BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian Bayi Baru Lahir sebesar 25 per seribu kelahiran hidup. Sebagian besar penyebab kematian tersebut dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat (JNPK-KR, 2008). Di dalam Rencana Stategik Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 disebutkan bahwa Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat 2010 adalah menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2008). Banyak program yang dicanangkan untuk mendukung rencana ini. Salah satunya adalah Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang merupakan langkah wajib pada asuhan persalinan normal (APN) segera setelah bayi lahir. Manfaat IMD bagi ibu dan bayi sangat banyak, yang jika dilaksanakan dengan baik, dapat mencegah resiko kematian ibu dan bayi. Menurut The World Health Report (2005, dalam Roesli, 2008) angka kematian bayi di Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Artinya angka kematian bayi masih tinggi. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan salah satu cara untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) usia 28 hari yang mana di Indonesia pada tahun 2000 masih tinggi yakni sebesar 22%. Namun, praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) khususnya di Indonesia masih sangat rendah. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002,
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Indonesia hanya sebesar 3,7%. Edmond, dkk (2006, dalam Roesli, 2008) menyebutkan bahwa menunda inisiasi menyusu akan meningkatkan kematian bayi. Penelitiannya melaporkan bahwa dari 10.947 bayi yang lahir antara Juli 2003 Juni 2004 dan disusui dalam 1 jam pertama akan menurunkan angka kematian perinatal sebesar 22% dan kemungkinan kematian meningkat secara bermakna setiap jam permulaan menyusu ditangguhkan. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan dalam melaksanakan IMD karena ibu tidak dapat melakukan IMD tanpa bantuan dan fasilitasi dari bidan. Misalnya untuk mendukung ASI eksklusif 6 bulan, penelitian yg dilakukan terhadap kelompok ibu yang ASI eksklusif dan ASI tidak eksklusif menunjukkan bahwa sebagian besar informan ASI eksklusif difasilitasi IMD oleh bidan sedangkan sebagian besar informan ASI tidak eksklusif tidak difasilitasi IMD. Dalam penelitian tersebut dari 7 informan yang tidak IMD, hanya 3 informan yang alasannya karena hal yang sulit dihindari, yaitu ibu sakit sehabis operasi caesar, bayi harus langsung masuk inkubator, dan ibu mengalami perdarahan. Sedangkan 4 informan lainnya tidak IMD karena alasan yang sebenarnya bisa dihindari yaitu bayi akan dibersihkan dan dibedong terlebih dahulu (Fika & Syafiq, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2007) terhadap bidan dan ibu bersalin pada salah satu Puskesmas di Kabupaten Solok Sumatera Barat, untuk menganalisis praktik bidan dalam pelayanan bagi ibu bersalin dan bayi baru lahir menunjukkan kurangnya fasilitasi dan kualitas IMD yang dilakukan oleh bidan. Dalam studi tersebut bidan mengakui dalam IMD tidak terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi karena bayi diberikan ke ibu dalam keadaan sudah terbungkus dan mereka umumnya pernah memberikan susu bantu kepada bayi dengan indikasi bila dalam 2 jam ASI belum keluar.
Penelitian di salah satu rumah sakit pusat rujukan di Jakarta Pusat menunjukkan hubungan yang signifikan antara bidan yang mempunyai sikap positif terhadap IMD dengan penerapan praktik IMD. Artinya bidan yang bersikap positif akan lebih besar kemungkinannya untuk melakukan IMD. Sikap positif bidan terhadap IMD antara lain adalah bidan merasa senang bila ibu mengerti akan pentingnya IMD, bidan mau menyebarluaskan informasi tentang pentingnya IMD, bidan mau membantu melaksanakan IMD, dan bidan tidak mau memberikan susu botol kepada bayi (Rusnita, 2008). Banyak rumah sakit bersalin yang tidak mendukung IMD. Sehabis dilahirkan bayi seharusnya langsung diletakkan di dada ibu agar refleksnya berkembang dan produksi ASI ibu meningkat namun bayi malah dipisahkan dan baru diberikan sehari kemudian. (Roesli, 2008). Kesiapan sarana pelayanan kesehatan, termasuk kesiapan petugas kesehatan /bidan perlu diperhatikan. Jumlah rumah sakit sayang bayi diperkirakan hanya sekitar 50-70% pada rumah sakit pemerintah dan 10-20% pada rumah sakit swasta (Depkes RI, 2008). Pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif sangat bergantung pada tindakan yang diambil oleh tenaga kesehatan dan fasilitas layanan kesehatan pada jam-jam pertama. Berbagai studi menunjukkan peran tenaga kesehatan penolong persalinan sangat besar dalam keberhasilan pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif. (Fika & Syafiq, 2009). Program inisiasi menyusu dini mempunyai manfaat yang sangat besar untuk bayi maupun ibu yang baru melahirkan, tetapi penerapan inisiasi menyusu dini itu sendiri belum tersosialisasikan di beberapa rumah sakit, maupun di klinik praktik bidan, sehingga penerapannya masih perlu di kembangkan. Dari penelitian Nover (2011) yang dilakukan pada 54 BPS di wilayah kerja puskesmas di kota Medan tahun 2010 diperoleh hanya sekitar 60% saja yang melaksanakan program IMD.
Menurut survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember 2011 di wilayah kerja Puskesmas Danau Marsabut Sipirok, berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 3 bidan yang melakukan pertolongan persalinan, 2 diantaranya tidak melakukan kontak kulit bayi dengan kulit ibu dengan alasan merasa kasihan karena ibu masih lelah setelah melahirkan, ibu butuh istirahat, bayi harus segera ditimbang dan diukur, takut bayi kedinginan sehingga bayi harus segera dibedong. Padahal seharusnya, keadaan seperti itu bukanlah alasan untuk tidak dilakukannya kontak kulit ibu dengan kulit bayi. Mengacu pada hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini oleh Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Danau Marsabut Sipirok. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu Bagaimana Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Danau Marsabut Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2012. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) oleh bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Danau Marsabut Kecamatan Sipirok tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakteristik reponden.
b. Untuk mengetahui distribusi pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini berdasarkan mengikuti atau tidak mengikuti pelatihan APN. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kebidanan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan khususnya pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini. 2. Bagi Pendidikan Kebidanan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pada mata kuliah asuhan kebidanan persalinan (ASKEB II). 3. Bagi Puskesmas Danau Marsabut Sipirok Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan program promosi kesehatan, khususnya tentang penerapan pelayanan kebidanan terbaru dimasyarakat. 4. Bagi Penelitian Kebidanan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan dan sumber informasi untuk penelitian berikutnya yang sejenis.