cara-cara sederhana dapat diubah menjadi pakan ternak (BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2000). BPTP telah meneliti dan mengkaji SITT diant

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawn dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak setelah tahun 2004 sudah mencapai luasan

POTENSI LIMBAH SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak Permintaan daging dari tahun ke tahun menunjukk

PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT UNTUK PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

KONTRIBUSI PENDAPATAN PEMELIHARAAN TERNAK SAPI DALAM SISTEM INTEGRASI JAGUNG DAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

KELAYAKAN BUDIDAYA JAGUNG DAN TERNAK SAPI SECARA TERINTEGRASI DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak unggul (DISTANBUNNAK TANAH BUMBU, 2006). ANDJAM

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Lilkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak apu), Ipomou aquatica (kangkung), Paspalidium punctatum (kumpai bab

POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Afrizon dan Andi Ishak

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

KETERSEDIAAN INOVASI TEKNOLOGI DAN SUMBERDAYA MANUSIA MENDUKUNG SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak komoditas ekspor. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut seca

SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

Prospek Pengembangan Usaha Peternakan Pola Integrasi

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat)

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak yang Iebih besar. Selain itu jumlah bagian dagingnya lebih banyak d

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PROFIL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

DUKUNGAN USAHA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak C O

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

HUBUNGAN KONSUMSI PAKAN DENGAN POTENSI LIMBAH PADA SAPI BALI UNTUK PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR ABSTRAK PENDAHULUAN

POTENSI INTEGRASI TANAMAN - TERNAK DI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS USAHATANI INTEGRASI ANTARA TANAMAN TERUBUK (SACCHARUM EDULE HASSKARL) DENGAN TERNAK SAPI

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

Sistem Integrasi Padi-Sapi Potong di Lahan Sawah

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pakan hijauan ternak ruminansia. Pada pabrik pe

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

HASIL SAMPINGAN KELAPA SAWIT HARAPAN BESAR BAGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI PROVINSI RIAU

PROSPEK PENGGEMUKAN SAPI DI SEKITAR PABRIK KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PADA KELOMPOK TERNAK KAWASAN BARU

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak pembukaan lahan perkebunan, kehutanan, dan pert

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak 3,25 persen dan 2,89 persen seperti disajikan p

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

Eni Siti Rohaeni. Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Kalimantan Selatan ABSTRAK

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

Permintaan daging sapi yang cenderung meningkat setiap tahunnya di Provinsi Riau,

PRODUKSI JAGUNG ORIENTASI TONGKOL MUDA MENDUKUNG PENYEDIAAN PAKAN TERNAK. ) Balai Penelitian Tanaman Serealia 2)

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

PROSPEK PENGEMBANGAN AYAM BURAS BERWAWASAN AGRIBISNIS DI KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

Tabel 1. Komponen teknologi introduksi pengkajian No. Jenis kegiatan Teknologi Ukuran/dosis penggunaan 1. Perbibitan sapi Kandang : Ukuran sesuai juml

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN INTEGRASI TERNAK KERBAU DENGAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI BANTEN

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak gembirakan, namun masih dijumpai beberapa perma

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L) ORGANIK DALAM POLYBAG DENGAN KONSEP KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL)

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK

POTENSI DAN PEMANFAATAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI PAKAN SAPI DI LAHAN KERING KAWASAN BLITAR SELATAN JAWA TIMUR

Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

KONSEP PEDOMAN SISTEM INTEG RASI SAPI DI PERKEBU NAN KELAPA SAWIT

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

Transkripsi:

HASIL KAJIAN DAN PROSPEK PENERAPAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI RoHAENi I, M. SABR AN' dan E. HANDIWIRAWAN2 'Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan JI. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarharu 2Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor Jl. Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor 16152 ABSTRAK Beberapa model pengkajian sistem integrasi tanaman temak telah dilaksanakan oleh BPTP Kalimantan Selatan. Dalam makalah disampaikan hasil kajian dan prospek penerapan integrasi tanaman-temak yang telah dan dapat dilaksanakan di Kalitnantan' Selatan. Pengkajian integrasi yang telah dilakukan adalah : 1) Pengkajian Integrasi Jagung dan Sapi, 2) Pengembangan sistem integrasi padi dan sapi, 3) Kajian prospek penerapan integrasi sawit dan sapi. Pengkajian integrasi jagung dan sapi dilakukan di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2003-2004 di daerah dengan agroekosistem lahan kering. Integrasi padi dan sapi dilakukan di Kabupaten Banjar pada tahun 2005-2006 di daerah dengan agroekosistem sawah tadah hujan dan integrasi sawit dan sapi dilakukan pada tahun 2006 di daerah dengan agroekosistem lahan kering yaitu di Kabupaten Tanah Bumbu. Pengkajian integrasi jagung dan sapi dapat meningkatkan pendapatan sebesar 78,2% per musim dibandingkan cara lama/kontrol/non integrasi dengan skala luas tanam 3 ha dan junilah sapi 20 ekor dan pertatnbahan berat badan sapi yang dihasilkan dengan cara integrasi lebih tinggi (0,5 kg/ekor/hari) dibandingkan kontrol, karena ternak tidak kekurangan pakan. Integrasi padi dan sapi dapat meningkatkan pendapatan sebesar 255% atau sebesar Rp. 10.999.950/tahun dibandingkan non integrasi. Kajian tentang prospek penerapan sistem integrasi sawit sapi menunjukkan bahwa potensi limbah yang dapat dimanfaatkan di daerah pengembangan sapi adalah bungkil inti sawit 6.843,75 ton/tahun dan pelepah segar 1.654.800 ton/tahun. Kata kunci : Kajian, integrasi, jagung, padi, sawit, sapi, Kalimantan Selatan PENDAHULUAN Pengembangan sistem integrasi tanamanternak (SITT) bertujuan untuk menciptakan pertanian yang berkelanjutan yang ramah lingkungan dengan penerapan teknologi yang layak secara ekonomi, sosial dan politis serta dapat diterima masyarakat. Fokus dan tujuan dari integrasi tanaman pangan dan ternak adalah untuk mengoptimalkan pemberdayaan kemampuan dan kemandirian kelompok serta meningkatkan pendapatan petani. Dengan integrasi maka input/pengeluaran petani dalam melakukan usahatani dapat ditekan dengan mengoptimalkan pemanfaatan limbah yang dihasilkan. Menurut SUBAGYONO (2004), pengembangan sistem integrasi antara tanaman dengan ternak akan memberikan manfaat langsung dan tidak langsung bagi kesejahteraan petani sekaligus peternak, baik berupa tambahan penghasilan dari penjualan hasil produksi ternak, pemanfaatan limbah dan penyediaan tambahan lapangan kerja serta manfaat langsung dan tidak langsung lainnya yang semuanya akan Iebih menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan (sustainability) usahatani, terutama bagi usahatani skala kecil. Usaha tani ternak sebagai bagian dari sektor pertanian dapat diintegrasikan dengan usaha tani tanaman pangan atau perkebunan untuk meningkatkan produktivitas masingmasing cabang usaha tani. Artinya dapat saling menunjang untuk saling mengisi dalam meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan produk samping usaha. Peran ternak dapat dimasukkan dalam bagian integral sistem usaha tani untuk saling mengisi dan bersinergi yang memberi hasil dan nilai tambah optimal. Tanaman, baik dari tanaman semusim ataupun tanaman tahunan tidak hanya menghasilkan pangan sebagai produk utama, tetapi juga menghasilkan produk samping. Hasil samping tersebut berupa limbah pertanian yang dengan 129

cara-cara sederhana dapat diubah menjadi pakan ternak (BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2000). BPTP telah meneliti dan mengkaji SITT diantaranya integrasi jagung dan ternak sapi, integrasi padi dan ternak sapi serta integrasi sawit dan ternak sapi dengan pendekatan zero waste. Pendekatan ini merupakan penyempurnaan dari teknologi yang telah berkembang di kalangan petani/peternak di pedesaan (BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2002). Makalah ini bertujuan untuk menyampaikan hasil kajian sistem integrasi yang pernah dilaksanakan dan prospek penerapan SITT di Kalimantan Selatan yang terdiri dari 1) Sistem integrasi jagung dan sapi, 2) Sistem integrasi padi dan sapi, serta 3) Sistem integrasi sawitsapi. HASIL KAMAN INTEGRASI JAGUNG DAN TERNAK SAPI Kajian sistem integrasi jagung dan ternak sapi telah dilakukan pada tahun 2003-2004 oleh BPTP Kalimantan Selatan di Desa Sumber Mulia, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut. Pada sistem integrasi ini, limbah dari tanaman jagung yang biasanya dibuang dan dibakar berupa janggel jagung dimanfaatkan untuk pakan ternak. Janggel jagung yang dimanfaatkan untuk pakan terlebih dahulu digiling dan difermentasi, kemudian dicampur dengan bahan pakan lain. Limbah lain yang dapat dimanfaatkan adalah kotoran sapi yang dihasilkan sebagai pupuk dasar untuk tanaman jagung, dimana biasanya petani menggunakan kotoran ayam sebagai pupuk. Sebelum pengkajian dilakukan, kotoran sapi tidak dimanfaatkan secara optimal, tetapi terbatas untuk tanaman pisang atau tanaman tahunan Iainnya. Alasan petani tidak memanfaatkan kotoran sapi adalah karena kotoran sapi bila dijadikan pupuk mendorong tumbuhnya gulma, disamping itu petani merasa sulit untuk mengumpulkan kotoran sapi karena pemeliharaan sapi dilakukan secara ekstensif/dilepas. Dengan introduksi teknologi berupa pengomposan maka kotoran sapi dapat dimanfaatkan lebih optimal karena dengan pengomposan bibit gulma yang ada dalam kotoran sapi akan mati dan dapat mengurangi biaya pembelian kotoran ayam yang harus didatangkan dari desa atau tempat lain dengan harga yang jauh lebih mahal daripada kotoran sapi. Harga kotoran ayam berkisar antara Rp. 6.500 sampai Rp. 8.500 per karung sedangkan kotoran sapi berkisar antara Rp. 1.500 sampai Rp. 2.500 per karung. Pada Tabel 1 ditampilkan keragaan ternak sapi yang merupakan hasil kajian sistem integrasi jagung dan ternak dengan memanfaatkan janggel jagung sebagai pakan lengkap. Ternak sapi yang digunakan dalam sistem integrasi adalah sapi Bali karena telah berkembang dan banyak diusahakan oleh petani. Tabel 1. Keragaan temak sapi bakalan yang diamati selama 90 hari Uraian Perlakuan Kontrol Jumlah ternak (ekor) 20 20 Bobot badan awal (kg) 152 151 Bobot badan akhir (kg) 197 163,6 PBBH (kg/ekor/hari) 0,50 0,14 Konsumsi SK (kg) 3,52 - Konsumsi rumput dalam BK (kg) 1 5 Konversi pakan (kg) 9,04 35,71 Produksi kotoran kering (kg/ekor/hari) 5? Keterangan : (?) tidak teramati, karena pemeliharaan dilepas Sumber: ROHAENI et al. (2004) Berdasarkan data di atas diketahui bahwa sekitar 357% daripada pemeliharaan petani pertambahan berat badan harian (PBBH) yang (kontrol). Konsumsi pakan Iengkap pada dihasilkan dari sapi perlakuan lebih tinggi 1 3 0

pengkajian ini sebesar 2,55% dari berat badan awal sapi. Hasil analisis ekonomi pemeliharaan sapi pada pengkajian sistem integrasi sapi dan jagung terlihat pada Tabel 2. Perhitungan tanpa memasukkan biaya tenaga kerja dan penyusutan kandang menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak sapi kelompok perlakuan menghasilkan pendapatan kotor sebesar Rp. 5.252/ekor/hari dan kelompok kontrol Rp. 525/ekor/hari. Dengan asumsi harga pakan lengkap Rp. 500/kg, hijauan Rp. 100/kg, harga jual berat hidup Rp. 15.000/kg, obat cacing Rp. 50/hari, vitamin B komplek Rp. 25/hari, UMMB Rp. 38/hari. Tabel 2. Analisis ekonomi pendapatan pemeliharaan ternak sapi di lahan kering pada musim kemarau Uraian Perlakuan Kontrol Rataan konsumsi pakan (kg/ekor/hari) : Pakan lengkap 3,52 Hijauan 2 15 UMMB 0,038 - PBBH (kg/ekor/hari) 0,500 0,140 Pendapatan dari PBBH (Rp/hari) 7.500 2.100 Pengeluaran (Rp/ekor/hari) (pakan, hijauan, UMMB, obat cacing, vitamin) 2.248 1.575 Pendapatan kotor (Rp/ekor/hari) 5.252 525 Sumber : ROHAENI et al. (2004) Selanjutnya pada Tabel 3 terlihat bahwa input yang dikeluarkan untuk usahatani jagung pada sistem integrasi menurun dibandingkan kontrol, hal ini disebabkan adanya penghematan dalam pembelian pupuk kotoran ayam menjadi pupuk kotoran sapi. Namun input yang dikeluarkan untuk usahatani ternak sapi pada sistem integrasi meningkat dibandingkan kontrol, karena adanya perbaikan manajemen usaha dari semi intensif ke arah intensif sehingga dapat diperoleh peningkatan produksi. Tabel 3. Analisis biaya dan pendapatan dari sistem integrasi dan non integrasi di lahan kering dengan luas tanam jagung 3 ha dan 20 ekor ternak sapi per musim Uraian Sumber : ROHAENI et al. (2004) Integrasi Rp % Rp Kontrol Input Jagung 11.125.800 18,13 11.992.800 19,36 Sapi 50.252.200 81,87 49.955.800 80,64 Jumlah 61.378.000 100,00 61.948.600 100,00 Output Jagung 20.889.000 25,82 23.520.000 32,26 Sapi 60.000.000 74,18 49.380.000 67,74 Jumlah 80.889.000 100,00 72.900.000 100,00 Pendapatan Jagung 9.763.200 50,04 11.527.200 105,26 Sapi 9.747.800 49,96-575.800-5,26 Jumlah 19.511.000 100,00 10.951.400 100,00 R/C 1,32 1,18 1 3 1

Berdasarkan hasil pengkajian diketahui bahwa sistem integrasi dapat meningkatkan pendapatan dan nilai R/C. Peningkatan pendapatan yang diperoleh petani dari sistem non integrasi ke sistem integrasi sebesar Rp. 8.559.600/musim atau 78,16%. Nilai R/C yang dihasilkan meningkat dari 1,18 menjadi 1,32 atau sebesar 11,86%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusnadi dan Prawiradiputra (1993) bahwa integrasi ternak dan tanaman dapat meningkatkan pendapatan antara 14,9-129,4%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem integrasi layak untuk diusahakandan dikem-bangkan karena dapat meningkatkan pendapatan petani, manfaat lainnya adalah dapat menurunkan biaya produksi dan mempertahankan usaha tani berlangsung secara berkesinambungan (LEISA : Low External Input Sustainable Agriculture). Menurut PAMUNGKAS dan HARTATI (2004), sistem integrasi ternak merupakan salah satu upaya untuk mencapai optimalisasi produksi pertanian. Upaya ini telah banyak dilakukan yang secara signifikan mampu memberikan nilai tambah baik pada hasil usahatani maupun terhadap produktivitas ternak. Usaha ternak sapi terpadu dapat menekan biaya produksi, terutama terhadap penyediaan hijauan pakan, sebagai sumber tenaga kerja serta dapat memberikan kontribusi dalam penghematan biaya pupuk. Tabel 4. Analisis kelayakan usaha pemeliharaan sapi dengan pakan jerami padi fennentasi Uraian Volume Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp) Input: Sapi (BB 150-200kg) 20 ekor 2.500.000 50.000.000 Kandang dan peralatan I unit 400.000 400.000 Dedak 1800 kg 1.000 1.800.000 Jerami padi 9000 kg 100 900.000 UMB 120 biji 1.500 120.000 Vitamin 600 cc 85 51.000 Obat cacing 40 biji 3.000 120.000 Tenaga kerja 40 HOK 15.000 600.000 Total biaya input (Rp) 53.991.000 Output : Nilai bobot sapi PBBH 0,41 kg/hari 20 ekor 3.800.000 76.000.000 Kotoran sapi 9000 kg 150 1.350.000 Total output (Rp) 77.350.000 Pendapatan 23.359.000 R/C 1,43 Sumber : GALLS et al. (2006) Tabel 5. Biaya dan pendapatan integrasi usahatani padi-sapi di lahan sawah tadah hujan Uraian Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) R/C Petani kontrol : Tanam padi di musim hujan 2.015.500 6.000.000 3.985.000 2,97 Sapi 2.500.000 2.875.000 325.000 1,11 Jumlah 4.515.000 8.875.000 4.310.000 1,96 Petani integrasi : Tanam padi musim kemarau 1.756.500 7.920.000 6.163.500 4,51 Tanam padi di musim hujan 2.001.500 9.980.000 7.978.500 4,99 Sapi 2.669.550 3.867.500 1.167.950 1,43 Jumlah 6.427.550 21.767.500 15.309.950 3,39 Sumber : GALIB et al. (2006) 1 3 2

INTEGRASI PADI DAN TERNAK SAPI Pengembangan sistem integrasi padi dan sapi dilakukan pada tahun 2005-2006 di Desa Loktangga, Kabupaten Banjar. Berdasarkan analisis biaya dan penerimaan usahatani padi dan ternak sapi serta analisis ketersediaan dan keperluan tenaga kerja di daerah pengkajian, GALIB et al. (2006) merekomendasikan bahwa model sistem integrasi padi sapi di lahan sawah tadah hujan yang dapat dikembangkan adalah : Pola tanam : padi-padi (IP 200) Luas garapan :0,5-1 ha/kk Varietas padi yang ditanam varietas unggul berumur pendek Budidaya menggunakan paket teknologi PTT Benih padi yang digunakan 15-20 kg/ ha, dosis pupuk urea 52,5-70 kg/ha, dosis SP-36 105-125 kg/ha, KCI 50 kg/ha, pupuk kandang 1500-2000 kg/ha Ternak sapi dipelihara dalam kandang kelompok, skala usaha ternak minimal 2-4 ekor/kk Jerami padi diberikan 6-8 kg/ekor/hari, tambahan dedak 1-2 kg/ekor/hari, dan UMB diberikan 2 biji/ekor/bulan Pada Tabel 4 dan 5 ditampilkan analisis kelayakan usaha sistem integrasi padi sapi yang dilakukan di Desa Loktangga. Berdasarkan analisis tersebut terlihat bahwa dengan sistem integrasi pendapatan petani meningkat sebesar 255% yaitu sebesar Rp. 10.999.950,-/tahun. Usaha yang dilakukan dapat dilakukan lebih intensif (padi tanam 2 kali) sehingga tujuan akhir yaitu untuk meningkatkan pendapatan petani dapat tercapai. INTEGRASI SAWIT DAN TERNAK SAPI Kegiatan ini dilaksanakan pada tahun 2006 berlokasi di Desa Purwodadi, Kecamatan Angsana, yang merupakan kegiatan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Bumbu. Luas wilayah desa 1.335,85 ha yang terdiri atas luas tanaman perkebunan sawit 1.182 ha dan karet 24 ha dan sisanya merupakan luasan untuk tanaman pangan, pekarangan dan perumahan. SURYANA et al. (2006) melaporkan bahwa Desa Purwodadi mempunyai potensi untuk pengembangan sistem integrasi sawit dan sapi karena petani merupakan peserta plasma perkebunan sawit Divisi V PT. Sajang Heulang. Pemeliharaan ternak sapi sudah biasa dilakukan petani, namun pemanfaatan limbah sawit dari hasil pengolahan sawit belum biasa dilakukan karena jarak antara lokasi perkebunan dan pemukiman dengan lokasi pengolahan sawit cukup jauh. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh tim pengembangan integrasi sawit dan sapi di Desa Purwodadi adalah pelaksanaan PRA, penyuluhan dan sosialisasi, dan verifikasi teknologi. Penyuluhan dan sosialisasi dilakukan dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi tentang inovasi teknologi pemanfaatan limbah sawit dan cara pemeliharaan ternak sapi yang baik. Disamping itu dilakukan penggalian informasi tentang estimasi potensi produksi limbah kebun berupa pelepah maupun limbah pabrik berupa solid dan bungkil inti sawit (BIS) (Tabel 6). Tabel 6. Estimasi ketersediaan limbah sawit yang dapat dimanfaatkan untuk pakan tambahan sapi Jenis limbah Sumber : SURYANA et al. (2006) Tersedia (ton/tahun) Digunakan perusahaan (ton/ha) Yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak (ton/tahun) Solid 32.392 32.392 Bungkil inti sawit 9.125 2.281,25 6.843,75 Pelepah segar 3.309.600 1.854.800 1.654.800 Pelaksanaan integrasi sawit dan sapi di dapat dilakukan. Beberapa permasalahan yang Desa Purwodadi mengalami beberapa permasa- dihadapi adalah : lahan sehingga sampai tahun anggaran berakhir Limbah sawit berupa solid dan BIS implementasi pemanfaatan limbah sawit tidak berada di luar desa dan memerlukan 1 3 3

o waktu untuk mendapatkan ijin dari perusahaan dalam pemanfaatannya. Pada saat akan melakukan implementasi pemanfaatan limbah sawit, sapi-sapi yang dipersiapkan untuk kegiatan dijual oleh petani semuanya untuk keperluan Idul Adha. PROSPEK PENERAPAN SISTEM INTEGRASI Ternak sapi mempunyai peran sebagai penghasil daging, pupuk organik, sumber pendapatan petani, sumber tenaga kerja dan membuka peluang usaha dan pemanfaat limbah pertanian (NAJIB et al., 1997). Populasi ternak sapi di Kalimantan Selatan pada tahun 2006 mencapai 193.920 ekor yang tersebar di 13 kabupaten/kota dimana populasi terbesar berada di Kabupaten Tanah Laut yang mencapai 74.874 ekor atau sekitar 38,61% (Tabel 7). Bila kotoran yang dapat dihasilkan dari seekor sapi dewasa sekitar 4-6 kg/ekor/ hari dalam keadaan kering yang slap untuk dikompos maka diperkirakan dapat dihasilkan pupuk kandang sebesar 283.123,2-424.684,8 ton/tahun. Pupuk ini mempunyai nilai ekonomi yang besar bila dikelola secara optimal untuk usaha pertanian yang saat ini mengarah ke pertanian organik. Tabel 7. Populasi temak sapi di Kalimantan Selatan pada tahun 2006 Kabupaten/Kota Ekor Tanah Laut 74.874 38,61 Kotabaru 7.550 3,89 Banjar 16.499 8,51 Barito Kuala 7.904 4,08 Tapin 13.918 7,18 Hulu Sungai Selatan 10.682 5,51 Hulu Sungai Tengah 11.173 5,76 Hulu Sungai Utara 1.168 0,60 Tabalong 10.967 5,66 Tanah Bumbu 29.303 15,11 Balangan 4.967 2,56 Banjarmasin 1.284 0,66 Banjarbaru 3.631 1,87 Jumlah 193.920 100,00 Sumber: DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN (2006) Masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha ternak terutama sapi potong di Kalimantan Selatan adalah kesulitan pakan pada saat musim kemarau, rendahnya produktivitas, rendahnya ketrampilan SDM (Sumber Daya Manusia) dalam mengelola usaha peternakan, usaha peternakan dengan sistem integrasi belum banyak dilakukan, pengelolaan Iingkungan usaha belum optimal, populasi ternak sapi yang ada belum mampu menyediakan sapi slap potong untuk dikonsumsi masyarakat, modal yang diperlukan untuk usaha sapi potong relatif besar, swasta belum banyak berminat, dan modal masyarakat untuk beli sapi masih kurang (ROHAENi dan HAMDAN, 2004 ; DINAS PETERNAKAN, 2005). Seperti telah diuraikan di atas bahwa salah satu masalah penting yang dihadapi peternak dalam melakukan usaha ternak sapi adalah berkaitan dengan ketersediaan sumber hijauan pakan ternak terutama pada musim kemarau. Keadaan ini bahkan menyebabkan peternak harus menjual ternaknya karena ketidakmampuan menyediakan hijauan pakan, hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhannya yang menurun. Untuk mengatasi masalah ini, peternak yang ingin mempertahankan ternaknya biasanya mencari pakan ke luar desa/ kecamatan bahkan kabupaten dengan cara sendiri-sendiri atau kolektif. Sementara itu, 1 34

potensi limbah pertanian dan agroindustri untuk bahan pakan cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian limbahlimbah tersebut digunakan sebagai bahan bakar, pupuk organik, bahan baku industri dan sebagian besar masih terbuang atau dibakar karena dianggap mengganggu lingkungan (HARDIANTO, 2004). Beras merupakan makanan pokok masyarakat dan diperlukan dalam jumlah yang cukup tinggi, oleh karena itu sampai saat ini tetap menjadi komoditas pertanian strategis yang selalu diupayakan untuk ditingkatkan produksinya. Luas tanam dan luas panen padi di Kalimantan Selatan pada tahun 2006 berturutturut sekitar 488.306 ha dan 462.672 ha dengan rataan produksi sebesar 3,54 ton/ha. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan GALIB et al. (2005) padi sawah mampu menghasilkan jerami sekitar 5,44 ton/ha, sehingga bila Was panen padi di Kalimantan Selatan 462.672 ha bila diasumsikan produksi jerami padi antara 3-5 ton/ha maka diperkirakan dapat diperoleh jerami padi antara 1.388.016-2.313.360 ton/tahun. Bila dikaitkan dengan keperluan pakan, untuk memenuhi kebutuhan pakan sebanyak 193.920 ekor ternak sapi di Kalimantan Selatan (asumsi konsumsi pakan sebanyak 30 kg/ekor) maka pakan yang harus disediakan adalah sekitar 2.123.424 ton/tahun. Kebutuhan pakan sapi tersebut dapat disuplai dari jerami padi antara 65,4 % sampai lebih dari 100% bila semua jerami padi dimanfaatkan. Jagung merupakan salah satu komoditas yang mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah dalam pengembangannya. Luas tanam jagung di Kalimantan Selatan pada tahun 2006 sekitar 21.289 ha yang tersebar di 12 kabupaten/kota dengan luas panen sekitar 17.038 ha dan rataan produksi 3,42 ton/ha. Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu daerah sentra pengembangan komoditas jagung dan ternak sapi potong di Kalimantan Selatan. Pada Tabel 8 terlihat bahwa Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu daerah yang paling luas dalam pengembangan komoditas jagung yaitu sekitar 56,25%. Dari usahatani jagung dihasilkan produk utama berupa jagung pipilan dan produk sampingan berupa brangkasan, batang, daun, kulit dan janggel jagung. Tabel 8. Luas tanam, panen, produktivitas dan produksi per kabupaten/kota Kabupaten/Kota Tanam (ha) Panen (ha) Produksi (ton/ha) Tanah Laut 11.976 10.793 40.054 Kotabaru 3.274 3.279 11.104 Banjar 763 251 546 Barito Kuala 102 26 53 Tapin 909 468 1.004 Hulu Sungai Selatan 1.395 525 1.343 Hulu Sungai Tengah 635 272 677 Hulu Sungai Utara 342 315 727 Tabalong 656 405 879 Tanah Bumbu 701 451 1.292 Balangan 359 252 592 Banjarmasin - Banjarbaru 177 1 3 Jumlah 21.289 17.038 58.274 Sumber: DINAS PERTANIAN KALIMANTAN SELATAN (2007) Hasil pengkajian ROHAENI et al. (2004) diketahui bahwa potensi limbah berupa daun dan batang jagung dalam bentuk segar sebesar 12,19 ton/ha sedangkan janggel jagung 1 ton/ha. Dari laporan tersebut dapat diprediksi produksi limbah jagung di Tanah Laut pada tahun 2006 (luas panen jagung 10.793 ha) sebanyak 10.793 ton tongkol jagung sedangkan daun dan batang jagung sebanyak 131.566,67 ton/tahun (label 9). Limbah jagung tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, contohnya pada musim paceklik rumput yang berlangsung pada musim kemarau antara bulan Juli sampai Oktober. 1 3 5

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak Tabel 9. Prediksi limbah jagung yang dihasilkan Kabupaten Tanah Laut dengan luas tanam 11.976 ha/tahun dan luas panen 10.793 ha Limbah Produksi (ton) Janggel Daun dan batang 10.793 131.566,7 7,6 92,4 Jumlah 142.359,7 100,0 Berdasarkan data populasi ternak sapi di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2006 sebanyak 74.874 ekor akan dibutuhkan hijauan pakan sekitar 30 kg/ekor/hari sehingga hijauan pakan yang harus tersedia sekitar 819.870,3 ton/tahun. Bila produksi limbah jagung dapat dioptimalkan pemanfaatannya maka dapat menyediakan sebesar 17,4% dari total kebutuhan hijauan atau dapat menyuplai sekitar 5,2 kg/ekor/hari. Alternatif lain dapat juga pemanfaatan limbah jagung dikonsentrasikan pada saat musim kemarau karena pada musim kemarau khususnya di lahan kering seperti di Kabupaten Tanah Laut para petani kesulitan untuk mendapatkan hijauan/rumput. Luas areal kelapa sawit di Kalimantan Selatan pada tahun 2006 mencapai 243.441 ha yang tersebar di 11 kabupaten dan kota yang terdiri atas model Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Produksi CPO yang dihasilkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) di Kalimantan Selatan sebesar 307.369,1 ton/tahun dan inti sawit 67.981,8 ton (Tabel 10) (VINAS PERKEBUNAN KALIMANTAN SELATAN, 2006). Tabel 10. Luas tanam dan produksi kelapa sawit di Kalimantan Selatan Kabupaten/Kota Luas tanam (ha) Produksi (ton) Ha CPO Inti sawit Tabalong 6.989 2,87 10.988,69 2.271,29 Balangan 2.437 1,00 3.039,94 645,23 Hulu Sungai Utara 10 0,004 Hulu Sungai Selatan 1.083 0,44 Tapin 100 0,04 Tanah Laut 73.636 30,25 39.096,07 8.790,37 Kotabaru 115.691 47,52 201.100,58 44.339,95 Tanah Bumbu 42.438 17,43 53.143,74 11.934,93 Banjar 945 3,88 Barito Kuala 68 0,03 Banjarbaru 54 0,02 Jumlah 243.441 100,00 307.369,02 67.981,77 Sumber : DINAS PERKEBUNAN KALIMANTAN SELATAN (2006) Berdasarkan data luas tanam kelapa sawit di Kalimantan Selatan, terlihat potensi limbah yang cukup besar. Mengacu pada Tabel 11 bila produksi CPO di Kalimantan Selatan sebanyak 307.369,02 ton maka produksi tandan buah segar (TBS) diperkirakan sebesar 1.336.387,04 ton. Limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu tandan kosong, serat buah, lumpur sawit, bungkil dan cangkang sedangkan limbah yang dihasilkan dari perkebunan yaitu pelepah, daun dan batang kelapa sawit. Tabel 11. No. Produk limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan temak yang dihasilkan dari pengolahan minyak kelapa sawit Uraian Tandan buah segar (TBS) Crude palm oil (CPO) 100 23. 1. Tandan buah kosong (TBK) 16 2 Serat perasan buah (SPB) 26 3. Bungkil inti sawit (BIS) 2,2. 4. Solid 3 5 Cangkang 6 Sumber : WIDJAJA dan UTOMO (2004) 1 3 6

Pelepah merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari tanaman sawit yang diperoleh dari hasil pemangkasan yang rutin dilakukan. Berdasarkan perkiraan, tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan 18-25 pelepah/pohon/ tahun (LuBis, 1992) atau sekitar 10 ton kering/ha/tahun (PURBA dan GINTING, 1997). Bila diasumsikan bahwa 50% luas areal kelapa sawit yang ada di Kalimantan Selatan dapat menghasilkan pelepah dan daun kelapa sawit maka pelepah yang dihasilkan tidak kurang dari 1.217.205 ton/tahun. Selain pelepah juga dihasilkan daun sekitar 0,5 kg/pelepah sehingga akan diperoleh bahan kering dari daun untuk pakan sejumlah 0,66 ton/ha/tahun (D1WYANTO et al., 2003). Berdasarkan informasi ini dapat diprediksi produksi daun kelapa sawit di Kalimantan Selatan adalah sebanyak 80.335,53 ton/tahun. Estimasi limbah yang dihasilkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit mengacu pada Tabel 11 yang merupakan hasil penelitian WIDJAJA dan UTOMO (2004) disajikan pada Tabel 12. Prediksi produksi limbah yang dihasilkan sebanyak 2.008.498,33 ton adalah jumlah yang sangat besar. Hal ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menja :vab masalah yang dihadapi setiap tahun yaitu kurang dan terbatasnya ketersediaan hijauan sebagai pakan ternak sapi terutama di daerah sentra ternak seperti Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Tapin pada musim kemarau. Prediksi produksi limbah sawit pada tahun 2006 ini meningkat bila dibandingkan prediksi limbah sawit tahun 2004 yaitu sebesar 1.294.473,07 ton (ROHAENi, 2005), berarti peningkatan ini mencapai 55%. Tabel 12. Prediksi produksi limbah dari kelapa sawit di Kalimantan Selatan tahun 2006 Limbah Ton/tahun Pelepah 1.217.205 60,60 Daun 80.335,53 4,00 Solid 40.091,6 2,00 Bungkil inti sawit 29.400,5 1,46 Tandan kosong 213.821,9 10,65 Serabut 347.460,6 17,30 Cangkang 80.183,2 3,99 Jumlah 2.008.498,33 100,00 Berdasarkan data ini bila diasumsikan sapi dapat mengkonsumsi limbah kelapa sawit antara 5-15 kg/ekor/hari, maka untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak sapi di Kalimantan Selatan hanya akan membutuhkan 17,6-52,9% dari total produksi limbah sawit. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat kelebihan produksi limbah sawit yang dapat dipergunakan sebagai bahan pakan sapi sekaligus menunjukkan potensi yang sangat besar untuk menambah populasi ternak sapi bila diintegrasikan dengan kelapa sawit. Selain itu keuntungan lain yang dapat digunakan adalah kotoran sapi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit. KESIMPULAN 1. Penerapan sistem integrasi jagung dan sapi dapat meningkatkan pendapatan sebesar 78,2% per musim dibandingkan non integrasi dengan skala luas tanam 3 ha dan jumlah sapi 20 ekor. Disamping itu, pertambahan berat badan sapi yang dihasilkan dengan cara integrasi lebih tinggi (0,5 kg/ekor/hari) dibandingkan kontrol karena ternak tidak kekurangan pakan. 2. Penerapan sistem integrasi padi dan sapi dapat meningkatkan pendapatan sebesar 255% atau sebesar Rp 10.999.950,- /tahun dibandingkan non integrasi. 3. Daerah pengembangan kelapa sawit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sehingga 1 3 7

memungkinkan untuk penerapan sistem integrasi sawit sapi. Estimasi limbah yang dihasilkan dan dapat dimanfaatkan untuk ternak sapi adalah bungkil inti sawit sebesar 6.843,75 ton/tahun dan pelepah segar 1.654.800 ton/tahun. 4. Penerapan sistem integrasi tanamantemak di Kalimantan Selatan mempunyai prospek yang cukup baik. DAFTAR PUSTAKA BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN PERTANIAN. 2000. Integrasi sapi di lahan pertanian (Crop Livestock Production Systems). Jakarta. BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN PERTANIAN. 2002. Panduan teknis sistem integrasi padi-temak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. DINAS PERKEBUNAN KALIMANTAN SELATAN. 2006. Buku saku perkebunan tahun 2006. Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru. (In Press). DINAs PERTANIAN KALIMANTAN SELATAN. 2007. Laporan Dinas Pertanian Tahun 2006. Banjarbaru. DINAs PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN. 2005. Kebijakan pembangunan petemakan Kalimantan Selatan. Makalah disampaikan dalam Acara Temu Informasi Teknologi Pertanian di Banjarbaru tanggal 26-28 Juli 2005 yang dilaksanakan BPTP Kalimantan Selatan. DINAs PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN. 2006. Statistik Peternakan di Kalimantan Selatan Tahun 2006. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru. DIWYANTO, K., D. SITOMPUL, 1. MANTI, 1. W. MATHIUS dan SOENTORO. 2003. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Bogor. Him. 11-22. GALIB, R., SUMANTO, A. SUBHAN, SURYANA dan M. DARwIs. 2005. Pengkajian pengembangan sistem integrasi padi-sapi di lahan sawah tadah hujan Kalimantan Selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. GALIB, R., SUMANTO, SURYANA, A. SUBHAN, R. ZURAIDA, Y. PRIBADI, M. DARwIs dan A. DARMAWAN. 2006. Pengkajian pengembangan sistem integrasi padi-sapi di lahan sawah tadah hujan Kalimantan Selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. HARDIANTO, R. 2004. Pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri sebagai bahan baku untuk pengembangan industri pakan temak complete feed. Program Magang dan Transfer Teknologi Pakan. BPTP Jawa Timur. Malang. KUSNADI, U. dan B. R. PRAWIRADIPUTRA. 1993. Produktivitas ternak domba dalam sistem usahatani konservasi lahan kering di DAS Citanduy. Risalah Lokakarya Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Konservasi di DAS Citanduy. Linggarjati, 9-11 Agustus 1988. Him. 205-293. Lusts, A. U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis. Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala. Sumatera Utara. NAJIB, M., E. S. ROHAENI dan TARMUDJI. 1997. Peranan temak sapi dalam sistem usahtani tanaman pangan di lahan kering. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17-19 Nopember 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Him. 759-766. PAMUNGKAS, D. dan HARTATI. 2004. Peranan temak dalam kesinambungan sistem usaha pertanian. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar, 20-22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan, BPTP Bali dan Crop Animal System Research Network (CASREN). Bogor. Him. 304-312. PURBA, A. dan S. P. GINTING. 1997. Integrasi perkebunan kelapa sawit dengan temak ruminansia. J. Penelitian Kelapa Sawit 5(2) 55-60. ROHAENI, E. S. 2005. Potensi limbah sawit untuk pakan ternak sapi di Kalimantan Selatan. Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 169-176. Him. ROHAENI, E. S. dan A. HAMDAN. 2004. Profil dan prospek pengembangan usahatani sapi potong di Kalimantan Selatan. Pros. Lokakarya Nasional Sapi Potong. Yogyakarta, 8-9 Oktober 2004. Loka Penelitian Sapi Potong dan Puslitbang Peternakan, Bogor. Him. 132-139. 1 3 8

ROHAENI, E.S.,N. AMAu, A. DARMAWAN, SUMANTO dan A. SUBHAN. 2004. Pemanfaatan limbah jagung untuk pakan lengkap dalam sistem usahatani ternak sapi dan jagung di lahan kering Kalimantan Selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. SUBAGYONO, D. 2004. Prospek pengembangan temak pola integrasi di kawasan perkebunan. Prosiding seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20-22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan, BPTP Bali dan Crop Animal System Research Network (CASREN). Bogor. Hlm. 13-17. SURYANA, Y. PIUBADI dan A. HASBIANTO. 2006. Pengembangan model integrasi sawit-sapi di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalimantan Selatan, Banjarbaru. WIDJAJA, E. dan B. N. UTOMO. 2004. Pemanfaatan limbah pengolahan minyak kelapa sawit ; ang berupa solid untuk pakan ternak (sapi, domba dan ayam) di Kalimantan Tengah. Succes Story. Pengembangan Teknologi Inovatif Spesifik Lokasi. Buku I. Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP). Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Him. 171-185. 1 3 9