IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

Tabel 3. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-80%) dengan aktivitas spesifik enzim selulase. Aktivitas Unit (U/mL)

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium

Tabel 4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-100%) dengan aktivitas unit enzim selulase. No Fraksi Aktivitas Unit (U/mL)

PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ph ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

III. METODE PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia

Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

ISOLASI DAN KARAKTERISASI AMILASE DARI BIJI DURIAN (DURIO

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2015 di

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

ISOLASI, PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148. Yandri*, Putri Amalia, Tati Suhartati, dan Sutopo Hadi

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

ISOLASI, PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE TERMOSTABIL DARI BAKTERI ISOLAT LOKAL Bacillus subtilis ITBCCB148

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

PENGARUH MODIFIKASI KIMIA TERHADAP TITIK ISOELEKTRIK (pi) ENZIM HASIL MODIFIKASI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI ENZIM AMILASE

KARAKTERISASI AMILASE DARI KEDELAI HITAM BANTUL

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Lampiran 1 Rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini isolat actinomycetes yang digunakan adalah ANL 4,

PEMEKATAN ENZIM SELULASE Penicillium sp. LBKURCC20 DENGAN PENGENDAPAN AMONIUM SULFAT 80% JENUH

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemilahan Isolat Penghasil Kolagenase Tertinggi

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan

4. HASIL DAN PEMBASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

ISOLASI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ENZIM α AMILASE DARI Aspergillus niger DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA CAMPURAN ONGGOK DAN DEDAK

III. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

Isolasi bakteri kitinolitik dari Sumber Air Panas. Penentuan Isolat Terpilih

Peningkatan Kestabilan Enzim Protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan Amobilisasi Menggunakan Kalsium Alginat

AMOBILISASI ENZIM α-amilase DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 MENGGUNAKAN BENTONIT. (Skripsi) Oleh EZRA RHEINSKY TIARSA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

4 Hasil dan Pembahasan

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

PENGUJIAN STABILITAS ENZIM BROMELIN YANG DIISOLASI DARI BONGGOL NANAS SERTA IMOBILISASI MENGGUNAKAN KAPPA KARAGENAN

KARAKTERISASI AKTIVITAS ENZIM BROMELIN DARI KULIT NANAS (Ananas comosus (L) Merr) YANG DIAMOBILISASI DENGAN SILIKA GEL DAN CMC

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

AMOBILISASI ENZIM PENISILIN ASILASE DARI E. coli B1O4 DENGAN POLIAKRILAMIDA

BAB I PENDAHULUAN. Protease adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan

Peningkatan Kestabilan Enzim Lipase Dari Pseudomonas aeruginosa ATCC Dengan Amobilisasi Menggunakan Bentonit

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut kemudian dipindahkan ke dalam media fermentasi selama 72 jam pada suhu 32 0 C. Media inokulum dan fermentasi diinkubasi dalam shaker inkubator pada suhu 32 0 C dengan kecepatan 150 rpm. Media inokulum dan fermentasi mengandung yeast ekstrak 0,5%, pati 0,5%, KH 2 PO 4 0,05%, MgSO4.7H 2 O 0,02% dan CaCl 2.2H 2 O 0,01% yang dilarutkan dalam akuades. Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari komponen sel lainnya menggunakan sentrifuga dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit pada suhu 4 0 C. Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas spesifik sebesar 393 U/mg. B. Pemurnian Enzim Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan. Pemurnian enzim yang dilakukan meliputi beberapa tahap yaitu fraksinansi dengan amonium sulfat, dialisis, dan kromatografi kolom penukar ion menggunakan CMC.

32 1. Fraksinasi dengan amonium sulfat Fraksinasi enzim dilakukan dengan menambahkan garam amonium sulfat dengan berbagai tingkat kejenuhan. Kemudian endapan enzim yang dihasilkan dilarutkan dengan buffer pospat 0,1 M. Penambahan senyawa elektrolit ke dalam larutan enzim akan menyebabkan menurunnya kelarutan enzim, sehingga terbentuk endapan dari protein enzim. Jika suatu garam yang kelarutannya dalam air sangat besar seperti amonium sulfat ditambahkan ke dalam larutan protein, maka terjadi kompetisi antara garam tersebut dan protein untuk dapat larut dalam air. Karena molekul protein jauh lebih besar dibandingkan dengan molekul amonium sulfat, maka amonium sulfat lebih mudah larut dengan mengambil air yang tersolvatasi pada permukaan protein sehingga molekul molekul protein dapat berinteraksi satu sama lain untuk membentuk agregat (Scopes, 1984). Gambar 6. Hubungan antara kejenuhan ammonium sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase

33 Dari Gambar 6 (Lampiran 1 Tabel 3) dapat dilihat bahwa aktivitas spesifik tertinggi enzim α-amilase ditunjukkan pada fraksi 40-60% yaitu sebesar 4.184,9 U/mg. Tetapi dapat dilihat pula bahwa aktivitas spesifik enzim pada fraksi 0-20% menunjukkan angka yang cukup besar yaitu 1.647,85 U/mg, dan fraksi 60-80% dengan aktivitas spesifik sebesar 2.459,62. Sehingga untuk proses selanjutnya fraksinasi hanya di bagi menjadi dua tahap yaitu 0-40% dan 40-85%. Hal ini dimaksudkan untuk menambah perolehan protein enzim yang didapat, sehingga tidak kehilangan banyak protein enzim selama proses pemurnian dan aktivitas α-amilase yang didapat cukup besar. Fraksi 0-40% tidak digunakan pada proses pemurnian selanjutnya, karena pada fraksi ini enzim -amilase yang mengendap sangat sedikit sekali. Oleh karena itu fraksi 40-85% yang digunakan pada tahap pemurnian selanjutnya. 2. Dialisis Endapan protein enzim hasil fraksinasi amonium sulfat 40-85% selanjutnya dimurnikan dengan dialisis. Dialisis dilakukan pada suhu dingin dan menggunakan magnetik stirer. Proses dialisis ini bertujuan untuk memisahkan protein enzim dari garam-garam dan ion-ion sehingga diperoleh enzim dengan kemurnian dan aktivitas yang tinggi. Enzim α-amilase hasil dialisis fraksi ammonium sulfat 40-85% memiliki aktivitas spesifik 3.649 U/mg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis meningkat dengan tingkat kemurnian yang lebih

34 tinggi yaitu 9 kali lebih murni dibandingkan dengan ekstrak kasar dengan perolehan 60%. 3. Kromatografi kolom penukar ion dengan menggunakan CMC Tahap ini merupakan langkah akhir pemurnian enzim -amilase. Pemurnian dengan kromatografi kolom penukar ion dengan menggunakan CMC (karboksil metil selulose) diawali dengan penentuan buffer awal yaitu buffer yang sesuai untuk kolom penukar kation tersebut. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, enzim dapat menukar counter ion dengan baik pada ph 5,2. Oleh karena itu digunakan larutan buffer pospat ph 5,2; 0,05 M sebagai buffer awal. Sedangkan untuk buffer pengelusi, digunakan larutan buffer pospat ph 8,5; 0,05 M. Pola protein (A 280nm ) dan aktivitas unit (U ml - 1 ) enzim α-amilase hasil kromatografi kolom penukar ion dengan menggunakan CMC dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Kromatogram enzim α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 pada kolom CMC

35 Gambar 7 menunjukkan ada 3 puncak protein yang terpisah cukup baik. Puncak protein nomor 1 dan 2 tidak terdapat aktivitas α-amilase. Hal ini menunjukkan telah terpisahnya protein selain enzim α-amilase, dimana protein enzim masih terikat dengan kuat pada matriks. Aktivitas α-amilase terletak pada fraksi nomor 25 sampai fraksi nomor 28 dengan aktivitas tertinggi pada fraksi nomor 26 pada puncak protein nomor 3 (Lampiran 1 Tabel 4). Aktivitas α-amilase pada fraksi nomor 26 memiliki aktivitas unit sebesar 180 U/mL, dengan kadar protein 0,015 mg/ml dan aktivitas spesifik sebesar 12.000 U/mg. Kemurnian enzim meningkat 30 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim dengan perolehan 15%. Tahapan pemurnian enzim α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 dapat dilihat pada Tabel 1. Data-data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas spesifik enzim yang cukup tinggi pada setiap tahap pemurnian. Peningkatan aktivitas spesifik enzim pada tahap pemurnian dengan dialisis (dialisis enzim hasil fraksinasi ammonium sulfat (40-85%) adalah 9 kali dan pemurnian dengan kromatografi kolom dengan menggunakan CMC adalah 30 kali. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemurnian yang dilakukan telah berhasil mendapatkan enzim α-amilase dengan aktivitas dan tingkat kemurnian yang cukup tinggi.

36 Tabel 1. Pemurnian enzim α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 Tahap Volume enzim (ml) Aktivitas unit (U ml -1 ) Kadar protein (mgml -1 Aktivitas spesifik (U mg -1 ) Aktivitas total(u) Perolehan (%) Tingkat Kemurnian (kali) Eksrak kasar 1.000 125 0,318 393 125.000 100 1 Dialisis hasil fraksinasi (ammonium sulfat (40-85%) Kromatografi kolom CMC 60 1.259 0,345 3.649 75.540 60 9 111 180 0,015 12.000 19.980 15 30 4. Karakterisasi enzim α-amilase Sebelum dan Sesudah Penambahan Poliol a. Penentuan ph optimum Enzim Hasil Pemurnian Aktivitas (%) enzim α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian terhadap berbagai ph dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki ph optimum 6 dengan aktivitas 100 % (Lampiran 2 Tabel 5). Gambar 8. Hubungan antara ph dengan aktivitas enzim α-amilase hasil pemurnian

37 Menurut Suhartono (1989) meningkatnya aktivitas enzim pada ph optimum disebabkan karena terjadinya perubahan ionisasi pada gugus ionik sisi enzim yang mempengaruhi sisi aktifnya. Hal ini menyebabkan enzim dapat mengikat substrat lebih efektif dan kemudian mengubahnya menjadi produk. Disamping pengaruh struktur ion pada enzim, ph rendah atau tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. Pada ph di bawah ph optimum, ion H + akan berikatan dengan gugus NH 2 bebas membentuk NH + 3. Hal ini menyebabkan terputusnya ikatan hidrogen dari amina (NH 2 ) dengan gugus karbonil dalam molekul protein enzim dan mengakibatkan perubahan konformasi pada pusat aktif enzim. Sedangkan pada ph di atas ph optimum, ion OH - akan berikatan dengan atom hidrogen dari molekul enzim membentuk H 2 O, sehingga ikatan hidrogen dalam molekul protein enzim akan putus. Jika ph semakin jauh dari ph optimum, akan menyebabkan aktivitas enzim semakin menurun hingga laju reaksi mencapai nol. b. Penentuan suhu optimum Enzim Hasil Pemurnian Data pada Gambar 9 (Lampiran 2 Tabel 6) menunjukkan enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum pada suhu 60 0 C. Suhu optimum adalah suhu yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan kecepatan yang paling besar.

38 Gambar 9. Hubungan antara suhu dengan aktivitas enzim α-amilase hasil pemurnian Dari Gambar diatas terlihat bahwa setelah mencapai suhu optimum, aktivitas enzim menurun secara perlahan. Hal ini disebabkan karena enzim mulai mengalami perubahan konformasi yang menyebabkan sisi aktif enzim tidak sesuai dengan substrat. Demikian pula substrat, pada suhu yang terlalu tinggi substrat dapat mengalami perubahan konformasi sehingga gugus reaktifnya mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim (Suhartono, 1989). Sedangkan pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimum, aktivitas enzim juga rendah. Hal ini terjadi karena rendahnya energi aktivasi yang tersedia. Energi aktivasi dibutuhkan untuk menciptakan kondisi tingkat kompleks aktif, baik dari molekul enzim maupun molekul substrat.

39 c. Penentuan Km dan Vmaks enzim hasil pemurnian Penentuan Km dan V maks bertujuan untuk mengetahui konsentrasi substrat untuk menghasilkan laju reaksi maksimum. Penentuan harga K M dan V maks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat terhadap enzim. Konsentarsi substrat yang digunakan yaitu 0,1; 0,2; dan 0,4; 0,6; 0,8; 1% dalam buffer pospat ph 6 0,01M. Untuk menentukan harga K M dan V maks, dapat dibuat kurva Lineweaver-Burk (Gambar 10). Dari persamaan Lineweaver Burk diperoleh harga V maks enzim hasil pemurnian sebesar 3,89 µmol ml -1 menit -1 dan K M sebesar 3,99 mg ml 1 substrat. Data perhitungan K M dan V maks enzim α-amilase hasil pemurnian dapat dilihat pada Lampiran 3 ( Tabel 7). Gambar 10. Kurva Lineweaver-Burk enzim α-amilase hasil pemurnian

40 d. Penentuan ph optimum setelah penambahan sorbitol dan gliserol Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas enzim α-amilase hasil pemurnian dan sesudah penambahan sorbitol terhadap variasi ph, serta untuk mengetahui apakah terjadi pergeseran ph optimum. Aktivitas (%) enzim α- amilase hasil pemurnian dan enzim setelah penambahan sorbitol dalam 3 variasi konsentrasi terhadap ph optimum dapat dilihat pada Gambar 11 (Lampiran 3 Tabel 8). Gambar 11. ph optimum enzim hasil pemurnian dan enzim setelah penambahan sorbitol 0,5M; 1M dan 1,5M Gambar 11 menunjukkan bahwa enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki ph optimum 6. Enzim α-amilase setelah penambahan sorbitol (0,5 M; 1M; dan 1,5M) juga mempunyai ph optimum 6. Jadi tidak terjadi pergeseran ph optimum pada enzim α-amilase baik sebelum maupun sesudah penambahan sorbitol. Enzim hasil pemurnian dapat mempertahankan kestabilannya antara ph 5-6,5. Enzim setelah penambahan sorbitol 0,5M stabil pada kisaran ph 5-8.

41 Sedangkan enzim setelah penambahan sorbitol 1M mengalami penurunan aktivitas pada ph 7 dan stabil pada ph 7-8,5. Untuk enzim dengan penambahan sorbitol 1,5M stabil pada ph 5-7. Hasil tersebut menunjukkan bahwa enzim α-amilase setelah penambahan sorbitol lebih stabil pada ph basa. Sedangkan pada penambahan gliserol enzim α-amilase mengalami pergeseran ph optimum yaitu menjadi 6,5 dengan aktivitas 100% (Gambar 12 Lampiran 4 Tabel 9). Enzim dengan penambahan gliserol stabil antara ph 5-7,5, sedangkan enzim hasil pemurnian stabil antara ph 5-6,5. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa enzim dengan penambahan poliol stabil terhadap ph asam maupun basa sedangkan enzim tanpa penambahan poliol hanya stabil pada ph asam saja. Gambar 12. ph optimum enzim hasil pemurnian dan enzim setelah penambahan Gliserol 0,5M; 1M; dan 1,5M

42 e. Penentuan suhu optimum setelah penambahan sorbitol dan gliserol Aktivitas (%) enzim α-amilase setelah penambahan sorbitol dan aktivitas (%) enzim α-amilase hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Gambar 13. Suhu optimum enzim hasil pemurnian dan setelah penambahan sorbitol 0,5M; 1M dan 1,5M Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa suhu optimum enzim setelah penambahan sorbitol sama dengan suhu optimum hasil pemurnian yaitu 60 0 C (Lampiran 4 Tabel 10). Suhu optimum enzim setelah penambahan sorbitol mengalami peningkatan aktivitas (%) dibandingkan enzim sebelum penambahan sorbitol yaitu pada suhu antara 70-75 0 C. Pada suhu 70 0 C aktivitas enzim (%) dengan penambahan sorbitol (0,5M; 1M; 1,5M) berturut-turut adalah 54,04%; 54,09%; 83,25%. Sedangkan enzim hasil pemurnian memiliki aktivitas enzim sebesar 52,50%.

43 Gambar 14. Suhu optimum enzim hasil pemurnian dengan enzim setelah penambahan gliserol 0,5M; 1M; 1,5M Gambar 14 menunjukkan bahwa suhu optimum enzim setelah penambahan gliserol tidak mengalami perubahan, yaitu 60 0 C dengan aktivitas 100% ( Lampiran 5 Tabel 11). Dari Gambar diatas bahwa stabilitas enzim α-amilase relatif lebih baik dibandingkan dengan stabilitas enzim hasil pemurnian, yaitu pada suhu 70 0 C enzim dengan penambahan gliserol (0,5M; 1M; 1,5M) memiliki aktivitas berturut-turut sebesar 62,03%, 65,06%, dan 62,17%, sedangkan aktivitas enzim hasil pemurnian sebesar 52,50%. f. Penentuan K M dan V Maks setelah penambahan sorbitol dan gliserol Grafik penentuan harga K M dan V maks enzim setelah penambahan sorbitol dan gliserol dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Gambar 15 menunjukkan harga K M enzim setelah penambahan sorbitol 0,5M; 1M; dan 1,5M berturut-turut adalah 1,98 mg ml -1 substrat; 1,86 mg ml -1 substrat; 3,93 mg ml -1 substrat. Sedangkan harga K M untuk enzim hasil pemurnian adalah 3,89 mg ml -1 substrat. Untuk harga V maks enzim setelah penambahan sorbitol 0,5M; 1M; dan

44 1,5M berturut-turut adalah 1,19 μmol ml -1 menit -1 ; 1,44 μmol ml -1 menit -1 ; 1,35 μmol ml -1 menit -1. Sedangkan harga V maks enzim hasil pemurnian adalah 8,69 μmol ml -1 menit -1. Gambar 15. Kurva Lineweaver-Burk enzim setelah penambahan sorbitol 0,5M; 1M; 1,5M Gambar diatas menunjukkan harga K M setelah penambahan sorbitol 0,5M dan 1M mengalami penurunan sedangkan sorbitol 1,5M menglami peningkatan. Sedangkan untuk harga V maks pada konsentrasi 0,5M; 1M; dan 1,5M mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan karena bagian aktif enzim langsung terlibat dalam aktivitas poliolnya, sehingga K M enzim mengalami perubahan (Girindra, 1993). Berdasarkan Gambar 15, laju reaksi enzim meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat. Pada konsentrasi enzim tetap dan konsentrasi substrat rendah, laju reaksi pun amat rendah, tetapi laju ini akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat (Lehninger, 1982).

45 Gambar 16 menunjukkan harga K M untuk enzim setelah penambahan gliserol 0,5M; 1M; dan 1,5M berturut-turut adalah 1,82 mg ml -1 substrat; 1,75 mg ml -1 substrat; 2,15 mg ml -1 substrat. Sedangkan harga K M untuk enzim hasil pemurnian adalah 3,99 mg ml -1 substrat. Dan harga V maks enzim setelah penambahan gliserol 0,5M; 1M; 1,5M berturut-turut adalah 1,34 μmol ml -1 menit -1 ; 1,41 μmol ml -1 menit -1 ; 1,71 μmol ml -1 menit -1. Sedangkan harga V maks enzim hasil pemurnian adalah 3,89 μmol ml -1 menit -1. Gambar 16. Grafik Lineweaver-Burk enzim setelah penambahan gliserol 0,5M; 1M; 1,5M. Dari data di atas harga K M pada semua konsentrasi gliserol mengalami penurunan dibandingakn enzim sebelum penambahan poliol. Sedangkan harga V Maks setelah penambahan gliserol semuanya juga mengalami penurunan. Hal ini disebabkan gliserol pada molekul enzim diperkirakan membuat enzim menjadi kurang fleksibel dalam larutan air. Pada kondisi tanpa penambahan gliserol, enzim dapat berinteraksi mudah dengan substrat. Sedangkan pada

46 kondisi penambahan gliserol, adanya molekul lain menyebabkan kondisi ini berubah sehingga V Maks menjadi turun. g. Stabilitas termal enzim hasil pemurnian dan enzim setelah penambahan sorbitol dan gliserol Aktivitas sisa enzim hasil pemurnian dan sesudah penambahan sorbitol dan gliserol (0,5M; 1M; 1,5M) terhadap suhu ditentukan dengan menginkubasi masing-masing enzim tersebut pada suhu 60 0 C selama 10 menit. Aktivitas enzim diukur tiap 10 menit dan dilakukan hingga inkubasi 60 menit. Gambar 17 menunjukkan aktivitas sisa (%) enzim sebelum dan sesudah penambahan sorbitol (0,5M; 1M; 1,5M). Gambar 17. Stabilitas enzim hasil pemurnian dan enzim setelah penambahan sorbitol (0,5M; 1M; 1,5M) Pada gambar diatas terlihat bahwa enzim hasil pemurnian memiliki aktivitas sisa yang lebih rendah, yaitu 10,45%, bila dibandingkan enzim setelah penambahan sorbitol (0,5M; 1M; 1,5M) yang memiliki aktivitas sisa berturutturut 16,96%; 33,22%; dan 41,69% (Lampiran 7 Tabel 15).

47 Hasil tersebut menunjukkan bahwa enzim setelah penambahan sorbitol mempunyai stabilitas termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian. Peningkatan stabilitas termal tertinggi dicapai pada enzim setelah penambahan sorbitol 1,5M. Gambar 18. Stabilitas termal enzim hasil pemurnian dan enzim setelah penambahan gliserol (0,5M; 1M; 1,5M) Gambar diatas menunjukkan aktivitas sisa enzim selama penyimpanan pada suhu 60 0 C selama 60 menit. Aktivitas sisa enzim setelah penambahan gliserol (0,5M; 1M; 1,5M) berturut-turut adalah 14,16%; 14,16%; 24,79% (Lampiran 8 Tabel 17). Pada grafik terlihat bahwa aktivitas sisa enzim setelah penambahan gliserol juga meningkat dibandingkan dengan aktivitas sisa enzim hasil pemurnian yang sebesar 10,45%. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan sorbitol dan gliserol pada enzim hasil pemurnian memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap stabilitas enzim. Proses stabilitas enzim oleh poliol terjadi

48 karena adanya perubahan pada lingkungan enzim, yang menyebabkan konformasi struktur enzim menjadi lebih rigid karena intensitas interaksi hidrofobik antara gugus nonpolar yang meningkat. Interaksi hidrofobik merupakan faktor yang sangat penting dalam stabilitas struktur protein, karena dapat menyebabkan enzim mengalami folding sehingga menjadi stabil dibanding struktur unfolding (Lemos et al., 2000). 5. Konstanta laju inaktivasi termal (k i ), waktu paruh (t 1/2 ), dan perubahan energi akibat denaturasi (ΔG i ) enzim hasil pemurnian dan enzim setelah penambahan sorbitol dan gliserol Nilai konstanta laju inaktivasi termal (nilai k i ), waktu paruh (t 1/2 ), dan perubahan energi akibat denaturasi (ΔG i ) enzim hasil pemurnian dan setelah penambahan poliol (sorbitol dan gliserol) dapat dilihat pada Tabel 2. Penentuan nilai k i enzim hasil pemurnian dan enzim dengan penambahan poliol dapat dilihat pada Lampiran 8-10. Sedangkan contoh perhitungan nilai ΔG i dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 2. Nilai k i, ΔG i, dan t 1/2 enzim hasil pemurnian dan enzim setelah penambahan poliol Enzim k i (menit -1 ) t 1/2 (menit) ΔG i (kj/mol) Hasil pemurnian Sorbitol 0,5M Sorbitol 1M Sorbitol 1,5M Gliserol 0,5M Gliserol 1M Gliserol 1,5M 0,035 0,029 0,018 0,016 0,033 0,033 0,025 19,80 23,89 38,50 43,31 21,00 21,00 27,72 102,489 103,010 104,330 104,657 102,652 102,652 103,421

49 a. Konstanta laju inaktivasi termal (k i ) Pada Tabel 2 menunjukkan terjadi penurunan nilai konstanta laju inaktivasi termal pada masing-masing setelah penambahan poliol. Hal ini berarti terjadi penurunan laju denaturasi enzim dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian. Penurunan nilai k i diperkirakan karena kondisi enzim yang kurang fleksibel dalam larutan air yang menjadikan ketidakterlipatan (unfolding) protein menjadi berkurang, sehingga meningkatkan kestabilan enzim. b. waktu paruh (t 1/2 ) Semua waktu paruh (t 1/2 ) enzim setelah penambahan poliol meningkat. Menurut Stahl (1999) dalam Yandri (2004), menyatakan bahwa waktu paruh enzim akan menentukan stabilitas enzim tersebut. Berdasarkan penelitian ini, waktu paruh enzim tertinggi dicapai oleh enzim dengan penambahan sorbitol 1,5M yaitu 43,31 menit dan gliserol 1,5M sebesar 27,72 menit. c. Perubahan energi akibat denaturasi (ΔG i ) Dari (Tabel 2) terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai ΔG i enzim setelah penambahan poliol dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian, meskipun peningkatannya tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa enzim setelah penambahan poliol dengan konsentrasi yang lebih tinggi semakin rigid dan kurang fleksibel dalam air, sehingga energi yang diperlukan untuk mendenaturasi enzim tersebut semakin tinggi. Struktur enzim yang semakin

50 rigid memiliki ikatan yang lebih kuat sehingga konformasi enzim tidak mudah membuka dan struktur tersier enzim lebih dapat dipertahankann. Untuk mendenaturasi enzim tersebut dibutuhkan energi yang lebih tinggi, maka ΔG i akan semakin besar. Oleh karena itu, harga ΔG i yang semakin besar mengindikasikan suatu enzim yang semakin rigid, kurang fleksibel dan tidak mudah terdenaturasi. Kenaikan G i yang tidak terlalu besar ini juga dilaporkan oleh Yandri (2004) yang menyatakan terjadi peningkatan G i enzim -amilase dari Bacillus subtilis, yaitu enzim hasil pemurnian (102,3 kj/mol) dan enzim hasil modifikasi kimia (CC-PEG 67% : 104,7 kj/mol dan NPC-PEG 89% : 106,3 kj/mol).