BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN total penduduk di DKI Jakarta mencapai jiwa 1. Dengan jumlah

QUO VADIS JAMKESDA KULON PROGO? Drg. Hunik Rimawati, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program

PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH. Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN SEMESTA DIY TAHUN 2013 MENUJU BPJS 2014 DINAS KESEHATAN D.I.YOGYAKARTA

Subsidi Kesehatan (bukan) untuk Orang Miskin. Lola Amelia

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

LAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

Peningkatan Pelayanan untuk Riau Sehat. Riau Sehat Pemprov Riau melalui dinas terkait terus memberikan pelayanan kesehatan terbaik pada masyarakat.

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

2 Ruang lingkup Penyelenggara Pelayanan Publik merupakan salah satu aspek penting yang perlu dijabarkan agar tidak menimbulkan kerancuan dalam penerap

CH.TUTY ERNAWATI UPTD BKIM SUMBAR

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

: Sekretaris Daerah Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

Dukungan DPR dalam Menangani Defisit JKN dan Keberlangsungan Program JKN. Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, S.T, M.

Analisa Media Edisi Januari 2014

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Kebumen Tahun 2014 BAB IV PENUTUP

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada undang-undang Nomor 36

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BAB. I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan hak-haknya

DALAM SISTEM. Yulita Hendrartini

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting. RS swasta maupun milik organisasi nirlaba (publik/pemerintah)

PENGALAMAN BAIK KOTA TANGERANG DALAM PENYEDIAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH SERTA TANTANGAN YANG DIHADAPI PASKA PEMBERLAKUAN JKN

4. BERAS UNTUK RAKYAT PRASEJAHTERA (RASTRA)

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Bab 4 Rencanaa Anggaran Pembangunan Sanitasi

KONDISI TERKINI PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. harus menerapkan sistem jemput bola, dan bukan hanya menunggu bola. Dalam

BAB 4 Rencana Anggaran Pembangunan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang No.25 tahun 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

POTENSI FRAUD DAN MORAL HAZARD DALAM PENYELENGGARAAN JKN BPJS KESEHATAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

HASIL MONITORING DAN EVALUASI SEMESTER I TAHUN Bandung, 25 Agustus 2015

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 169 TAHUN 2016 TENTANG

Organisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan PKMK FK UGM. Blended Learning Kebijakan AIDS, Angkatan III, Outline

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BIDANG BINA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA KESEHATAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS KE JAKARTA TANGGAL 17 SEPTEMBER 21 SEPTEMBER 2017

Oleh : Misnaniarti FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

c. Bagaimana menurut bapak/ibu kejelasan dari informasi yang disampaikan pada saat sosialisasi tersebut? (probing : juknis, peraturan-peraturan)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. yang optimal dalam Implementasi Bus Rapid Transit Sebagai Transportasi Publik

BAB I PENDAHULUAN. Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4

Strategi Pendidikan Berkarakter sebagai Solusi Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan hak bagi setiap orang. Untuk mewujudkannya pemerintah bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN. hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kesehatan fisik

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 21 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS yang

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. mempengaruhi variabel terikat yaitu tingkat kemiskinan.

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar.

BAB 5 PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKASI PENDANAAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi ukuran penentu penilaian. keberhasilan kesehatan pada masyarakat. Angka kematian ibu di Indonesia

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Pendidikan dasar merupakan suatu proses transformasi yang terencana dan

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

PERAN DAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB II DESKRIPSI UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012

LAPORAN EKSEKUTIF KONTRIBUSI PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PENGELOLAAN DAN PENGUATAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD), 2010

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012)

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

Oleh Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND PADANG 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018

POLICY BRIEF. Sempitnya Ruang Bicara Peserta BPJS Penyusun: Dini Inayati - Direktur PATTIRO Semarang REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. meraih keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Untuk mengoptimalkan inovasi,

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Proses integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN yang telah berjalan sekitar satu tahun di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Selama proses perjalan integrasi tersebut, terdapat proses lain yang menjembatani tecapainya keutuhan integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN yaitu proses koordinasi dan sinkronisasi, sehingga secara keseluruhan melibatkan tiga proses yaitu Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi (K.I.S). Jika dilihat dari ketiga proses tersebut upaya para implementer dalam pengintegrasian KJS keadalam JKN telah berjalan cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari sejumlah upaya pelaksanaan K.I.S yang telah dilakukan baik oleh pihak Pemerintah DKI atau Pemerintah Pusat seperti Upaya integrasi kepesertaan dan juga koordinisi lembaga pengelola yang diatur dalam MoU nomor 29 tahun 2013 dan juga penerbitkan Pergub 123 tahun 2014 tentang Kepesertaan dan Pelayanan Jaminan Kesehatan dalam mengupayakan sinkronisasi dalam bidang kepesertaan dan pelayanan. Serta penerbitan Pergub No 126 tahun 2013 dalam menangani masalah selisih pembayaran yang dialami oleh pihak rumah sakit dalam mensikronkan penarapan sistem tariff INACBGS. Selain sejumlah upaya yang dilakukan tersebut, proses integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Seperti halnya dalam proses integrasi dalam bidang kepesertaan yang didukung oleh faktor kebermanfaatan dari

kebijakan JKN bagi masyarakat miskin dan rentan miskin sehingga banyak masyarakat DKI Jakarta yang semula menggunakan pelayanan KJS dengan kesadaran penuh berpartisipasi dalam implementasi kebijakan JKN. Hal tersebut ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah peserta PBI Daerah dimana pada awal tahun 2014 berjumlah 835.109 jiwa bertambah menjadi 2.637.020 jiwa pada pertengahan tahun 2014. Meskipun begitu, terdapat hal yang dapat menghambat proses integrasi dalam bidang kepesertaan yaitu munculnya kebijakan baru yang serupa yang diimplementasikan rezim yang berkuasa saat ini yaitu kebijakan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dengan munculnya kebijakan ini sebagai komitmen akan janji politik dari rezim yang berkuasa, maka akan menghambat proses integrasi KJS dan JKN yang tengah berlangsung. Selain faktor komitmen rejim yang berkuasa, faktor lain yang menjadi penghambat dalam aspek kepesertaan ialah kurangnya sosialisasi terkait masalah integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN sehingga menyebabkan rendahnya pemahaman masyarakat khususnya para pengguna kartu KJS dan JKN terhadap esensi dan subtansi kebijakan. Dari aspek pelayanan sendiri, proses integrasi implemetasi kebijakan KJS dan JKN di DKI Jakarta didukung oleh ketersediaan sumber daya kesehatan yang mencukupi baik dari segi sumber daya finansial, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Selain itu, faktor lembaga implementer yang responsif dalam mengatasi masalah yang muncul dan stuktur birokrasi lembaga implementer yang tidak terlalu kaku juga merupakan faktor pendukung yang dapat mendukung proses integrasi kebijakan KJS dan JKN di DKI Jakarta dalam aspek pelayanan.

Meskipun begitu, proses integrasi dalam aspek pelayanan akan terhambat apabila dalam beberapa tahun ke depan sejumlah rumah sakit swasta di DKI Jakarta tetap tidak bersedia bekerja sama dengan BPJS karena terkendala tariff INACBGS yang dinilai merugikan kepentingan pihak rumah sakit swasta. Selain itu banyaknya pasien dari daerah perbatasan juga cenderung menambah masalah pelayanan karena tentunya akan menambah beban kerja tenaga kesehatan di DKI Jakarta serta akan memakan jatah atau kuota penggunaan fasilitas yang ada bagi masyarakat DKI Jakarta. Untuk aspek pembiayaan, integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN di DKI Jakarta sangat terbantu dengan keterlibatan pihak Pemerintah Daerah yang membantu Pemerintah pusat dalam meng-cover biaya kepesertaan PBI Daerah dan juga menyediakan dana untuk membiayai pelayanan kesehatan yang tidak ditangggung JKN-BPJS. Namun disisi lain, aspek pembiayaan dalam integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN masih terkendala masalah sistem tariff INACBGs yang dinilai merugikan kepentingan rumah sakit swasta yang berorientasi pada profit, sehingga menyebabkan minimnya partisipasi rumah sakit swasta dalam proses integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN.

B. Saran Guna mencapai keberhasilan proses integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN serta meminimalisir dampak negatif yang disebabkan oleh faktor penghambat implementasi kebijakan maka setidaknya terdapat berapa saran, diantaranya yaitu: 1. Pihak Pemerintah DKI Jakarta yang notabene memiliki anggaran yang cukup berlimpah untuk alokasi Pembiayaan Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat, dianjurkan untuk melaksanakan kembali kebijakan Top Up untuk mengurangi selisih pembiayaan rumah sakit swasta. Hal tersebut dikarenkan pihak RS swasta dalam operasionalnya tidak mendapatkan subsidi dari pihak Pemerintah sehingga memerlukan tambahan biaya yang dapat menutupi selisih pembiayaan. Dengan diberlakukannya kebijakan top up ini diharapkan partisipasi pihak RS swasta akan semakin meningkat dan berdampak pada peningkatan ketersediaan fasilitas kesehatan di DKI Jakarta. 2. Selanjutnya Pemerintah Pusat harus mengambil langkah tegas untuk memilih kebijakan dibidang Jaminan Kesehatan yang akan dilanjutkan yaitu antara JKN atau KIS. Langkah alternatif lain yang dapat dipilih ialah dengan melebur salah satu kebijakan kedalam kebijakan lain. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya di berbagai daerah dan juga demi efisiensi dan efektifitas anggaran APBN dan APBD. Setelah adanya kejelasan terkait kebijakan yang dipilih oleh Pemerintah maka langkah selanjutnya ialah Pemerintah sesegera mungkin melakukan penyeragaman baik dalam dari segi bentuk, desain serta nomenklatur kartu jaminan kesehatan yang bertujuan

untuk mengurangi keselapahaman terkait adanya perbedaan atau diskriminasi pelayanan dari setiap jenis kartu. 3. Sebagai salah satu penentu keberhasilan impelementasi kebijakan, sosialiasi kepada masyarakat terkait esensi dan substansi kebijakan perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Terutama metode sosialisasi secara langsung antara implementer garda depan kepada target sasaran, dengan begitu proses penyaluran informasi kepada target sasaran akan lebih efektif. Mengingat keterbatasan sumber daya manusia yang ada, Pemerintah pusat maupun daerah dapat bekerjasama dengan pihak puskesmas di tingkat kecamatan dan kelurahan untuk melakukan sosialisasi kebijakan dan juga bekerjasama dengan para kader kesehatan, PKK dan jumantik yang lebih dekat dengan masyarakat. Selain melakukan sosialiasi secara langsung, Pemerintah juga harus dapat memanfaatkan kemajuan teknologi seperti sosialiasi melalui media elektronik dan jejaring media sosial yang saat ini sedang menjadi trend di masyarakat. Apabila caracara tersebut masih sulit untuk dilakukan maka minimal Pemerintah memberikan buku panduan atau berupa brosur yang berisi informasi terkait hak dan kewajiban peserta JKN-BPJS, masa berlaku kartu peserta, pelayanan yang ditanggung dan tidak ditanggung oleh JKN-BPJS, jenjang pelayanan, metode keluhan dan informasi penting lainnya yang terkait dengan kebijakan. 4. Mengingat sifat kebijakan yang berlaku secara nasional maka perlu adanya pemerataan kualitas dan kuantitas sumber daya di setiap daerah terutama ketersediaan sumber daya manusia dan fasilitas kesehatan. Oleh karenannya baik Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan

fasilitas kesehatan yang memadai yang diejawantahkan dalam peningkatan anggaran infrasturktur kesehatan dalam APBN maupun APBD. Dalam kasus integrasi implementasi kebijakan KJS dan JKN di DKI Jakarta maka Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang bebatasan dengan DKI Jakarta harus bekerjasama untuk menambah fasilitas kesehatan yang ada minimal untuk mencapai rasio yang ideal antara perbandingan jumlah penduduk dengan fasilitas kesehatan.