BAB I PENDAHULUAN. kinerja pada sebuah perusahaan. Setiap perusahaan yang go public diwajibkan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik.

BAB III. Metode Penelitian. publik tahun yang diperoleh dengan cara mendownload melalui

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahanperusahaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUSAHAAN MELAKUKAN AUDITOR SWITCHING

BAB I PENDAHULUAN. kinerja sebuah perusahaan. Penyampaian laporan keuangan merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pelayanan akuntansi kepada masyarakat. UU no 5 tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi dan aktivitas perusahaan yang dilakukan serta kebijakan-kebijakan

BAB I. Pendahuluan. Laporan keuangan merupakan salah satu media terpenting dalam. perusahaan, investor, kreditur, pemerintah, dan masyarakat.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun Perusahaan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. suatu keharusan bagi sebuah perusahaan, utamanya perusahaan-perusahaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawas Pasar Modal (Bapepam) (Susan dan Trisnawati, 2011). Di dalam. mendapatkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pertumbuhan klien, financial distress, audit tenure, dan opini audit, audit terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan klien pada perusahaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan data dari perusahaan-perusahaan yang saham-sahamnya memiliki

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan melakukan

FAKTOR-FAKTOR TERKAIT KAP SWITCHING YANG DILAKUKAN PERUSAHAAN SECARA VOLUNTARY

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010-

BAB III METODE PENELITIAN. Djarwanto, 2012: 93). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh

PENDAHULUAN. Dengan dibentuknya ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun karena AEC mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara principals dan agents (Einshardt, 1999:58). Pihak principals adalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun pihak eksternal perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan pada

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban manajemen kepada stakeholder, terutama kepada pemilik

BAB I PENDAHULUAN. mereka kepada pihak-pihak yang membutuhkan. SFAC No 2

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. sarana untuk pengambilan keputusan baik pihak internal. eksternal (Jensen dan Meckling, 1976) dalam (Arsih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang Pengaruh Auditor Opinion, Auditor Tenure dan. membutuhkan Kajian Teori sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Pengelola perusahaan go public sebagai manajemen yang wajib

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan maupun pihak eksternal perusahaan. Pihak-pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar pemakai dalam pembuatan keputusan akuntansi.

Lanny Wijaya Stefanus Ariyanto Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta (021)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. dua perusahaan yang kantor akuntan publiknya berbeda, ketidakpuasan terhadap

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. No Peneliti Tema Hasil 1 Rasmini & Juliantari (2013) Auditor Switching dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan faktor-faktor mengenai perusahaan dan sebagai dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia didasarkan pada kajian teori sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang digunakan oleh beberapa pihak untuk mengambil keputusan,

BAB III METODE PENELITIAN. hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan pada variabel Profitabilitas,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan yang sudah Go public, perusahaan tentunya

ABSTRAK. Kata kunci: financial distress, opini audit, pertumbuhan perusahaan, auditor switching.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan salah satu media terpenting dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. investor, kreditor dan pemerintah untuk menilai kinerja dan melihat kondisi

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI. Oleh: ELSYE SHEZARITASARI B

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya kebutuhan akan jasa akuntan publik disebabkan oleh keinginan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akuntan publik adalah pihak independen yang dianggap mampu

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan perusahaan adalah salah satu sarana

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel. 1. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

BAB I PENDAHULUAN. Modal (BAPEPAM). Dengan semakin banyaknya perusahaan go public, pemakainya (Susan dan Trisnawati, 2011).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pengertian populasi menurut Sekaran (2009:262) sebagai berikut: Refers to

BAB I PENDAHULUAN. manajemen kepada stakeholder terutama terhadap pemilik perusahaan. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keputusan ekonomi (IAI, 2012). Pengguna laporan keuangan dapat meliputi

BAB I PENDAHULUAN. (Bapepam). Namun semakin banyaknya Kantor Akuntan Publik ini juga. menimbulkan sebuah pilihan yang dilematis, karena Kantor Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik sangat dipengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kantor akuntan publik merupakan kantor tempat akuntan menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kondisi finansial perusahaan yang dapat menggambarkan prospek

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. perusahaan, financial distress dan opini audit going concern terhadap auditor

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihak-pihak internal dan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen suatu perusahaan dapat di tunjukkan melalui penyajian laporan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kondisi keuangan perusahaan atau organisasi kepada pihak-pihak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori agensi menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN. tentang keadaan perusahaan. Hassan & Ahmed (2012) menyatakan bahwa laporan

BAB I PENDAHULUAN. masa lalu, saat ini maupun masa depan perusahaan. terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. keharusan bagi sebuah perusahaan, utamanya perusahaan-perusahaan yang sudah

BAB 3 DESAIN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. manajemen kepada pemakai kepentingan laporan keuangan itu sendiri, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari peneliti-peneliti

BAB I PENDAHULUAN. Laporan ini sangat berpotensi dipengaruhi kepentingan pribadi, sedangkan sebagai

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. akan diteliti dan menentukan langkah-langkah penelitian agar penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan alasan penggunaan judul

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan memiliki peran penting dalam pengukuran dan penilaian kinerja pada sebuah perusahaan. Setiap perusahaan yang go public diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) (Susan dan Estralita,2011). Bappepam telah mengeluarkan peraturan nomor VIII.G.2 mengenai laporan tahunan yang wajib dilaporkan oleh perusahaan go public, diantaranya yaitu laporan tahunan perusahaan wajib memuat laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dalam menyajikan laporan keuangan harus memperhatikan dua karakteristik kualitatif, yaitu relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Menurut FASB dalam SFAC No. 2, karakteristik kualitatif dimaksudkan untuk memberi kriteria dasar dalam memilih: (1) alternatif metode akuntansi dan pelaporan keuangan, (2) persyaratan pengungkapan (disclosure) (Ghozali dan Chariri,2007). Pengukuran karakteristik kualitatif ini sulit diukur, sehingga pengguna laporan keuangan membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu akuntan publik. Dalam hal ini akuntan publik merupakan pihak independen yang memiliki peran penting bagi suatu perusahaan, terutama dalam memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan. Akuntan publik bertugas memastikan bahwa laporan keuangan tersebut wajar dan dapat dipercaya

2 menampilkan keadaan keuangan suatu perusahaan yang sebenarnya. Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik, auditor harus mampu menghasilkan opini audit yang berkualitas yang akan berguna tidak saja bagi dunia bisnis,tetapi juga masyarakat luas (Wibowo dan Hilda, 2010). Dalam teori agensi dijelaskan hubungan kontraktual antara principals dan agent. Pihak principals dalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan. Teori keagenan menyatakan bahwa dalam pengelolaan perusahaan selalu ada konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik perusahaan, manajer dan bawahannya, pemilik perusahaan dan kreditor (Anthony dan Govindarajan,2005). Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut yang dinilai lewat kinerja keuangannya yang tercermin dalam laporan keuangan. Sehingga dalam agency theory, pemilik perusahaan membutuhkan akuntan publik untuk memverifikasi informasi yang diberikan manajemen kepada pihak perusahaan. Pertumbuhan profesi akuntan publik saat ini makin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan jasa audit bagi perusahaan go public. Menurut Nuryanti (2012), bertambahnya jumlah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang beroperasi dapat menimbulkan persaingan antara KAP yang satu dengan yang lainnya, sehingga memungkinkan perusahaan untuk berpindah dari satu KAP ke KAP lain. Pergantian KAP disebabkan karena perusahaan ingin mencari KAP yang dapat memberikan opini sesuai dengan harapannya yaitu wajar tanpa pengecualian. Pergantian Kantor Akuntan Publik ini bisa bersifat mandatory (wajib) dan bisa juga

3 bersifat voluntary (sukarela). Pergantian KAP secara mandatory (wajib) didasari oleh adanya peraturan pemerintah yang mengatur mengenai rotasi akuntan publik. Sedangkan pergantian KAP secara voluntary (sukarela) dilakukan apabila klien atau perusahaan mengganti akuntan publiknya ketika tidak ada peraturan yang mewajibkannya untuk melakukan pergantian akuntan publik (Susan dan Estralita, 2011). Menurut Sinarwati (2010), jika terjadi pergantian KAP oleh perusahaan di luar ketentuan peraturan yang telah ditetapkan maka akan menimbulkan pertanyaan bahkan kecurigaan dari investor sehingga penting untuk diketahui faktor penyebabnya. Timbulnya kajian mengenai masalah pergantian auditor ini berawal dari terbongkarnya kasus Enron ke ranah publik, dimana KAP yang merupakan salah satu KAP big five saat itu, yakni Arthur Andersen, gagal mempertahankan indenpendensinya dalam mengaudit kliennya, Enron. Akibat dari kasus ini, lahirlah The Sarbanes-Oxley Act (SOX) tahun 2002 sebagai respon dari skandal perusahaan besar yang terjadi di Amerika (Sulistiarini dan Sudarno, 2012). Kemudian pesan ini digunakan oleh berbagai negara untuk memperbaiki struktur pengawasan terhadap KAP dengan menerapkan rotasi wajib KAP dan Auditor (Suparlan dan Andayani, 2010). Sampai dengan saat ini sudah banyak badan regulator dari beberapa Negara yang menerapkan adanya rotasi wajib KAP dan Auditor. Salah satu negara yang memberlakukan adanya rotasi wajib KAP dan auditor adalah Indonesia. Pemerintah Indonesia sudah mengatur kewajiban rotasi tersebut dengan mengeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 tentang Jasa Akuntan Publik sebagai perubahan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002. Peraturan ini menjelaskan bahwa

4 pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturutturut. Kemudian peraturan tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik pasal 3, dimana pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP untuk waktu 6 (enam) tahun buku berturutturut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Dengan dikeluarkannya peraturan ini, diharapkan dapat meningkatkan keandalan sebuah laporan keuangan dan indenpendensi auditor tetap terjaga. Adanya peratutan mengenai rotasi Kantor Akuntan Publik ini menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji. Sebenarnya faktor apa saja yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan pergantian KAP, terutama jika rotasi tersebut dilakukan diluar ketentuan UU yang berlaku. Penelitian mengenai rotasi KAP ini masih menarik untuk diteliti karena ada bebarapa perbedaan dari hasil empiris penelitian terdahulu. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan Nasser et al. (2006) berhasil menunjukan bahwa variabel ukuran klien, ukuran KAP, dan financial distress mempengaruhi perusahaan melakukan pergantian KAP diluar peraturan yang ada. Sedangkan penelitian yang dilakukan Divianto (2011) menunjukan hasil bahwa variabel yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan pergantian KAP secara voluntary adalah opini audit. Di sisi lain penelitian Sulistiarini dan Sudarno (2012) memberi bukti empiris mengenai adanya hubungan ukuran KAP dan pergantian manajemen terhadap keputusan perusahaan berpindah Kantor Akuntan Publik.

5 Kecenderungan untuk melakukan KAP switching telah ditemukan dipengaruhi pergantian manajemen (Hudaibe dan Cooke, 2005; Damayanti dan Sudarma, 2008; Suparlan dan Andayani, 2010; Wijayanti, 2010; Susan dan Estralita, 2011; Sulistiarini dan Sudarno, 2012), opini audit (Hudaibe dan Cooke, 2005; Damayanti dan Sudarma, 2008; Wijayanti, 2010; Divianto, 2011; Wijaya, 2011), financial distress (Hudaibe dan Cooke, 2005; Nasser et al, 2005; Susan dan Estralita, 2011; Aprilia, 2013), Ukuran KAP (Nasser et al., 2006; Damayanti dan Sudarma, 2008; Wijayanti, 2010; Wijaya, 2011; Susan dan Estralita, 2011; Sulistiarini dan Sudarno, 2012; Aprilia, 2013), persentase perubahan ROA (Damayanti dan Sudarma, 2008; Susan dan Estralita, 2011; Sulistiarini dan Sudarno, 2012), kepemilikan publik (Sulistiarini dan Sudarno, 2012). Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sulistiarini dan Sudarno (2012). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan variabel-variabel yang ada pada penelitian yang dilakukan Sulistiarini dan Sudarno (2012) yaitu pergantian manajemen, financial distress, ukuran KAP, kepemilikan publik. Selain itu peneliti juga menambahkan variabel independen lain dalam penelitiannya, yaitu opini audit dan persentase perubahan ROA. Karena dalam penelitian yang dilakukan Wijaya (2011), variabel opini audit berpengaruh terhadap pergantian Kantor Akuntan Publik. Penelitian mengenai pengaruh variabel persentase perubahan ROA terhadap pergantian Kantor Akuntan Publik masih jarang dilakukan, untuk itu peneliti berusaha meneliti kembali hubungan variabel tersebut. Hudaib dan Cooke (2005), Susan dan Estralita (2011), Sulistiarini dan Sudarno (2012) telah melakukan penelitian yang berhasil membuktikan adanya pengaruh pergantian manajemen terhadap pergantian Kantor Akuntan Publik. Sedangkan

6 penelitian Wijaya (2011), Wahyuningsih (2012), dan Aprilia (2013) menemukan bahwa adanya pergantian manajemen tidak mempengaruhi perusahaan untuk berpindah KAP. Pengujian terhadap pengaruh variabel opini audit telah dilakukan oleh Hudaib dan Cooke (2005), Wijaya (2011), Divianto (2011) yang menemukan bukti empiris bahwa opini audit merupakan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap KAP switching. Sedangkan Susan dan Estralita (2011), Wahyuningsih (2012) dan Nuryanti (2012) membuktikan bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap KAP switching. Hudaib dan Cooke (2005) dan Sinarwati (2010) menyatakan adanya hubungan positif dan signifikan antara financial distress dan keputusan perusahaan untuk berpindah KAP. Di sisi lain Nasser et al. (2006), Susan dan estralita (2011), Sulistiarini dan Sudarno (2012) dan Aprillia (2013) menemukan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress tidak menjadi penyebab untuk mengganti KAP. Penelitian mengenai pengaruh variabel persentase perubahan ROA terhadap pergantian KAP masih jarang dilakukan. Damayanti dan Sudarma (2008) dan Susan Estralita (2011) membuktikan bahwa persentase perubahan ROA tidak berpengaruh terhadap pergantian KAP. Di sisi lain Nasser et al. (2006) melakukan penelitian di Malaysia menemukan bahwa ukuran KAP berpengaruh signifikan terhadap KAP switching. Penelitian ini konsisten dengan penelitian Susan dan Estralita (2011), Sulistiarini dan Sudarno (2012) dan Aprilia (2013). Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Sinason et al., 2001 yang menemukan bahwa ukuran KAP tidak mempengaruhi KAP switching.

7 Penelitian yang dilakuakan Suparlan dan Andayani (2010) berhasil membuktikan bahwa kepemilikan publik berpengaruh terhadap pergantian KAP. Sedangkan penelitian yang dilakukan Sulistiarini dan Sudarno (2012) tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh kepemilikan publik terhadap KAP switching. Motivasi penelitian ini adalah untuk mengkonfirmasi penelitian Sulistiarini dan Sudarno (2012) yang menguji analisis faktor-faktor pergantian Kantor Akuntan Publik. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sulistiarini dan Sudarno (2012), yang menggunakan lima variabel independen yaitu ukuran KAP, financial distress, kepemilikan publik, pergantian manajemen, dan pergantian komite audit. Dan menggunakan jurnal dari penelitian Susan dan Estralita (2011) yang menggunakan lima variabel independen yaitu pergantian manajemen, opini akuntan, kesulitan keuangan perusahaan, ukuran KAP, dan persentase perubahan ROA. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan jurnal dari penelitian Nuryanti (2012) yang menggunakan dua variabel independen yaitu opini audit dan pertumbuhan perusahaan klien. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistiarini dan Sudarno (2012) adalah sama-sama menggunakan variabel independen ukuran KAP, financial distress, kepemilikan publik dan pergantian manajemen. Adapun persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Susan dan Estralita (2011), yaitu sama-sama menggunakan variabel independen pergantian manajemen, opini akuntan, financial distress, dan ukuran KAP. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakunan Nuryanti

8 (2012) hanya terdapat pada variabel dependennya, yaitu sama-sama menggunakan variabel dependen KAP switching. Ada beberapa perbedaan dalam penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel pergantian komite audit. Variabel pergantian komite audit tidak digunakan karena keterbatasan dalam mendapatkan data mengenai penggantian komite audit pada perusahaan go public. Disamping itu, berdasarkan penelitian Sulistiarini dan Sudarno (2012), variabel pergantian komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pergantian KAP. Dan dalam penelitian ini ditambahkan dua variabel independen yaitu variabel persentase perubahan ROA yang ada dalam jurnal penelitian (Susan dan Estralitan,2011), dan variabel opini audit yang terdapat dalam jurnal penelitian (Nuryanti,2012). Peneliti juga mengubah populasi dalam penelitian yang dilakukan oleh Sulistiarini dan Sudarno (2012) yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006-2010, menjadi perusahaan industri barang dan konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008-2012. Dengan merubah populasi dalam penelitian diharapkan akan mempengaruhi hasil penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul FAKTOR-FAKTOR TERKAIT KAP SWITCHING YANG DILAKUKAN PERUSAHAAN SECARA VOLUNTARY.

9 1.2 Rumusan Masalah Penelitian sebelumnya mengenai KAP switching telah banyak dilakukan tetapi hasil penelitian selalu menunjukkan bukti empiris yang berbeda-beda. Oleh karena itu penelitian ini mencoba menguji kembali aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi keputusaan perusahaan dalam melakukan pergantian KAP secara voluntary. Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti akan menguji hubungan antara pergantian manajemen, opini audit, financial distress, ukuran KAP, persentase perubahan ROA, dan kepemilikan publik dengan KAP switching. Perumusan masalah yang akan diteliti diantaranya: 1. Apakah pergantian manajemen mempengaruhi KAP switching pada perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia? 2. Apakah opini audit mempengaruhi KAP switching pada perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia? 3. Apakah financial distress mempengaruhi positif terhadap KAP switching pada perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia? 4. Apakah ukuran KAP mempengaruhi KAP switching pada perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia? 5. Apakah persentase perubahan ROA mempengaruhi KAP switching pada perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia? 6. Apakah kepemilikan publik mempengaruhi KAP switching pada perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia?

10 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh pergantian manajemen terhadap keputusan perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia untuk melakukan KAP switching. 2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh opini audit terhadap keputusan perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia untuk melakukan KAP switching. 3. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh financial distress terhadap keputusan perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia untuk melakukan KAP switching. 4. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh ukuran KAP terhadap keputusan perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia untuk melakukan KAP switching. 5. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh persentase perubahan ROA terhadap keputusan perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia untuk melakukan KAP switching. 6. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Kepemilikan Publik terhadap keputusan perusahaan industri barang konsumsi di Indonesia untuk melakukan KAP switching.

11 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi Profesi Akuntan Publik Menjadi bahan informasi dan pembelajaran untuk profesi akuntan publik tentang praktik perpindahan KAP yang dilakukan perusahaan secara voluntary. 2. Bagi Regulator Menjadi salah satu sumber bagi pembuat regulasi yang berkaitan dengan praktik perpindahan Kantor Akuntan Publik oleh perusahaan go public terutama di bidang industri barang konsumsi yang ada di Indonesia pada khususnya. 3. Bagi Akademisi Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan dan wawasan terhadap pengembangan mengenai pengauditan khususnya mengenai KAP switching. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dan informasi untuk kemungkinan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya mengenai pembahasan KAP switching.

12 1.5 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari penulisan skripsi secara keseluruhan, maka perlu adanya sistematika penulisan yang baik. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Dalam landasan teori terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai Peraturan Pemerintah Indonesia mengenai Rotasi Wajib Auditor dan Kantor Akuntan Publik, definisi KAP switching, pergantian manajemen, opini audit, financial distress, ukuran KAP, kepemilikan publik. Bab ini juga berisi kerangka konseptual dan hipotesis penelitian. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai variabel penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum responden serta hasil dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian.

13 BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang simpulan dan saran yang diberikan peneliti dan hasil yang telah didapat dari bab sebelumnya.

14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Peraturan Pemerintah Indonesia Mengenai Rotasi Wajib Auditor dan Kantor Akuntan Publik (KAP). Saat ini, keraguan mengenai tingkat indenpendensi auditor sedang banyak diperdebatkan di kalangan Akuntan Publik dalam pemberian jasa audit. Dalam hal ini Pemerintah sebagai regulator ikut ambil andil dalam permasalahan ini yaitu dengan mengeluarkannya peraturan-peraturan mengenai rotasi wajib KAP dan Auditor. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan dapat memfasilitasi berbagai pihak, baik pihak auditor, pihak akuntan publik, maupun pihak eksternal. Di Indonesia peraturan mengenai rotasi KAP dan auditor sudah bersifat mandatory (wajib), sejak ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 mengenai Jasa Akuntan Publik. Peraturan tersebut kemudian diperbaharui menjadi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 dalam pasal 2, yang mengatur bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Peraturan mengenai rotasi wajib tersebut kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

15 17/PMK.01/2008 pasal 3 ayat 1 mengenai Jasa Akuntan Publik. Perubahan yang dibuat yaitu mengenai pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut, dan oleh seorang akuntan publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 mengenai Jasa Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 mengenai Jasa Akuntan Publik digunakan peneliti sebagai dasar penelitian karena periode waktu penelitian ini adalah tahun 2008-2012. 2.1.2 Teori tentang KAP switching (Pergantian KAP) KAP switching merupakan tindakan perusahaan atau klien dalam melakukan pergantian Kantor Akuntan Publik. Pergantian KAP tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa berasal dari faktor klien maupun faktor auditor. Mardiyah dalam Divianto (2011) juga menyatakan dua faktor yang mempengaruhi perusahaan berpindah KAP adalah faktor klien (client-related factors), yaitu kesulitan keuangan, manajemen yang gagal, perubahan ownership, Initial Public Offering (IPO) dan faktor auditor (auditor-related factors), yaitu: fee audit dan kualitas audit. Terdapat dua kemungkinan yang terjadi ketika klien melakukan KAP switching dengan kondisi dimana tidak ada peraturan yang mewajibkan pergantian auditor/kap, yaitu auditor mengundurkan diri atau auditor diberhentikan oleh klien.

16 Apapun kemungkinan yang akan terjadi, fokus penelitian ini tetap pada alasan aspekaspek apa saja yang mendasari perusahaan melakukan KAP switching. Alasan lain jika adanya ketidak sepakatan atas praktik akuntansi tertentu, maka diekspektasi klien akan pindah ke auditor yang dapat bersepakat dengan klien (Divianto, 2011). Wijayanti (2010) menyatakan bahwa alasan ketika klien mencari KAP baru dikarenakan terjadi ketidakcocokan informasi antara auditor (KAP) dan klien. Hal ini dapat terjadi karena informasi yang dimiliki klien lebih besar dibandingkan informasi yang dimiliki auditor/kap. Adanya kondisi tersebut, membuat klien pasti mencari auditor yang kemungkinan besar akan lebih mudah untuk sepakat dengan praktik perusahaan tersebut. Sehingga ada dua kemungkinan yang terjadi jika auditor/kap bersedia menerima klien baru. Kemungkinan yang pertama adalah auditor/kap telah memiliki informasi yang cukup lengkap tentang usaha klien. Kemungkinan kedua auditor sebenarnya tidak memiliki informasi yang cukup tentang klien tetapi menerima klien hanya untuk alasan lain, misalnya alasan financial. Menurut Wijayanti (2010), Pergantian auditor/kap secara mandatory (wajib) dengan secara voluntary (sukarela) dapat dibedakan atas dasar pihak mana yang menjadi fokus perhatian dari isu tersebut. Jika pergantian terjadi secara sukarela, maka fokus perhatian utama adalah pada sisi klien. Sebaliknya, jika pergantian terjadi secara wajib, fokus perhatian utama beralih kepada auditor/kap. Jadi, fokus perhatian peneliti adalah pada perusahaan klien. 2.1.3 Pergantian Manajemen

17 Menurut Sulistiarini dan Sudarno (2012), konflik keagenan yang terjadi antara pemilik perusahaan dengan manajemen sering kali membuat pemilik perusahaan mengambil keputusan untuk melakukan pergantian manajemen. Hubungan keagenan adalah suatu kontrak antara principle (pemegang saham) dan agent (manajemen) yang merupakan kesepakatan dimana pemilik atau pemegang saham perusahaan menunjuk manajemen untuk mengelola perusahaan. Pergantian manajemen perusahaan sering kali diikuti oleh perubahan berbagai kebijakan seperti dalam bidang akuntansi, keuangan, dan perubahan KAP. Manajemen yang baru pasti mencari KAP yang selaras dengan kebijakan dan pelaporan akuntansinya. Joher et al., (2000) menyatakan bahwa manajemen memerlukan auditor yang lebih berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan pertumbuhan perusahaan yang cepat. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka kemungkinan besar perusahaan akan mengganti auditornya. 2.1.4 Opini Audit Opini audit dapat didefinisikan sebagai pernyataan atau asersi yang dikeluarkan oleh auditor dalam menilai kewajaran perjanjian laporan keuangan perusahaan yang diauditnya. Opini tersebut harus didasarkan atas pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai dengan standar audit dan temuan auditor. Hasil pemeriksaan akuntan tertuang dalam suatu laporan yang menyatakan bahwa apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (Nuryanti, 2012). Menurut Standar Profesional Akuntan Publik per 31 Maret 2011 (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu :

18 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion report) Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan oleh auditor jika auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seperti yang terdapat dalam standar professional akuntan publik, dan telah mengumpulkan bahan-bahan pembuktian (audit evidence) yang cukup untuk mendukung opini audit, serta tidak menemukan adanya kesalahan material atas penyimpangan dari Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas suatu entitas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku (unqualified opinion report with explanatory language) Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan atau bahasa penjelasan lain dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion report) Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan Standar Akuntansi

19 Keuangan di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana: a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat. b. Audior yakin atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. 4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion report) Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion report) Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut laporan tanpa pendapat (no opinion report). Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilamana ia tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai sesuai denga Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Nuryanti (2012) memiliki pendapat bahwa perbedaan perspektif antara manajemen perusahaan dengan auditor dapat terjadi karena metode akuntansi yang diterapkan pada laporan keuangan perusahaan menurut auditor

20 menyimpang dari prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan harus dilakukan pengungkapan. Ketika auditor tidak dapat memberikan opini sebagaimana yang diharapkan perusahaan, maka perusahaan akan berpindah kepada auditor lain atau bahkan KAP lain yang mungkin dapat memberikan opini audit yang sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. 2.1.5 Financial Distress Financial distress merupakan suatu kondisi dimana perusahaan sedang dalam keadaan kesulitan keuangan. Financial distress (kesulitan keuangan) sebenarnya memiliki banyak definisi, tergantung bagaimana cara pengukurannya. Prihadi dalam Wijaya (2011) menyatakan bahwa financial distress merupakan suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kondisi yang tidak sehat ataupun kesulitan dalam keuangannya sehingga dikhawatirkan akan mengalami kebangkrutan, kebangkrutan itu sendiri akan terjadi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Sedangkan Atmini dan Wuryana (2005) mendefinisikan financial distress jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi negatif. Dalam penelitian ini financial distress diproksikan dengan perhitungan rasio DER (Debt to Equity Ratio) mengacu pada penelitian Sulistiarini dan Sudarno (2012). Rasio DER dihitung dengan membandingkan total hutang dengan total ekuitas. Rasio ini menggambarkan struktur modal perusahaan, semakin besar proporsi hutang yang digunakan oleh perusahaan, maka investor menanggung risiko yang semakin besar pula. Semakin tinggi rasio DER menunjukan total hutang yang

21 tinggi dibandingkan dengan total ekuitas yang rendah, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). 2.1.6 Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) KAP dalam penelitian ini adalah besar kecilnya Kantor Akuntan Publik yang digunakan perusahaan, dibedakan dalam dua kelompok yaitu KAP yang berafiliasi dengan Big 4 dan KAP yang tidak berafiliasi dengan Big 4. Ukuran KAP sendiri biasanya dikaitkan dengan kualitas dan reputasi audit. Menurut Halim dalam Divianto (2011) perusahaan akan mencari KAP yang kredibilitasnya tinggi untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan di mata pemakai laporan keuangan itu. Selain itu Nasser et al., 2006 juga menyatakan bahwa KAP yang lebih besar umumnya dianggap sebagai penyedia kualitas audit yang tinggi dan menikmati reputasi tinggi dalam lingkungan bisnis, sehingga KAP besar akan berusaha untuk mempertahankan independensi nya untuk menjaga image mereka. 2.1.7 Persentase Perubahan ROA Perhitungan return on asset (ROA) dpat mewakili tingkat profitabilitas. Profitabilitas dapat menjadi salah satu tolak ukur kinerja keuangan suatu perusahaan yang dapat menggambarkan reputasi klien secara menyeluruh. Menurut Susan dan Estralita (2011), ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang telah digunakan, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan secara efisien menggunakan aktiva nya dalam melakukan kegiatan usahanya.

22 Semakin besar nilai ROA maka semakin baik pula efektifitas manajemen dalam memanfaatkan aktivanya. Penelitian serupa telah dilakukan juga oleh Damayanti dan Sudarma (2008) yang menyatakan bahwa persentase perubahan ROA berpengaruh terhadap KAP switching. 2.1.8 Kepemilikan Publik Kepemilikan publik dalam penelitian ini merupakan saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat. Banyaknya tingkat kepemilkan saham oleh masyarakat, akan mendorong perusahaan untuk berganti auditor ke KAP yang lebih berkualitas. Menurut Guedhami et al dalam Sulistiarini dan Sudarno (2012), menemukan bahwa kepemilikan saham menyebar mempunyai pengaruh penting untuk memperoleh laporan keuangan yang berkualitas tinggi yang diwujudkan dalam pemilihan KAP. 2.2 Rerangka Konseptual Gambar 5.2.1 Rerangka Pemikiran Pergantian Manajemen Opini Audit Financial Distress Ukuran KAP KAP Switching Persentase Perubahan ROA

23 2.3 Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Pergantian Manajemen terhadap KAP Switching Sulistiarini dan Sudarno (2012) menyatakan bahwa konflik keagenan yang terjadi antara pemilik perusahaan dengan manajemen sering kali membuat pemilik perusahaan mengambil keputusan untuk melakukan pergantian manajemen. Pergantian manajemen tersebut dapat disebabkan pihak manajemen mengundurkan diri karena kemauan senditi, atau dapat juga disebabkan karena keputusan yang telah dibuat dalam rapat umum pemegang saham. Sehingga pemegang saham harus mengganti manajemen baru yaitu direktur utama atau CEO ( chief executive officer). Pergantian manajemen dalam perusahaan sering kali diikuti oleh perubahan kebijakan dalam perusahaan, termasuk dalam hal kepemilikan KAP (Sinarwati dalam Sulistiarini dan Sudarno, 2012). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perubahan manajemen memungkinkan perusahaan sebagai klien memilih KAP baru yang sesuai dengan kebijakan akuntansi perusahaan dan dianggap lebih berkualitas. Oleh karena itu hipotesis pertama dinyatakan sebagai berikut: H1: Pergantian manajemen berpengaruh terhadap KAP switching.

24 2.3.2 Pengaruh Opini Audit terhadap KAP Switching Opini audit merupakan pernyataan yang dikeluarkan oleh auditor atas kewajaran laporan keuangan perusahaan. Menurut Nuryanti (2012), klien selalu berusaha menghindari untuk mendapat opini qualified. Ketidakpuasan atas pendapat auditor menyebabkan timbulnya ketegangan hubungan antara manajemen dan KAP sehingga perusahaan akan mengganti KAPnya (Divianto, 2011). Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Hudaib dan Cooke (2005) di Inggris yaitu menemukan bahwa klien memiliki kecenderungan untuk mengganti KAP nya setelah menerima opini audit qualified. Opini audit selain WTP cenderung mempengaruhi klien untuk melakukan KAP switching. Hal ini disebabkan oleh pemberian opini audit selain WTP mengindikasikan terdapat masalah dalam laporan keuangan, sehingga pandangan investor dan kreditor cenderung negative (Divianto, 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwa klien (perusahaan) yang mendapatkan opini audit yang tidak diharapkan yaitu selain wajar tanpa pengecualian (WTP) akan cenderung mengganti KAP. Dari uraian diatas dapat dirimuskan hipotesis: H2: Opini audit berpengaruh terhadap KAP switching. 2.3.3 Pengaruh Financial Distress terhadap KAP Switching Tingkatan posisi keuangan pada perusahaan klien mungkin berpengaruh terhadap keputusan mempertahankan atau mengganti KAP. Adanya financial distress menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat dan cenderung akan mengalami kebangkrutan. Menurut Hudaib dan Cooke (2005),

25 perusahaan dengan tekanan financial cenderung untuk mengganti KAP nya dibandingkan perusahaan yang sehat. Pergantian KAP ini juga dapat disebabkan karena perusahaan tidak dapat memenuhi biaya audit yang dibebankan oleh KAP yang mengauditnya dikarenakan perusahaan sedang mengalami kondisi keuangan yang menurun (Sulistiarini dan Sudarno, 2012). Dengan demikian perusahaan yang mengalami financial distress lebih cenderung mengganti KAP dibandingkan perusahaan yang sehat. Sehingga dibuat hipotesis sebagai berikut: H3: Financial distress berpengaruh terhadap KAP switching. 2.3.4 Pengaruh Ukuran KAP terhadap KAP Switching Perusahaan akan mencari KAP yang memiliki kredibilitas tinggi untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan perusahaan. Menurut Wijaya (2011), perusahaan akan lebih memilih KAP yang memiliki tingkat keahlian tinggi terutama untuk perusahaan-perusahaan yang telah go publik karena hal ini berkaitan dengan pertanggungjawaban perusahaan dengan shareholdernya dan menjaga kepercayaan publik. KAP yang lebih besar (Big 4) dianggap lebih mampu mempertahankan indenpendensinya yang lebih memadahi ketimbang rekan-rekan mereka yang lebih kecil karena KAP besar dapat menyediakan berbagai layanan untuk kliennya dalam jumlah yang lebih besar, sehingga mengurangi ketergantungan mereka pada klien tertentu (Naaser et al dalam Sulistiarini dan Sudarno, 2012).

26 Disamping itu, KAP yang lebih besar (Big 4) umumnya dianggap sebagai penyedia kualitas audit yang tinggi dan menikmati reputasi tinggi dalam lingkungan bisnisnya, sehingga KAP besar akan berusaha untuk mempertahankan independensinya untuk menjaga image (Naaser et al, 2006 dalam Sulistiarini dan Sudarno, 2012). Berdasarkan argumen tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan akan lebih memilih KAP besar yang dianggap memiliki kualitas lebih tinggi dibanding KAP kecil. Oleh karena itu, perusahaan yang sudah menggunakan jasa audit KAP besar (Big 4) memiliki kemungkinan kecil untuk berpindah KAP. Sehingga hipotesis berikutnya adalah: H4: Ukuran KAP berpengaruh terhadap KAP switching. 2.3.5 Pengaruh Persentase Perubahan ROA terhadap KAP Switching Persentase perubahan ROA (Return on Asset) merupakan salah satu proksi yang dapat menggambarkan reputasi klien/clien reputation. Nilai ROA juga menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang telah digunakan, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan secara efisien menggunakan aktivanya dalam perusahaan. (Susan dan Estralita 2011). Semakin besar nilai ROA maka semakin baik pula efektifitas manajemen perusahaan dalam mengelola aktiva, sehingga prospek bisnis nya juga akan semakin baik (Damayanti dan Sudarma, 2008). Di sisi lain, perusahaan yang memiliki nilai ROA semakin rendah cenderung mengganti KAPnya karena perusahaan mengalami penurunan kinerja sehingga prospek bisnisnya makin menurun. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa

27 penurunan kondisi keuangan perusahaan mengakibatkan manajemen perusahaan cenderung mencari KAP baru yang dapat menyembunyikan keadaan perusahaan ini. Maka hipotesis berikutnya adalah: H5: Persentase penurunan ROA berpengaruh terhadap KAP switching 2.3.6 Pengaruh Kepemilikan Publik terhadap KAP Switching Tingkat kepemilikan saham oleh publik (kepemilikan saham non keluarga) berpengaruh terhadap pilihan KAP yang akan digunakan. Kepemilikan saham yang menyebar memiliki pengaruh penting untuk memperoleh laporan keuangan yang berkualitas tinggi yang diwujudkan dalam pilihan KAP (Guedhami et al dalam Sulistiarini dan Sudarno, 2012). Kepemilikan saham yang menyebar ke publik/masyarakat berakibat timbulnya tuntutan dari masyarakat untuk audit yang berkualitas. Hal ini menyebabkan perusahaan cenderung akan berganti KAP ke KAP yang lebih berkualitas. Untuk hipotesis yang terakhir dinyatakan sebgai berikut: H6: Proporsi kepemilikan saham oleh publik berpengaruh terhadap KAP switching.

28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1 Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel terikat, variabel yang dipengaruhi atau akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan adalah KAP switching. KAP switching merupakan perpindahan Kantor Akuntan Publik yang dilakukan oleh perusahaan klien minimal sebanyak 2 (dua) kali dalam kurun waktu 5 (lima) tahun tanpa mengikuti peratuan mengenai rotasi wajib KAP (bersifat voluntary). Variabel dependen ini merupakan variabel dummy, yang nilainya hanya 1 atau 0. Jika perusahaan melakukan KAP switching diberi kode 1, dan jika perusahaan tidak melakukan KAP switching diberi kode 0. 3.1.2 Variabel Independen Variabel independen merupakan variabel bebas, variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 6 (enam) variabel independen, yaitu pergantian manajemen, opini audit, financial distress, ukuran KAP, persentase perubahan ROA, dan kepemilikan publik. 3.1.2.1 Variabel Pergantian Manajemen Pergantian manajemen merupakan pergantian direksi atau CEO (Chief Executive Officer) perusahaan klien. Variabel pergantian manajemen ini menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan klien melakukan pergantian direksi

29 atau CEO maka diberi nilai 1. Sedangkan jika perusahaan klien tidak melakukan pergantian direksi atau CEO maka diberikan nilai 0. 3.1.2.2 Variabel Opini Audit Opini audit merupakan pernyataan tentang penilaian kewajaran atas laporan keuangan perusahaan klien. Variabel opini audit menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan menerima opini selain wajar tanpa pengecualian (unqualified) maka diberi nilai 1. Sedangkan jika perusahaan menerima opini wajar tanpa pengecualian (unqualified) maka diberi nilai 0. 3.1.2.3 Variabel Financial Distress Financial distress merupakan kondisi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Dalam penelitian ini, variabel financial distress diukur dengan menggunakan rasio DER (Debt to Equity Ratio), yang mengacu pada penelitian Sulistiarini dan Sudarno (2012). Ratio ini menggambarkan struktur modal perusahaan, semakain besar proporsi hutang yang digunakan oleh perusahaan, maka investor menanggung risiko yang semakin besar pula. Jadi, rasio DER yang semakin tinggi menunjukkan tingkat hutang yang tinggi dengan ekuitas yang rendah sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) dan pada kondisi ini perusahaan akan mengalami financial distress (Suparlan dan Andayani dalam Sulistiarini dan Sudarno, 2012). Cara menghitung DER adalah sebagai berikut: DER Debt to Equity Ratio = Total Hutang Total Ekuitas

30 Tingkat rasio DER yang aman adalah 100%. Rasio DER diatas 100% merupakan salah satu indikator memburuknya kinerja keuangan, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan atau financial distress (Sinarwati dalam Sulistiarini dan Sudarno,2012). 3.1.2.4 Variabel Ukuran KAP Ukuran KAP dalam penelitian ini merupakan besar kecilnya Kantor Akuntan Publik yang dibedakan dalam dua kelompok, yaitu KAP yang berafiliasi dengan Big 4, Dan KAP yang tidak berafiliasi dengan Big 4. Variabel ukuran KAP ini menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan diaudit oleh KAP Big 4 maka diberi nilai 1. Sedangkan jika perusahaan diaudit oleh KAP non Big 4 maka diberikan nilai 0. Adapun kategori KAP yang berafiliasi dengan KAP Big 4, yaitu sebagai berikut (berdasarkan alphabet): a. Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte) yang berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta Mustofa & Halim; Osman Ramli Satrio & Rekan; Osman Big Satrio & Rekan. b. Ernest & Young (EY) yang berafiliasai dengan Kantor Akuntan Publik Prasetyo, Sarwoko & Sandjaja; Purwantoro, Sarwoko & Sandjaja; Purwantono, Suherman & Surya. c. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) yang berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik Siddharta Siddharta & Widjaja.

31 d. Pricewaterhouse Coopers (PwC) yang berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik Drs. Hadi Sutanto & Rekan; Haryanto Sehari & Rekan; Tanudiredja, Wibisana & rekan. 3.1.2.5 Variabel Persentase Perubahan ROA Persentase perubahan ROA (Return on Assets) dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang telah digunakan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan secara efisien menggunakan aktivanya dalam kegiatan usahanya. Semakin besar persentase nilai ROA, maka semakin baik pula efektifitas manajemen dalam memanfaatkan aktivanya (Susan dan Estralita, 2011). Adapun cara menghitung nilai ROA adalah sebagai berikut : ROA = ROA t ROA t 1 ROA t 1 x 100 % Keterangan: ROA = persentase perubahan ROA periode t dari periode t-1 ROA t = ROA pada periode t ROA t-1 = ROA pada periode t-1 3.1.2.6 Variabel Kepemilikan Publik Kepemilikan saham perusahaan yang menyebar mempunyai pengaruh penting untuk memperoleh laporan keuangan yang berkualitas tinggi yang diwujudkan dalam pemilihan auditor dari KAP. Kepemilikan saham oleh masyarakat (publik) akan mendorong perusahaan untuk berganti auditor ke KAP yang lebih berkualitas (Guedhami et al dalam Sulistiarini dan Sudarno, 2012). Variabel

32 kepemilikan publik ini menggunakan variabel dummy. Jika proporsi kepemilikan saham oleh publik pada suatu perusahaan lebih besar dibandingkan kepemilikan internal maka diberi nilai 1. Namun jika proporsi kepemilikan saham oleh publik pada suatu perusahaan lebih kecil maka diberikan nilai 0. 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Penelitian Populasi adalah seluruh subyek maupun obyek yang menyangkut masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mengumpulkan data penelitian. Penelitian ini menggunakan populasi berupa seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3.2.2 Sampel Penelitian Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI dengan periode tahun 2008-2012. Dimana periode tersebut bertujuan agar dapat menunjukkan profil atau gambaran terkini mengenai keuangan perusahaan. Alasan peneliti menggunakan perusahaan industry barang konsumsi karena jika dilihat dari penelitian terdahulu, sampel yang diambil kebanyakan adalah perusahaan manufaktur, sehingga diharapkan dengan perubahan sampel dan periode terbaru dapat mempengaruhi hasil penelitian. Dasar penentuan pemilihan sampel adalah sampel yang memenuhi kelengkapan data. Metode pengambilan sampel (sampling method) yang digunakan adalah purposive sampling. Metode purposive sampling adalah metode pengumpulan

33 sampel yang berdasarkan tujuan penelitian. Adapun beberapa kriteria sampel penelitian, antara lain: 1. Perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI selama tahun 2008-2012. 2. Perusahaan yang menyajikan informasi keuangan lengkap berupa informasi nama CEO, opini audit yang diberikan auditor, total hutang, total ekuitas, ukuran KAP, ROA (Return on Assets), persentase kepemilikan publik. 3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu beberapa laporan keuangan auditan perusahaan publik (Industri barang konsumsi) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2012. Sumber data ini diperoleh melalui Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang tersedia di Pojok BEI Universitas Dian Nuswantoro, dan melalui situs resmi BEI di www.idx.co.id. Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan dokumentasi dari sumber yang digunakan, yaitu laporan keuangan auditan perusahaan sampel. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode dokumentasi. Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan dokumentasi dari sumber yang digunakan, yaitu laporan keuangan auditan perusahaan sampel. 3.5 Metode Analisis Data Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi logistik (logistic regression). Alasan peneliti menggunakan analisis regresi logistik (ligostic regression) adalah karena variabel dependen dalam penelitian ini bersifat dikotomi (melakukan KAP switching dan tidak melakukan

34 KAP switching). Menurut Ghozali (2011), logistic regression sebetulnya mirip dengan analisis diskriminan yaitu kita ingin menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat (dependen) dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Asumsi normal distribution tidak dapat dipenuhi karena variabel bebas (independen). Ghozali (2011) menyatakan bahwa penggunaan metode regresi tidak memerlukan asumsi normalitas pada variabel bebasnya. Asumsi multivariate normal distribution tidak dapat dipenuhi karena variabel bebasnya merupakan campuran antara kontinyu (metrik) dan kategorial (non-merik). Dalam hal ini dapat dianalisis dengan regresi logistik (logistic regression) karena tidak perlu asumsi normalitas data pada variabel bebasnya. Tahapan pengujian dalam pengujian dengan menggunakan uji regresi logistik (logistic regression) dapat dijelaskan sebagai berikut: 3.5.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif data yaitu variabelvariabel dalam penelitian. Statistik deskriptif yang digunakan adalah angka rata-rata (mean), deviasi standar (standar deviation), maksimum, dan minimum (Ghozali, 2011:19). Mean digunakan untuk memperkirakan rata-rata sampel yang diambil dari suatu populasi. Sedangkan standar deviasi digunakan untuk menilai disperse rata-rata dari sebuah sampel. Dan maksimum ninimum digunakan untuk melihat nilai maksimum dan minimum dari populasi yang diteliti. Hal ini diperlukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian.

35 3.5.2 Model Regresi Logistik Regresi logistik (logistic regression) adalah regresi yang digunakan sejauh mana probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksikan dengan variabel independen. Dalam teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji asumsi klasik pada variabel bebasnya. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik, yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metric dan non metric (Ghozali, 2011). Analisis regresi logistik ini digunakan untuk melihat pengaruh pergantian manajemen, opini audit, financial distress, ukuran KAP, persentase perubahan ROA, kepemilikan publik terhadap KAP switching pada perusahaan industry barang konsumsi yang go publik di Indonesia. Model regresi logistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ln switch = α 0 + b1pm + b2oa + b3der + b4szkap + b5roa + b6pblc + ԑ 1-switch Keterangan: SWITCH PM OA DER SZKAP : Variabel dummy KAP switching (kode 0 untuk perusahaan klien yang tidak melakukan KAP switching dan kode 1 untuk perusahaan yang melakukan KAP switching). : pergantian manajemen : opini audit : financial distress : ukuran KAP

36 ROA PBLC α 0 b1 b6 ԑ : persentase perubahan ROA : kepemilikan publik : konstanta : koefisien regresi : error 3.5.3 Menilai Kelayakan Model Regresi (Goodness of fit ) Ghozali (2011: 341) menyatakan, uji kelayakan model bertujuan untuk menguji apakah model regresi layak dipakai untuk melakukan analisis selanjutnya. Langkah pertama melakukan analisis dalam menilai kelayakan model regresi logistik adalah pengujian dengan menggunakan goodness of fit test untuk menguji kelayakan model regresi logistik dan diukur dengan nilai chi-square dibagian bawah uji Hosmer and Lemeshow. Output dari Hosmer dan Lemeshow dengan hipotesis : H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data H1 : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data Dasar pengambilan keputusan adalah : Goodness of fit test yang diukur dengan nilai chi-square pada bagian bawah uji Hosmer and Lemeshow akan menghasilkan output yang harus diperhatikan yaitu : - Jika probabilitas > 0.05 maka H0 diterima - Jika probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak Hosmer and Lemeshow's Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit Test Statistics 0.05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan

37 signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of Fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai Statistics Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit > 0.05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghozali, 2011: 341) 3.5.4 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) 3.5.4.1 Log Likelihood Pengujian dalam tahap ini dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number=0) dengan -2 Log Likelihood (- 2LL) pada akhir (Block Number =1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal dengan nilai -2 LL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data ( Ghozali, 2011). 3.5.4.2 Cox and Snell s R Square dan Nagelkerke s R Square Cox and Snell R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R 2 pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke R square merupakan modifikasi dari koefisien Cox and Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox and Snell R 2 dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke R 2 dapat diinterpretasikan seperti nilai R 2 pada multiple regression. Cox and Snell R Square dan Nagelkerke R Square digunakan untuk mengukur sejauh mana variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen dalam model regresi logistik (Ghozali, 2011).