1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan kesehatan saat ini sangat membutuhkan dokter yang melakukan praktik kedokteran dengan segenap kompetensinya untuk menghadapi tuntutan masyarakat yang semakin sadar akan hak-haknya di samping kewajiban-kewajiban yang harus mereka penuhi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kompeten tidaknya seorang dokter, salah satu di antaranya adalah bagaimana dia menjalani proses pendidikannya saat kuliah dulu. Ibarat sebuah sungai, pelayanan kesehatan merupakan proses hilir sehingga baik buruknya pelayanan kesehatan ditentukan dari hulu, yaitu pendidikan profesi kedokteran yang menjunjung etika kedokteran. Pemerintah melalui Konsil Kedokteran Indonesia telah menyusun Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2006 yang bisa digunakan sebagai standar dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran bagi segenap institusi. Hal tersebut bertujuan agar dokter-dokter yang dihasilkan memiliki kompetensi-kompetensi yang sudah ditetapkan. Kompetensi yang dimaksud (menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002) adalah Seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung-jawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Penyusunan standar tersebut tentu pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Berkaitan dengan tugas pelayanan tersebut, Papadakis et al. (2004) menerangkan bahwa beberapa dokter diindikasikan gagal dalam menangani pasien mereka karena perilaku yang tidak profesional, bukannya karena pengetahuan yang kurang atau
2 keterampilan klinik yang rendah. Menariknya, dokter yang telah melakukan penyelewengan serius dalam perilaku profesional kemungkinan besar memperlihatkan indikasi awal keadaan ini saat masih kuliah di fakultas kedokteran. Pihak universitas perlu mengidentifikasi mahasiswa yang rentan terhadap perilaku yang tidak profesional dengan melihatnya melalui perubahan perilaku yang disengaja dan sekarang banyak institusi yang mengembangkan pengukuran yang kompleks tentang profesionalisme dan program-program pendukung (Stern, 2006 dalam Roberts & Stark, 2008), dengan kondisi bahwa prediksi validitasnya akan membutuhkan waktu dan pelaksanaannya bersifat resourceintensive. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan apakah ada pengukuran yang lebih mudah dilaksanakan yang, pertama, bisa memberi laporan kepada perencana perkuliahan tentang kesiapan mahasiswa untuk mengatur sendiri perilaku profesionalnya dan, kedua, mencatat perubahan-perubahan kemajuan mereka sepanjang program (Roberts & Stark, 2008). Penelitian ini didasari atas masalah yang masih terjadi di lingkungan internal kampus tentang kurangnya nilai kedisiplinan mahasiswa (seperti datang terlambat, ribut dalam kelas, tidak mengikuti jalannya diskusi tutorial dengan baik, tidak mengumpulkan tugas tepat waktu, dan lain-lain), rendahnya pencapaian akademik (remedial tinggi baik final test, OSCE, maupun praktikum), serta munculnya perilaku yang tidak etis lainnya (menyontek dalam ujian atau dalam pembuatan tugas, menandatangani daftar presensi temannya, dan lain-lain). Pada dasarnya, kesemua perilaku tersebut muncul karena tidak adanya kesadaran diri yang tinggi pada diri mahasiswa. Walaupun masalah-masalah tersebut jumlahnya tidak terdata dengan baik, tapi hal itu menimbulkan atmosfer akademik yang kurang kondusif di lingkungan kampus. Padahal sebagai seorang
3 calon profesional, dibutuhkan perilaku-perilaku yang ideal termasuk bagaimana mereka dapat memiliki pemahaman yang mendalam dan mengaitkannya dengan sifat profesonalitas mereka sendiri. Penelitian kali ini difokuskan pada pengukuran karakteristik dua faktor metakognitif, yaitu: insight (pemahaman) dan reflection (refleksi/pemikiran). Ada beberapa alasan mengapa kedua hal ini penting dalam perkembangan perilaku profesional. Agar para dokter dapat memelihara dan meningkatkan kemampuan kliniknya, mereka harus memiliki pemahaman yang dalam terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul dalam praktik klinik dan mampu menghubungkannya dengan keprofesiannya (Roberts & Stark, 2008). Dalam konteks ini, insight didefinisikan sebagai kesadaran akan kemampuan dirinya, kesadaran akan kemampuan orang lain dan kecakapannya dalam merefleksikan kedua hal tersebut untuk membuat keputusan (Hays et al., 2002). Self-reflection (refleksi diri) membantu mahasiswa mengintegrasikan teori praktik keprofesian dengan pengalamannya untuk mengembangkan praktik mereka sendiri (Stark et al., 2006). Hubungan antara insight dan reflection dijelaskan dalam konteks teori self-regulation atau regulasi diri oleh Grant (Grant et al,, 2002). Kemajuan yang dituju pada siklus regulasi diri melalui pencapaian tujuan-tujuan khusus (gambar 1) bergantung kemampuan seseorang untuk memonitor dan mengevaluasi kemajuannya dan melakukan feedback agar berhasil memperbaiki kinerjanya (Grant et al, 2002).
4 Set a goal Develop an action plan Act Change what s not working Do more of what works Monitor (requires self-reflection) Evaluate (associated with insight) Success Gbr. 1 Gambaran umum self-regulation dan pencapaian tujuan menunjukkan peran self-reflection dan insight (gambar dikembangkan oleh A.M. Grant) Dari gambar di atas terlihat bahwa insight dan self-reflection merupakan pusat dari proses regulasi diri. Jadi, mahasiswa yang secara teratur memonitor pikiran, perasaan dan perilakunya seharusnya memiliki tingkat insight dan self-reflection yang lebih tinggi (Roberts & Stark, 2008). Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa insight dan self-reflection penting dalam perkembangan perilaku profesional. Schon (1983, dalam Cruess & Cruess, 2009) menyebutkan bahwa perilaku professional, yang ilmunya bersifat implisit, paling baik dipelajari bukan di ruang kuliah, tapi dari pembelajaran di sekitar kita yang memunculkan self-reflection dan meningkatkan mindfulness atau reflective practice. Beberapa perilaku yang merefleksikan profesionalisme, yang disusun dari hasil konferensi Association of American Medical
5 Colleges (AAMC) dan National Board of Medical Examiners (NBME) pada tahun 2003 adalah Altruism, Honor and Integrity, Caring and Compassion, Respect, Responsibility and Accountability, Excelence and Scholarship, Leadership. Tentu telah diketahui bersama bahwa seseorang tidak bisa dikatakan berperilaku professional jika hanya ada satu aspek yang muncul karena profesionalisme merupakan suatu kesatuan yang kategori-kategorinya tidak terlepas satu sama lain. Namun, berdasarkan hasil temuan sementara terhadap perilaku mahasiswa, ditemukan bahwa perilaku bertanggung-jawab (Responsibility) merupakan perilaku yang paling banyak disorot. Tanggung-jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah-laku atau perbuatannya baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung-jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya (Widagdho, 2010). Dalam tulisannya tentang manusia dan tanggung-jawab, Widagdho mengaitkan tanggung-jawab dengan pengabdian (perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan), kesadaran (keinsyafan akan perbuatannya) dan pengorbanan (memberikan secara ikhlas baik pikiran, tenaga, waktu dan sebagainya). Hal-hal tersebut berkaitan erat dengan refleksi perilaku profesional sebagaimana yang disusun oleh AAMC dan NBME (2003). Hal itulah yang ingin penulis eksplorasi lebih jauh dalam konteks mahasiswa Indonesia. Karena keterbatasan penulis, maka penulis hanya mengambil mahasiswa FK UMI untuk menjadi sampel penelitian. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran yang telah disebutkan di atas, maka perumusan masalah penelitian yaitu bagaimanakah gambaran Self-reflection and Insight pada mahasiswa kedokteran di Indonesia?
6 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Tujuan umum yaitu untuk mengetahui gambaran Self-Reflection dan Insight pada mahasiswa kedokteran. 2. Tujuan khusus yaitu untuk: a. Mengeksplorasi validitas faktorial Self-Reflection and Insight Scale (SRIS) yang digunakan. b. Mengetahui perbedaan tingkat Self-Reflection dan Insight (SRI) berdasarkan karakteristik mahasiswa. c. Mengetahui hubungan antara tingkat SRI dan persepsi mahasiswa terhadap perilaku profesional. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis penelitian ini menambah pengetahuan di bidang ilmu pendidikan kedokteran tentang Self-Reflection and Insight (SRI) serta gambaran SRI dalam konteks mahasiswa di Indonesia khususnya Fakultas Kedokteran UMI 2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi: a. Mahasiswa; agar dapat menilai bagaimana refleksi diri dan pemahamannya selama ini. Dengan demikian mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan refleksi diri dan pemahamannya agar memiliki kesiapan untuk berubah secara mandiri menjadi seseorang yang berperilaku profesional. b. Institusi; dari hasil penelitian akan didapatkan informasi mengenai gambaran SRI mahasiswa kedokteran. Informasi ini akan sangat bermanfaat bagi institusi dalam mempersiapkan proses dan materi pembelajaran yang lebih mendukung bagi kesiapan mahasiswa untuk berperilaku profesional.
7 E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang self-reflection and insight scale dalam mengukur kesiapan seseorang untuk berperilaku profesional belum banyak ditemukan dalam literatur kedokteran. Namun penelitian-penelitian tersebut di bawah ini berkaitan dengan topik dimaksud dengan beberapa perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, di antaranya: 1. Grant et al., (2002), mengembangkan SRIS dari metakognisi dan regulasi diri (self-regulation) dan melakukan tiga kali penelitian sekaligus untuk validitas dan reliabilitas dari SRIS pada mahasiswa psikologi Australia. 2. Grant et al., (2006), melakukan penelitian selanjutnya dengan bentuk studi intervensional dengan cara memberikan teknik pembelajaran reflektif terhadap mahasiswa kedokteran Australia. 3. Lowe et al., (2007) melakukan penelitian tentang peran refleksi pada mahasiswa kedokteran bersamaan dengan pernyataan Commitment to Change (CTC). 4. Aukes et al., (2007) menggunakan skala yang baru dikembangkan yaitu Groningen Reflection Ability Scale (GRAS) untuk mengukur kemampuan refleksi mahasiswa kedokteran. 5. Penelitian oleh Roberts et al., (2008) merupakan penelitian pertama tentang self-reflection sekaligus insight yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran Australia. Hal yang membedakan penelitian-penelitian sebelumnya terutama bahwa penelitian tentang self-reflection dan insight belum pernah dilakukan dalam konteks mahasiswa kedokteran di Indonesia, yang sudah pasti memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda dengan responden penelitian-penelitian di luar Indonesia. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kedua faktor tersebut sama pada beberapa penelitian. Hal lain yang berbeda dalam penelitian ini,
8 bahwa peneliti bermaksud untuk melihat hubungan SRI dengan persepsi mahasiswa terhadap perilaku professional. Berkaitan dengan persepsi mahasiswa terhadap perilaku professional tersebut, penulis akan mengembangkan sendiri kuesioner yang sesuai dengan karakter mahasiswa Indonesia.