BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Kehidupan keluarga buruh di dua dusun pada dasarnya berada pada posisi yang sama mereka dihadapkan pada upah dan kesejahteraan hidup yang rendah, ditengah kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti saat ini. Desakan akan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan hidup yang harus terpenuhi adalah bagian yang integral dari pengekangan daya tawar mereka sebagai buruh. Di mana secara ekonomi mereka hidup pada tingkat kebutuhan pokok saja bisa dikatakan kekurangan. Di dua dusun Pagilaran dan Kemadang waktu seolah-olah sekedar berjalan di tempat, rutinitas kehidupan mereka merupakan siklus kehidupan yang haris dijalani, tanpa ada harapan akan peningkatan kesejahteraan hidup. Dalam kondisi semakin buruk, muncul berbagai strategi survival untuk menghadapi sistuasi depresif ini. Berbagai bentuk solidaritas berkembang berdasarkan hubungan kekerabatan, dan kesamaan pekerjaan. Sejarah kelam dan tekanan masa lalu menempatkan buruh dan keluarganya pada kondisi sulit, kondisi ini memunculkan ekspresi solidaritas baik hubungan sesama buruh maupun warga sekitar perkebunan didasarkan pada kesamaan pekerjaan maupun hubungan kekerabatan mereka menbangun jaringan sosial yang diintrepretasikan lewat hubungan saling berbagi dalam bentuk sistem pertukaran. Meskipun demikian di satu sisi buruh juga dihadapkan pada sistem kapitalisme di mana mereka hidup dengan upah sebagai tenaga kerja. Dalam kehidupan buruh dualisme ekonomi berjalan berdampingan melalui hubungan yang terbatas antara pasar produk dan tenaga kerja. Buruh sebagai tenaga kerja perkebunan di posisikan sebagai bagian dari unit produksi, di satu sisi buruh adalah bagian dari struktur
masyarakat yang tidak lepas dari ikatan komunal. Kondisi ini memposisikan buruh terperangkap pada dualisme ekonomi yang membelenggu mereka dari generasi ke generasi hidup terbelenggu di dalam perkebunan, tetapi dalam realitas kehidupan buruh perkebunan di dua dusun dualisme ekonomi pada posisi tertentu mengalami perubahan. Proses perubahan di dalam masyarakat memang tidak bisa dilihat secara langsung, tetapi dapat diamati secara bertahap, sistem dualisme ekonomi di dalam masyarakat perkebunan sebagai penyebab kemiskinan di dalam masyarakat perkebunan, tidak sepenuhnya benar. Masyarakat dusun Kemadang sebagai masyarakat asli dengan ikatan komunal dapat mempertahankan eksistensi mereka ketika dihadapkan pada kondisi ekonomi yang tidak stabil. Sejarah kelam akan konflik lahan antara pihak perkebunan (pemerintah) dengan warga dusun Kemadang menempatkan mereka pada kondisi sulit, tekanan-tekanan pada masa lalu membuat mereka menyerahkan lahan pertanian sebagai sumber kehidupan. Sehingga mereka lebih memilih untuk meninggalkan desa, lambat laun kondisi ini membuat ikatan-ikatan solidaritas antar warga masyarakat mulai pudar. Akhir krisis tahun 90-an mengubah kehidupan warga dusun Kemadang, De-urbanisasi buruh dari desa ke kota disebabkan PHK besar-besaran yang berimbas pada sektor informal menumbuhkan kembali ekspresi solidaritas antar warga, ikatan-ikatan komunal, jaringan-jaringan sosial di dalam masyarakat mulai tumbuh, ditandai dengan hubungan saling membantu, bergotong royong masih tetap terjaga di dalam masyarakat dusun Kemadang. sehingga mereka tetap bisa mempertahankan eksistensi mereka Kondisi berbeda dihadapi oleh masyarakat dusun Pagilaran sejak awal pembentukannnya didasarkan pada sistem kapitalisme dengan modernintas yang ditawarkan awal pembukaan perkebunan. Dalam perkembangannya kehidupan warga dusun Pagilaran dari masa ke masa tetap sama, meskipun secara subtansial kondisi sosial dan politik tidak berubah. Ini disebabkan sistem
isolasi yang diterapkan oleh pihak perkebunan membuat buruh dan keluarganya terbelenggu hidup di perkebunan dari generasi ke generasi, setiap anggota keluarga di dusun Pagilaran terikat pekerjaan maupun tempat tinggal sehingga mereka cenderung bersikap apatis dan pasif terhadap perubahan. Dengan upah dan kesejahteaan hidup yang rendah buruh dan keluarganya melakukan beberapa strategi survival, salah satunya adalah dengan bergantung pada sistem jaringan sosial yang didasarkan pada ikatan komunal. Setiap rumah tangga mempunyai strategi masing dalam menentukan strategi survival tergatung peran perempuan sebagai istri dalam mengelola ekonomi rumah tangga dengan masuk pada jaringan sosial, melalui hubungan kekerabatan maupun kedekatan letak rumah yang bisa sewaktu-waktu digunakan sebagai jaminan sosial. Secara garis besar mekanisme jaringan sosial keluarga berfungsi dengan baik dalam masyarakat dusun Kemadang. Hubungan saling membantu bergotong royong masih tetap terjaga, meskipun hubungan yang terjalin atas hubungan pertalian darah, yang dinilai dari sedulur dan bukan sedulur (saudara) dan tidak ada tempat di luar status lain, selain pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan masjid. Sedangkan hubungan yang terjalin di dalam masyarakat Pagilaran didasarkan pada hubungan pekerjaan, sehingga mekanisme jaringan sosial yang terbentuk di dalam masyarakat di dasarkan pada azas manfaat. Dalam artian jaringan hubungan sosial yang terbentuk di dalam masyarakat perkebunan tidak sepenuhnya murni, ada kesepakatan dan hubungan kontraktual tertentu yang harus di penuhi oleh keluarga buruh terkait kredit dan beban bunga dalam hubungan pinjam meminjam. Pinjam Meminjam dalam masyarakat perkebunan menjadi salah satu mekanisme strategi survival, ketika mereka dihadapkan pada kondisi sulit. Pinjam meminjam dalam masyarakat perkebunan mempunyai intrepretasi berbeda, pinjaman di toko menunjukkan dua hal: uang
adalah barang langka dan kebutuhan akan bahan makanan pokok menjadi hal yang wajib harus terpenuhi meskipun dengan konsekuensi harus membayar beban bunga. Dengan cara ini mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup, meskipun bersifat sementara. Dualisme didalam masyarakat perkebunan saat ini tidak ditemukan dalam artian bahwa ketidak mampuan mereka memiliki sumber daya baik lahan sebagai tempat tinggal maupun lahan pertanian sebagai penopang ekonomi rumah tangga (subsistensi) tidak dimiliki oleh keluarga buruh. Keluarga buruh sangat bergantung pada upah atas tenaga kerja mereka. Sedangkan dualisme yang ada di dalam masyarakat dusun Kemadang, hanya sebatas kasus yang berebeda ketika mereka sebagai penduduk asli mendapatkan hak atas pengelolaan lahan perkebunan, keterikatan akan lahan dan kesempatan kerja di luar perkebunan yang terbatas menumbuhkan kembali ikatan-ikatan komunal antar warga di Dusun Kemadang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dualisme akan ada di dalam masyarakat perkebunan, jika masyarakat memiliki lahan didasarkan pada ikatan komunal. Tetapi realitas saat ini buruh perkebunan bertahan hidup dengan kemampuan dan kekuatannya sendiri, tanpa bisa menggantungkan diri pada ikatan-ikatan komunal. 5.2 Saran Rekomendasi bagi semua pihak baik itu pihak perkebunan maupun pemerintah lebih memperhatikan kondisi dan kehidupan buruh PT Pagilaran. Meskipun PT Pagilaran tidak berorientasi pada keuntungan semata dengan berbasis pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Melihat kondisi kehidupan buruh perkebunan Pagilaran saat ini bisa sangat memprihatinkan untuk memenuhi kebutuhan dasar saja upah buruh tidak mencukupi, sehingga kehidupan mereka bisa dikatakan berada di garis kemiskinan. Sebaiknya pihak perkebunan meningkatkan upah dan
kesejahteraan buruh sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan memberikan jaminan sosial, kesehatan dan dana pensiun bagi buruh. Selain itu pihak perkebunan bekerja sama dengan pemerintah memberikan alternatif peluang pekerjaan, bagi buruh dan keluarganya dengan memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya yang dimiliki oleh perkebunan. Misalnya dengan memberikan lahan pinjam bagi warga untuk dikelola guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, dimana mekanismenya diatur oleh pihak perkebunan. Selain itu memperbaiki menejemen pengelolaan agrowisata sehingga bisa mendatangkan profit dan mensejahterakan warga sekitar perkebunan PT Pagilaran.