I PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendahuluan dan (4.2) Hasil dan Pembahasan Penelitian Utama Hasil dan Pembahasan Penelitian Pendahuluan

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

%, laktosa 4,80 % dan mineral 0,65 % (Muchtadi dkk., 2010).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

SIFAT ORGANOLEPTIK, OVERRUN, DAN DAYA TERIMA ES KRIM YANG DIBUAT DARI CAMPURAN SUSU KEDELAI DAN SUSU SAPI DENGAN PERBANDINGAN YANG BERBEDA

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian,

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kacang koro pedang mempunyai kandungan karbohidrat (66,1%) dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

TEKNOLOGI PEMBUATAN SUSU DARI TEMPE BENGUK

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

BAB I PENDAHULUAN. Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia,yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antara kacang-kacangan tersebut, kedelai paling banyak digunakan sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

YUWIDA KUSUMAWATI A

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAB I PENDAHULUAN. campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Berbagai

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. Santoso (2009) menyatakan bahwa yoghurt merupakan produk susu. yang difermentasi. Fermentasi susu merupakan bentuk pengolahan susu

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

5.1 Total Bakteri Probiotik

Transkripsi:

I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal hewan (hewani) dan bahan pangan asal tumbuhan (nabati). Bahan pangan hewani merupakan bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Bahan pangan nabati adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan, daun, bunga, buah atau beberapa bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan makanan yang diolah dari bahan dasar dari tanaman. Kedua bahan pangan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan dan pengolahan yang berbeda pula (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Bahan pangan hewani meliputi susu, telur, daging dan ikan serta produk-produk olahannya yang bahan dasarnya berasal dari hasil hewani. Bahan pangan nabati meliputi buah, sayuran, serealia, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Salah satu jenis kacang yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah kacang kedelai yang kaya akan protein. Kedelai (Glycine max L.) mempunyai peranan cukup penting dalam pola konsumsi bahan pangan yaitu sebagai sumber protein nabati. Kacang kedelai 1

2 mengandung sekitar 9 % air, 40 % protein, 18 % lemak, 3,5 % serat, 7 % gula dan sekitar 18 % zat lainnya. Minyak kedelai banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sebesar lebih kurang 86 % terdiri dari asam lemak linoleat sekitar 52 %, 30 % asam oleat, 2 % asam linolenat dan 2 % asam lemak jenuh lainnya. Asam lemak jenuh hanya sekitar 14 %, yaitu 10 % asam palmitat, 2 % asam stearat dan 2 % asam arachidat. Dibandingkan dengan kacang tanah dan kacang hijau, maka kacang kedelai mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap (Warintekristek, 2008). Produk olahan kedelai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu makanan non fermentasi dan terfermentasi. Makanan non fermentasi dapat berupa hasil pengolahan tradisional dan modern. Produk hasil industri tradisional yang populer adalah tempe, kecap, tauco, tahu dan kembang tahu. Sedangkan produk hasil olahan industri modern sebagian besar terdiri atas minyak kedelai dan hasil olahannya, tepung kedelai, serta konsentrat dan isolat protein kedelai. Protein kedelai juga dapat diolah menjadi daging tiruan atau daging sintetik (TVP/Texturized Vegetable Protein) (Santoso, 2005). Jumlah kacang kedelai yang dihasilkan di Indonesia mengalami penurunan di setiap tahunnya. Dari data Pusat Badan Statistik (2012) dapat dilihat terjadinya penurunan produksi kacang kedelai dari tahun 2009-2012. Tahun 2009 produksi kedelai mencapai 974.512 ton, tahun 2010 sebesar 907.031 ton, tahun 2011 sebesar 851.286 dan pada 2012 sebesar 783.158 ton. Semakin menurunnya

3 produksi kedelai lokal dan semakin meningkatnya kebutuhan kedelai menyebabkan pemerintah melakukan impor kedelai. Kendala yang dihadapi masyarakat khususnya petani di Indonesia dalam memproduksi tanaman pangan seperti kacang kedelai diantaranya ketersediaan benih berkualitas dan harga pupuk yang semakin mahal. Akibatnya produksi kedelai menurun dan ketersediaannya di pasaran akan semakin sulit dan mahal. Salah satu alternatif yang diharapkan mampu mensubstitusi kebutuhan masyarakat terhadap kedelai, adalah koro pedang (Canavalia ensiformis) (Wiharjo, 2008). Tanaman koro pedang telah lama dikenal di Indonesia, namun kompetisi antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam skala luas. Secara tradisional tanaman koro pedang digunakan untuk pupuk hijau, polong muda digunakan untuk sayur (dimasak seperti irisan kacang buncis). Biji koro pedang tidak dapat dimakan secara langsung karena akan menimbulkan rasa pusing. Biji koro merah digunakan untuk obat sakit dada dan di Madura, koro biji merah digunakan untuk obat dengan nama Bedus (Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2012). Koro pedang telah dibudidayakan di Lampung, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Di Jawa Barat bahkan sudah direncanakan seluas 5000 hektar pada musim tanam 2009/2010. Tersebar di Kabupaten Cianjur, Ciamis, Subang, Sumedang, Bandung, Majalengka, Sukabumi, Garut, dan Indramayu masing-masing 500 ha, sedangkan khusus Cianjur 600 ha (Apriyantono, 2009).

4 Kacang koro dapat dimanfaatkan sebagai makanan sumber protein. Kacang koro termasuk ke dalam kelompok kacang-kacangan yang mengandung protein sepuluh kali lebih banyak dibandingkan dengan protein yang terkandung dalam umbi-umbian yang biasanya berkisar antara 1-2% saja. Kacang koro merupakan salah satu sayuran yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu. Selain itu kacang koro merupakan jenis sayuran polong yang dapat diandalkan untuk mengatasi kekurangan gizi, karena beradaptasi baik dalam kondisi lingkungan yang alternatif beragam, juga merupakan sumber protein, vitamin, mineral, dan serat yang relatif lebih murah dan mudah didapat (Suryadi dan Kusmana, 2004). Kandungan protein biji koro pedang dan biji kacang-kacangan lain berturut-turut adalah: koro pedang biji putih (27,4%), koro pedang biji merah (32%), kedelai (35 %) dan kacang tanah (23,1%). Selain itu, biji koro pedang putih (Canavalia ensiformis) mengandung zat toksik, yaitu: kholin, asam hidrozianine dan trogonelin. Pada biji koro ini juga mengandung tripsin dan cymotrypcine inhibitors. Koro pedang biji merah (Canavalia gladiata) memiliki kandungan protein dan garam yang cukup tinggi, asam hidroianik dan saponine. Karena biji koro mengandung racun maka perlu cara masak khusus untuk menetralkan racun sebelum dikonsumsi (Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2012). Kandungan protein pada kacang koro pedang yang hampir sama dengan kedelai dapat menjadi pertimbangan bahwa kacang koro pedang dapat digunakan

5 sebagai alternatif atau substitusi kedelai. Saat ini bayak produk olahan yang dibuat dari kacang koro pedang seperti tempe, koro pedang juga menjadi bahan pembuatan tahu, susu, dan campuran abon. Beberapa industri mengolah koro pedang sebagai cemilan. Kulit ari biji koro pedang sumber protein dalam pakan ternak. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pengolahan kacang koro pedang adalah kandungan asam sianida (HCN) yang cukup tinggi. Hasil analisis HCN pada biji kacang koro pedang yang dilakukan oleh Trisnawati (2011) menunjukkan bahwa kandungan HCN yang terdapat pada biji kacang koro pedang sebelum dilakukan perlakuan khusus sebesar 64,86 mg/kg. Herliana (2010) dalam Trisnawati (2011) menerangkan bahwa HCN dalam bahan makanan dapat hilang karena adanya proses seperti fermentasi, pemasakan, perebusan (air rebusan dibuang), perendaman/pencucian pada air mengalir, penggorengan, pengeringan, dan pengukusan. Di Indonesia telah dikenal sari kedelai atau lebih dikenal dengan nama susu kedelai. Santoso (2009) mengemukakan bahwa susu kedelai adalah cairan berwarna putih seperti susu sapi, tetapi dibuat dari ekstrak kedelai. Diproduksi dengan menggiling biji kedelai yang telah direndam dalam air. Hasilnya disaring hingga diperoleh cairan susu kedelai, dimasak dan diberi gula dan essen atau cita rasa untuk meningkatkan rasanya. Kacang koro pedang dapat disebut sebagai alternatif untuk menggantikan atau mensubstitusi kedelai karena kandungan proteinnya yang hampir sama. Oleh karena itu olahan produk yang menggunakan

6 bahan baku kedelai dapat diganti dengan menggunakan kacang koro pedang sebagai bahan bakunya atau sebagai substitusi. Salah satu diversifikasi dari kacang koro pedang yang akan dikembangkan adalah sari kacang koro pedang. Sari kacang koro pedang adalah minuman yang berwarna putih seperti susu sapi yang berasal dari ekstrak kacang koro pedang. Cara pengolahannya cukup sederhana namun harus berhati-hati karena kacang koro pedang memiliki kandungan HCN yang cukup tinggi yang harus dikurangi terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. HCN pada kacang koro pedang dapat dikurangi dengan cara perendaman, pemasakan, perebusan, dan fermentasi. Setelah kandungan HCN diturunkan, dilakukan penggilingan kacang koro pedang yang nantinya akan menghasilkan ekstrak kacang koro pedang. Ekstrak kacang koro pedang dipanaskan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Salah satu kendala yang muncul adalah flavor sari kacang koro yang kurang disukai oleh konsumen. Flavor yang tidak diinginkan dapat dihilangkan dengan cara proses pengolahan yang benar seperti menggunakan air panas (80-100 C) pada saat penggilingan dan merendam kacang koro dengan larutan NaHCO 3 (Santoso, 2009). Prebiotik adalah komponen dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh usus manusia, namun berperan sebagai sumber makanan (substrat) bagi bakteri-bakteri tertentu dalam usus besar yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Tujuan suplementasi bahan pangan dengan komponen prebiotik adalah

7 untuk meningkatkan keberadaan bakteri yang bermanfaat pada usus besar yaitu Bifidobacterium sp dan Lactobacillus sp (Anggraeni, 2012). Aplikasi inulin dalam beberapa jenis produk makanan dan minuman mempunyai fungsi ganda, yaitu dapat meningkatkan kualitas organoleptik dan meningkatkan komposisi nutrisi dalam produk tersebut (Franck, 2002). Azhar (2009) menyatakan bahwa inulin merupakan serbuk berwarna putih, sukar larut dalam air dingin dan pelarut organik seperti etanol, namun inulin mudah larut dalam air panas. Anggraeni (2012) mejelaskan bahwa inulin dan oligofruktosa termasuk jenis karbohidrat yang sering disebut sebagai fruktan. Komponen terbanyak pada fruktan adalah inulin. Fruktan terdapat pada asparagus, bawang putih, bawang perai, bawang bombay, Jerusalem artichoke dan chicory. Inulin dan oligofruktosa memiliki kemampuan yang efektif untuk berperan sebagai prebiotik. Inulin dan oligofruktosa secara legal telah diakui sebagai komponen prebiotik yang bisa disuplementasi dalam bahan pangan tanpa ada limit minimum konsentrasi yang diperbolehkan. Inulin dan oligofruktosa telah digunakan secara luas pada yogurt, susu, ice cream, coklat, dan biskuit. Oleh karena itu, diharapkan dengan dilakukannya penelitian sari kacang koro pedang dengan penambahan inulin, dapat diketahui cara pengolahan sari kacang koro pedang yang benar sehingga dihasilkan produk yang diterima baik oleh konsumen dan bermanfaaat bagi kesehatan.

8 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, maka dapat dilakukan identifikasi masalah, yaitu : 1. Bagaimana pengaruh perbandingan ekstraksi terhadap karakteristik minuman sari kacang koro pedang? 2. Bagaimana pengaruh konsentrasi inulin terhadap karakteristik minuman sari kacang koro pedang? 3. Bagaimana interaksi antara perbandingan ekstraksi dan konsentrasi inulin terhadap karakteristik minuman sari kacang koro pedang? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perbandingan ekstraksi dalam pembuatan minuman sari kacang koro, serta untuk mendapatkan konsentrasi inulin yang digunakan sehingga menghasilkan minuman sari kacang koro yang baik. Selain itu untuk mengetahui respon perlakuan penelitian terhadap minuman sari kacang koro secara kimia maupun organoleptik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk sari kacang koro pedang sebagai minuman prebiotik yang memiliki nilai nutrisi tinggi seperti meningkatkan serat pangan yang larut (soluble dietary fiber) yang sangat bermanfaat bagi pencernaan dan kesehatan tubuh.

9 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi mengenai perbandingan ekstraksi dan konsentrasi inulin pada pembuatan minuman sari kacang koro pedang. 2. Penganekaragaman atau diversifikasi produk hasil olahan dari kacang koro. 3. Pemanfaatan potensi lokal dan nilai ekonomi kacang koro. 4. Mengetahui karakteristik sari kacang koro pedang sebagai minuman prebiotik. 1.5. Kerangka Pemikiran Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangan penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain sepeti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut (Wiyarsi, 2012). Salah satu faktor yang membatasi pemanfaatan biji koro pedang adalah adanya kandungan glukosida sianogenetik yang dapat terurai menghasilkan HCN yang bersifat toksik (Winarno, 2002). Biji koro pedang mengandung HCN sebesar 11,2 mg/100 gram berat kering (Akpapunam dan Dedeh, 1997). Pada manusia, takaran dosis letal HCN berkisar antara 0,5-3,5 mg/kg berat badan (Dreisbach, 1980, dalam Donatus dan Makhfoeld, 1992). Penelitian yang dilakukan Hanuari (1999) terhadap perendaman rebung dengan larutan natrium bikarbonat (NaHCO 3 ) menunjukkan bahwa terdapat

10 pengaruh dari lama perendaman dan konsentrasi NaHCO 3 terhadap kadar HCN rebung. Pada biji koro pedang, HCN berpindah dari dalam menuju ke luar sistem biji koro pedang. Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman natrium bikarbonat pada kondisi tertentu akan mengakibatkan perubahan-perubahan seperti warna, rasa, kadar air, aroma dan lain-lain. Pada penelitian pengkajian teknologi pengolahan tortila jagung yang dilakukan oleh Jumadi (2008), penambahan natrium bikarbonat yang ditambahkan sebesar 2% (b/v). Sedangkan pada penelitian mengenai pengaruh lama perendaman dan konsentrasi larutan natrium bikarbonat terhadap pengurangan kadar HCN biji koro pedang (Canavalia ensiformis) yang dilakukan oleh Mardiana (2009) variasi natrium bikarbonat yang digunakan adalah 1% (b/v), 2,5% (b/v), dan 4% (b/v). Menurut penelitian Agrippina (2011), perendaman kacang koro pedang dilakukan untuk mengurangi kadar HCN dengan menggunakan natrium bikarbonat sebesar 2%, 2,5%, dan 3% selama 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama perendaman maka kadar HCN pada biji koro akan semakin menurun. Sedangkan menurut penelitian Trisnawati (2011), perendaman kacang koro dilakukan selama 5 hari dengan menggunakan natrium bikarbonat sebesar 2,5% dan dilakukan perebusan selama 90 menit akan menurunkan kadar HCN sebesar 66% pada pembuatan noga kacang koro pedang.

11 Sari kacang koro pedang atau biasa disebut susu kacang koro pedang merupakan salah satu olahan kacang koro pedang yang diperoleh dari hasil ekstraksi bubur kacang koro pedang. Menurut Saputri dan Arum (2009), ekstraksi protein kedelai dilakukan untuk mengambil protein dari kedelai dengan menambahkan air sebagai zat pendispersi protein. Apabila dilihat dari jenis operasinya, ekstraksi protein kedelai termasuk ekstraksi padat cair (leaching), karena protein yang akan diambil terdapat dalam kedelai. Menurut Sundarsih dan Kurniaty (2009), berdasarkan penelitian terhadap tingkat kesempurnaan ekstraksi protein dalam proses pembuatan tahu, perbandingan berat kacang kedelai dan air yang dipakai adalah 1:10 dengan suhu air 80 C. Apabila air yang ditambahkan kurang maka protein yang terekstrak sedikit dan apabila air yang ditambahkan terlalu banyak maka energi yang dipakai untuk pemasakan terlalu besar dan tidak menyebabkan bertambahnya rendemen yang dihasilkan. Menurut Santoso (2005) pada pembuatan kembang tahu secara tradisional, mula-mula kedelai direndam satu malam, lalu digiling dengan air secukupnya sehingga menjadi bubur kedelai. Bubur yang didapat kemudian diencerkan sehingga perbandingan kedelai kering dan air secara keseluruhan adalah 1:8. Selanjutnya disaring hingga mendapat susu kedelai mentah. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Santoso (2009), tentang susu dan yoghurt kedelai menerangkan bahwa pada pembuatan susu kedela perbandingan kedelai dan air yang digunakan adalah 1:10 dengan menggunakan air panas. Adanya enzim

12 lipoksigenase pada biji kedelai dapat menimbulkan bau langu. Bau dan rasa langu kedelai (bau khas kedelai) dapat dihilangkan dengan cara mematikan enzim lipoksigenase dengan panas salah satunya dengan menggunakan air panas (suhu 80-100 C) pada penggilingan kedelai Menurut Hartati (1999) pada penelitian mengenai kajian tekno-ekonomi usaha produksi tahu berbahan baku kedelal lokal dan impor perbandingan air yang ditambahkan untuk proses ekstraksi sebesar 1:7 dengan suhu air 50-70 C. Menurut Budimarwanti (2012) perbandingan kedelai dengan air pada pembuatan sari kedelai adalah 1:6. (b/v), perbandingan ini akan dihasilkan kekentalan seperti pada susu sapi dan juga akan didapatkan protein sari kedelai yang tinggi. Sedangkan menurut Hartoyo (2005) dalam Sofyanti (2007), untuk mendapatkan protein yang tinggi, perbandingan antara air panas (suhu 80-100 C) dan kedelai pada tahap penggilingan sangat berpengaruh besar. Perbandingan kedelai dan air panas 1:5 sampai 1:6 akan didapatkan sari kedelai kaya protein. Pada pembuatan sari kacang hijau oleh Triyono dkk., (2010) proporsi air pengekstrak yang optimal adalah 1:8 yang menghasilkan aroma, rasa, dan konsistensi yang disukai oleh panelis. Menurut Franck (2002) aplikasi inulin dalam beberapa jenis produk makanan dan minuman mempunyai fungsi ganda, yaitu dapat meningkatkan kualitas organoleptik dan meningkatkan komposisi nutrisi dalam produk tersebut. Penambahan inulin pada produk susu, yoghurt dan keju berfungsi sebagai

13 pengganti lemak, stabilitas untuk busa yang terbentuk serta meningkatkan serat dan prebiotik dengan tingkatan dosis yang diberikan sebesar 2-10% (w/w). Inulin merupakan polimer fruktosa berserat pangan tinggi dan bersifat prebiotik yang bermanfaat bagi kesehatan di dalam tubuh. Prebiotik adalah suatu serat pangan yang dapat merangsang pertumbuhan bakteri dalam usus besar, terutama bakteri baik. Biasanya, prebiotik berupa senyawa karbohidrat, seperti oligosakarida yang secara alami terkandung dalam ASI (Air Susu Ibu). Fungsinya adalah meningkatkan pencernaan, mengoptimalkan penyerapan mineral oleh tubuh, menjaga daya tahan tubuh, dan menjaga keseimbangan bakteri dalam usus. Sehingga, keberadaan prebiotik mampu memberikan dampak positif bagi tubuh (Restanancy, 2012). Inulin adalah polimer alami kelompok karbohidrat. Monomer inulin adalah fruktosa yang jumlahnya pada satu untai polimer bervariasi tergantung sumbernya. Inulin merupakan prebiotik yang banyak diteliti (Gibson, 2004). Menurut Franck (2002) penggunaan inulin atau oligofruktosa sebagai bahan prebiotik sering menyebabkan rasa lebih baik dan memperbaiki tekstur. Kelarutannya di dalam air memungkinkan untuk meningkatkan serat dalam minuman seperti produk susu. Di sisi lain, inulin dan oligofruktosa lebih diterapkan dalam makanan fungsional terutama dalam berbagai macam produk susu, tetapi juga dalam makanan lain seperti roti, sebagai bahan prebiotik yang merangsang pertumbuhan bakteri usus yang menguntungkan.

14 Menurut Rulis (2003) dalam Azhar (2009) inulin dapat berfungsi sebagai emulsifier, stabilizer dan tekstuizer pada konsentrasi 2-5% dalam makanan yang mengandung daging. Penambahan inulin pada makanan rendah lemak selain berfungsi sebagai penstabil juga dapat berfungsi sebagai serat pangan (dietary fiber). Dietary fiber adalah kelompok karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim tubuh manusia tetapi difermentasi oleh mikroflora usus sehingga berpengaruh pada fungsi usus. Inulin merupakan dietary fiber yang larut sehingga cepat difermentasi oleh Bifidobacterium sp dan Lactobacillus sp. Penambahan prebiotik inulin pada pembuatan set yoghurt dari susu skim adalah contoh formulasi sinbiotik. Azhar dkk., (2006) menerangkan bahwa penambahan inulin mempunyai pengaruh yang berarti terhadap karakteristik set yoghurt dari susu skim yaitu menurunkan ph, menaikan kadar asam lemak dan kadar asam laktat. Ishak dkk., (2006) menerangkan bahwa inulin dapat memperbaiki sifat fisika dan sensori dadih. Menurut Artanto (2012), pada penelitian pembuatan yoghurt susu kambing dilakukan penambahan inulin sebesar 0,5-2,5 mg/l. Selain itu penambahan inulin pada pembuatan soya ice cream yang dilakukan oleh Limbong (2009), menggunakan penambahan inulin sebesar 3%, 5% dan 7%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi inulin berpengaruh terhadap kadar serat, tekstur dan rasa dari soya ice cream. Hasil yang terpilih adalah soya ice cream dengan konsentrasi inulin 5% dengan kadar serat sebesar 6,920%.

15 Menurut Azhar dkk., (2006) penambahan inulin pada pembuatan set yoghurt selain berfungsi sebagai bahan penstabil juga sebagai prebiotik. Konsentrasi inulin yang digunakan pada pembuatan set yoghurt sebesar 0,1 %, 0,3%, 0,5%, 0,7% dan 1%. Menurut Zenia (2011) dalam penelitian pembuatan Rhizome leather temulawak, konsentrasi inulin yang ditambahkan yaitu 2,5%, 4%, dan 5,5%. Hasil analisis terhadap kadar serat Rhizome leather temulawak menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar serat. Kadar serat secara berurutan yaitu 3,37, 3,89, dan 4,14. Sardesai (2003), menerangkan bahwa sifat fungsional inulin sebagai serat makanan dapat larut (soluble dietary fiber) sangat bermanfaat bagi pencernaan dan kesehatan tubuh. Sifat penting lain dari inulin adalah sebagai serat makanan. Sifat ini berpengaruh pada fungsi usus dan perbaikan parameter lemak dalam darah. 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut, diduga bahwa perbandingan ekstraksi, konsentrasi inulin dan interaksi antara perbandingan ekstraksi dan konsentrasi inulin dapat mempengaruhi karakteristik minuman sari kacang koro pedang. 1.7. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Jalan Dr. Setiabudhi No. 193 Bandung. Mulai bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013.