BAB I PENDAHULUAN. telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi tingkat kalangsungan hidup. Menurut World bank (2004), salah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi DIY dan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dengan pemerintah Republik Indonesia dalam kegiatan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan. pertumbuhan sektor ekonomi, dengan pendapatan sektor ekonomi yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB IV GAMBARAN UMUM

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kewenangan yang lebih luas. Masing-masing kepala daerah

FORUM KABUPATEN/KOTA DI DIY

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

4.3 Pengaruh Ketimpangan Wilayah Terhadap Kondisi Hunian BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

Gorontalo. Menara Keagungan Limboto

TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI DI KOTA YOGYAKARTA, NAMUN JUMLAH PENGANGGUR TERBANYAK

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

PROFIL PEMBANGUNAN DI.YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. daerah berdasarkan azas otonomi. Regulasi yang mendasari otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan sangat penting dilakukan untuk menyelesaikan analisis terhadap

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Provinsi Riau. Vol. II, No. 02, (Oktober, 2015), 1-2.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah yang baik agar masyarakat dapat merasa lebih aman dan terjamin dalam

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

kenegaraan maupun kebijakan perekonomian. Pada era reformasi saat ini membawa perubahan paradigma sistem pemerintahan nasional, dari sistem

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.Menurut Suharto (2006)

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi

DISAMPAIKAN DI DINAS PUPESDM PROP DIY

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik, atau biasa disebut good governance. Untuk mencapainya

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

REKAPITULASI TRIWULAN DATA KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI DIY PADA AGUSTUS 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,97 PERSEN

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan pembayaran yang diwajibkan kepada setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan pada kondisi ekonomi yang kurang baik. UMK menjadi sektor

BAB VI PENUTUP. hasil analisis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang sangat penting bagi suatu negara

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ketenagakerjaan, yakni pengangguran merupakan salah satu

Kalimantan Timur. Lembuswana

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh seluruh Negara, terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah. Berlakunya undang-undang tersebut menjadi tanggung jawab yang besar bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pengentasan kemiskinan selalu menjadi salah satu indikator utama untuk menilai kinerja suatu pemerintahan dalam sektor kesejahteraan. Hal tersebut dikarenakan kemiskinan merupakan tolak ukur paling dasar untuk mengukur kualitas kehidupan seseorang. Warga yang masih didera kemiskinan niscaya mengalami banyak kesulitan untuk mengakses berbagai fasilitas yang dapat menunjang peningkatan kualitas hidupnya. Oleh karena itu tidak ada satu pemerintahan pun di seluruh dunia yang memandang sebelah mata fenomena kemiskinan yang terjadi di wilayahnya. Begitu pula persoalan kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah yang belum kunjung berakhir bagi pemerintah Indonesia. Tentu saja persoalan kemiskinan berimbas ke berbagai daerah, termasuk DIY. Meskipun Daerah Istimewa Yogyakarta telah banyak mencapai keberhasilan. Namun persoalan 1

kemiskinan masih menjadikan pemerintah DIY belum memenuhi kriteria yang lebih baik dari nasional. Gambar 1.1 Tingkat kemiskinan Menurut Provinsi (%) Tahun 2010 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Dari gambar diatas diketahui bahwa tingkat kemiskinan di D.I Yogyakarta masih jauh berada di atas tingkat kemiskinan nasional. Tingkat kemiskinan di D.I Yogyakarta berada diangka 16,83 persen, selisih 3,53 persen dengan tingkat kemiskinan nasional yang berada diangka 13,33 persen. 2

Gambar1.2 Perbandingan Kemiskinan Nasional dan DIY (%) 2003-2013 DIY 18 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 Dari gambar di atas diketahui kemiskinan di D.I Yogyakarta dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2013 selalu berada di atas rata-rata kemiskinan nasional. Hal ini menunjukan ada hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah daerah dalam upaya menanggulangi kemiskinan. 3

Tabel 1.1 Pencapaian Beberapa Indikator Pembangunan DIY dibanding Naisonal Tahun 2011 Indikator DIY Indonesia IPM 76.32 72.27 Rata-Rata Lama Sekolah 9.07 7.9 Angka Melek Huruf 91.49 92.81 Angka Harapan Hidup 73.48 69.4 Angka Kematian Bayi 17/1000 34/1000 Angka Kematian Ibu 103/100000 228/100000 Persentase Gizi Buruk 0.98% 4.50% Persentase Penduduk Miskin 16.14% 12.36% Persentase Pengangguran Terbuka 5.47% 6.80% Laju Pertumbuhan Ekonomi 5.16% 6.50% Persentase Kab/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 20% 8.90% Persentase peningkatan investasi PMA 52.46% 22% Persentase peningkatan investasi PMDN 22.72% 37% Sumber: Laporan Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan Kemiskinan DIY, 2014 Tabel tersebut menunjukkan bahwa hampir semua indikator yang disajikan, memposisikan DIY sebagai provinsi yang layak untuk dikategorikan sebagai provinsi yang berhasil baik melaksanakan pembangunan. Hanya empat indikator yang menunjukkan kinerja lebih buruk dari angka nasional yakni angka melek huruf, tingkat pertumbuhan ekonomi, persentase penduduk miskin dan investasi Penyertanyaan Modal Dalam Negeri (PMDN). DIY memang memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan angka nasional. Akan tetapi wilayah DIY memiliki keunggulan bahwa pertumbuhan itu diciptakan secara relatif merata di antara berbagai golongan penduduk dan sektor usaha. Berkaitan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah tetapi tidak menimbulkan masalah yang 4

berarti bahwa indikator lain misalnya tingkat pengangguran terbuka dan IPM yang selalu lebih baik dari angka nasional. Kinerja yang ditunjukkan pada Tabel tersebut juga mengindikasikan bahwa Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kinerja yang baik. Meskipun DIY telah dapat dikatakan berhasil membangun masyarakatnya serta kinerja birokrasi secara umum dapat dikategorikan baik, tetapi masih ada pekerjaan rumah bagi pemerintah DIY, yaitu pengentasan kemiskinan. Gambar 1.3 Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota (%) D.I Yogyakarta Tahun 2010 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Dari gambar di atas diketahui tiga wilayah di D.I Yogyakarta angka kemiskinannya berada di atas tingkat kemiskinan nasional, yaitu Kabupaten Kulon Progo dengan tingkat kemiskinan sebesar 23,15 persen, Kabupaten Gunung Kidul sebesar 22,05 persen dan Kabupaten Bantul sebesar 16,05 persen. Sementara dua wilayah sisanya berada dibawah tingkat kemikinan nasional, yaitu Kabupaten Sleman dengan tingkat kemiskinan sebesar 10,70 persen dan Kota 5

Yogyakarta sebesar 9,75 persen. Hal ini juga menunjukkan tingkat kemiskinan di wilayah pedesaan lebih tinggi dibanding wilayah perkotaan. Tabel 1.2 Indikator Kemiskinan Menurut Kab/Kota DIY 2009-2010 Daerah Persentase Garis Kemiskinan (Rp/Bulan) Penduduk Miskin (%) Penduduk Miskin (jiwa) 2009 2010 2009 2010 2009 2010 Kulon Progo 205,585 225,059 24.65 23.15 89,914 89,976 Bantul 224,373 245,626 17.64 16.09 158,522 146,489 Gunung Kidul 186,232 203,873 24.44 22.05 163,667 148,683 Sleman 226,256 247,688 11.45 10.7 117,534 116,634 Kota Yogyakarta 265,168 290,286 10.05 9.75 45,287 37,823 DIY 211,978 224,258 17.23 16.83 224,967 259,357 Indonesia 200,262 211,726 14.15 13.33 32,530,000 31,023,390 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (Berdasarkan Susenas Tahun 2010) Dari tabel di atas diketahu indikator kemiskinan untuk setiap wilayah berbeda-beda. Indikator kemiskinan untuk setiap wilayah ditentukan oleh pendapatan minimum per bulan yang kemudian dijadikan indikator garis kemiskinan. Adapun untuk tiga wilayah yang sebelumnya dijelaskan berada di atas tingkat kemiskinan nasional, yaitu Kabupaten Kulon Progo dengan garis kemiskinan sebesar Rp. 225.059, Kabupaten Bantul sebesar Rp. 245.626 dan Kabupaten Gunung Kidul sebesar Rp. 203.873. Sedangkan dua wilayah sisanya yaitu Kabupaten Sleman dengan garis kemiskinan sebesar Rp. 247. 688 dan Kota Yogyakarta sebesar Rp. 290.268. 6

Dalam upaya menanggulangi kemiskinan yang dilakukan pemerintah D.I Yogyakarta haruslah memerhatikan faktor pertumbuhan ekonomi dan angka melek huruf yang mana pada tabel sebelumnya menunjukan masih rendahnya kedua variabel tersebut jika dibandingkan dengan nasional. Hal tersebut menujukan kedua variabel tersebut harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah D.I Yogyakarta agar pada gilirannya nanti memberi dampak positif dalam upayanya menanggulangi kemiskinan. Gambar 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Provinsi (%) Tahun 2010 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Dari gambar di atas diketahui D.I Yogyakarta merupakan daerah yang termasuk dalam kriteria provinsi yang relatif tertinggal, karena nilai pertumbuhan ekonominya masih berada dibawah nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui proses pertumbuhan ekonomi tersebut, dapat melihat kegiatan ekonomi yang telah dilaksanakan dan dicapai di D.I Yogyakarta selama periode tertentu. 7

Gambar 1.5 Angka Melek Huruf DIY Tahun 2006-2013 92,02 92,16 91,49 90,84 89,94 90 90,09 90,18 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: Disdikpora DIY, 2014 Penuntasan buta aksara merupakan bagian dari fokus pembangunan untuk peningkatan human capital. Hal ini mengingat peran sentral pendidikan baik sebagai bagian dari pemenuhan hak warga negara, maupun karena daya ungkit pendidikan terhadap tujuan pembangunan yang lain seperti pembangunan dan pemerataan ekonomi dan sosial. Bila melihat data historis dalam kurun 2009-2014, angka melek huruf DIY selama kurun waktu 2009-2014 selalu mengalami peningkatan. Tahun 2009 capaian angka melek huruf DIY tercatat sebesar 90,18% kemudian naik menjadi 90,84% di tahun 2010 dan menjadi 91,49% dan 92,02% di tahun 2013. Sedangkan capaian di tahun 2014 mencapai 93,68%. Jika dilihat data per kabupaten/kota, capaian angka melek huruf tahun 2013 tertinggi adalah Kota Yogyakarta sebesar 98,43% sedangkan capaian terendah adalah Kabupaten Gunungkidul sebesar 85,22%. Tren pencapaian angka melek huruf di kelima kabupaten/kota dalam tahun 2009 hingga tahun 2013 menunjukkan kecenderungan peningkatan angka melek huruf dari tahun ke tahun. Selengkapnya bisa dilihat dalam grafik berikut ini: 8

Gambar 1.6 Trend Angka Melek Huruf DIY Tahun 2009-2013 Sumber: Laporan Kinerja DIY, 2014 Berdasarkan uraian di atas penelitian ini meneliti pengaruh pertumbuhan ekonomi dan pendidikan terhadap kemiskinan pada DI Yogyakarta selama tahun 2006-2013. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi dan angka melek huruf D.I Yogyakarta masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi dan angka melek huruf nasional. Sedangkan kemiskinan D.I Yogyakarta berada diatas kemiskinan nasional. Berdasarkan hal di atas maka yang menjadi rumusan masalah dari penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan Provinsi DIY pada tahun 2006-2013 dan seberapa besar pengaruhnya? 2. Apakah angka melek huruf berpengaruh terhadap kemiskinan Provinsi DIY pada tahun 2006-2013 dan seberapa besar pengaruhnya? 9

1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi DIY pada tahun 2006-2013 dan seberapa besar pengaruhnya. 2. Mengetahui pengaruh angka melek huruf terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi DIY pada tahun 2006-2013 dan seberapa besar pengaruhnya. 1.5 Manfaat Penulisan Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, antara lain: 1. Bagi Penulis Memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis untuk membuktikan teori-teori yang sebelumnya dipelajari selama proses perkuliahan. Dengan melakukan penelitian tersebut, penulis mendapatkan pemahaman tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi dan angka melek huruf terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi DIY pada tahun 2006-2013. 10

2. Bagi Universitas a. Memberikan pengalaman dan wawasan yang bermanfaat bagi pemahaman mahasiswa. b. Menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa mampu memahami dengan baik ilmu yang telah didapatkan selama mengikuti proses pembelajaran di universitas. 3. Bagi Pembaca a. Memberikan wawasan baru bagi pembaca, khususnya di bidang Perencanaan Pembangunan. b. Pembaca bisa mengetahui bahwasanya proses penerapan ilmu pengetahuan sering menemui kendala dan kesulitan yang perlu di teliti dan diuji dengan menggunakan teori-teori yang sudah ada. c. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk pembuatan penelitian dengan menggunakan metode analisis dan alat analisis yang sama. 11

1.6 Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota DIY Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota DIY Kemiskinan Kabupaten/Kota DIY Untuk melihat besarnya pengaruh variabel independen yang terdiri dari variabel Pertumbuhan Ekonomi dan Angka Melek Huruf dalam mempengaruhi variabel kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2013. 12