BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Menurut Asdak (2010) erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Proses ini berjalan sangat lambat dan tanpa ada campur tangan manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah. Perubahan penggunaan lahan merupakan salah satu penyebab erosi akibat kegiatan manusia. Perubahan penggunaan lahan ini dapat berupa hutan menjadi pemukiman, tegalan, dan sawah. Hal inilah yang dapat mengakibatkan banyaknya tutupan lahan yang kurang baik untuk mereduksi terjadinya erosi. Menurut Asdak (2010), peran vegetasi penutupan lahan dalam mereduksi terjadinya erosi melalui berbagai proses. Pertama pengikatan partikel-partikel tanah oleh vegetasi, lalu 1
2 meningkatkan laju infiltrasi sehingga dapat menurunkan volume air larian sebagai penyebab terjadinya erosi. Proses erosi akan berdampak pada penurunan produktivitas. Hal ini dikarenakan hilangnya tanah bagian atas yang mengandung humus lebih banyak sehingga kualitas dan kuantitas tanah menurun. Kemampuan tanah menahan airpun menurun sehingga laju infiltrasi juga menurun. Pengendapan partikel-partikel tanah di sungai mengakibatkan menurunnya fungsi sungai untuk menampung aliran air yang akhirnya menimbulkan genangan/banjir (Kusumandari, 2011). Sub daerah aliran sungai Watugede memiliki total luas 2.304,58 ha yang terdiri dari 4 desa yaitu desa Hargomulyo, Mertelu, Pengkol dan Ngalang. Jika dilihat dari penutupan lahan Sub DAS Watugede menunjukkan ketergantungan masyarakat desa pada pemanfaatan lahan pertanian sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data Rancangan Pengelolaan MDM Watugede (2014) yaitu, kawasan Watugede didominasi oleh Tegalan (76,284%) dan Sawah Tadah Hujan (10,150%). Berdasarkan data lahan kritis tahun 2013 menunjukkan sebagian besar wilayah Sub DAS Watugede (811,23 ha) merupakan lahan potensial kritis, agak kritis (476,60 Ha) dan tidak kritis (374,56 ha). Lahan kritis merupakan lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air (P.39/Menhut-II/2009). Kecenderungan meluasnya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya dapat menyebabkan meningkatnya luasan lahan kritis.
3 Salah satu indikator terjadinya erosi di sub DAS Watugede dapat dilihat dari kekeruhan air sungai pada saat hujan. Beberapa tempat di kawasan hulu terlihat ada alur-alur terbentuk saat hujan dan terdapatnya akar tanaman yang terbuka. Menurut Soedjoko dan Suryatmojo (2005), adanya aliran air yang keruh di parit ataupun di sungai yang mengalir memberikan gambaran bahwa kawasan tersebut terjadi erosi. Adanya alur-alur dan adanya akar-akar tanaman yang terbuka, menunjukkan telah hilangnya lapisan tanah atas. Pengaruh vegetasi yang ditanam dan kondisi kawasan sekitar DAS sangat menentukan terjadinya erosi. Menurut Asdak (2010), pengaruh vegetasi terhadap erosi dapat dilihat dari struktur tajuk vegetasi penutup tanah tersebut. Struktur tajuk vegetasi yang berlapis dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan. Struktur tajuk berlapis ini dapat menurunkan besarnya tumbukan tetesan air hujan ke permukaan tanah. Keberadaan vegetasi penutup lahan juga mempengaruhi proses aliran air dari beberapa tahap yaitu mulai intersepsi, perlindungan agregat tanah, infiltrasi, serapan air, dan drainase landscape (Suprayogi, 2014). Selain itu topografi sub DAS Watugede sebagian besar curam dengan kelas kelerengan curam (25-40%) dengan Persentase 50,34% atau seluas 1.171,063 ha. Kondisi topografi seperti ini mendukung potensi terjadinya erosi. Kelerengan menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Hal ini dikarenakan kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak teputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit (Asdak, 2010).
4 Penyebab utama terjadinya erosi adalah penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan fungsinya serta tingkat kepekaan tanahnya yang sangat peka terhadap erosi. Alih fungsi hutan menjadi penggunaan lain dalam suatu kawasan berarti menurunkan fungsi hidrologis DAS mengakibatkan meningkatnya erosi dan sedimentasi sehingga simpanan air menurun (Masnang, 2014). Kegiatan pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan sistem konservasi dapat mengakibatkan peningkatan perubahan tutupan lahan yang mendorong terjadinya erosi berlebihan (Febrianingrum, 2010). Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan. Oleh karena itu, erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan penggunaan lahan dan pengelolaanya (Vadari, 2000). Estimasi erosi pada penelitian ini menggunakan metode erosion bridge. Menurut USDA (1983), metode erosion bridge ini memiliki kelebihan yaitu mudah digunakan di lapangan karena mudah dibawa secara mobile. Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan penyebab dan efeknya antar penggunaan lahan dan erosi, juga efek erosi terhadap produktivitas vegetasi dan hasil sedimen. Berdasarkan metode erosion bridge dapat juga menentukan kehilangan tanah atau penimbunan yang terjadi setelah adanya penggunaan lahan dengan mengukur tingginya permukaan tanah sebanyak dua kali ataupun lebih.
5 1.2. Rumusan Masalah Sub DAS Watugede telah mengalami pergantian warna menjadi lebih keruh saat hujan yang menandakan telah terjadinya erosi tanah sehingga mengakibatkan sedimentasi. Keadaan ini disebabkan oleh sub DAS Watugede yang memiliki topografi yang sebagian besar curam dan penggunaan lahan didominasi sawah dan tegalan sehingga berpotensi terjadinya erosi apabila tidak ada teknik konservasi di lahan tersebut. Erosi yang terjadi di Sub DAS Watugede merugikan karena dapat menurunkan produktivitas lahan serta mengakibatkan bencana longsor ataupun banjir. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai estimasi erosi pada penggunaan lahan sawah dan tegalan di Sub DAS Watugede. 1.3. Tujuan 1. Mengetahui nilai erosi menggunakan metode erosion bridge pada penggunaan lahan sawah dan tegalan. 2. Mengetahui perbedaan erosi pada penggunaan lahan sawah dan tegalan. 1.4. Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai estimasi erosi pada dua penggunaan lahan yaitu sawah dan tegalan di Sub DAS Watugede, serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelolaan Sub DAS Watugede, juga penelitian-penelitian lebih lanjut.