BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi dapat membantu menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi maka pegawai akan lebih semangat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dan mempunyai harapan terpenuhinya kebutuhan. Selain kepemimpinan, komunikasi intern juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan efektivitas kerja yang positif. Komunikasi intern adalah proses penyampaian pesan-pesan yang berlangsung antar anggota organisasi, dapat berlangsung antara pimpinan dengan bawahan, pimpinan dengan pimpinan, maupun bawahan dengan bawahan. Demikian juga pada organisasi rumah sakit, kepemimpinan dan proses komunikasi kepala ruang perawatan dengan perawat pelaksana akan menentukan bagaimana kinerja perawat pelaksana dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melalui asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Salah satu masalah yang ada dalam manajemen sumber daya manusia di rumah sakit adalah masalah kinerja karyawan. Kinerja karyawan dianggap penting bagi organisasi karena keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja itu sendiri. Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Gibson et al. (1996) menjelaskan ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja personal, yang dikelompokkan dalam tiga variabel yaitu variabel individu, psikologi dan variabel organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan (fisik & mental), latar belakang keluarga (tingkat sosial & pengalaman), demografi (umur, etnis, jenis kelamin), variabel organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan, variabel psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja personal. Setiap organisasi akan berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Berbagai cara ditempuh untuk meningkatkan kinerja karyawan misalnya melalui pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi dan motivasi serta pimpinan yang dapat menciptakan suasana kerja yang baik. Oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia yang ada di dalamnya merupakan tantangan bagi pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Faktor kepemimpinan dalam organisasi memegang peranan penting, karena bawahan bekerja tergantung dari kemampuan pimpinannya. Pemimpin yang efektif akan mampu menularkan optimisme dan pengetahuan yang dimilikinya dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Robbins (2006) kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Menurut Brich (2001) salah satu ciri pemimpin besar adalah menghasilkan sesuatu dan menyadari bahwa keberhasilannya menjalankan tugas adalah karena
adanya niat baik dan dukungan orang-orang disekitarnya (bawahannya). Oleh karena itu dibutuhkan suatu kepemimpinan (leadership) dan kemampuan berkomunikasi (the communication capability) dalam bentuk komunikasi yang efektif seorang pemimpin untuk meningkatkan kinerja dan dukungan dari bawahannya. Selain kepemimpinan peran komunikasi sesama rekan sekerja, dengan atasan dan dengan bawahan sangat penting. Komunikasi yang baik dapat menjadi sarana yang tepat dalam meningkatkan kinerja karyawan. Melalui komunikasi, karyawan dapat meminta petunjuk kepada atasan mengenai pelaksanaan kerja. Melalui komunikasi juga karyawan dapat saling bekerja sama satu sama lain. Komunikasi merupakan sebuah pentransferan makna maupun pemahaman makna kepada orang lain dalam bentuk lambang-lambang, simbol, atau bahasa-bahasa tertentu sehingga orang yang menerima informasi memahami maksud dari informasi tersebut dalam kegiatan organisasi (Robbins, 2006). Salah satu organisasi yang menggunakan sebagian besar tenaga sumber daya manusia dalam kegiatan organisasinya adalah organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu organisasi yang bersifat sosio ekonomis mempunyai fungsi dan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara paripurna yang mengedapankan dua hal, yaitu teknologi dan perilaku manusia (Subanegara, 2005). Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat tergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga berbagai profesi yang berkativitas dalam organisasi rumah sakit (Trisnantoro, 2005).
Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki sumber daya manusia yang relatif besar (50%) jumlahnya dalam suatu kegiatan rumah sakit. Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satu di antaranya adalah tenaga perawat. Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosialspiritual dan dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Melihat begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi dari perawat di rumah sakit, maka rumah sakit membutuhkan SDM yang profesional dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab perawat dalam melayani pasien. Pelayanan keperawatan yang dilakukan kepada pasien di rumah sakit melalui asuhan keperawatan diharapkan menjadi berdaya guna dan berhasil guna. Kinerja perawat melalui pengelolaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila memiliki tanggung jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain di samping pengetahuan dan ketrampilan klinis yang harus dikuasainya pula (Nurachmad, 2001). Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Padangsidimpuan, rumah sakit ini memiliki beberapa permasalahan, yaitu; (1) kurangnya komunikasi antara pimpinan dan perawat maupun dengan rekan kerja, (2) perawat belum optimal melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien, (3) kepemimpinan yang ditunjukkan kepala ruangan kepada perawat pelaksana belum
mampu mendukung perawat pelaksana untuk bekerja secara optimal (Laporan Tahunan RSUD Kota Padangsidimpuan, 2012). Hal tersebut berdampak pada indikator pencapaian kinerja RSUD Kota Padangsidimpuan, yaitu tingkat BOR rumah sakit tahun 2010 sebesar 41,5% dan tahun 2011 sebesar 42,5%. Kinerja rumah sakit yang belum optimal dapat dilihat dari laporan hasil kunjungan pasien rawat inap, dimana pencapaian BOR cenderung konstan, dan masih jauh dari target (80%). Belum optimalnya kinerja rumah sakit tersebut tentu saja terkait dengan kinerja petugas pelayanan kesehatan, salah satu diantaranya adalah perawat. Hasil penelitian Siboro (2011), tentang determinan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat Inap RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun mengungkapkan bahwa mayoritas perawat pelaksana belum optimal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Demikian juga hasil penelitian Situmorang (2011), mengungkapkan bahwa komunikasi vertikal ke bawah dan komunikasi horizontal berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Hasil penelitian Siregar (2009) tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi kepala bidang terhadap kinerja pegawai pelayanan keperawatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Pengaruh positif menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dan kemampuan komunikasi yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai.
Informasi lain yang ditemukan terkait survei pendahuluan adalah keluhan pasien yang diperoleh melalui kotak saran sebanyak 47 surat. Dari 47 surat yang masuk diambil sebanyak 30 surat secara acak ditemukan sebanyak 87,1% pasien menyatakan keluhan tentang pelayanan keperawatan, seperti perawat tidak ramah, tidak empati, pelayanan lambat dan perawat tidak memberikan asuhan keperawatan (Bagian Administrasi RSUD Kota Padangsidimpuan, 2012). Berdasarkan beberapa informasi keluhan pasien tersebut tentu saja terkait dengan kinerja perawat dan kinerja RSUD Kota Padangsidimpuan secara organisasi. Fenomena rendahnya kinerja perawat pelaksana ini diduga terkait dengan kepemimpinan dan komunikasi yang belum baik di RSUD Kota Padangsidimpuan. Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada di RSUD Kota Padangsidimpuan saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kepemimpinan dan komunikasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan menunjukkan bahwa RSUD Kota Padangsidimpuan menghadapi permasalahan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien yang di duga terkait dengan kepemimpinan dan komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh kepemimpinan dan komunikasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan?.
1.3 Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh kepemimpinan dan komunikasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan. 1.4 Hipotesis Kepemimpinan dan komunikasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi manajemen RSUD Kota Padangsidimpuan tentang kebijakan manajemen sumberdaya manusia di rumah sakit. 2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit terutama yang berkaitan dengan kinerja perawat pelaksana di rumah sakit.