BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
Self-Reflection and Insight

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejak dua dekade yang lalu (Wynia et al., 1999). Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja. dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. tugasnya, serta beberapa perilaku lain yang merupakan sifat-sifat kemanusiaan

BAB I PENDAHULUAN. dorongan yang dapat menimbulkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. corrected item-total correlation yang lebih besar dari 0,349 angka

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi dasar atau aturan bagi seseorang dalam menjalankan profesinya. Etika

PROFESIONALISME DAN INTERPROFESIONALISME DALAM MASYARAKAT YANG SEDANG BERUBAH

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. 1. Telah dikembangkan model 6 langkah pembelajaran reflektif klinik yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis multidimensi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan suatu keadaan, sehingga masa depan dapat diketahui dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesionalisme Pengertian Profesionalisme Profesionalisme berasal dari akar kata profesi. Menurut Kamus Besar

SKRIPSI. Oleh : MSY. FADHILAH DWINTASARI B

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

BAB I PENDAHULUAN I.A.

Perpsepsi terhadap etika bisnis antara akuntan pendidik, akuntan publik dan mahasiswa akuntansi (studi kasus di Surakarta dan Yogyakarta) Oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional yang berbasis silo dimana setiap tenaga kesehatan tidak mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai lembaga pendidikan

PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTAN DIPANDANG DARI SEGI GENDER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

REFLEKSI : PENTINGKAH BAGI DOSEN PENDIDIKAN KEDOKTERAN? dr. Rika Lisiswanti Bagian Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan etika.etika mempunyai peranan yang sangat penting dalam

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIS AUDITOR (Survey pada Auditor di Surakarta dan Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. atau tidaknya sistem tersebut, satu di antaranya, yaitu peran tenaga pendidik.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi harus membekali peserta didiknya dengan attitude, knowledge, memiliki daya saing tinggi (Nursalam & Ferry, 2008).

Draft Naskah Akademik Pengembangan Staf Dosen Pendidik Klinis Menggunakan Metode e-learning. Perkembangan jumlah institusi pendidikan kedokteran,

DRAF PEDOMAN AUDIT KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis. Indonesia menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

BAB I PENDAHULUAN. Refleksi merupakan proses metakognitif yang dilakukan dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

ETIKA PROFESI. OLEH HJ. Djumiati, SKM, MKes

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pendidikan keterampilan klinik di Laboratorium. Keterampilan Klinik (Skills laboratory atau disingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. seorang perawat harus memiliki sertifikat kompetensi (DEPKES, 2014).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkat diploma. Pemikiran dasar jenjang pendidikan ini adalah untuk

BAB I. Pendahuluan. Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi pembelajaran merupakan pertimbangan utama sekolah kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsep profesionalisme dan perilaku profesional (PP) mendapatkan perhatian

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN. secara signifikan terhadap sikap mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan akuntan

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir. Mulai dari kasus Enron di Amerika Serikat sampai dengan kasus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini akuntan dituntut untuk profesional

LAMPIRAN. PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan masalah (problem solving skill) serta berfokus pada mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan adalah profesi yang memiliki tujuan fundamental sebagai penyedia

ANALISIS PERSEPSI DOSEN AKUNTANSI DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA (SURVEY DI PERGURUAN TINGGI WILAYAH SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi memiliki andil yang sangat berperan dalam seluruh proses

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dalam bidang keperawatan. Upaya ini dilakukan agar dapat menarik lebih

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia supaya mampu bersaing di era globalisasi, baik di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi. Selain itu, pada tanggal 4 Mei 2011 juga ada penanda-tanganan Deklarasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan, terutama bagi perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Abstrak. Kata kunci: profesionalisme, professional behavior (PB), atribut. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Nursalam, 2008). Keperawatan dan caring adalah sesuatu yang tidak dapat

PROGRAM KERJA SUBKOMITE ETIK DAN DISIPLIN PROFESI KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT BUNDA SIDOARJO TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis refleksi terhadap pengembangan darf/pola

BAB I PENDAHULUAN. profesi. Etika Profesi diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan

Prodi kedokteran FK UNS Oktober 2016

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan sosok intelektual yang dikenal dengan sikap

BAB I PENDAHULUAN. kinerja produk atau hasil yang pasien rasakan dengan harapannya. Dengan

BAB V PENUTUP. 1. Variabel sanksi pajak memperlihatkan pengaruh yang positif dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. memadai saja yang dapat tumbuh dan bertahan. Setiap profesi dituntut untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan upaya mencerdaskan kehidupan

Integration of Professional Behavior and Early Clinical Exposure to the Skills Lab Curriculum

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh faktor diantaranya praktik-praktik profesi yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, profesi auditor mengalami perkembangan yang

Menurut buku Panduan PLP UPI (2009 : 3), tujuan PLP adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengar, meniru, dan lainlain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Belajar merupakan proses dari sesuatu yang belum bisa menjadi bisa, dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini telah menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu unsur dari Good Corporate Governnance. Sedangkan laporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

SHERMAN SALIM CALON DEKAN

Universitas Kristen Maranatha

BAB VI PENUTUP. dalam kategori cukup baik dengan nilai rata-rata dan perolehan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan kesehatan saat ini sangat membutuhkan dokter yang melakukan praktik kedokteran dengan segenap kompetensinya untuk menghadapi tuntutan masyarakat yang semakin sadar akan hak-haknya di samping kewajiban-kewajiban yang harus mereka penuhi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kompeten tidaknya seorang dokter, salah satu di antaranya adalah bagaimana dia menjalani proses pendidikannya saat kuliah dulu. Ibarat sebuah sungai, pelayanan kesehatan merupakan proses hilir sehingga baik buruknya pelayanan kesehatan ditentukan dari hulu, yaitu pendidikan profesi kedokteran yang menjunjung etika kedokteran. Pemerintah melalui Konsil Kedokteran Indonesia telah menyusun Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2006 yang bisa digunakan sebagai standar dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran bagi segenap institusi. Hal tersebut bertujuan agar dokter-dokter yang dihasilkan memiliki kompetensi-kompetensi yang sudah ditetapkan. Kompetensi yang dimaksud (menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002) adalah Seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung-jawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Penyusunan standar tersebut tentu pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Berkaitan dengan tugas pelayanan tersebut, Papadakis et al. (2004) menerangkan bahwa beberapa dokter diindikasikan gagal dalam menangani pasien mereka karena perilaku yang tidak profesional, bukannya karena pengetahuan yang kurang atau

2 keterampilan klinik yang rendah. Menariknya, dokter yang telah melakukan penyelewengan serius dalam perilaku profesional kemungkinan besar memperlihatkan indikasi awal keadaan ini saat masih kuliah di fakultas kedokteran. Pihak universitas perlu mengidentifikasi mahasiswa yang rentan terhadap perilaku yang tidak profesional dengan melihatnya melalui perubahan perilaku yang disengaja dan sekarang banyak institusi yang mengembangkan pengukuran yang kompleks tentang profesionalisme dan program-program pendukung (Stern, 2006 dalam Roberts & Stark, 2008), dengan kondisi bahwa prediksi validitasnya akan membutuhkan waktu dan pelaksanaannya bersifat resourceintensive. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan apakah ada pengukuran yang lebih mudah dilaksanakan yang, pertama, bisa memberi laporan kepada perencana perkuliahan tentang kesiapan mahasiswa untuk mengatur sendiri perilaku profesionalnya dan, kedua, mencatat perubahan-perubahan kemajuan mereka sepanjang program (Roberts & Stark, 2008). Penelitian ini didasari atas masalah yang masih terjadi di lingkungan internal kampus tentang kurangnya nilai kedisiplinan mahasiswa (seperti datang terlambat, ribut dalam kelas, tidak mengikuti jalannya diskusi tutorial dengan baik, tidak mengumpulkan tugas tepat waktu, dan lain-lain), rendahnya pencapaian akademik (remedial tinggi baik final test, OSCE, maupun praktikum), serta munculnya perilaku yang tidak etis lainnya (menyontek dalam ujian atau dalam pembuatan tugas, menandatangani daftar presensi temannya, dan lain-lain). Pada dasarnya, kesemua perilaku tersebut muncul karena tidak adanya kesadaran diri yang tinggi pada diri mahasiswa. Walaupun masalah-masalah tersebut jumlahnya tidak terdata dengan baik, tapi hal itu menimbulkan atmosfer akademik yang kurang kondusif di lingkungan kampus. Padahal sebagai seorang

3 calon profesional, dibutuhkan perilaku-perilaku yang ideal termasuk bagaimana mereka dapat memiliki pemahaman yang mendalam dan mengaitkannya dengan sifat profesonalitas mereka sendiri. Penelitian kali ini difokuskan pada pengukuran karakteristik dua faktor metakognitif, yaitu: insight (pemahaman) dan reflection (refleksi/pemikiran). Ada beberapa alasan mengapa kedua hal ini penting dalam perkembangan perilaku profesional. Agar para dokter dapat memelihara dan meningkatkan kemampuan kliniknya, mereka harus memiliki pemahaman yang dalam terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul dalam praktik klinik dan mampu menghubungkannya dengan keprofesiannya (Roberts & Stark, 2008). Dalam konteks ini, insight didefinisikan sebagai kesadaran akan kemampuan dirinya, kesadaran akan kemampuan orang lain dan kecakapannya dalam merefleksikan kedua hal tersebut untuk membuat keputusan (Hays et al., 2002). Self-reflection (refleksi diri) membantu mahasiswa mengintegrasikan teori praktik keprofesian dengan pengalamannya untuk mengembangkan praktik mereka sendiri (Stark et al., 2006). Hubungan antara insight dan reflection dijelaskan dalam konteks teori self-regulation atau regulasi diri oleh Grant (Grant et al,, 2002). Kemajuan yang dituju pada siklus regulasi diri melalui pencapaian tujuan-tujuan khusus (gambar 1) bergantung kemampuan seseorang untuk memonitor dan mengevaluasi kemajuannya dan melakukan feedback agar berhasil memperbaiki kinerjanya (Grant et al, 2002).

4 Set a goal Develop an action plan Act Change what s not working Do more of what works Monitor (requires self-reflection) Evaluate (associated with insight) Success Gbr. 1 Gambaran umum self-regulation dan pencapaian tujuan menunjukkan peran self-reflection dan insight (gambar dikembangkan oleh A.M. Grant) Dari gambar di atas terlihat bahwa insight dan self-reflection merupakan pusat dari proses regulasi diri. Jadi, mahasiswa yang secara teratur memonitor pikiran, perasaan dan perilakunya seharusnya memiliki tingkat insight dan self-reflection yang lebih tinggi (Roberts & Stark, 2008). Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa insight dan self-reflection penting dalam perkembangan perilaku profesional. Schon (1983, dalam Cruess & Cruess, 2009) menyebutkan bahwa perilaku professional, yang ilmunya bersifat implisit, paling baik dipelajari bukan di ruang kuliah, tapi dari pembelajaran di sekitar kita yang memunculkan self-reflection dan meningkatkan mindfulness atau reflective practice. Beberapa perilaku yang merefleksikan profesionalisme, yang disusun dari hasil konferensi Association of American Medical

5 Colleges (AAMC) dan National Board of Medical Examiners (NBME) pada tahun 2003 adalah Altruism, Honor and Integrity, Caring and Compassion, Respect, Responsibility and Accountability, Excelence and Scholarship, Leadership. Tentu telah diketahui bersama bahwa seseorang tidak bisa dikatakan berperilaku professional jika hanya ada satu aspek yang muncul karena profesionalisme merupakan suatu kesatuan yang kategori-kategorinya tidak terlepas satu sama lain. Namun, berdasarkan hasil temuan sementara terhadap perilaku mahasiswa, ditemukan bahwa perilaku bertanggung-jawab (Responsibility) merupakan perilaku yang paling banyak disorot. Tanggung-jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah-laku atau perbuatannya baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung-jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya (Widagdho, 2010). Dalam tulisannya tentang manusia dan tanggung-jawab, Widagdho mengaitkan tanggung-jawab dengan pengabdian (perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan), kesadaran (keinsyafan akan perbuatannya) dan pengorbanan (memberikan secara ikhlas baik pikiran, tenaga, waktu dan sebagainya). Hal-hal tersebut berkaitan erat dengan refleksi perilaku profesional sebagaimana yang disusun oleh AAMC dan NBME (2003). Hal itulah yang ingin penulis eksplorasi lebih jauh dalam konteks mahasiswa Indonesia. Karena keterbatasan penulis, maka penulis hanya mengambil mahasiswa FK UMI untuk menjadi sampel penelitian. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran yang telah disebutkan di atas, maka perumusan masalah penelitian yaitu bagaimanakah gambaran Self-reflection and Insight pada mahasiswa kedokteran di Indonesia?

6 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Tujuan umum yaitu untuk mengetahui gambaran Self-Reflection dan Insight pada mahasiswa kedokteran. 2. Tujuan khusus yaitu untuk: a. Mengeksplorasi validitas faktorial Self-Reflection and Insight Scale (SRIS) yang digunakan. b. Mengetahui perbedaan tingkat Self-Reflection dan Insight (SRI) berdasarkan karakteristik mahasiswa. c. Mengetahui hubungan antara tingkat SRI dan persepsi mahasiswa terhadap perilaku profesional. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis penelitian ini menambah pengetahuan di bidang ilmu pendidikan kedokteran tentang Self-Reflection and Insight (SRI) serta gambaran SRI dalam konteks mahasiswa di Indonesia khususnya Fakultas Kedokteran UMI 2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi: a. Mahasiswa; agar dapat menilai bagaimana refleksi diri dan pemahamannya selama ini. Dengan demikian mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan refleksi diri dan pemahamannya agar memiliki kesiapan untuk berubah secara mandiri menjadi seseorang yang berperilaku profesional. b. Institusi; dari hasil penelitian akan didapatkan informasi mengenai gambaran SRI mahasiswa kedokteran. Informasi ini akan sangat bermanfaat bagi institusi dalam mempersiapkan proses dan materi pembelajaran yang lebih mendukung bagi kesiapan mahasiswa untuk berperilaku profesional.

7 E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang self-reflection and insight scale dalam mengukur kesiapan seseorang untuk berperilaku profesional belum banyak ditemukan dalam literatur kedokteran. Namun penelitian-penelitian tersebut di bawah ini berkaitan dengan topik dimaksud dengan beberapa perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, di antaranya: 1. Grant et al., (2002), mengembangkan SRIS dari metakognisi dan regulasi diri (self-regulation) dan melakukan tiga kali penelitian sekaligus untuk validitas dan reliabilitas dari SRIS pada mahasiswa psikologi Australia. 2. Grant et al., (2006), melakukan penelitian selanjutnya dengan bentuk studi intervensional dengan cara memberikan teknik pembelajaran reflektif terhadap mahasiswa kedokteran Australia. 3. Lowe et al., (2007) melakukan penelitian tentang peran refleksi pada mahasiswa kedokteran bersamaan dengan pernyataan Commitment to Change (CTC). 4. Aukes et al., (2007) menggunakan skala yang baru dikembangkan yaitu Groningen Reflection Ability Scale (GRAS) untuk mengukur kemampuan refleksi mahasiswa kedokteran. 5. Penelitian oleh Roberts et al., (2008) merupakan penelitian pertama tentang self-reflection sekaligus insight yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran Australia. Hal yang membedakan penelitian-penelitian sebelumnya terutama bahwa penelitian tentang self-reflection dan insight belum pernah dilakukan dalam konteks mahasiswa kedokteran di Indonesia, yang sudah pasti memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda dengan responden penelitian-penelitian di luar Indonesia. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kedua faktor tersebut sama pada beberapa penelitian. Hal lain yang berbeda dalam penelitian ini,

8 bahwa peneliti bermaksud untuk melihat hubungan SRI dengan persepsi mahasiswa terhadap perilaku professional. Berkaitan dengan persepsi mahasiswa terhadap perilaku professional tersebut, penulis akan mengembangkan sendiri kuesioner yang sesuai dengan karakter mahasiswa Indonesia.