JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

dokumen-dokumen yang mirip
RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 73

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni :

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu)

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

DISKRIPSI KARYA. Pameran Keragaman Seni Budaya Sebagai Pemersatu Bangsa Judul Karya: Keharmonisan

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

ARTIKEL KARYA SENI NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI SANGHYANG PENYALIN DI SANGGAR KERTHI BHUANA SARI PANCASARI BULELENG. Oleh : LUH PUTU AYU KARUNI

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Pengerupukan Pra Hari Raya Nyepi di Kecamatan Wonosari

BAB IV ANALISIS DATA. A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga

MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu )

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

(Perspektif Teologi Hindu)

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 62

FUNGSI WALI TARI REJANG SUTRI Oleh: I Wayan Budiarsa Dosen PS Seni Tari

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 13

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

Oleh Ni Komang Sri Adnyani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

TARI BARIS KATEKOK JAGO DI SESA DARMASABA, KECAMATAN ABIANSEMAL, KABUPATEN BADUNG

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

ANGKLUNG TIRTHANIN TAMBLINGAN DI DESA PAKRAMAN SELAT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI )

PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA BULU GELES DI PURA PENGATURAN DESA PAKRAMAN BULIAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

Transkripsi:

UPACARA MAPAG TOYA DI PURA BEDUGUL DESA PAKRAMAN NYANGLAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu) Oleh I Nyoman Hari Mukti Dananjaya, I Pt. Sudharma, I Md. Adi Surya Pradnya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar e-mail: harimukti2222@gmail.com Abstrak Bali adalah pulau yang kecil yang berada di Indonesia, namun Bali sangat terkenal karena keragaman budaya, tradisi dan alamnya. Alam Bali ini di atur oleh subak, subak adalah organisasi tradisional masyarakat Bali yang mengatur tentang pesawahan di Bali. Subak tidak hanya mengatur persawahan tapi juga mengatur irigasi dan ritual yang menyangkut dengan pertanian. setiap Desa di Bali memiliki subak. Tiap-tiap subak memiliki upacara yang berbeda salah satu diantaranya adalah subak Desa Nyanglan memiliki upacara mapag toya yang dilaksanakan satu tahun sekali dengan mengunakan sarana babi guling dan tiga tahun sekali menggunakan bayang-bayang kerbau untuk di jadikan pekelem. Dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan masalah yaitu: (1) bagaimanakah bentuk upacara mapag toya di Pura Bedugul Desa Pakraman Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. (2) apakah fungsi upacara mapag toya di Pura Bedugul Desa Pakraman Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. (3) apakah makna teologis upacara mapag toya di Pura Bedugul Desa Pakraman Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Penelitian ini mengupas membahas rumusan masalah dengan teori religi, teori fungsional struktural dan teori simbol. Metode yang digunakan dengan teknik pengumpulan data Observasi, Wawancara dan Studi didalmnya. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan penyajian hasil penelitian yang bercirikan penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini dapat dikemukakkan sebagai berikut: (1) bentuk upacara mapag toya berbeda dalam setiap tahun dengan tiga tahun sekali, dalam satu tahun sekali menggunakan sarana babi guling dan tiga tahu sekali menggunkan bayang-bayang kerbau. proses pelaksanaan upacara mapag toya dilakukan pada tilem sasih kapat. (2) fungsi yang dimiliki upacara mapag toya adalah fungsi sosial yaitu dapat mempererat persaudaraan, fungsi religi yaitu, dalam setiap pelaksaannya dilakukan ritual untuk menghormati tuhan yang maha esa, fungsi kesuburan yaitu, upacara ini bertujuan untuk memohon air sehingga petani dapat menanam pagi. (3) makna yang dimiliki upacara mapag toya adalah makna teologi, makna teologi dalam upacara ini yaitu memuja tuhan dalam bentuk dewa wisnu. Makna etika dalam upacara ini yaitu dalam setiap persiapan dan kegiatan yang dilakukan karma subak menjaga tingkah lakunya dan pembicaraannya sehinga tidak mengucapkan hal-hal yang buruk. Makna estetika dalam upacara ini yaitu menanata banten agar terlihat indah. Makna pelestarian budaya yaitu upacara ini memiliki makna pelestarian budaya karena melibatkan generasi muda. Kata kunci: upacara, mapag toya, pura bedugul JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

I PENDAHULUAN Bali adalah suatu pulau kecil yang berada di Indonesia, namun bali sangat terkenal di Indonesia maupun di Dunia. Bali sangat terkenal dengan keragaman budaya dan keseniannya, karna itulah banyak orang yang berbondong-bondong datang ke Bali untuk melihat kebudayaan, tradisi dan kesenian Bali, tidak hanya itu Bali juga memiliki pemandangan alam yang sangat indah seperti persawahan yang ada di Pupuan. Bali memiliki sawah yang sangat indah dan teratur karena adanya sintem organisasi yang mengatur irigasi yang sangat baik yang dilakukan dari dulu sampai sekarang yang disebut dengan subak. Subak adalah suatu organisasi Tradisional masyarakat Bali yang mengatur tentang pembangian air, mengatur penggiliran pola tanam, melaksanakan kegiatan upacara dan mengatur irigasi. Subak Nyanglan mengatur perairan dan pertanian di Desa Nyanglan. subak Nyanglan melakukan upacara bernama upacara mapag toya (penjemputan air yang kan mengairi sawah). Upacara ini biasanya dilaksanankan satu tahun sekali dan setiap tiga tahun sekali mengunakan kebo sebagai kurbannya. Upacara mapag toya yang ada di Desa Pakraman Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung termasuk ke dalam Dewa Yadnya. Dewa Yadnya adalah suatu korban suci/ persembahan suci kepada Sang Hyang Widhi Wasa dan seluruh manifestasi- Nya. Upacara mapag toya dilakukan di Desa Nyanglan, kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung menggunakan sarana babi guling, upacara ini dilakukan pada tilem sasih kapat yang diwariskan leluhur pada zaman dahulu. Konon wilayah ini tertimpa kekeringan pada waktu yang lama, sehingga masyarakatnya gagal panen dan tidak bisa bertani, penduduk kelaparan dan meninggal. Kejadian ini berlangsung kurang lebih tujuh (7) bulan. Upacara Mapag Toya di Desa Pakaraman Nyanglan merupakan warisan leluhur yang masih di laksanakan sampai sekarang. Upacara Mapag Toya yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Desa Nyanglan memiliki prosesi yang sangat unik. peneliti akan melakukan penelitian terkait dengan bentuk, fungsi dan makna uapacara mapag toya di Pura Bedugul Desa Pakraman Nyanglan Kecamatan Banjarangkan Kabupanten Klungkung. II PEMBAHASAN 2.1 Bentuk Upacara Mapag Toya 2.1.1 Persiapan Upacara Mapag Toya Upacara mapag toya Di pura bedugul Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung memiliki beberapa tahapan. Tahapan-tahapan yang dimaksud, yaitu (1) sangkep (rapat), anggota subak membahas kegiatan upacara mapag toya. (2) krama subak yang wanita melakukan kegiatan pembuatan sarana dan prasarana seperti jejahitan dan pembuatan jajan. (3) Krama subak yang laki-laki melakukan gotong royong di pura tegal suci, pura manik mas, pura teku dan di pura bedugul dan membuat bale pewedaan Di pura bedugul. 2.1.2 Sarana Dan Prasarana Upacara Mapag Toya Setiap pelaksanaan dan aktivitas keagamaan tidak lepas dengan sarana atau alat yang digunakan dalam melaksanakan aktivitas keagamaan, meski dengan yang sederhana. Khususnya agama Hindu dalam aktivitas keagamaan terutama pada ritual atau upacara tidak dapat dilepaskan dengan sarana atau yang dikenal dengan istilah upakara yang digunakan dalam pelaksanaan yadnya. Tidak ada satupun agama di dunia dalam melaksanakan aktivitas keagamaanya tanpa mempergunakan sarana. Sebagai pelaksanaan upacara atau ritual agama Hindu diperlukan banyak jenis sarana. Pemakaian jenis-jenis sarana dapat pula disebut dengan sadhana. Namun lebih luas dalam praktek yadnya bagi kalangan Hindu Di Bali disebut dengan upakara. Secara umum dalam upacara mapag toya ada beberapa sarana yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu (1) mataya adalah sarana upacara yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti, JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 90

daun, bunga, buah dan pohon. (2) mantiga adalah sarana upacara yang berasal dari hewan yang lahir dua kali seperti telur, itik, angsa, ayam dan lain-lain. (3) maharya adalah sarana upacara yang berasal dari hewan yang lahir sekali dan berkaki empat seperti: babi, kerbau, sapi, kambing dan yang lainya. Sarana dalam upacara mapag toya di Pura Bedugul Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung menggunkan sarana utama babi guling setiap tahunya dan menggunakan bayang-bayang kerbau pada tiga tahunnya. Babi guling dan bayangbayang kerbau dijadikan pekelem disumber mata air. Kerbau yang digunakan dalam upacara mapag toya adalah semua jenis kerbau boleh digunakan. Selain sarana yang utama tadi ada juga sarana pendukung yaitu Penjor, Suci, Segehan, Daksina, Sayut Datengan, Pengambean, Pisang guru, Bayuan, Canang Burat Wangi. Canang Genten. Canang sari. Jerimpen. Peras / Lis. Bebangkit. 2.1.3 Pihak Yang Terlibat Dalam Upacara Mapag Toya Sebagaimana diketahui pihak-pihak yang terlibat upacara mapag toya adalah : Sulinggih, Pemangku, Bendesa Adat, Krama Subak atau umat Hindu Desa Nyanglan terutama para petani pemilik sawah. sebelum upacara mapag toya dimulai maka pemimpin upacara mapag telah dipersiapkan sesuai perannya masing-masing, sulinggih sebagai Pemimpin upacara dan pemangku sebagai pembantu sulinggih. Masing-masing kelompok sosial dalam warga Desa bertanggung jawab untuk mempersiapkan, membuat dan menyelesaikan setiap satu tahap upacara tersebut dalam upacara mapag toya. 2.1.4 Prosesi Upacara Mapag Toya Prosesi upacara mapag toya dilakukan selama dua hari, yaitu pada pangelong kaping empat belas tilem sasih kapat (sehari sebelum tilem kapat) dan pada saat tilem sasih kapat. Proses upacara mapag toya di Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung memiliki beberapa tahapan-tahapan, yaitu tahapan awal, tahapan inti dan tahapan penutup. 2.1.4.1Kegiatan Awal Kegiatan awal dari upacara mapag toya dilaksanakan dengan beberapa tahapan. Tahapan pertama dari kegiatan awal dimulai dari matur piuning ke pura khayangan tiga dan pura ayahan subak dengan membawa kerbau keliling desa, setelah matur piuning dan mepeed kerbau di sembelih dihalam pura tegal suci untuk dicari kulitnya atau bayangbayangnya. Tahapan selanjutnya adalah nganggon yang dilaksanakan di wantilan pura tegal suci. 2.1.4.1.1 Matur Piuning Dan Ngeed Kerbau Matur piuning dilakukan pada pangelong kaping pat belas tilem sasih kapat (sehari sebelum tilem) matur piuning dilakukan dengan membawa kerbau keliling desa dan disetiap ujung desa, pura khayangan tiga dan pura ayahan subak dilaksanakan upacara matur piuning dengan tujuan untuk memeritahukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan beserta manifestasi beliau, bahwa upacara mapag toya akan segera dilaksanakan. Kerbau dan beserta babi sudah siap untuk dijadikan kurban. Upacara matur piuning ini diikuti oleh semua krama Desa Pakraman Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung dengan membawa segala sarana matur piuning dan kerbau dibawa keliling Desa Nyanglan, kerbau dihiasi dengan kain kasa warna kuning dan putih. Upacara ini di iringi oleh tabuh baleganjur. 2.1.4.1.2 Menyembelih Kerbau Menyembelih kerbau dilaksanakan di halaman pura tegal suci. Krama subak yang lakilaki melakukan penyembelihan pada sore setelah melakukan upacara matur piuning. Penyembelihan dilakukan untuk mencari bayang-bayang kerbau dan dagingnya digunakan untuk olahan sarana upacara mapag toya dan juga dibagikan kepada anak-anak pada saat tradisi gangon. JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 91

Setelah penyembelihan dilakukan krama subak yang laki-laki membagi daging kerbau untuk di olah di rumahnya masing-masing dan keesokan harinya dibawa lagi ke wantilan pura tegal suci untuk dijadikan sarana tradisi ngangon. 2.1.4.1.3 Tradisi Ngangon Tradisi ngangon dilakukan pada saat purnama kapat, tradisi ngangon adalah tradisi membagikan makanan kepada anak-anak dan remaja yang ada di Desa Pakraman Nyanglan. Anak-anak memakan hidangan pada tradisi nagngon ini dengan cara megibung (makan bersama dengan Satu tempat yang sama). Tradisi ngangon ini bertujuan untuk mempererat rasa persaudaraan anak-anak dan remaja di Desa nyanglan. Pada saat makan bersama mereka tidak ada membandingkan satu sama lainnya mereka diajarkan bahwa kita semua ini bersaudara tidak ada perbedaan diantara kita, dalam agama Hindu di sebut dengan Vasudeva Kuntumbakam yang atrinya kita semua bersaudara. 2.1.5 Kegiatan Inti Setelah tradisi ngangon selesai barulah prosesi inti dari upacara mapag toya di mulai. Kegiatan upacara mapag toya diawali dengan penjemputan sulinggih ke griya (rumah dari pada sulinggih). Selain penjemputan di antara krama subak ada yang mempersiapkan banten atau sarana upacara di pura empelan (bedugul). Setelah sulinggih tiba di lokasi upacara dimulailah upacara inti mapag toya dimuali dari sulinggih duduk, gargha tirtha, ngresik, uptetti sethiti, muktyang, sembahyang, ngayudang guling dan belulang kerbau. Setelah ida sulinggih selesai menghaturkan semua sarana upacara yang ada digunakan dalam upacara mapag toya dilakukan persembahyangan oleh krama subak. Persembahyangan dimulai dari nunas tirta pelukatan. Setelah nunas tirta baru melakukan persembahyangan yang di mulai dari sembah puyung, kedua sembah mesarana sekar, ketiga sembah ngaturang bhakti kepada Dwi sri, yang keempat kepada dewa-dewi yang beristana di pura bedugul, kesamodaya dan yang terakhir kembali ke sembah puyung. Setelah melakukan persembahyangan kembali krama subak nunas tirta dan bija. Seusai sembahyang krama subak mulai menambil babi guling, bayang-bayang kerbau dan sarana yang lainnya untuk di lemparkar kesumber mata air untuk dijadikan pekelem. Pekelem ini dilakukan untuk menghormati Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasi beliau sebagai Dewa Wisnu untuk memohon air yang besar dan tidak ada gangguan atau yang bisa mengalangi air untuk mengairi persawahan petani Desa Pakraman Nyanglan. 2.1.6 Kegiatan Penutup Kegiatan penutup dari upacara mapag toya adalah melakukan upacara mepeed dengan membawa banten penek keliling Desa Pakraman Nyanglan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menunjukkan rasa Syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena upacara mapag toya sudah berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan sedikitpun. Upacara mepeed dilaksanakan pada sore hari setelah melakukan upacara mapag toya yang diiringi oleh tabuh baleganjur. 2.2 Fungsi Upacara Mapag Toya Setiap kegiatan keagamaan pastilah mempunyai fungsi atau tujuan yang diinginkan. Seperti yang terkandung dalam upacara mapag toya di pura bedugul Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung memiliki fungsi sosial, fungsi religious dan fungsi kesuburan. 2.2.1 Fungsi Sosial Upacara mapag toya yang hanya dilakukan di Desa Nyanglan adalah sebagai interaksi masyarakat yang ada disekitar. Upacara mapag toya memberikan pengaruh yang positif terhadap perilaku sosial masyarakat setempat. Hal ini dibuktikan dengan adanya gotong royong pembuatan sarana dan prasarana yang mendukung upacara mapag toya. Fenomena ini membuktikan bahwa, upacara mapag toya ini dapat mengikat interaksi sosial masyarakat Hindu di Desa Nyanglan. JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 92

Upacara mapag toya ini memiliki fungsi sosial karena dalam pelaksanaan upacara mapag toya melibatkan semua lapisan masyarakat Desa Nyanglan. Dalam pelaksanaan terjadi interaksi sosial, komunikasi sosial diantara masyarakat. Keterlibatan semua lapisan masyarakat dapat mempererat hubungan antara individu dengan individu lainnya. halini dibuktikan dengan adanya sikap saling menyapa, saling berjabat tangan dan penuh candaan dengan demikian bahwa dapat menumbuhkan sikap kekerabatan yang kental antara individu. 2.2.2 Fungsi Religius Upacara mapag toya yang dilakukan di Desa Pakraman Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung dilaksanakan oleh krama dengan hati yang tulus iklas dengan mempersembahkan segala sesajen atau sarana upacara kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasinya sebagai Dewa Wisnu untuk menunjukkan rasa bhakti. Karena dengan ketulusan yadnya yang dilakukan akan berhasil dan berdampak fositif. Upacara mapag toya ini memiliki fungsi religius karena dalam pelaksanaan upacara mapag toya menggunakan sarana dan prasarana untuk dihaturkan atau dipersembahakan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasinya sebagai Dewa Wisnu dengan mantra-matra dan doa-doa yang diucapkan oleh pemimpin upacara yaitu sulinggih dan sebelum melaksanakan upacara ini dilakukan upacara matur piuning kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar upacara mapag toya berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan. 2.2.3 Fungsi Kesuburan Upacara mapag toya di Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, kabupaten Klungkung tidak hanya bertujuan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa saja. Tetapi upacara mapag toya di Desa Nyanglan juga bertujuan untuk memohon air kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk mengairi persawahan masyarakat Desa Nyanglan sehingga terjainya kesuburan di Desa Nyanglan. Upacara ini memiliki fungsi kesuburan karena bertujuan untuk memohon air kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Karena airlah yang akan memawakan kesuburan. Ketika tidak adanya air maka kesuburanpun tidak akan ada. 2.3 Makna Upacara Mapag Toya di Desa Nyanglan Setiap kegiatan keagamaan pastilah mempunyai makna atau tujuan yang diinginkan. Seperti yang terkandung dalam upacara mapag toya di pura bedugul Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung memiliki makna teologi, makna etika, makna estetika dan makna pelestarian budaya. 2.3.1Makna Teologi Setiap yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu tentu memiliki makna teologi. Teologi adalah ajaran-ajaran ketuhanan dalam agama Hindu dan tujuan dari adanya yadnya adalah untuk menunjukkan rasa bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama Hindu memiliki dua sistem teologi yaitu Tuhan dalam aspek Nirguna Brahman adalah Tuhan yang tidak berwujud dan tidak terpikirkan, dan Tuhan dalam aspek Saguna Brahman adalah Tuhan yang dapat diwujudkan atau dapat dimanifestasikan dalam berbagai wujud. Makna teologi dalam upacara mapag toya di Pura Bedugul Desa Pakraman Nyanglan sebagai persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam aspek saguna Brahman yaitu Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa wisnu. 2.3.2 Makna Etika Upacara Mapag toya merupakan bagian dari upacara Dewa Yadnya. Di dalamnya mengandung ajaran-ajaran moral atau etika yang sangat tinggi dalam bentuk simbol-simbol. Dan hal tersebut mesti ditelaah lebih mendalam tentang makna yang tersirat dan tersurat di dalamnya. Etika berasal dari kata ethikos, berarti timbul dari kebiasaan adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi study mengenai standar dan penilaian moral. Ketika mencangkup analisis dan penerapan konsep seperti benar salah baik buruk dan tanggung jawab JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 93

Upacara mapag toya memiliki makna etika karena disetiap pelaksanaannya dilakukan dengan sopan satun yang dimuali dari pikiran yang baik, perkataan yang baik dan perbuatan yang baik. Karena setiap pikiran, perkataan dan perbuatan akan mempengaruhi kwalitas dari pada yadnya yang dilakukan. Ketika pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dilaksanakan maka baik pula hasil yang akan didapatkan dan bgitu pula sebaliknya. 2.3.3 Makna Estetika Upacara mapag toya di Desa Nyanglan, kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung memiliki keindahan dari segi sarana upacaranya yaitu banten yang ditata sedemikian rupa dengan rapi sehingga orang yang melihatnya indah dan bagus. Penataan banten yang baik dan rapi agar terlihat indah melambangkan masyarakat Desa Nyanglan menlaksanakan yadnya dengan tulus dan iklas dengan rasa cinta kasih, dengan penuh bakti sehingga manusia ingin mempersembahkan yadnya yang indah. Keindahan yang terbentuk akan membuat hati menjadi senang melihat hasil upakara yang dibuatnya. sehingga yadnya dilaksankan akan semakin baik. Kreatifitas masyarakat pada saat pembuatan banten membuat upacara ini semakin indah. Keindahan pada diupacara mapag toya juga terlihat pada saat prosesi mepeed dengan membawa banten penek yaitu banten yang disusun oleh para wanita masyarakat desa Nyanglan. Setelah itu baru runtutan Gong yang mengiringi prosesi mepeed tersebut. 2.3.4 Makna Pelestarian Budaya Bentuk kebudayaan yang ada sangatlah beraneka ragam begitu pula budaya yang ada di Bali, salah satunya adalah upacara mapag toya di Desa Nyanglan adalah dari kebudayaan yang ada di Bali. Upacara mapag toya merupakan suatu upacara yang bertujuan untuk melestariakan tradisi dan budaya selain itu bertujuan untuk menyejahterakan alam dan menjaga keharmonisan bhuana agung dengan bhuana alit. Menyejahterakan lingkungan alam yang dibentuk oleh unsur-unsur Panca Maha Bhuta (pertiwi,apah,bayu, dan akasa). Budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan masyaraka. Dengan tetap dijaganya tradisi-tradisi maupu budaya yang dilaksanakan di setiap desa kala patra secara turun temurun, maka akan menjaga suatu tradisi mauapun buadaya itu akan tetap ajeg. Dalam upacara mapag toya adalah salah satu cara untuk melestarikan suatu budaya yang tumbuh seiring dengan perkembangan zaman. Upacara mapag toya adalah penjelamaan dari aktivitas akal budi manusia atau akar dari suatu kebudayaan yang didalamnya mengandung nilai kesusilaan. Maka dari itu upacara mapag toya melibatkan generasigenerasi muda di Desa Nyanglan untuk ikut melaksanakan upacara mapag toya. sehingga mereka mengenal kebudayaannya dan akan meneruskan kebudayaan tersebut nantinya. III PENUTUP Sesuai dengan uraian tentang Upacara Mapag Toya di Pura Bedugul Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, yang telah dipaparkan diatas, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yaitu: 1. Ditinjau dari bentuknya, upacara mapag toya di Desa Nyanglan adalah suatu upacara penjemputan air yangn dilaksanakan di pura bedugul dengan tujuan memohon agar air mengalih dengan besar sehingga cukup mengairi semua persawahan. Upacara mapag toya di Desa Nyanglan mengunakan sarana utama berupa babi guling setiap setahun sekali dan bayang-bayang kerbau pada tiga tahun sekali. Dalam prosesi upacara mapag toya dilakukan dua hari yaitu pada pangelong kaping empat belas tilem sasih kapat dilakukan upacara mepeed membawa kerbau keliling desa dengan tujuan matur piuning. Dan pada tilem sasih kapat dilaksanakan prosesi intinya yang dilakukan di pura bedugul. Di pura bedugul dilaksanakan upacara penjemputan air dengan babi guling dan bayangbayang kerbau dihanyutkan kesungai untuk menghormati Dewa Wisnu. JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 94

2. Ditinjau dari fungsinya, upacara mapag toya yang dilaksanakan di desa nyanglan memiliki tiga fungsi yaitu: 1) fungsi sosial yaitu pelaksanaan upacara mapag toya dilakukan bersama-sama dengan gotong royong atau ngayah sehingga terjadi komunikasi antar masyarakat. 2) fungsi religius yaitu upacara mapag toya dilakukan dengan ritual-ritual setiap pelaksanaannya sehingga menambah kesakralan dan keyakinan masyarakat terhadap upacara ini akan memberikan mereka kedamaian. 3) Fungsi kesuburan yaitu upacara mapag toya dapat memberikan kesuburan kepada petani karena air yang dimohonkan oleh masyarakat menjadi besar dan bisa mengairi semua sawah masyarakat, sehingga petani dapat menikmati hasil panen yang melimpah. Jika tidak ada air maka panenpun akan gagal dan tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan subur. 3. Ditinjau dari makna teologi upacara mapag toya memiliki beberapa makna yang terdiri dari, (1) Makna Teologi yaitu upacara pengorbanan yang tulus iklas yang dilakukan untuk menunjukkan rasa bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan manifestasinya sebagai Dewa wisnu. (2) makna Etika yaitu upacara mapag toya ini dilakukan dengan pikiran yang baik, perkataan yang baik dan perbuatan yang baik oleh krama subak sehingga menciptakan suasana yang harmonis. (3) Makna Estetika yaitu upacara mapag toya memilki keindahan didalamnya terutama pada penataan sarana upacara mapag toya, masyarakat Desa Nyanglan menunjukakan rasa bhaktinya dengan membuat sarana upacara sambil menuangkan seni kedalamnya sehingga semua sarana terlihat indah. (4) makna pelestarian budaya yaitu upacara mapag melibatkan semua masyarakat dari anak-anak sampai orang tua, ini bertujuan untuk mengenalkan upacara mapag toya kepada generasi muda sehingga mereka dapat meneruskan upacara mapag toya nantinya. DAFTAR PUSTAKA Donder, I Ketut. 2007. Kosmologi Hindu penciptaan pemeliharaan dan peleburan serta penciptaan kembali alam semesta. Surabaya : Paramita Girinatha, I Made. 2004. Etika religius upacara caru panca sata di Desa Penarukan, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Tesis. Denpasar: Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Agama Hindu Keriana, I Ketut. 2002. Doa Sebagai Sarana Pendekatan Diri Ke Hadapan Hyang Maha Kuasa. Gianyar: Grafika Liang Gie, The. 1996. Filsafat Seni Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Pubib Titib, I Made, 1989. Pengantar Weda. Surabaya ; Paramita Surabaya Titib, I Made, 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya : Paramita Wiana, I Ketut. 2007. Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu. Surabaya : Paramita Warta, I Wayan. 2006. Mantra dan Belajar Aneka Mantra. Surabaya : Paramita Wiana, I Ketut. 2004. Makna Upacara Yadnya Dalam Agama Hindu II. Surabaya: Paramita Wijayananda, Ida Pandita Mpu Jaya. 2004. Tetandingan Lan Sorohan Banten. Surabaya : Paramita Yudha Triguna, Ida Bagus Gde.2003. Estetika Hindu Dan Pembangunan Bali. Denpasar : Widhya Dharma JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 95