BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang sangat penting bagi suatu negara dan erat kaitanya dengan perkonomian, hampir semua kegiatan yang berkaitan dengan lalu lintas uang dalam suatu negara melibatkan peran perbankan di dalamnya. Bagi suatu negara bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian suatu negara (Kasmir, 2008). Kegiatan utama bank menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. Menurut Taswan (2006) bank adalah sebuah lembaga atau perusahaan yang aktifitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito, tabungan, dan simpanan yang lain dari pihak yang kelebihan dana (Surplus Spending Unit) kemudian menempatkanya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (Deficit Spending Unit) melalui penjualan jasa keuangan yang pada giliranya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat bank harus bisa menjaga kinerjanya dengan baik. Kinerja keuangan bank sangat diperlukan untuk melihat hasil operasi perbankan, menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan yakni penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan bank dapat dilihat dari rasio-rasio yang berasal dari laporan keuangan. Menurut Munawir (2010) kinerja keuangan dapat dilihat dengan membandingkan rasio keuangan tahun yang dinilai dengan rasio keuangan pada tahun tahun sebelumnya, dengan membandingkan
rasio keuangan pada beberapa tahun penilaian dapat dilihat bagaimana kemajuan ataupun kemunduran kinerja keuangan sesuai dengan kegunaan masing-masing rasio tersebut. Menurut UU No.07 tahun 1992 tentang perbankan menurut jenisnya, bank terdiri dari bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Berdasarkan UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 07 tahun 1992 Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalulintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat pada awal berdirinya mempunyai tujuan sebagai lembaga keuangan penunjang pelaksanaan pembangunan nasional (sebagai salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan nasional) dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak (Rudy Badrudin, 2002). Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan bank umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilakukan BPR jauh lebih sempit (Kasmir, 2008). Keberadaan lembaga keuangan bank-bank perkreditan rakyat adalah solusi tepat sebagai cara alternatif untuk mengurangi adanya dualisme ekonomi keuangan di Indonesia, seperti lembaga keuangan yang tidak berbentuk lembaga keuangan formal yaitu rentenir yang keberadaannya sangat merugikan nasabah peminjam (terutama pedagang ekonomi lemah), karena biaya bunga pinjaman yang tinggi tetapi disenangi nasabah peminjam dan prosedur pinjaman yang mudah dan cepat, lembaga keuangan inilah yang akan dikurangi keberadaannya yaitu dengan munculnya lembaga keuangan seperti BPR. Dengan
keterbatasan modal yang dimiliki dan usaha yang bersifat melayani sektor informal, bentuk BPR merupakan bentuk lembaga keuangan yang dapat berperan dalam usaha pemerataan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi rendah (Rudy Badrudin, 2002). Berikut ini merupakan grafik dari perkembangan total aset Bank Perkreditan Rakyat seluruh provinsi di pulau jawa : Grafik 1.1 Perkembangan Total Aset BPR Seluruh Provinsi di Pulau Jawa Periode 2011-2015 (%) 20 15 16,34 15,44 13,88 13,13 13,11 12,25 10 5 0 Provinsi Banten Sumber: Bank Indonesia Provinsi DKI jaya Provinsi DIY Provinsi Jawa Timur Provinsi Jawa Tengah Provinsi Jawa Barat Grafik 1.1 menunjukan bahwa perkembangan total aset dari seluruh Provinsi di pulau Jawa, jumlah rata-rata total aset BPR Provinsi DIY berada pada posisi ketiga dengan pertumbuhan rata-rata total aset sebesar 13,89%. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan usaha BPR di Provinsi DIY cukup baik karena masuk dalam peringkat tiga besar di pulau Jawa. Saat ini Bank Perkreditan Rakyat sedang menunjukan perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditunjukan dengan adanya pembukaan cabang-cabang baru dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti yang telah dilakukan oleh Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejak akhir tahun 2011, Perbarindo Daerah Istimewa Yogyakarta mulai
memperluas jaringan Bank Perkreditan Rakyat di wilayahnya dan para pedagang di sejumlah pasar tradisional menjadi mangsa pasarnya. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini dapat dilihat dari total aset yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berikut adalah data perkembangan total aset Bank Perkreditan Rakyat daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (www.perbarindo.or.id) : Grafik 1.2 Perkembangan Total Aset BPR Daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY Periode 2011-2015(%) 20 15 10 10,97 13,26 13,78 15,69 15,74 5 0 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Bank Indonesia Berikut ini merupakan grafik dari perkembangan jumlah nasabah Bank Perkreditan Rakyat daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY : Grafik 1.3 Perkembangan Jumlah Nasabah BPR Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Periode 2011-2015 (Ribu) 513.060 588.244 549.081 591.191 623.087 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.4 menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan nasabah terus meningkat seiring dengan peningkatan total aset BPR. Hal ini menunjukan bahwa Perbarindo telah berhasil dalam memperluas jaringan BPR di Daerah Istimewa Yogyakarta (www.perbarindo.com). Grafik 1.4 Perbandingan Rata-rata Laba Bersih BPR Pemda dan BPR Swasta Daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY Periode 2011-2015(%) 25,00 20,00 15,00 10,00 20,98 16,62 BPR Pemda Daerah Kabupaten/Kota Provinsi DIY BPR Swasta Daerah Kabupaten/Kota Provinsi DIY 5,00 0,00 Sumber: Bank Indonesia Berdasarkan grafik 1.4 memperlihatkan bahwa BPR pemda dan BPR swasta menunjukkan perbandingan rata-rata laba bersih periode 2011 hingga 2015 bahwa BPR pemda lebih tinggi dibandingkan BPR swasta sebesar 20,98%. Menurut penilaian Biro Riset Infobank secara umum kinerja BPR yang dimiliki pemda mengalami perbaikan sementara kondisi BPR milik swasta mengalami perlambatan atau penurunan, BPR milik pemda rata-rata pertumbuhan kinerjanya mengalami peningkatan, sementara BPR swasta pertumbuhannya melambat. Menurut UU No.15 tahun 1950, di Daerah istimewa Yogyakarta memiliki satu kota madya dan empat kabupaten tingkat II. Masing-masing daerah memiliki Perusahaan Daerah berupa Bank Perkreditan Rakyat yaitu Jogja, BPR PD Bank Kulon Progo, Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul. Untuk melihat apakah kinerja bank milik
Pemerintah Daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY ini sudah baik dan dapat bersaing maka memerlukan analisis sebagai bahan evaluasi, bank yang dipilih sebagai pembanding untuk menilai kinerja keuangan adalah Jogja, Kulon Progo, Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul. Tabel 1.1 Perbandingan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Tahun 2015 DPK (Dana Pihak Ketiga) Kredit yang diberikan NPL (Non Perfoming Loan) NAMA BPR TOTAL ASET Laba Bersih Sleman Rp 624.952.305 Rp 454.816.963 Rp 471.190.921 0,90% Rp 17.066.955 Jogja Rp 474.718.470 Rp 382.185.135 Rp 356.719.184 1,60% Rp 10.684.595 Bantul Rp 376.829.821 Rp 256.725.818 Rp 310.129.053 7,40% Rp 6.772.859 Kulon Progo Rp 338.651.011 Rp 227.955.587 Rp 277.895.793 5,80% Rp 6.071.509 Gunung Kidul Rp 226.070.336 Rp 111.893.120 Rp 176.557.666 3,20% Rp 3.803.870 Sumber : Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan tabel 1.1 penilaian Biro Riset Infobank pada tahun 2015, di kelompok BPR dengan total aset Rp 500 miliar sampai dengan di bawah Rp 1 triliun memperoleh BPR dengan predikat sangat bagus. Berdasarkan tabel diatas performance terbaik Bank milik Pemerintah Daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY, yang memiliki predikat sangat bagus yaitu Sleman dengan total aset sebesar Rp 624 Miliar, total DPK (Dana Pihak Ketiga) sebesar Rp 454 Miliar, total Kredit yang diberikan sebesar Rp 471 Miliar, total NPL sebesar 0,9% dan memiliki laba bersih sebesar Rp 17 miliar. Dengan data ini berarti PD BPR Bank Sleman dalam menjalankan bisnis perbankan sangat efisien dan efektif. Sedangkan jika dibandingkan dari kelima bank diatas dilihat dari total DPK (Dana
Pihak Ketiga), total kredit yang disalurkan, total aset dan total laba bersih yang mempunyai nilai paling rendah yaitu Gunung Kidul. Sedangkan dilihat dari nilai NPL (Non Perfoming Loan) tertinggi adalah Bantul sebesar 7,40%, dari persentase nilai NPL (Non Perfoming Loan) tersebut pada Bantul dikatakan perlu diperhatikan karena nilai maksimum yang ada pada Peraturan Bank Indonesia No. 14/22/PBI/2012 yaitu sebesar 5%. Persaingan antar bank yang cukup tinggi didaerah menuntut kinerja bank yang baik dan sehat dalam pengukuran kinerja sangat penting untuk melihat sehat atau tidaknya bank, sehingga bank dapat bersaing baik dengan lembaga keuangan bank atau non bank. Terutama persaingan Bank Perkreditan rakyat, bukan hanya dengan lembaga keuangan bank tetapi juga pada lembaga keuangan non bank seperti rentenir, yang keberadaannya sangat merugikan masyarakat (terutama pedagang ekonomi lemah), karena biaya bunga pinjaman yang tinggi. Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun bermaksud untuk mengkaji laporan keuangan menurut kinerja keuangan pada Bank Perkreditan Rakyat milik Pemerintah Daerah kabupaten/kota Provinsi DIY yang akan disusun dalam tugas akhir (TA) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Periode 2011-2015. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana kinerja keuangan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah: 1. Bagi akademik, memberikan kontribusi sebagai tambahan referensi dalam penelitian sejenis dimasa yang akan datang. 2. Bagi masyarakat umum pengguna jasa perbankan, menjadi masukan dalam menganalisis kinerja bank sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dasar dalam penanaman investasi. 1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis tentang kinerja keuangan BPR milik Pemerintah Daerah kabupaten/kota Provinsi DIY yang meliputi Sleman, Kulon Progo, Jogja, Gunung kidul dan Bantul. Kinerja keuangan dihitung menggunakan rasiorasio yang meliputi DER (Debt to Equity Ratio), NPL (Non Perfoming Loan), ROA (Return On Asset), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional), dan rasio likuiditas (Liquidity) dan LDR (Loan Deposit Ratio). Rasio keuangan tersebut kemudian akan diuji dengan uji (One Way) ANOVA untuk mengetahui apakah terdapat perbandingan yang signifikan antara kinerja keuangan BPR milik Pemerintah Daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY.
Grafik 1.5 Kerangka Pemikiran Perbandingan Kinerja Keuangan BPR milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Penyajian laporan keuangan BPR milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Menghitung Rasio-rasio Keuangan BPR milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Menganalisis Rasio-rasio Keuangan BPR milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Membandingkan Kinerja Keuangan BPR milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Sumber : Dari berbagai Tinjauan Teori dan Studi Empiris