Karakterisasi Kompleks Inklusi Ibuprofen Beta Siklodekstrin dengan Menggunakan Teknik Penggilingan Bersama (Characterization of Ibuprofen β Cyclodextrin Inclusion Complexes Using Cogrinding Technique) Maria Dona Octavia 1* ; Oktania Novety 1 ; & Auzal Halim 2 1SekolahTinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang 2Fakultas Farmasi Universitas Andalas *Corresponding email: dhonaoctavia @gmail.com ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi kompleks inklusi ibuprofen β-siklodekstrin yang dibuat dengan metoda penggilingan bersama. Kompleks inklusi ibuprofen - -siklodekstrin dilakukan dengan metoda penggilingan bersama dengan perbandingan mol 1:1. Sebagai pembanding digunakan Ibuprofen murni dan campuran fisika. Ibuprofen, - -siklodekstrin dan kompleks inklusi ibuprofen - - siklodekstrin dikarakterisasi dengan difraksi sinar-x (XRD), spektroskopi FT-IR, analisis termal (DTA), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan uji disolusi. Hasil karakterisasi dengan difraksi sinar-x menunjukkan terjadi penurunan intensitas puncak difraktogram yang tajam jika dibandingkan dengan ibuprofen tunggal dan hasil analisis thermal (DTA) menunjukkan adanya interaksi antara ibuprofen dan -siklodekstrin. Hasil studi laju disolusi secara invitro menunjukkan bahwa kompleks inklusi ibuprofen - -siklodekstrin meningkat secara signifikan dibandingkan campuran fisik ibuprofen - -siklodekstrin dan ibuprofen tunggal. Kata Kunci: Ibuprofen, beta siklodekstrin, teknik penggilingan bersama, kompleks inklusi PENDAHULUAN Ketersediaan hayati suatu sediaan yang diberikan secara oral tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah laju disolusi, kelarutan dan laju absorpsi dalam saluran cerna. Obat yang diberikan secara oral, akan dilarutkan dalam media berair di saluran cerna untuk diabsorpsi. Perbaikan kelarutan dan kecepatan disolusi obat yang sukar larut merupakan langkah pertama untuk perbaikan ketersediaan hayati (Bekers, et al, 1991). Untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang sukar larut dalam air salah satunya dikembangkan melalui kompleks inklusi sehingga dapat memperbaiki kecepatan disolusi, absorpsi, ketersediaan hayati, dan stabilitas kimia obat (Loftsson & Brewster, 1996). Pada kompleks inklusi, molekul obat sebagai molekul guest terperangkap di dalam rongga siklodekstrin yang bersifat hidrofobik dan bagian luar siklodekstrin bersifat hidrofilik sehingga obat mudah larut dalam media air (Frank, 1975). Pada cara kompleksasi dengan siklodekstrin, beberapa teknik telah dilaporkan, diantaranya co-grinding atau penggilingan bersama, kneading, penguapan pelarut, 300
kopresipitasi, dan semprot kering atau beku (Challa, et al., 2005). Karakterisasi kompleks inklusi dilakukan dengan beberapa metode yaitu dalam keadaan padat adalah termoanalisis, spektroskopi infra merah, scanning electron microscopy, dan uji disolusi (Bekers, et al, 1991). Co-grinding merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk mengurangi ukuran partikel obat yang sukar larut dalam air dengan tujuan untuk meningkatkan laju disolusi dan ketersediaan hayati obat (Vogt, et al, 2008). Co-grinding senyawa obat yang sukar larut air dengan berbagai polimer akan meningkatkan efek solubilisasi dan ketersediaan hayati, oleh karena modifikasi sifat padatan senyawa obat. Pada saat penggilingan padatan kristalin akan mengalami transformasi menjadi fase amorf dalam rantairantai polimer. Jika dibandingkan dengan berbagai teknik peningkatan kelarutan lain, teknik co-grinding merupakan cara yang sederhana dan ramah lingkungan karena tidak menggunakan pelarut organik (Garg & Singh, 2009). Dalam penelitian ini digunakan ibuprofen sebagai model obat yang praktis tidak larut. Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenil propionate. Ibuprofen adalah obat NSAID yang memiliki aktifitas analgetik dan antipiretik (Katzung, 1997), sehingga dengan kompleks inklusi dengan β-siklodekstrin diharapkan meningkatkan laju disolusi dari ibuprofen dengan menggunakan metoda cogrinding yaitu dengan cara penggilingan bersama. METODE PENELITIAN Alat Alat-alat yang digunakan antara lain: Ball Mill, Spektrofotometri UV VIS (Shimadzu), alat uji disolusi (Copley), Timbangan digital analitik (Ohaus Carat series), Differential Thermal Analysis atau DTA (Shimadzu TG 60, Simultaneous DTA-TG Aparatus), Spektrofotometer Infra Red (Perkin Elmer, Universal ATR Sampling Accessory), Desikator dan alat gelas penunjang penelitian lainnya. Bahan Bahan yang digunakan Bahan baku ibuprofen, beta siklodekstrin,, KH2PO4, NaOH, dan aquadest. Pembuatan kompleks inklusi ibuprofen dengan β-siklodekstrin Ibuprofen dan β-siklodekstrin dicampur dengan perbandingan mol 1:1. Campuran ini kemudian digiling dengan alat Ballmill dengan kecepatan 100 rpm. Waktu penggilingan divariasikan selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Kemudian zat yang menempel pada dinding ballmill dan bola-bola penggiling dibersihkan sehingga didapatkan kompleks inklusi ibuprofen dengan β-siklodekstrin. Kompleks inklusi yang terbentuk disimpan dalam desikator sebelum digunakan. Karakterisasi Kompleks inklusi ibuprofen dan β- siklodekstrin a. Analisis Difraksi sinar-x Sampel berupa serbuk padatan kristalin diuji menggunakan alat difraktrometer pada skala sudut difraksi 2θ antara 5 sampai 30 o dengan sumber CuKα. Sejumlah sampel dimampatkan pada wadah sampel berupa bak kecil berukuran kurang lebih 5x8 cm, selanjutnya diletakkan dalam sample chamber. Alat dioperasikan dengan kecepatan pengukuran 4 o per menit. Sinar X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian mendispersikan ke segala 301
arah. Bentuk keluaran difraktometer dapat berupa data analog atau digital. b. Uji Differential Thermal Analysis (DTA) Analisis dilakukan menggunakan alat DTA. Suhu pemanasan dimulai dari 30 sampai 250 º C dengan kecepatan pemanasan 10 0 C per menit. Analisis diferensial termal berdasarkan pada perubahan kandungan panas akibat perubahan temperatur dan titrasi termometrik. Dalam DTA (Differential Thermal Analysis), panas diserap atau diemisikan oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan pembanding yang inert (Alumina, Silikon, Karbit atau manik kaca) dan suhu keduanya ditambahkan dengan laju yang konstan. suhu yang sama pada saat pemipetan). Serapan larutan yang telah dipipet dari medium disolusi diukur pada panjang gelombang 262,5nm. Kadar ibuprofen yang terdisolusi pada setiap waktu dapat dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi. HASIL DAN DISKUSI a. Difraksi Sinar-X c. Scanning Electron Microscopy Sampel serbuk diletakkan pada sampel holder aluminium dan dilapisi dengan emas dengan ketebalan 10 nm. Sampel kemudian diamati berbagai pembesaran alat SEM (Jeol,Japan). Voltase diatur pada 20 kv dan arus 12 ma. Penetapan profil disolusi serbuk kompleks inklusi ibuprofen-beta siklodekstrin (Departemen kesehatan Republik Indonesia, 1995 Penetapan profil disolusi dari kompleks inklusi ibuprofen dan β-siklodekstrin dengan menggunakan alat disolusi tipe II. Wadah disolusi diisi dengan air kemudian dipanaskan dan diatur suhu pada 37 0 C ± 0,5 0 C. Sebanyak 900 ml larutan dapar fosfat ph 7,2 yang digunakan sebagai medium disolusi diisikan ke dalam labu alat disolusi. Kemudian kompleks inklusi setara dengan 200 mg dimasukkan ke dalam wadah silinder, dayung diputar dengan kecepatan 150 rpm. Larutan disolusi dipipet 5 ml pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, dan 60. Pada saat pemipetan diganti dengan medium disolusi (volume dan Gambar 1. Difraktogram X-RD (a)βsiklodekstrin murni, (b)ibuprofen murni, (c)campuran fisik (d)kompleks inklusi 1 jam(e)kompleks inklusi 2 jam, (f)kompleks inklusi 3 jam. Untuk verifikasi kompleks inklusi antara Ibuprofen dan β-siklodekstrin, maka dilakukan analisis difraksi sinar-x. Difraksi sinar-x merupakan metode yang bagus untuk mengkarakterisasi interaksi padatan antara dua komponen. Jika terbentuk fase kristalin baru dari hasil penggiligan bersama antara kedua komponen akan teramati pada difraktogram sinar-x yang berbeda dari campuran fisika, dan kompleks inklusi. Gambar 1, pada campuran fisika terlihat pada 2 theta 12,4051 terdapat pada puncak 3.291 dan pada kompleks inklusi 1 jam, 2 jam 302
dan 3 jam yaitu pada daerah 2 theta 12,3791 terdapat pada puncak 3.389, 3.395 dan 3.453 memperlihatkan munculnya puncak baru atau terbentuknya fase kristal baru. terlihat makin lebar dan tinggi sebanding dengan lamanya waktu, berbeda dengan campuran fisik dan kompleks inklusi. Ini mengindikasikan terjadinya interaksi fisika antara Ibuprofen Beta siklodekstrin dan mengakibatkan terbentuknya fase kristalin yang baru yang disebut fase kokristalin. b. Analisis Differential Thermal Analisis (DTA) Gambar 2. Termogram DTA a)ibuprofen, b)beta Siklodekstrin, c)kompleks inklusi 1 jam d) kompleks inklusi 2 jam e)kompleks inklusi 3 jam Perubahan termal interaksi antara kristal Ibuprofen dan β-siklodekstrin ditunjukkan gambar 2. Dimana suhu peleburan terdapat antara kedua zat (Ibuprofen dan β- siklodekstrin). Energi yang dibutuhkan semakin besar sebanding dengan lamanya waktu penggilingan.. Ibuprofen mempunyai puncak endoterm 77,24 0 C dan pada - siklodekstrin mempunyai puncak endoterm 85,19 0 C dan membutuhkan panas sebesar 2,95kJ/g setelah itu melebur lagi dan mempunyai puncak 329,82 0 C dan membutuhkan panas sebesar 2,17kJ/g, kompleks inklusi dengan waktu a b c d e penggilingan 1 jam mempunyai puncak endoterm 78,94 0 C membutuhkan panas sebesar 2,12 kj/g dan pada kompleks inklusi ini terdapat puncak endoterm baru yaitu 175,05 0 C dan membutuhkan panas 382,64J/g, kompleks inklusi dengan waktu penggilingan 2 jam mempunyai puncak endoterm 79,10 0 C membutuhkan panas sebesar 1,79 kj/g dan pada kompleks inklusi ini juga terdapat puncak endoterm baru yaitu 176,5 0 C dan membutuhkan panas sebesar 436,50J/g dan kompleks inklusi dengan waktu penggilingan 3 jam mempunyai puncak endoterm 78,86 0 C membutuhkan panas sebesar 1,62 kj/g dan kompleks inklusi ini juga terdapat puncak endoterm baru yaitu 176,52 0 C dan membutuhkan panas sebesar 400,67J/g. Hasil difraktogram DTA menunjukkan adanya puncak endortermik baru yang menunjukkan terjadinya pembentukan kompleks inklusi. c. Scanning electron microscopy (SEM) Gambar 3. menunjukkan analisis mikroskopik dengan Scanning Electron Microscopy kompleks inklusi Ibuprofen Beta siklodekstrin metode penggilingan bersama dengan waktu 1, 2 dan 3 jam dan campuran fisik Ibuprofen-beta siklodekstrin. Padatan hasil penggilingan menunjukkan ukuran partikel yang berbeda setelah penggilingan. Kompleks inklusi hasil penggilingan memiliki bentuk yang tidak teratur atau terlihat ibuprofen terbungkus dengan beta siklodekstrin. Sedangkan pada campuran fisik Ibuprofen-beta siklodekstrin, masih terlihat kristal Ibuprofen dan Beta siklodekstrin yang belum membentuk kompeks inklusi. 303
inklusi 1 jam 500x (d) Kompleks inklusi 2 jam perbesaran 500x. (e) Kompleks inklusi 3 jam perbesaran 500x. (f) campuran fisik perbesaran 500x d. Profil disolusi ibuprofen dalam kompleks inklusi Pada penentuan profil disolusi dari serbuk kompleks inklusi, dan ibuprofen menunjukkan bahwa pada kompleks inklusi terjadi peningkatan laju disolusi dari formula 1 jam penggilingan sampai 3 jam penggilingan. Serbuk kompleks inklusi harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV. Dimana pada waktu 30 menit ibuprofen harus terdisolusi tidak kurang dari 70%. Pada persen terdisolusi formula 3 jam penggilingan 1:5 serbuk kompleks inklusi pada menit ke 30 yaitu 87,97%. Sedangkan persen terdisolusi formula 1 jam, 2 jam penggilingan dan camputran fisik pada menit 30 lebih kecil. Gambar 3. (a) Ibuprofen 500x (b) Beta siklodekstrin perbesaran 500x (c) Kompleks Gambar 4. Profil disolusi kompleks inklusi 304
KESIMPULAN Bahwa pembuatan kompleks inklusi Ibuprofen dengan β- siklodekstrin dapat meningkatkan profil disolusi dari Ibuprofen yang ditunjukkan dengan meningkatnya disolusi Ibuprofen, dan semakin lamanya waktu yang digunakan dalam penggilingan, maka terjadi penurunan intensitas yang sangat tajam dari puncak Ibuprofen-βsiklodekstrin dibanding Ibuprofen murni menunjukkan bahwa molekul Ibuprofen telah masuk kedalam struktur rongga β-siklodekstrin dan kompleks telah terbentuk dengan baik pada difraksi sinar X.. DAFTAR PUSTAKA Bekers, O., Uijtendaal, E.V., Beijnen, J.H., Bult, A., &Undenberg, W.J.M.,(1991).Cyclodextrin in pharmaceutical field, Drug Dev. Ind. pharm,17 (11), 1503 1549. Chiou W.L., & Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical applications of solid dispersion system. J. Pharm. Sci, Vol 60, No. 9, 1281-1302. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope indonesia. (edisi IV). Jakarta: KORPRI Sub Unit Direktorat Jendral. Garg, A., & Singh, S. (2009). Solid state interaction of raloxifene HCL with different hydrophilic carriers during co-grinding and its effect on dissolution rate, Drug Dev. Ind.l Pharm, 35, 455-470. Katzung, G, B. (1997). Farmakologi dasar dan klinik (Edisi VI). Penerjemah: Staf dosen farmakologi fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG Loftsson, T, Brewster, M.E. (1996). Pharmaceutical applications of β-siklodekstrin drug solubilization and stabilization. J. Pharm. Sci, 85(10),1017 1024. Frank, S. G., (1975). Inclusion compound, J.Pharm. Sci, 64(10), 1585 1601. Vogt, M., Kunath, K., Dressman, J.B. (2008). Cogrinding enhances the oral bioavaibility of EMD 57033, a poorly water soluble drug in dogs. Eur J. harm Biopharm, 338,45-68. Watson, D. G. (2010). Analisis farmasi, Edisi 2. Penerjemah: Winny R. Syarief. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 305