BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. subyektif sifatnya. Kemiskinan memang dapat diukur dari sisi ekonomi, akan

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB I PENDAHULUAN. satu unsur penting yang harus dimiliki manusia untuk mencapai kesejahteraan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan,

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk mewujudkan kondisi tersebut. Disamping itu berbagai upaya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

BAB 16 PENANGGULANGAN KEMISKINAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

RESPON MASYARAKAT TERHADAP JAMKESMAS SEBAGAI UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bahwa pada hakekatnya pembangunan

PENANGGULANGAN KEMISKINAN HLM, LD Nomor 4 SERI D

PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 13 TAHUN 20II TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN,

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang kesehatan merupakan unsur yang sangat penting dalam

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

: Sekretaris Daerah Kota Medan

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjalankan amanat Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Kemiskinan

EFEKTIVITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KHUSUS BAGI KAUM PEREMPUAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

Kemiskinan di Indonesa

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Menurut Mubyarto (1998:4) kemiskinan merupakan salah satu situasi serba kekurangan dan disebabkan terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Menurut Todaro (2002:200) salah satu generalisasi (anggapan sederhana) yang terbilang paling valid mengenai penduduk miskin adalah bahwa mereka pada umumnya bertempat tinggal di daerah daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang bidang pertanian dan kegiatan kegiatan lainnya yang erat berhubungan dengan sektor ekonomi tradisional. Pada umumnya ahli-ahli ekonomi berpendapat bahwa untuk membandingkan tingkat kesejahteran seseorang dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat konsumsi mereka. Hal ini mengingat tingkat konsumsi mudah diukur dan dapat dikualifikasikan dengan mudah, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kondisi dimana seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya, hak dasar tersebut antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, serta 12

rasa aman dari tindak kekerasan dan dapat berpartisipasi di dalam kehidupan sosial politik. Menurut Suparlan (1984:12) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah; yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Tolok ukur yang digunakan adalah batasan tingkat pendapatan per waktu kerja (Rp. 30.000,00 per bulan atau lebih rendah) yang dibuat berdasarkan atas batas minimal jumlah kalori yang dikonsumsi per orang yang diambil persamaannya dalam beras adalah 320 kg beras dan di kota 420 kg per tahunnya (Sajogyo dalam Subagyo, 2000:13). Pengertian kemiskinan itu amat luas tetapi para ahli ekonomi mengelompokkan ukuran kemiskinan menjadi 2 macam yaitu: pertama, kemiskinan absolut yang diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan dari suatu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, pemukiman, kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini dikaitkan dengan batasan pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak. Seseorang yang mempunyai pendapatan di bawah kebutuhan minimum maka orang tersebut dikatakan miskin. Kedua, kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang berkaitan dengan distribusi pendapatan yang mengukur ketidakmeretaan. Dalam kemiskinan relatif ini seseorang yang telah mampu memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu disebut tidak miskin. Kondisi seseorang atau keluarga apabila dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya mempunyai pendapatan yang 13

lebih rendah, maka keluarga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Dengan kata lain kemiskinan ditentukan oleh keadaan sekitarnya dimana orang tersebut tinggal ( Arsyad, 1997: 70-71) 2.1.2 Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan Menurut Friedman ( 1981; dalam Tadjuddin, 1995:261) kemiskinan di kota erat kaitannya dengan langkanya peluang kerja yang produktif. Dalam banyak kasus penghasilan mereka hanya dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan sehari hari meskipun mereka telah bekerja keras. Jadi dapat dikatakan bahwa kemiskinan lebih di sebabkan oleh keadaan ekonomi. Menurut Geertz (1974) dalam Tadjuddin (1995:275) kemiskinan pedesaan muncul sebagai akibat dari adanya pertanian, beliau berpendapat bahwa adanya mekanisme pembagian penghasilan dengan melanggengkan derajat homogenitas sosial ekonomi. Geertz berkilah bahwa struktur pemilikan tanah yang timpang berarti mencerminkan ketidaksamaan penghasilan masyarakat pedesaan. Menurut Zadjuli (1995:23) faktor penyebab kemiskinan di Dunia termasuk di Indonesia sebagai berikut : a. Kemiskinan karena kolonialisme Masyarakat miskin diakibatkan oleh penjajahan yang memeras suatu bangsa dalam kurun waktu yang lama. Seperti halnya Nepal (U$ 170), Banglades (U$ 210), India (U$ 350) dan Pakistan (U$ 380), yaitu berkat jajahan Inggris. b. Miskin karena tradisi sosio kultural seperti : Suku Dayak di pedalaman Kalimantan, Suku Kubu dan Suku di Sumatra. 14

c. Miskin karena Terisolasi Kemiskinan karena lokasi tempat tinggal terisolasi, misalnya orang Mentawai di Kepulauan Mentawai, Suku Tengger di Jawa Timur d. Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural terdiri dari struktur kekuasaan ekonomi dan persaingan yang berat setelah menjadikan Negara Utara dan Negara Selatan katulistiwa kebanyakan miskin. Persaingan yang tidak seimbang antara daerah yang mempunyai keunggulan komparatif dengan sekitarnya justru tidak mempunyai keunggulan komparatif. Ketimpangan yang dimaksud meliputi: ketimpangan pemilikan lahan, pemilikan modal, dan struktur kualitas sumber daya manusia. 2.1.3 Ukuran Kemiskinan Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan memang tidak mudah untuk mengukurnya. Namun demikian, dibawah ini akan dijelaskan 3 macam ukuran kemiskinan yang umum digunakan yaitu, 1. Kemiskinan Absolut Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara baik. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin atau sering disebut garis batas kemiskinan. Jadi konsep ini dimaksudkan 15

untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup ( Todaro, 2002 ). Selanjutnya kriteria untuk garis kemiskinan dengan asumsi pendapatan per kapita per tahun dalam nilai yang disamakan dengan beras. Garis kemiskinan yang digunakan ada tiga, dengan membedakan daerah pedesaan dan perkotaan. Untuk daerah pedesaan penduduk dengan konsumsi beras kurang dari 240 kg per kapita per tahun dapat digolongkan miskin. Di daerah perkotaan adalah 360 kg per tahun (Sajogyo dalam Subagyo, 2000:13). 2. Kemiskinan Relatif Menurut Arsyad (1999:232), kemiskinan relatif yang berkaitan dengan distribusi pendapatan perorangan digunakan Gini Ratio yang merupakan ukuran derajat ketidakmeratan distribusi pendapatan dalam suatu negara yang diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurve Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana terdapat Kurve Lorenz tersebut seperti yang direkomendasikan Bank Dunia klasifikasi Gini Ratio adalah sebagai berikut : pertama, ketidakmerataan tinggi = 0,50-0,70. kedua, ketidakmerataan sedang = 0,30-0,49 dan ketiga, ketidakmerataan rendah = 2,20-0,36 16

Gambar 2.1 Kurva Lorenz D % pendapatan A Kurva lorentz B % penduduk C Sumber : Arsyad (1999:232) Pada gambar 2.1 koefisien gini ditunjukkan oleh perbandingan antara daerah yang diarsir A dengan luas segitiga BCD. Koefisien gini merupakan ukuran ketidak merataan agregat dan nilainya terletak antara O (kemerataan sempurna) sampai 1 (ketidak merataan sempurna). 3. Kemiskinan Politik Menurut Ellis (Tadjudin, 1995:253) kemiskinan politik menekankan pada derajat akses terhadap kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud mencakup tatanan sistem sosial (politik) yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang/tatanan sistem sosial yang menentukan alokasi penggunaan sumber daya. 17

2.1.4 Kriteria keluarga miskin Menrut BPS Provinsi Bali, (2005:4-5) kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin apabila: 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/bersam-sama dengan rumah tangga lain 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain 5. Sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan 7. Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/Poliklinik 12. Sumber Penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan pekerjaan lainya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- per bulan 18

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal RP. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, atau barang modal lainnya Jika minimal 9 (sembilan) dari 14 (empat belas) variabel terpenuhi sebagai rumah tangga miskin. 2.1.5 Program Penanggulangan Kemiskinan Sejak tahun 1960-an pemerintah telah berupaya menanggulangi kemiskinan dengan strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat melalui Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (PENASBEDA), akan tetapi usaha pemerintah tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena di sebabkan oleh terjadi krisis politik pada tahun 1965. Program tersebut dimulai lagi sejak tahun 1970-an melalui PELITA, sasaran yang ingin ditempuh oleh pemerintah adalah kelompok kelompok masyarakat yang berada di Desa tertinggal dengan memberikan dana bergulir yang ketentuannya di sepakati secara musyawarah oleh masing masing kelompok masyarakat. Menurut Mubyarto (2001:143) program program Jaring Pengaman Sosial (JPS) tetap merupakan program program penyelamatan bagi penduduk miskin. Padahal 12,3 juta orang tidak lagi miskin (hanya miskin sementara), maka tidak pada tempatnya pemerintah Indonesia yang benar benar sudah jatuh miskin memaksakan diri untuk melaksanakan program program darurat yang 19

demikian, lebih lebih jika dananya berasal dari utang luar negeri. Program JPS ini diubah bentuknya menjadi program program penaggulangan kemiskinan gaya lama seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang benar benar mampu memperdayakan ekonomi rakyat yang pada umumnya sudah pulih seperti kondisi sebelum krisis ekonomi. Setiap program penanggulangan kemiskinan yang digulirkan oleh pemerintah memiliki tujuan masing masing. Adapun program program penenggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah berdasarkan tujuan diselenggarakannya program tersebut adalah : 1. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar diantaranya, a. Pelayanan pendidikan kepada keluarga miskin bertujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain. Komponen kebijakan ini adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). BOS diperuntukkan dalam penyelenggaran pendidikan, sedangkan BKM ditujukan untuk pemberian beasiswa bagi siswa wajib belajar dari keluarga miskin. b. Pelayanan kesehatan kepada keluarga miskin bertujuan meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk miskin dengan terselenggaranya pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya, serta rawat inap kelas III di rumah sakit. 20

c. Penyadiaan sarana dan prasarana desa dilakukan di daerah yang dikategorikan banyak dihuni keluarga miaskin yang dilakukan dengan tujuan memberikan lapangan kerja dan perluasan lapangan uasah kepada keluarga miskin. 2. Peningkatan Kesempatan Kerja. Pelaksanaan kebijakan peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin diarahkan pada kegiatan kegiatan : a. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) PPK memiliki tujuan meningkatkan penghasilan kepada masyarakat miskin desa, PPK sendiri dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri. b. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ( P2KP) P2KP bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin secara ekonomi, sosial, dan lingkungan di kawasan kelurahan. c. Program Peningkatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) P4K dilaksanakan oleh Departemen Pertanian. P4K bertujuan menumbuhkan kemandirian dan memberdayakan masyarakat pra sejahtera di pedesaan agar bersedia dan mampu menjangkau fasilitas yang tersedia untuk mengembangkan agribisnis agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga miskin. d. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) PEMP dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Program ini brtujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembanga kultur kewirausahaan, penguatan lembaga keuangan mikro, 21

penggalangan partisipasi masyarakat, dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan, PEMP ini dimulai dari tahun 2001 2.1.6 Efektivitas Menurut Subagyo (2000:23) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang telah ditetapkan, tingkat evektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Apabila realisasi program 1 persen sampai dengan 50 persen dari target termasuk efektivitas rendah, sedangkan apabila realisasi program antara 51 sampai dengan 100 persen dari target, termasuk efektivitas tinggi. Menurut Manurung (1996:50-54) mengatakan bahwa untuk mengetahui dampak pemberian kredit kepada masyarakat dapat dilihat pengaruhnya terhadap pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:134) efektivitas merupakan ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya, apakah suatu organisasi telah mencapi tujuannya maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan secara efektif. 2.1.7 Efesiensi Bastian (2002:336), menyatakan bahwa efisiensi adalah hubungan antara input dengan output yakni penggunaan barang dan jasa yang dibeli oleh organisasi 22

untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan antara input dengan output. Mardiasmo (2002:232), menyatakan bahwa pengukuran efisiensi bertujuan: 1) Untuk menentukan apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya secara hemat dan efisien 2) Untuk menentukan penyebab ketidak hematan dan ketidak efisienan 3) Untuk menentukan apakah entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan kehematan dan keefisienan. Pemberdayaan ekonomi rakyat dalam kerangka pengentasan kemiskinan sangatlah penting untuk mengetahui potensi ekonomi lokal dari berbagai sektor selain juga perlunya mengetahui potensi sumberdaya manusianya. Tingkat efektivitas dapat dievaluasi terkait dengan Variabel input, proses, dan output. Variabel input meliputi: tujuan program, ketepatan sasaran, dan juga sosialisasi. Variabel proses meliputi: ketepatan pemanfaatan kartu Jamkesmas dan pemantauan dari petugas, sedangkan variabel output meliputi: kondisi ekonomi setelah menerima bantuan dan juga pengeluaran keluarga setelah mendapat bantuan. Dalam Pedoman Komite Penanggulangan Kemiskinan disebutkan bahwa efektivitas merupakan upaya penyempurnaan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyusunan upaya/kegiatan dan pengambilan keputusan yang akan datang. Dengan demikian, system monitoring dan efektivitas 23

dalam pelaksanaan strategi Penanggulangan Kemiskinan perlu didukung oleh mekanisme pelaksanaan yang dapat berjalan secara berkelanjutan dan indikator kinerja pembangunan yang berbasis kepada ketersediaan data yang cukup akurat serta terkini(aktual). 2.1.8 Dampak Program Dampak program adalah merupakan akibat dan pengaruh lanjutan dari hasil program ( Biro Analisis Pelaksanaan Program BKKBN Pusat, 1986:10). Subagyo (2000:23) menyebutkan 2 (dua) dampak utama dan bantuan dana (kredit mikro) yakni peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan peluang usaha atau kerja. Untuk mengetahui dampak bantuan kepada masyarakat penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan adalah dampaknya terhadap pendapatan masyarakat. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan program penanggulangan kemiskinan menberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan. 24

2.1.9 Landasan Hukum Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (www.depkes.go.id). Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat berdasarkan pada: a. Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat ligkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelikara oleh negara, sedangkan ayat (3) bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak. b. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehtan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495) c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara nomor 4286) d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 No.5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355). e. Undang-Undang Nomor15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran 25

Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400) f. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 No.116, Tambahan Lembaran Negara No.4431) g. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negra Tahun 2004 nomor 125, Tambahan Lembaran Negara nomor 8 tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 nomor 108, Tambahan Lembaran Negara No.4548) h. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637) i. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara nomor 4778) j. Peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 No.49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637) 26

k. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737) l. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 No.89, Tambahan Lembaran Negara No.4741) m. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republuk Indonosia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No.94 Tahun 2006 n. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. 2.1.10 Sasaran dan Tujuan Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Kemiskinan dan penyakit terjadi saling kait-mengait, dengan hubungan yang tidak akan pernah putus terkecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap penyakit, karena mereka mengalami gangguan sebagi berikut: menderita gizi buruk, pengetahuan kesehatan kurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman buruk dan juga biaya kesehatan tidak tersedia. Sebaliknya, kesehatan 27

mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi sebagai berikut: produktivitas kerja tinggi, pengeluaran berobat rendah, investasi dan tabungan memadai, tingkat pendidikan maju, tingkat fertilitas rendah, dan stabilitas ekonomi mantap. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang kesehatan(www.depkes.go.id), menetapkan bahwa setiap individu berhak mendapatkan pelayanan kesehatan karena setiap individu, keluarga da masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angaka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun(BPS 2007). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK nomor 28

1241/Menkes/SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini dalam perjalanannya terus diupayakan untuk ditingkatkan melalui perubahanperubahan sampai dengan penyelenggaraan program tahun 2008. perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari kas negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam,manajemen kepesertaan. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, program ini berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran. Program pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Jaminan Kesehatan Masyarakat ini memiliki tujuan umum yakni, agar meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit, meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Sasaran program ini adalah masyarakat 29

miskin dan tidak mampu diseluruh Indonesia, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Sebelumnya Pada penelitian Suweta (2003) yang diteliti adalah mengenai Efektivitas Program Gianyar Sejahtera dalam Pengentasan Keluarga Pra Sejahtera di Kabupaten Gianyar. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh sebanyak 8,.86 persen responden telah berhasil dientaskan ketahapan yang lebih tinggi, diantaranya 62,90 persen naik ke KS I, 12,36 persen naik ke KS II dan 6,99 persen naik ke KS III. Walaupun tingkat pendapatan mengalami kenaikan yang cukup signifikan setelah menerima bantuan namun peningkatan pendapatan tersebut belum mampu mengentaskan keluarga pra sejahtera aitu sebanyak 17,74 persen. Perbedaan penelitian Suweta (2003) dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya mengenai Efektivitas Program Gianyar Sejahtera dalam Pengentasan Keluarga Pra Sejahtera di Kabupaten Gianyar. Sedangkan pada penelitian ini mengenai Efektivitas Program Penenggulangan Kemiskinan pada Masyarakat Pesisir di Kelurahan Serangan Kecamatan Denpasar Selatan.. Persamaanya adalah sama sama meneliti tenteng Efektivitas program pemerintah. Penelitian yang kedua, dilakukan oleh Sudira (2004) berjudul Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus di Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan). Pada penelitian sebelumnya menganalisa tentang Efektivitas Program usaha Ekonomi Desa (UED) dan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu Taskin) diukur dengan empat variable, yaitu: tingkat 30

pencapaian tujuan program, ketepatan sasaran program, ketepatan penggunaan dan pengembalian dana program. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan secara umum bahwa, program penanggulangan kemiskinan yaitu UED dan Gerdu Taskin efektivitasnya cukup tinggi dan berdampak positif terhadap pendapatan dan kesempatan kerja. Perbedaan penelitian Sudira (2004) dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya mengenai Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus di Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan). Sedangkan pada penelitian ini mengenai Efektivitas Program Penenggulangan Kemiskinan pada Masyarakat Pesisir di Kelurahan Serangan Kecamatan Denpasar Selatan.. Persamaanya adalah sama sama meneliti tenteng Efektivitas program pemerintah. Penelitian ketiga dilakukan oleh Maria(2007), yang diteliti adalah mengenai efektivitas program pemberian dana subsidi langsung tunai (SLT) di Kelurahan Dauh Puri Kaja Kecamatan Denpasar barat dengan menggunakan metode analisis statistic sederhana. Penghitungan efektivitas dari program SLT yang dilihat dari 3 variabel yaitu variable input, proses dan output. Dalam prnrlitian tersebut disebutkan bahwa variabel input didalam pemberian SLT adalah efektif sedangkan pada vaiabel proses dan output tidak efektif. Perbedaan penelitian Maria (2007) dengan penelitian ini adalah : pertama, daerah penelitian sebelumnya mengambil tempat di Kelurahan Dauh Puri Kaja sedangkan penelitian ini mengambil tempat di Kelurahan Serangan. Kedua, pada 31

penelitian sebelumnya yang diteliti tentang program pemberian SLT sedangkan pada penelitian ini meneliti tentang program Jaminan Kesehatan Masyarakat. 2.3 HIPOTESIS Berdasarkan pokok permasalahan yang di dukung dengan teori-teori yang relevan, maka hipotesis yang dapat diajukan untuk penelitian ini adalah diduga, tingkat efektivitas program Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan pada masyarakt pesisir di Kelurahan Serangan Kecamatan Denpasar Selatan efektif. 32