BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks (2002), remaja merupakan tahap perkembangan yang terjadi pada rentang usia 12 21 tahun dengan pembagian masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun). Santrock (2007) mendefinisikan remaja sebagai suatu periode yang unik dan disertai adanya perubahan fisik, kognitif dan sosial emosional. Piaget dalam Hurlock (2008) menambahkan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berbaur dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama. Berdasarkan definisi di atas, yang dimaksud remaja dalam penelitian ini adalah periode pertumbuhan dan perkembangan dari masa anak-anak kemasa dewasa pada rentang 12 21 tahun dan disertai dengan perubahan fisik, kognitif dan sosial emosional. 2.1.2 Tahap Perkembangan Remaja Perkembangan-perkembangan pada remaja terjadi baik secara fisik, mental dan sosial. Perkembangan fisik pada remaja dapat dijabarkan sebagai berikut: 8
9 1. Perkembangan Fisik Remaja Perkembangan fisik remaja diawali dengan pertambahan tinggi dan pertambahan berat badan. Monks (2006) berpendapat, percepatan penambahan panjang terjadi pada usia 11-13 tahun dengan puncak pertumbuhan pada usia 14 tahun dan pertumbuhan tersebut masih akan berlangsung hingga 16 sampai 18 tahun. Selain pertumbuhan tinggi, pertambahanan berat badan sekitar 8,3 kg pertahun umumnya terjadi saat usia 12,5 tahun. Komposisi tubuh juga akan mengalami perubahan, masa otot mengalami penurunan sebesar 11%, sedangkan jaringan lemak meningkat sebesar 11% Brown, et al (2005). Karakteristik perkembangan remaja pada masa remaja ditandai dengan perubahan fisik primer dan seks sekunder. Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan organ seks sekunder yang terjadi pada remaja putri adalah adanya perubahan ukuran dan bentuk payudara, menstruasi, pinggul membesar, tubuh mulai berbentuk, timbulnya bau badan dan jerawat serta tumbuhnya rambut halus di ketiak dan kemaluan (Sarwono, 2011). Remaja perempuan akan mengalami peningkatan jaringan di bawah kulit terutama pada daerah paha, pantat, lengan atas dan dada (Monks, Knoers, & Haditono, 2006) Perkembangan fisik pada remaja laki-laki adalah adanya pertambahan ukuran pada organ genitalia, suara akan berubah menjadi lebih berat, kumis mulai tumbuh dan jakun mulai tampak, tumbuh rambut halus di ketiak dan kemaluan serta dada akan menjadi lebih lebar dan bidang (Sarwono, 2011)
10 2. Perkembangan psikologis, sosial dan emosional Perubahan pada remaja tidak hanya terjadi pada fisiknya, namun terjadi pula pada psikologis, sosial dan emosional. Menurut (Monks, Knoers, & Haditono, 2006) masa remaja dibagi menjadi 3 tahap perkembangan yaitu: a. Remaja Awal (12-15 tahun) Pada tahap ini remaja masih belum memahami perubahan-perubahan dan dorongan yang terjadi pada dirinya. Remaja cenderung ingin bebas, ingin lebih dekat dengan teman sebaya dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak. b. Remaja Madya (15-18 tahun) Pada tahap ini remaja cenderung mencintai dirinya sendiri dan lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat yang sama dengan dirinya. Muncul juga rasa cinta yang mendalam dan keinginan untuk berkencan. Pada tahap ini remaja mengalami kebingungan dalam memilih tindakan yang harus diambil. c. Remaja Akhir (18-21 tahun) Tahap ini adalah masa perpindahan menuju periode dewasa yang ditandai dengan perubahan sifat mementingkan diri menjadi dapat menyeimbangkan diri sendiri dan orang lain serta terbentuk identitas yang sulit untuk diubah. Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan kesehatan mengenai perubahan fisik akan tepat diberikan pada masa remaja awal karena pada masa tersebut
11 remaja cenderung mementingkan penilaian terhadap kondisi fisik sedangkan disisi lain remaja awal belum memahami perubahan fisiologis pada fisiknya 2.1.3 Tugas Perkembangan Remaja Menurut Hurlock (2008) remaja memiliki 10 tugas perkembangan, yaitu: 1. Mampu menerima keadaan fisiknya 2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa 3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok berlainan jenis 4. Mencapai kemandirian emosional 5. Mencapai kemandirian ekonomi 6. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat 7. Memahami nilai-nilai orang dewasa dan orang tua 8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa 9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan 10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga Mengacu pada tugas perkembangan remaja yang pertama, maka akan sangat penting bagi remaja untuk mampu menerima keadaan fisiknya. Oleh sebab itu penerimaan diri remaja terhadap perubahan fisik yang dialami harus ditingkatkan salah satunya adalah dengan pemberian pendidikan kesehatan.
12 2.2 Penerimaan Diri 2.2.1 Definisi Penerimaan Diri Penerimaan diri adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu yang dapat menerima dirinya diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri, yang tidak memiliki kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan (Hurlock, 2008). Penerimaan diri adalah menilai diri dan keadaan secara objektif, dapat menerima kelebihan dan kelemahaannya. Sheerer juga mengatakan seseorang yang menerima dirinya adalah orang yang mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk mengahadapi kehidupan, menganggap bahwa dirinya berharga, sederajat dengan orang lain, mampu bertanggung jawab terhadap perilakunya mampu menerima pujian secara objektif dan tidak menyalahkan diri sendiri. (Sheerer dalam Paramita 2012). Hal tersebut juga sejalan dengan definis yang dikemukakan Cooper (2003) yaitu penerimaan diri merupakan suatu tingkatan kesadaran individu tetang karakteristik pribadinya dan mempunyai kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Hal ini berarti individu memiliki pengetahuan tentang dirinya sendiri sehingga menerima kelebihan dan kelemahannya. Caplin dalam Tentama (2010) juga mengungkapkan bahwa penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya individu puas dengan diri sendiri, kualitaskualitas dan bakat-bakat sendiri serta pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan diri dan juga menyadari kelebihan yang ada pada diri.
13 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri merupakan kesadaran individu tetang karakteristik fisiknya dan puas terhadap kelebihan dan kekurangannnya serta mempunyai kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut 2.2.2 Aspek Penerimaan Diri Aspek penerimaan diri (Sheerer dalam Dina, 2010; Sheerer dalam Salwa dkk 2010) antara lain: 1. Perasaan sederajat Individu menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan individu lain, sehingga individu tidak merasa sebagai individu yang istimewa atau menyimpang dari individu lain dan tidak memiliki perasaan rendah diri. Individu merasa mempunyai kelemahan dan kelebihan sama seperti individu lain 2. Percaya kemampuan diri Individu yang percaya kemampuan diri akan mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan. Hal ini tampak dari sikap individu yang percaya diri, lebih suka mengembangkan sikap positif dan mengeliminasi sikap negatiif yang dimilikinya daripada ingin menjadi individu lain. Individu yang percaya kemampuan diri akan membuat individu puas menjadi diri sendiri 3. Bertanggung jawab Individu yang bertanggung jawab tampak dari sikap individu yang berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya, individu mau menerima
14 kritik dan menjadikan kritik sebagai suatu masukan yang berharga untuk mengembangkan diri. 4. Orientasi keluar diri Individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang mempunyai orientasi keluar diri yang tampak dari sikap individu yang telah mempunyai orientasi keluar diri dibandingkan dengan ke dalam diri, individu lebih suka memperhatikan dan toleran terhadap individu lain, tidak egois namun peduli terhadap individu lain. Hal tersebut membuat individu akan mendapatkan penerimaan sosial dari lingkungannya. 5. Berpendirian Individu yang berpendirian tampak dari sikap individu yang lebih suka mengikuti standar sendiri dibandingkan dengan bersikap mengikuti standar individu lain untuk menghindari tekanan sosial. Individu yang mampu menerima diri akan mempunyai sikap dan kepercayaan diri dibandingkan dengan mengikuti konvensi dan standar dari individu lain serta mempunyai ide dan pengharapan sendiri. 6. Menyadari keterbatasan Individu yang meyadari keterbatasan diri tampak dari sikap individu yang tidak menyalahkan diri sendiri atas keterbatasan yang dimiliki dan tidak mengingkari kelebihan-kelebihan diri. Individu cenderung mempunyai penilaian yang realistik tentang kelebihan dan kekurangan diri.
15 7. Menerima sifat kemanusiaan Individu menerima sifat kemanusiaan tampak dari sikap individu yang tidak menyangkal impuls dan emosi atau merasa bersalah karena mengekspresikan emosi negatif. Individu mengenali perasaan marah, takut, dan cemas tanpa mengangap emosi negatif sebagai sesuatu yang harus diingkari atau ditutupi. 2.2.3 Faktor-faktor yang berperan dalam penerimaan diri Menurut Hurlock dalam Rizikiana & Retnaningsih (2009) serta Hurlock dalam Dina (2010), penerimaan diri individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Adanya pemahaman tentang diri sendiri Adanya pemahaman tentang diri dapat timbul dari kesempatan individu untuk mengenali kemampuan dan ketidakmampuan yang dimiliki. Semakin individu dapat memahami diri, maka semakin dapat individu tersebut menerima dirinya. 2. Adanya harapan realistis Harapan yang relaistis akan timbul apabila individu menentukan sendiri harapan yang ingin dicapai dan disesuaikan dengan pemahaman mengenai kemampuan yang dimiliki, serta bukan diarahkan oleh individu lain dalam mencari suatu tujuan. 3. Tidak adanya hambatan di dalam lingkungan Meskipun individu sudah memiliki harapan yang realsitis, tetapi apabila lingkungan sekitar individu tidak memberikan kesempatan atau bahkan
16 menghalangi individu dalam mencapai harapan, maka harapan individu tersebut tentu akan sulit dicapai 4. Sikap anggota masyarakat yang menyenangkan Tidak adanya prasangka dari masyarakat, adanya penghargaaan terhadap kemampuan sosial individu lain dan kesediaan individu untuk mengikuti kebiasaan lingkungan 5. Tidak adanya gangguan emosional yang berat Tidak adanya gangguan emosional yang berat membuat individu dapat bekerja sebaik mungkin dan merasa bahagia 6. Pengaruh keberhasilan yang dialami secara kualitatif dan kuantitatif Keberhasilan yang dialami akan menimbulkan penerimaan diri dan sebaliknya, kegagagalan yang dialami akan mengakibatkan penolakan pada indiividu 7. Identifikasi dengan individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik Mengidentifikasi diri dengan individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik dapat membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan bertingkah laku dengan baik yang bisa menimbulkan penilaian diri dan penerimaan diri yang baik 8. Adanya perspektif diri yang luas Perspektif diri yang luas yaitu memperhatikan pandangan individu lain tentang diri. Perspektif diri yang luas ini diperoleh melalului pengalaman dan belajar
17 9. Pola asuh di masa kecil yang baik Anak yang diasuh secara demokratis akan cenderung berkembang sebagai individu yang dapat menghargai diri sendiri. 10. Konsep diri yang stabil Individu yang tidak memiliki konsep diri stabil, maka kadang individu akan menyukai dirinya sendiri, individu akan sulit menunjukkan pada individu lain siapa diri yang sebenarnya, sebab individu ambivalen terhadap diri sendiri Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan diri individu yaitu adanya pemahaman tentang diri sendiri, adanya harapan yang realistis, tidak adanya hambatan di dalam lingkungan, sikap-sikap anggota masyarakat, gangguan emosional, pengaruh keberhasilan yang dialami, indentifikasi dengan individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik, adanya perspektif diri yang luas, pola asuh di masa kecil yang baik serta konsep diri yang stabil 2.2.4 Dampak Penerimaan Diri Penerimaan diri dipandang sebagai suatu keadaan individu memiliki penghargaan tinggi pada diri sendiri sehingga individu akan merasa memiliki kemampuan menerima dan mengembangkan diri karena memiliki kepercayaan diri. (Johnson dalam Putri & Hamidah, 2012). Naqiyaningrum (2007) juga mengungkapkan bahwa penerimaan diri sangat penting dimiliki oleh individu karena individu yang menerima diri akan memiliki pandangan yang positif mengenai diri sehingga akan lebih mampu menghadapi permasalahan dalam kehidupan, tidak pesimis terhadap
18 masalah yang dihadapi, dan tidak mudah putus asa. Hurlock dalam Utami (2013) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori: 1. Dalam penyesuaian diri Orang yang memiliki penerimaan diri umumnya akan memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem) yang baik. Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Selain itu ia juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain. 2. Dalam penyesuaian sosial Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya rasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh minat terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri sehingga mereka cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Individu dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain, serta toleran dan memiliki dorongan untuk membantu orang lain.
19 2.2.5 Skala Pengukuran Penerimaan Diri Skala pengukuran diri dalam bentuk kuesioner disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri menurut Shereer dalam Dina (2010). Kuesioner disusun dengan 17 pernyataan dan dibagi menjadi 10 pernyataan favorable dan 7 pernyataan unfavorable. Kuesioner menggunakan skala Likert dengan empat alternatif jawaban yaitu: Favorable Sangat setuju = skor 4 Setuju = skor 3 Tidak setuju = skor 2 Sangat tidak setuju = skor 1 Unfavorable Sangat Setuju = skor 1 Setuju = skor 2 Tidak Setuju = skor 3 Sangat tidak setuju = skor 4 Rentang skor akhir penerimaan diri yaitu 17-68, dimana skor ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Pengkategorian skor akhir penerimaan diri menggunakan panduan dari Azwar (2011) dengan penjelasan sebagai berikut: Rentang skor dari masing-masing pertanyaan ialah 1-4 sehingga, Skor maksimum ( ) item : 4 Skor minimum ( ) item : 1
20 Skor akhir maksimum ( ) : 17 x 4 =68 Skor akhir minimum ( ) : 17 x 1 = 17 Jumlah item pertanyaan : = 17 Nilai mean ideal : Satuan standar deviasi : Kategori penerimaan diri: Rendah : Sedang: Tinggi :
21 Berdasarkan hasil penghitungan tersebut, maka diperoleh interpretasi penerimaan diri sebagai berikut: Skor Kategorisasi < 34 Rendah 34 X < 51 Sedang X 51 Tinggi 2.3 Pendidikan Kesehatan 2.3.1 Definisi Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok atau keluarga, dan masyarakat (Suliha dkk, 2002). Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. PKKMRS dalam Wita (1992) menambahan pendidikan kesehatan merupakan proses belajar untuk mengembangkan pengertian dan sikap yang benar serta positif dari individu atau kelompok terhadap kesehatan agar yang bersangkutan menerapkan cara hidup sehat sebagai bagian dari cara hidup seharihari atas kesadarannya sendiri. 2.3.2 Metode Pendidikan Kesehatan Metode pendidikan kesehatan adalah cara atau pendekatan tertentu yang digunakan dalam proses pendidikan kesehatan (Maulana, 2009). Menurut Notoatmojo (2003), secara garis besar metode pendidikan kesehatan dibedakan
22 menjadi dua macam yaitu metode pendidikan individu dan metode pendidikan kelompok. Pendidikan kesehatan yang bersifat individual digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang tertarik pada suatu perubahan perilaku. Notoatmojo menjabarkan bentuk metode pendidikan individu sebagai berikut: 1. Konseling dan penyuluhan Metode ini akan membantu terjadinya kontak antara klien dengan petugas menjadi lebih sensitif dan mampu bertukar pikiran untuk menyelesaikan masalah 2. Wawancara Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien bertujuan untuk menggali informasi mengenai alasan klien tidak melakukan perubahan serta dilakukan pengkajian mengenai ketertarikan klien untuk melakukan perubahan Pendidikan kesehatan yang bersifat kelompok harus mempertimbangkan besarnya sasaran pendidikan kesehatan. Notoatmojo secara garis besar membagi metode kelompok seperti berikut: 1. Kelompok Besar Kelompok besar merupakan kelompok yang menerima pendidikan kesehatan dengan jumlah peserta lebih dari 15 orang. Metode yang baik digunakan pada kelompok ini adalah:
23 a. Ceramah Metode ceramah baik digunakan untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Ceramah akan berhasil apabila penceramah menguasai materi dan sasaran yang akan diberikan ceramah b. Seminar Metode seminar cocok diberikan pada kelompok besar dengan tingkat pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari seorang atau beberapa ahli mengenai sebuah topik yang dianggap penting bagi masyarakat. 2. Kelompok Kecil Kelompok besar merupakan kelompok yang menerima pendidikan kesehatan dengan jumlah peserta kurang dari 15 orang. Metode yang baik digunakan pada kelompok ini adalah diskusi kelompok, curah pendapat, memainkan peran dan demonstrasi 2.3.3 Media Pendidikan Kesehatan Menurut Notoatmojo 2007, media pendidikan kesehatan dibedakan menjadi tiga yaitu: 1. Media cetak Media cetak sebagai sarana untuk menyapaikan pesan atau informasi kesehatan dalam media berupa lembaran atau print out seperti leaflet, poster, booklet, flyer dan flipip chart
24 2. Media elektronik Media elektronik sebagai sarana untuk menyapaikan pesan atau informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya antara lain: a. Televisi: penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui media televisi dapat berupa sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab seputar masalah kesehatan, pidato, dan lain sebagainya b. Radio: penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk obrolan (tanya-jawab), sandirwara radio, ceramah dan lain sebagainya c. Slide: penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk slide show 3. Media papan Papan yang di pasang di tempat-tempat umum dapat diisi dengan pesan atau informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum.