang terdapat dalam sampel dianalisis. Dari hasil analisis sampel didapat data berat kering bebas abu (AFDM) dan jumlah klorofil-a dari perifiton. Prosedur analisis klorofil-a dan AFDM, dilampirkan pada Lampiran 2. b. Analisis Sampel Kualitas Air Analisis kualitas air yang dilakukan, antara lain mengukur kadar nitrat dan ortofosfat menggunakan metode Brucine, dan metode ascorbic acid untuk mengukur kadar ortofosfat dan metode ekstrak aseton untuk mengukur jumlah klorofil-a. Alat yang digunakan untuk metode brucine antara lain kertas saring, pipet, bubble, gelas piala, vacuum pump, dan spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah pereaksi brucine dan asam sulfat pekat. Untuk metode ascorbic acid menggunakan alat spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah amonium molybdate. Untuk metode ekstrak aseton menggunakan alat vacuum pump dan spektrofotometer, sedangkan bahan yang digunakan adalah kertas saring, dan aseton. Analisis keseluruhan terhadap sampel yang didapat dijabarkan dalam Tabel 1. Prosedur pengukuran kualitas air dilampirkan pada Lampiran 2. Tabel.1 Alat, bahan dan metode yang digunakan dalam analisis sampel (APHA 1995) Parameter yang diamati Satuan Alat yang digunakan Metode Ket. Fisika Suhu C Thermometer Visual In-situ ph - ph Meter Visual In-situ Kecerahan cm Secchi Disk Visual In-situ Kimia Nitrat (NO 3 -N) mg/l Spektrofotometer Brucine Ex-situ Nitrit (NO 2 -N) mg/l Spektrofotometer Sulfanilamide Ex-situ Amonia (NH 3 -N) mg/l Spektrofotometer Phenol Ex-situ Ortofosfat (PO 2 4 -P) mg/l Spektrofotometer Ascorbic Acid Ex-situ Biologi Kelimpahan perifiton ind/m 2 Mikroskop Elektrik & SRC Sensus Ex-situ Biomassa perifiton g/m 2 Tanur & Neraca AFDM Ex-situ Analitik Klorofil-a μg/l Spektrofotometer Ekstrak Aseton Ex-situ
17 3.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data Data dari tiap parameter yang didapat dari tiap waktu pengamatan kemudian dikumpulkan. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis lebih lanjut sehingga dapat menunjukkan secara lebih jelas perkembangan dari komunitas perifiton pada tiap stasiun serta pengaruh lingkungan terhadap komunitas tersebut. 3.4.1.Analisis data kelimpahan perifiton Setelah didapat data kelimpahan dan jenis perifiton dilakukan analisis perbandingan antara kelimpahan perifiton yang didapat di tiap kedalaman dibandingkan dengan uji kesamaan menggunakan Uji-t (Elliot 1971), menggunakan persamaan: dengan : = + 1 + 1 = ( ) + ( ) + 2 = [ ( ) ] + [ ( ) ] + 2 t < derajat bebas (0,05) = kedua sampel yang diuji berbeda nyata, t > derajat bebas (0,05) = kedua sampel yang diuji tidak berbeda nyata. Selanjutnya dianalisis nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi berdasarkan komposisi jenis dan kelimpahan perifiton yang diperoleh. Indeks Keanekaragaman adalah indeks yang menunjukkan kekayaan jenis dalam komunitas dan memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah individu tiap jenis. Rumus yang digunakan untuk perhitungan Indeks Keanekaragaman adalah rumus Shanon dan Wiener (Brower and Zar, 1990) yakni: H = Indeks Keanekaragaman = n i / N (Proporsi jenis ke-i) p i = ln
18 n i N = Jumlah individu Jenis ke-i = Jumlah total individu Indeks Keseragaman menunjukkan nilai kesamaan jumlah individu antar jenis pada suatu komunitas untuk mengetahui penyebaran jumlah individu pada tiap jenis organisme. Rumus yang digunakan yaitu rumus Indeks Keseragaman (Brower and Zar, 1990) dinyatakan sebagai berikut: E = Indeks Keseragaman H = Indeks Keanekaragaman H maks = ln S S = Jumlah spesies = Indeks Dominansi digunakan untuk mengetahui seberapa banyak suatu organisme yang mendominasi secara ekstrem organisme lain. Untuk mengetahui nilai dominansi digunakan Indeks Dominansi Simpson (Odum 1971); = C = Indeks Dominansi Simpson n i = Jumlah individu Jenis ke-i N = Jumlah total individu 3.4.2.Analisis data biomassa perifiton Setelah diperoleh data biomassa perifiton, selanjutnya perkembangan komunitas perifiton dianalisis dengan analisis suksesi. Analisis suksesi yang digunakan adalah Rank Frequency Diagram (Frontier 1976), dengan mengurutkan tiap genus yang ditemukan berdasarkan kelimpahannya. Selanjutnya ranking dari genus tersebut diplotkan sehingga terbentuk diagram yang kemudian dibandingkan dengan stadia pada diagram standar. Data biomassa perifiton selanjutnya dianalisis menggunakan Indeks Autotrofik (AI). Indeks Autotrofik diperoleh dari perbandingan berat kering
19 bebas abu dengan jumlah klorofil-a. Nilai yang didapat dari indeks autotrofik menunjukkan perbandingan proporsi komposisi organisme autotrof dan heterotrof dari suatu komunitas. Dimana nilai yang tinggi menunjukkan banyaknya organisme yang tidak berfotosintesis daripada organisme yang berfotosintesis dalam komunitas. Nilai indeks autotrofik dapat diketahui dengan (Weber 1973 in Biggs and Kilroy 2000): Indek Autotroik (AI) = ( / ) )( / Nilai autotrofik indeks sebesar 50 100 menggambarkan kondisi yang relatif belum tercemar dengan sedikit detrifor organik, dimana organisme autotrof mendominasi (Biggs 1989 in Biggs and Kilroy 2000). Nilai Indeks Autotrofik yang lebih besar dari 400 dianggap mengindikasikan bahwa komunitas tersebut sudah terpengaruh oleh pencemaran bahan organik (Collins and Weber 1978 in Biggs dan Kilroy 2000). 3.4.3.Analisis data kualitas air Data kualitas air yang didapat selanjutnya diuji dengan menggunakan Uji Korelasi Pearson (Hasan 2003) untuk menggambarkan hubungan antara kualitas air (x) dengan kelimpahan perifiton (y) yang didapat selama pengamatan, menggunakan program SPSS versi 13.0 for Windows. Adapun perhitungan Korelasi Pearson berdasarkan rumus: =, 1 1 ( ) () Kriteria nilai r = 0 Tidak ada korelasi 0-0.25 Korelasi sangat lemah 0.25-0.5 Korelasi cukup 0.5-0.75 Korelasi kuat 0.75-0.99 Korelasi sangat kuat 1 Korelasi sempurna