BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Keberadaan anak dalam keluarga di indonesia umumnya masih

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB II. 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia. pengalaman - pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

PRINSIP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB II LANDASAN TEORI. keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

2015 INTERAKSI SOSIAL KELUARGA YANG SELURUH ANGGOTANYA TUNARUNGU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB. II LANDASAN TEORITIS. 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam struktur pendidikan Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dibedakan menjadi 3 yakni young old (70-75 tahun), old ( laporan PBB, populasi lansia meningkat sebesar dua kali lipat hanya

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

CHAPTER EIGHT Emotional Determinants. (Personality Development, Elizabeth B. Hurlock)

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam rangka saling membantu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi oleh cara individu tersebut menerima dirinya sendiri. Secara singkat Santrock (2008)menyatakan bahwa penerimaan dirisebagai salah satu kesadaran untukmenerima diri sendiri dengan apaadanya. Penerimaan ini bukan berarti seorang individu menerima begitu sajakondisi dirinya tanpa berusahamengembangkan diri dengan lebih baik.individu yang menerima diri berartiindividu tersebut telah mengenali apadan bagaimana dirinya serta mempunyaimotivasi untuk mengembangkan diri kearah yang lebih baik lagi untukmenjalani kehidupan. Penerimaan diri yang positif banyakdipengaruhi oleh rasa bangga terhadapkelebihan-kelebihan yang dimiliki,sedangkan penerimaan diri negatifterjadi jika hanya memikirkankekurangan-kekurangan yang ada dalamdirinya tanpa memikirkan kelebihanyang dimilikinya. Penerimaan dirimemegang peranan penting dalammenemukan dan mengarahkan

8 seluruhperilaku, maka sedapat mungkinindividu harus mempunyai penerimaandiri yang positif (Rakhmat, 2001). Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap penerimaan terhadap gambaran mengenai kenyataan diri. Rubin (dalam Novvida, 2007) menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan suatu sikap yang merefleksikan perasaan senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri. Penerimaan diri ini mengandalkan adanya kemampuan diri dalam psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung perwujudan diri secara utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Schultz (dalam Novvida, 2007) mengenai penerimaan diri. Dia menyatakan bahwa penerimaan diri yang dibentuk merupakan hasil dari tinjauan pada seluruh kemampuan diri. Menurut Hurlock (2003) penerimaan diri merupakan tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik kepribadiannya, akan kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Jadi, individu dengan penerimaan diri memiliki penilaian yang realistis tentang potensi yang dimilikinya, yang di kombinasikan dengan penghargaan atas dirinya secara keseluruhan. Hurlock (2006) mengatakan bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya, yang dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara keseluruhan. Artinya, individu itu memiliki kepastian akan standar dan teguh pada

9 pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tanpa mencela diri. Jadi, orang yang memiliki penerimaan diri yang baik tahu asset yang dimiliki dirinya dan bisa mengatasi cara mengelolanya. Schlutz (dalam Novvida,2007) mengatakan bahwa penerimaan diri memiliki hubungan yang erat dengan tingkat fisiologik. Tingkat fisiologik yang dimaksud adalah tingkat kesehatan individu yang dilihat dari kelancaran kerja organ tubuh dan aktifitas dasar, seperti makan, minum, istirahat dan kehidupan seksual, yang semuanya merupakan faktor penunjang utama kesehatan fisik. Individu yang bisa menerima keadaan dirinya tidak memiliki hambatan dalam hal ini. Sejalan dengan Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carson dan Langer (2006) Penerimaan diri sangat penting bagi kesehatan. Tidak adanya kemampuan untuk tanpa menerima diri sendiri dapat menyebabkan berbagai kesulitan emosional, termasuk kemarahan dan depresi yang tidak terkendali. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan diri merupakan sikap yang mencerminkan perasaan menerima dan senang atas segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta mampu mengelola segala kekhususan diri dengan baik sehingga dapat menumbuhkan kepribadian dan fisik yang sehat.

10 2. Aspek-aspek Penerimaan Diri Sheerer (dalam Saragih, 2013) menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek-aspek penerimanan diri, yaitu: a. Perasaan sederajat. Individu merasa dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain, sehingga individu tidak merasa sebagai orang yang istimewa atau menyimpang dari orang lain. Individu merasa dirinya mempunyai kelemahan dan kelebihan seperti halnya orang lain. b. Percaya kemampuan diri. Individu yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan. Hal ini tampak dari sikap individu yang percaya diri, lebih suka mengembangkan sikap baiknya dan mengeliminasi keburukannya dari pada ingin menjadi orang lain, oleh karena itu individu puas menjadi diri sendiri. c. Bertanggung jawab. Individu yang berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. Sifat ini tampak dari perilaku individu yang mau menerima kritik dan menjadikannya sebagai suatu masukan yang berharga untuk mengembangkan diri. d. Orientasi keluar diri. Individu lebih mempunyai orientasi diri keluar dari pada ke dalam diri, tidak malu yang menyebabkan individu lebih suka memperhatikan dan toleran terhadap orang lain, sehingga akan mendapatkan penerimaan sosial dari lingkungannya. e. Berpendirian. Individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri dari pada bersikap conform terhadap tekanan sosial. Individu yang mampu

11 menerima diri mempunyai sikap dan percaya diri yang menurut padatindakannya sendiri dari pada mengikuti konvensi dan standar dari orang lain serta mempunyai ide aspirasi dan pengharapan sendiri. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri Faktor yang mempengaruhi seseorang menerima dirinya tersebut di atas, adalah sebagai berikut: a. Pemahaman diri. Merupakan persepsi yang murni terhadap dirinya sendiri, tanpa merupakan persepsi terhadap diri secara realistik. Rendahnya pemahaman diri berawal dari ketidaktahuan individu dalam mengenali diri. Pemahaman dan penerimaan diri merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik akan memiliki penerimaan diri yang baik, sebaliknya individu yang memiliki pemahaman diri yang rendah akan memiliki penerimaan diri yang rendah pula. b. Harapan-harapan yang realistik. Harapan-harapan yang realistik akan membawa rasa puas pada diri seseorang dan berlanjut pada penerimaan diri. Seseorang yang mengalahkan dirinya sendiri dengan ambisi dan standar prestasi yang tidak masuk akal berarti seseorang tersebut kurang dapat menerima dirinya. c. Bebas dari hambatan lingkungan. Harapan individu yang tidak tercapai banyak yang berawal dari lingkungan yang tidak mendukung dan tidak terkontrol oleh individu. Hambatan lingkungan ini bisa

12 berasal dari orang tua, guru, teman, maupun orang dekat lainnya. Penerimaan diri akan dapat terwujud dengan mudah apabila lingkungan dimana individu berada memberikan dukungan yang penuh. d. Sikap lingkungan seseorang. Sikap yang berkembang di masyarakat akan ikut andil dalam proses penerimaan diri seseorang. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik pada individu, maka individu akan cenderung untuk senang dan menerima dirinya. e. Ada tidaknya tekanan yang berat. Tekanan emosi yang berat dan terus menerus seperti di rumah maupan di lingkungan kerja akan mengganggu seseorang dan menyebabkan ketidakseimbangan fisik dan psikologis. Secara fisik akan mempengaruhi kegiatannya dan secara psikis akan mengakibatkan individu malas, kurang bersemangat, dan kurang bereaksi dengan orang lain. Dengan tidak adanya tekanan yang berarti pada individu, akan memungkinkan anak yang lemah mental untuk bersikap santai pada saat tegang. Kondisi yang demikian akan memberikan kontribusi bagi terwujudnya penerimaan diri. f. Frekuensi keberhasilan. Setiap orang pasti akan mengalami kegagalan, hanya saja frekuensi kegagalan antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Semakin banyak keberhasilan yang dicapai akan menyebabkan individu yang bersangkutan menerima dirinya dengan baik.

13 g. Ada tidaknya identifikasi seseorang. Pengenalan orang-orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik akan memungkinkan berkembangnya sikap positif terhadap dirinya serta mempunyai contoh atau metode yang baik bagaimana harus berperilaku. h. Persepektif diri. Persepektif diri terbentuk jika individu dapat melihat dirinya sama dengan apa yang dilihat orang lain pada dirinya. Rendahnya perspektif diri akan menimbulkan perasaan tidak puas dan penolakan diri. Namun perspektif diri yang obyektif dan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya akan memudahkan dalam penerimaan diri. i. Latihan pada masa kanak-kanak. Pelatihan yang diterima pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi pola-pola kepribadian anak selanjutnya. Latihan yang baik pada masa kanak-kanak akan memberikan pengaruh positif pada penerimaan diri, sebaliknya penerimaan diri yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang negativ, yaitu sikap penolakan terhadap diri sendiri. j. Konsep diri yang stabil. Konsep diri yang stabil bagi seseorang akan memudahkan dia dalam usaha menerima dirinya. Apabila konsep dirinya selalu berubah-ubah maka dia akan kesulitan memahami diri dan menerimanya sehingga terjadi penolakan pada dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena individu memandang dirinya selalu berubah-ubah. Menurut Hurlock (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri antara lain: pemahaman diri, harapan-harapan yang

14 realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap lingkungan seseorang, ada tidaknya tekanan emosi yang berat, frekuensi keberhasilan, identifikasi, perspektif diri, latihan masa kanak-kanak dan konsep diri yang stabil. B. Lanjut usia Santrock (dalam Saputri dan Indrawati, 2011) mengungkapkan bahwa masa lanjut usia dimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Santrock, Hurlock (dalam Saputri dan Indrawati, 2011) juga mengemukakan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas. Menurut Hurlock, lanjut usia merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia, masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada

15 akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas hidup harian (Fatmah, 2010). Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu sutu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Lebih lanjut usia tua adalah merupakan suatu perubahan dimana seseorang sudah tidak mengalami evolusi lagi. Periode selama usia lanjut,ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap, keadaan fisik lemah dan tak berdaya (Hurlock, 2004). Menurut Monks dkk (2002) menyatakan bahwa Perubahan fisik yang menyebabkan seseorang berkurang harapan hidupnya disebut proses menjadi tua. Proses ini merupakan sebagian dari keseluruhan proses menjadi tua. Proses menjadi tua ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor kehidupan bersama dan faktor pribadi orang itu sendiri, yaitu regulasi diri sendiri. Lebih lanjut menurut Thomas (dalam Monks dkk, 2002) berpendapat bahwa proses menjadi tua merupakan suatu struktur perubahan yang mengandung berbagai macam dimensi. Ia menyebutkan mengenai (1) proses biokemis dan fisiologis yang oleh Burger disebut proses penuaan yang primer, dalam daerah batas psikofisiologis; (2) proses fisiologis atau timbulnya penyakitpenyakit; (3) perubahan fungsional-psikologis; (4) perubahan kepribadian dalam arti sempit; (5) penstrukturan kembali dalam hal sosial-psikologis yang berhubungan dengan bertambahnya usia; (6) perubahan yang berhubungan dengan kenyataan bahwa orang tidak hanya mengalami keadaan menjadi tua

16 ini, melainkan bahwa seseorang juga mengambil sikap terhadap keadaan tersebut. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lanjut usiadimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang dimana mereka sudah tidak mengalami evolusi lagi,di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. C. Kerangka Berpikir Umumnya pasangan suami istri baik yang mau menikahmaupun sudah lama menikah menginginkan memiliki keturunan. Namun pada kenyataannya terdapat pasangan baik yang baru menikah maupun yang sudah lama menikah tidak memiliki anak. dalam penelitian ini pasangan yang tidak memiliki anak sampai lanjut usia memiliki perubahan kondisi psikologis, ketakutan yang beralasan, memiliki kecemasan tidak tidak dapat menerima kenyatan. Perubahan yang terjadi pada wanita lansia yang belum memiliki anak membuat keadaan pada tingkah laku wanita lansia yang belum memiliki anak mengalami masa penyesuaian diri terhadap kondisi yang tidak memungkinkan untuk memiliki anak. Dalam mengatasi permasalahan tersebut maka lansia diharapkan dapat menerima diri sendiri dengan apa adanya, maksudnya individu bukan begitu saja menerima kondisi tanpa mengembangkan diri dengan lebih baik dalam

17 menjalani hidup. (Santrock, 2008). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marni dan Yuniawati (2015) mengatakan bahwa lansia yang menerima diri terjadi karena adanya dukungan dari orang lain seperti menerima motivasi ketika sedang down, mendengarkan keluh kesah, memberikan informasi yang diperluan, diajak berdiskusi dan bertukar pikiran maka lansia akan merasa lebih nyaman, merasa diperhatikan, serta merasa memiliki tempat untuk berbagi keluh kesah yang dialami sehingga beban psikologis yang terasa berat dan ditanggung sendiri oleh lansia akan terasa ringan. Pada lansia yang tidak memiliki anak penerimaan diri terjadi ketika adanya tempat untuk berkeluh kesah, namun sebaliknya ketika lansia yang tidak memiliki anak tidak adanya motivasi ketika down seperti melihat orang lain memiliki anak, maka dia tidak menerima diri.

18 Adapun penjelasan mengenai uraian di atas, dapat digambarkan melalui alur kerangka sebagai berikut: Wanita lansia yang tidak memiliki anak 1. Wanita lansia merasa minder karena berbeda dengan wanita lain 2. Tidak percaya diri 3. Merasa hidupnya tidak berarti 4. Timbul rasa benci terhadap diri sendiri 5. Penolakan terhadap lingkungan 6. Merasa putus asa 7. Merasa iri 8. Merasa malu 9. Merasa bersalah kepada pasangan karena tidak bisa memberikan anak 10. Merasa kurang sempurna Penerimaan diri. Aspek-aspeknya: 1. Perasaan sederajat 2. Percaya kemampuan diri 3. Bertanggung jawab 4. Orientasi keluar diri 5. Berpendirian Menerima kondisi Tidak menerima kondisi Gambar 1. Kerangka Berfikir