PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Enhalus acoroides PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Zarfen, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Andi zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nitrat dan Fosfat Pada Kondisi Pasang Terhadap Tutupan Lamun di Perairan Padang Lamun Desa Pengudang Kabupaten Bintan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa Tanjung Siambang, Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

3. METODOLOGI PENELITAN

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

BAB III METODE PENELITIAN

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

3. METODE PENELITIAN

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata

Biomass Of Sea grass At Selat Mie Village Coastal Water, Moro District, Karimun Regency, Riau Archipelago ABSTRACT

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

STUDI LAJU PERTUMBUHAN LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PANTAI DESA TANJUNG TIRAM KABUPATEN KONAWE SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

PERBANDINGAN JENIS LAMUN DI PERAIRAN MALANG RAPAT DAN BERAKIT KABUPATEN BINTAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

Transkripsi:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN Nella Dwi Amiyati,nelladwi@gmail.com Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH Diana Azizah, S.Pi, M.Si, Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH Tri Apriadi, S.Pi, M.Si, Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat produksi biomassa serta laju pertumbuhan daun lamun jenis Thalassia hemprichii yang dilaksanakan pada bulan Oktober 5 sampai dengan April 6 di perairan Kecamatan Teluk Sebong, Bintan. Metode penentuan sampling secara acak dengan metode random sampling menggunakan software visual sampling plan. Penentuan biomassa mengguanakan metode pengeringan sedangkan laju pertumbuhan dengan metode penandaan. Hasil yang diperoleh bahwa laju produksi biomassa daun lamun 74, gbk/m atau,44 gbk/m/hari. Hasil uji Oneway anova dengan selang kepercayaan 95 (p=,5) menunjukkan bahwa laju produksi biomassa daun jenis Thalassia hemprichii untuk setiap titik berbeda secara signifikan.rata-rata pertumbuhan daun secara keseluruhan berkisar antara,5 ±,34 cm/hari, sedangkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar,5 cm/hari. Dari hasil analisis Principal Component Analisis mingguan dapat dilihat bahwa secara umum parameter yang berhubungan positif dengan pertumbuhan lamun diantaranya adalah oksigen terlarut, suhu, nitrat serta pospat. Dapat dilihat bahwa parameter yang erat hubungannya dengan parameter pertumbuhan adalah kandungan nutrien perairan yaitu nitrat. Dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya kadar nitrat dan pospat akan menyebabkan semakin tinggi pertumbuhan lamun. Kata kunci: Produksi Biomassa, Pertumbuhan daun, Thalassia hemprichii, Teluk Sebong

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Bintan merupakan wilayah pesisir yang berada di Provinsi Kepulauan Riau. Dengan luasan perairan yang jauh lebih besar dibandingkan luasan daratan, maka pulau Bintan menyimpan kekayaan sumberdaya hayati dan keanekaragaman ekosistem laut tropis yang berlimpah, salah satunya adalah padang lamun. Dengan demikian Pulau Bintan memiliki potensi dan produktivitas lamun yang optimal, bahkan di beberapa wilayah Pulau Bintan telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi padang lamun salah satu daerah yang dapat dijumpai padang lamun yaitu Desa Sebong Pereh, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan. Kawasan padang lamun di Desa Sebong Pereh dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan sebagai area penangkapan ikan, kerang-kerangan, dan kepiting yang mencirikan bahwa ekosistem ini memiliki produktivitas yang tinggi. Selain itu, secara ekologi peranan lamun juga memberikan peranan dalam rantai makanan, habitat, pemijahan terhadap biota-biota yang ada di sekitar ekosistem padang lamun. Keberadaan biota-biota tersebut bergantung pada kondisi padang lamun. Jika ekosistem lamun dalam kondisi stabil dan sehat, maka kehidupan biota-biota tersebut akan optimal. Padang lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang memiliki peranan penting dalam ekosistem perairan secara keseluruhan. Ekosistem padang lamun menjadi salah satu sumberdaya laut yang sangat potensial karena secara ekologis ekosistem lamun memiliki beberapa fungsi penting di perairan dangkal, diantaranya sebagai produsen primer, penangkap sedimen, pendaur zat hara, dan sebagai habitat biota. (Azkab,998 dalam Asriyana dan Yuliana, ). Dengan demikian keberadaan lamun diperairan Sebong Pereh perlu untuk diketahui tingkat kesuburannya. Jika dilihat dari hamparan lamun di Sebong Pereh, jenis yang dominan adalah Thalassia hemprichii. Perlu dilakukan kajian terkait pertumbuhan dan biomassa daun Thalassia hemprichii karena dapat menjadi indikator produktif atau tidaknya perairan tersebut. Saat ini, kajian mengenai pertumbuhan dan produksi biomassa daun Thalassia hemprichii di Desa Sebong Pereh berdasarkan biomassa belum dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan kajian ini. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 5 sampai dengan April 6. Penelitian dilakukan di perairan Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium FIKP dan laboratorium BTKL Batam. B. Prosedur Penelitian. Penentuan Titik sampling Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode random sampling menggunakan software visual sampling plan. Berdasarkan pemetaan hasil survei awal, ditentukan 3 titik yang tersebar secara acak sepanjang perairan Desa Sebong Pereh dapat dilihat pada gambar. Sampling Vegetasi Daun Lamun a. Peletakan Plot Petak contoh (Transect Plot) yang digunakan dalam penelitian ini adalah petak contoh berbentuk persegi dengan ukuran x m yang diletakan pada masing-masing titik di 3 titik yang tersebar sepanjang perairan desa Sebong Pereh. b. Pengamatan Kerapatan Lamun Pengamatan kerapatan lamun akan dilakukan dengan meletakkan plot pada titik sampling yang telah ditentukan. Tiap jenis lamun jenis Thalassia hemprichii dihitung jumlahnya. Lalu dimasukan kedalam rumus perhitungan kerapatan lamun. Ki = ni A

Dimana: K i = kerapatan jenis n i = Jumlah total tegakan A = Luas area total pengambilan sampel (m ) Untuk mengetahui kategori/kondisi kerapatan lamun, digunakan kategori penilaian kerapatan lamun seperti yang disajikan pada Tabel Skala Kerapatan (Ind/m ) Kondisi 5 > 75 Sangat Rapat 4 5 75 Rapat 3 75 5 Agak Rapat 5 75 Jarang < 5 Sangat Jarang Sumber: Braun-Blanquet (965) dalam Gosari () c. Pengamatan Pertumbuhan Daun Lamun Pengamatan pertumbuhan daun menggunakan metode penandaan. Metode penandaan yang digunakan yaitu dengan cara menggunting atau memangkas daun lamun (Zieman et al, 98 dalam Hendra, ). Luas daerah tiap ulangan diukur menggunakan transek kuadran x m. Sebelum melakukan penandaan terlebih dahulu menghitung kerapatan lamun. Sebanyak tegakan dipilih secara acak dalam setiap transek. Penandan lamun dilakukan dengan cara menancapkan tusuk sate yang telah diikatkan dengan penggaris disamping lamun yang akan ditandai. Penandaan dilakukan dengan jarak cm dari node. Sampel lamun Thalassia hemprichii yang telah ditandai kemudian dibiarkan. Pengambilan sampel daun lamun dilakukan pada awal pengamatan setelah menghitung kerapatan. Pertumbuhan daun lamun diamati setelah 3 hari sejak penandaan daun lamun. Pertumbuhan daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hendra, ): P = Pt P P : Pertumbuhan panjang (cm) Pt : Panjang akhir daun (cm) P : Panjang awal daun (cm) d. Pengukuran Biomassa Daun Lamun Pengukuran biomassa daun lamun dilakukan dengan mengambil daun lamun tiap tegakan di setiap plot. Pengambilan sampel daun lamun dilakukan dua kali, pertama sampel daun lamun untuk biomassa alami biomassa asli di perairan desa Sebong Pereh. Pengukuran biomassa yang kedua adalah biomassa 3 hari yaitu biomassa yang pengukurannya dilakukan setelah 3 hari pemotongan biomassa alami. Sampel daun lamun yang telah dipangkas dimasukkan ke dalam oven (65 C) selama 48 jam hingga sampel lamun benar-benar kering. Sampel daun lamun yang telah kering diletakkan di atas kertas aluminium foil dan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian,. Perhitungan produksi biomassa daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus/ persamaan (Hendra, ): P = W x D Keterangan : P = produksi biomassa lamun (gbk/m ), W = Berat lamun setelah pengeringan 65 C (g), D = kerapatan lamun (tegakan/m ). 3. Sampling Air Pengukuran parameter kualitas air dilakukan sebagai data pendukung dalam menggambarkan kondisi perairan pada lokasi penelitian. Pengukuran parameter perairan yang dilakukan adalah salinitas, suhu, kecerahan, DO, ph, kecepatan arus, nitrat dan fosfat. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian (hari ke 3). E. Analisis Data Data pertumbuhan dan biomassa daun lamun Thalassia hemprichii diuraikan dalam tabel serta grafik. Analisis data yang digunakan untuk membandingkan lamun dan produksi biomassa daun lamun Thalassia hemprichii pada setiap titik pengambilan adalah Oneway analisis of varians (one way anova), kemudian diuji dengan menggunakan analisis PCA (Principal Component analysis). Data nitrat dan pospat diperairan dihubungkan dengan regresi linear sederhana dengan kondisi pertumbuhan lamun, sedangkan parameter kualitas air lainnya dihubungkan dengan pertumbuhan lamun dengan regresi berganda. Keseluruhan analisis data dilakukan dengan menggunakan

Kerapatan(individu/m) software Ms.Excel, dan data hasil dari penelitian ini dibahas dengan menyertakan literatur pendukung berupa buku, laporan ilmiah, jurnal, penelitian terdahulu, serta sumber-sumber aktual lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Desa Sebong Pereh Desa Sebong Pereh adalah salah satu desa di Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan dengan luas ± 3,8 km, berada diketinggian m di atas permukaan laut, dengan suhu berkisar 8 c s/d c dan curah hujan mencapai. mm/tahun dengan intensitas maksimum curah hujan selama 75 hari dalam setahun. Batas wilyahnya antara lain (Profil Desa Sebong Pereh,4): Sebelah Utara : Laut Cina Selatan Sebelah Selatan : Kuala Simpang & Lancang Kuning Sebelah Barat : Kel.Tanjung Uban Utara & Selat Batam Sebelah Timur :Sebong Lagoi dan Kota Baru B. Keberadaan Jenis Lamun Thalassia hemprichii Pengamatan kerapatan lamun di perairan Sebong Pereh yang dihitung adalah hanya jenis Thalassia hemprichii. Kerapatan digambarkan dalam satuan tegakan/ m. Hasil perhitungan kerapatan dapat dilihat pada gambar. 5 5 3 5 7 9 3 5 7 9 3 5 7 9 Titik pengambilan sampel Diketahui bahwa kerapatan lamun jenis Thalassia hemprichii berkisar antara 4-9 tegakan/m dengan rata-rata 7 tegakan/m. Titik 7 menjadi titik terjarang di temukan lamun jenis Thalassia hemprichii dengan jumlah 4 tegakan/m /m sedangkan, titik 3 adalah titik terbanyak di temukan lamun jenis Thalassia hemprichii. Untuk melihat kondisi kerapatan lamun, mengacu pada skala kondisi padang lamun. kisaran jumlah kepadatan lamun jenis Thallasia hemprichii berdasarkan rata-rata kerapatan sebesar 7 tegakan/m menunjukkan bahwa jenis lamun Thalassia hemprichii memiliki kerapatan yang jarang. Kerapatan yang rendah dipengaruhi oleh kondisi substrat yang cenderung kasar dengan tipikal pasir berkerikil. Umumnya kerapatan lamun yang tinggi terdapat pada area dengan tipikal substrat halus karena pada substrat yang halus terdapat lebih banyak kandungan bahan organik dibandingkan dengan substrat kasar. Kandungan bahan organik tersebut dapat dimanfaatkan oleh lamun untuk tumbuh. Meskipun kerapatannya tergolong kedalam kelas kerapatan yang sedang, namun berdasarkan pengamatan jenis Thallasia hemprichii lebih dominan dibandingkan dengan jenis yang lainnya. C. Biomassa Jenis Lamun Thalassia hemprichii Nilai biomassa dinyatakan dalam gbk/m, biomassa mencirikan vegetasi lamun khususnya jenis Thalassia hemprichii yang dominan di perairan desa Sebong Pereh. Hasil rata-rata biomassa dapat dilihat pada tabel. No. Jenis Pengambilan Rata-rata Biomassa (gbk/m ) Biomassa alami 3,8 Biomassa 3 hari 59,3 Sumber data: Data Penelitian (6) Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa nilai rata-rata biomassa alami atau biomassa asli di perairan desa Sebong Pereh 3,8 gbk/m dan nilai rata-rata biomassa untuk 3 hari adalah 59,3 gbk/m. Penelitian yang dilakukan Azkab (988) dalam Asriyana () nilai biomassa di perairan Pulau Pari adalah 48,7 gbk/m nilai biomassa tersebut lebih rendah dari nilai biomassa di perairan desa Sebong Pereh. Sedangkan Supriadi (3) dalam Asriyana () melaporkan bahwa di perairan Pulau Barang Lompo,Makassar nilai biomassa berkisar 35,93 gbk/m sampai 4,64 gbk/m. Berdasarkan lampiran 9 diketahui bahwa analisis beda nyata antara biomassa setiap titik diketahui dengan selang kepercayaan 95 (p=,5) nilai p-value didapatkan sebesar,5<,5, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa laju produksi biomassa daun jenis Thalassia hemprichii di tiap titik tidak berbeda secara signifikan dengan biomassa di titik lainnya. Laju produksi biomassa 3 hari daun lamun 59,3 gbk/m atau 5,3

pertumbuahn daun lamun (cm) pertumbuhan (cm/hari) gbk/m /hari. Produksi biomassa dapat bervariasi secara spasial dan temporal yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama oleh nutrien dan cahaya, selain itu juga sangat tergantung pada spesies dan kondisi perairan lokal lainnya seperti kecerahan air, sirkulasi air, kedalaman, dan suhu. Pada ekosistem padang lamun, arus menetukan tingginya laju produktivitas primer melalui percampuran dan penyebaran unsur hara dan memindahkan limbah. Faktor-faktor lain seperti kecepatan arus dan ketebalan lapisan air, juga sangat menentukan produktivitas lamun. Kecepatan arus yang sangat tinggi dapat mengakibatkan naiknya padatan tersuspensi, yang berlanjut pada reduksi penetrasi cahaya ke dalam air atau turunnya kecerahan air. Kondisi ini menyebabkan rendahnya laju produksi lamun (Gambi et al,99 dalam Supriharyono, 7). Besarnya biomassa lamun bukan hanya merupakan fungsi dari ukuran tumbuhan, tetapi juga merupakan fungsi dari kerapatan (Asriyana, ). D. Pertumbuhan Jenis Lamun Thalassia hemprichii. Pertumbuhan Selama 3 hari Lamun Thalassia hemprichii Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai yang dasarnya lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati (Kordi, ). Hasil perhitungan pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 8, 7, 6, 5, 4, 3,,,, 3 5 7 9 3 5 7 9 3 5 7 9 Titik pengambilan sampel Berdasarkan Gambar diketahui bahwa pertumbuhan terendah pada titik 6 yaitu 3, cm dan pertumbuhan tertinggi 7,58 pada titik 7. Rata-rata pertumbuhan selama satu bulan 4,56 cm. Nilai pertumbuhan ini naik dari pengamatan sebelumnya yaitu ratarata,98 cm/minggu atau 3,9 cm/bulan.. Pertumbuhan harian Lamun Thalassia hemprichii Hasil perhitungan pertumbuhan daun lamun harian Thalassia hemprichii dapat dilihat pada Gambar,8,6,4,,8,6,4, 3 5 7 9 3 5 7 9 3 5 7 9 Penelitian Azkab dan Kiswara (994) dalam Kordi () di Teluk Kuta, Lombok Selatan menunjukan bahwa kecepatan tumbuh daun Thallasia hemprichii adalah,45 cm/hari. Nilai tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan daun lamun di desa Sebong Pereh. Pertumbuhan terendah di titik 6 yaitu, cm/hari sedangkan pertumbuhan tertinggi yaitu,5 di titik 7 sedangkan ratarata keseluruhan,5 ±,34 cm/hari. Sedangkan LIPI (995) dalam Kordi () menyatakan pertumbuhan daun lamun jenis Thalassia hemprichii berkisar antara,6 cm/hari sampai, cm/hari. E. Kondisi Parameter Fisika, Kimia, dan Substrat. Parameter Fisika Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus, serta kecerahan perairan. Dari hasil analisis data, diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter fisika yang disajikan dalam Tabel Hasil Rata-rata Nilai No. Parameter Fisika Satuan baku Baku Mutu Awal Akhir mutu Suhu C 8,9 8,4-3 (KEPMEN LH 4) Salinitas 3, 3,84 3-4 (Effendi,3) 3 Kecepatan Arus m/s,, - - >6 (KEPMEN 4 Kecerahan m % LH 4) Sumber data: Data Penelitian (6) a. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan lamun. Berdasarkan hasil pengukuran suhu air ratarata awal pengukuran diperoleh nilai 8,9 C sedangkan nilai yang diperoleh pada hari ke 3 adalah 8,4 C. Dari nilai tersebut terlihat bahwa suhu di perairan masih dalam kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan dan fotosintesis. Suhu optimum pertumbuhan lamun yaitu 8-3 C sedangkan untuk fotosintesis, lamun membutuhkan suhu optimum antara 5-35 C (Ziemen, 975 dalam Kordi, ). b. Salinitas titik pengambilan sampel

Nilai salinitas di perairan desa Sebong Pereh rata-rata awal pengukuran yaitu 3, dan pada hari ke 3 meningkat menjadi 3,84, nilai ini termasuk kisaran yang cocok untuk kehidupan lamun. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35 (Dahuri,3) sementara menurut Zieman (975) dalam Kordi (), secara umum salinitas yang optimum untuk pertumbuhan lamun berkisar antara 5-35. Penelitian yang dilakukan McRoy dan McMillan (977) dalam Kordi () memberikn informasi bahwa Thalassia mempunyai toleransi sekitar -5. Bahkan genus Thalassia diketahui juga dapat tahan terhadap salinitas yang tinggi yaitu mencapai 6 (Zieman,975 dalam Kordi ). c. Kecepatan Arus Hasil rata-rata pengukuran kecepatan arus yang dilakukan pada awal pengukuran adalah, m/s dan kecepatan arus pada hari ke 3 adalah, m/s. Menurut Koch (994) dalam Supriharyono (7) yang melakukan penelitian tentang pengaruh kecepatan arus terhadap laju produksi lamun mendapatkan bahwa produksi rendah pada perairan yang tenang atau pergerakan air sangat rendah. Laju fotosintesa naik pada dengan kecepatan arus, tetapi pada level tertentu tetap walaupun ada kenaikan kecepatan. Kondisi arus di perairan Desa Sebong Pereh tergolong lemah. Menurut Wijayanti (7) dalam Putra (4) pada daerah dengan kecepatan arusnya kurang dari, m/dtk termasuk kecepatan arus yang sangat lemah, sedangkan kecepatan arus sedang yaitu,- m/dtk, sedangkan arus yang kuat > m/dtk. d. Kecerahan Perairan Penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan sangat penting bagi pertumbuhan lamun. Hal ini terbukti dari observasi yang menunjukan distribusi padang lamun yang terbatas pada perairan yang tidak terlalu dalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerahan perairan sangat baik karena cahaya dapat masuk hingga dasar perairan (%), dengan demikian sangat mendukung lamun untuk berfotosintesis.. Parameter Kimia Parameter kimia yang diukur meliputi derajat keasaman (ph) serta oksigen terlarut (DO). Dari hasil analisis data, diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter kimia yang disajikan dalam Tabel. No. Parameter Kimia Satuan Hasil Rata-rata Awal Akhir Baku Mutu KEPMEN LH (4) DO mg/l 6,78 6,73 >5 3 4 ph Nitrat Fosfat - mg/l mg/l 7,8,6,7 7,79,63, 7-8,5,8,5 Sumber data: Data Penelitian (6) a. Derajat Keasaman Baku mutu untuk derajat keasaman (ph) yang sesuai untuk kehidupan lamun adalah 7-8,5 (KEPMEN LH 4). Rata-rata hasil dari pengukuran ph pada awal pengukuran adalah 7,8 dan hasil pengukuran pada hari ke 3 adalah 7,79. Hasil pengukuran tersebut ph di perairan desa Sebong pereh sesuai untuk kehidupan lamun. b. Oksigen Terlarut (DO) Baku mutu oksigen terlarut untuk biota perairan adalah >5 (KEPMEN LH 4). Nilai rata-rata DO pada awal pengukuran adalah 6,78 mg/l dan nilai DO pada hari ke 3 adalah 6,73 mg/l. Dari hasil pengukuran, kandungan oksigen terlarut masih dalam kisaran yang optimal untuk kehidupan lamun. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air serta fitoplankton (Novonty, 994 dalam Effendi, 3). Menurut Effendi (3) untuk vegetasi akuatik yang melakukan fotosintesis sangat membutuhkan oksigen, berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa fotosintesis optimal terjadi pada kondisi oksigen terlarut yang cukup tinggi. Kadar oksigen terlarut di periran laut berkisar antara 7- mg/l, namun hampir semua biota akuatik menyukai oksigen terlarut >5 mg/l (Effendi 3). Dengan demikian, vegetasi akuatik salah satunya lamun akan melakukan fotosintesis optimal pada kondisi oksigen terlarut yang cukup tinggi. c. Nitrat Grafik perbandingan hasil pengukuran nitrat pada hari pertama dan hari ke 3 pengukuran dapat dilihat pada gambar

Fosfat(mg/L) Nitrat(mg/L),5,,5,,5, 3 5 7 9 3 5 7 9 3 5 7 9 Sumber data: Data Penelitian (6) Hasil pengukuran nitrat hari pertama pengamatan nilai tertinggi yaitu titik sebesar,4 mg/l dan terenadah di titik 3,7 mg/l. Rata-rata nilai nitrat pada hari pertama pengukuran adalah,6 mg/l dan setelah 3 hari terjadi peningkatan menjadi,35 mg/l dengan rata-rata,35 mg/l. Pada hari ke 3 nilai nitrat tertinggi pada titik 7 dan 8 yaitu, mg/l dan terendah pada mg/l di titik. Dari hasil pengukuran nitrat melebihi batas minimum kandungan nitrat di perairan yaitu nitat,5 (KEPMEN LH 4). Bila dilihat dari kondisi kesuburan perairan menurut Effendi (3), perairan oligtrofik memiliki kadar nitrat antara 5 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 5 mg/l, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5 5 mg/l. Dengan demikian, kondisi padang lamun di perairan desa sebong pereh tergolong kurang subur, namun dapat dilihat bahwa kondisi nutrien khususnya nitrat sangat mempengaruhi pertumbuhan lamun. d. Fosfat Grafik perbandingan hasil pengukuran fosfat pada hari pertama dan hari ke 3 dapat dilihat pada Gambar,35,3,5,,5,,5, Titik pengambilan sampel 3 5 7 9 3 5 7 9 3 5 7 9 Titik pengambilan sampel hari ke hari ke hari ke 3 Sumber data: Data Penelitian (6) Hasil pengukuran fosfat nilai terendah pada awal pengukuran adalah di titik 4,9 dan 8 yaitu, mg/l dan tertinggi pada titik 7 yaitu,5 mg/l. Pada hari ke 3 nilai nitrat tertinggi pada titik 7 dan 8 yaitu, mg/l dan terendah pada mg/l di titik. Nilai fosfat pada hari ke 3 tertinggi pada titik 7 yaitu,3 mg/l dan terendah,5 mg/l di titik 3. Pengukuran fosfat juga mengalami peningkatan dari rata-rata keseluruhan,7 mg/l menjadi,9 mg/l dengan rata-rata keseluruhan,9 mg/l. Dari hasil pengukuran fosfat melebihi batas minimum kandungan fosfat di perairan yaitu pospat,8 mg/l (KEPMEN LH, 4). Supriharyono (7) menyebutkan bahwa kehidupan lamun sangat dibatasi oleh unsur hara atau nutrien. Lamun mengambil unsur hara terlarut melalui akar dan daun dengan dominan rute tergantung pada jenis unsur hara dan konsentrasinya. Jika konsentrasi air cukup tinggi, maka pengambilan melalui daun lebih dominan. Penelitian Erftemeijer (993) dalam Kordi () di peraiaran Indonesia menyatakan bahwa, percobaan pemupukan dan studi perbandingan mengenai ketersediaan nitrogen dan fosfor baik yang terikat pada terrigenous sediments (akumulasi sedimen daratan) maupun carbonate sediments (sedimen batuan karang), mempengaruhi pertumbuhan lamun. Sedimen yang berukuran kasar mempunyai kapasitas absorpsi terhadap fosfor yang rendah, sehingga kandungan fosfor terlarut tinggi. Kondisi ini bisa menyebabkan lamun bisa tumbuh subur (Supriharyono, 7). 3. Parameter Substrat Parameter substrat yang diukur adalah jenis fraksi substrat dan kandungan organik total (TOM) pada sedimen. Dari hasil analisis data, diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter substrat di perairan yang disajikan dalam Tabel No. Parameter Substrat Satuan Hari- Hasil Rata-rata Hari-3 TOM %,77 9,9 Fraksi - Pasir Berkerikil Substrat Sumber data: Data Penelitian (6) a. TOM (Total Organik Matter) Total Organic Matter (TOM) adalah total kandungan organik yang dihitung secara sederhana dengan metode pembakaran (gravimetrik). Bahan organik total menggambarkan jumlah bahan organik yang terdapat pada suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, bahan organik tersuspensi, dan koloid (Prianto et al., 6).

Nilai bahan organik dinyatakan dalam persen (%). Lebih lanjut diagaram perbandingan kandungan organik total hari pertama dan hari ke 3 dapat dilihat pada Gambar pertumbuhan Total Kandungan Organik (%) 5 5 hari- hari-3 Sumber data: Data Penelitian (6) Rata-rata kandungan bahan organik dalam substrat 5,34%. Pada hari pertama pengamatan menunjukan total bahan organik yang tergandung adalah sebesar,77% lalu 3 hari kemudian naik menjadi 9,9%. Kandungan TOM pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik di sedimen melalui proses pengendapan ke dasar perairan. Laju pengendapan tersebut sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus. Menurut Zulkifli et al., (9) dalam Perdana (4), tingginya kandungan bahan organik akan mempengaruhi kelimpahan organisme. Terdapat organismeorganisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi. Kondisi ini juga terjadi pada substrat perairan Desa Sebong Pereh yang ditumbuhi lamun. Dapat dilihat bahwa kandungan TOM yang tinggi berbanding lurus dengan pertumbuhan daun lamun jenis Thalassia hemprichii, sehingga dapat diketahui bahwa total organik juga akan mempengaruhi pertumbuhan lamun. b. Fraksi Substrat Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati (Kordi, ). Jenis substrat di perairan desa Sebong Pereh tergolong pasir berkerikil.padang lamun tumbuh dengan baik di daerah yang terlindung dan bersubstrat pasir serta dekat dengan sedimen yang bergerak secara horizontal (Hutomo et al., 998 dalam Kordi, ). bertujuan untuk mempresentasikan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Hasil analisis PCA dapat dilihat pada Gambar Second Component 3 - - -3 - Principal Component Analysis DO Arus - First Component Pospat Ph suhu Nitrat Salinitas Sumber data : olahan data Minitab (6) Dari hasil analisis Principal Component Analisis dapat dilihat bahwa parameter yang berhubungan secara erat diantaranya fosfat, nitrat, suhu, dan salinitas, sedangkan parameter yang berhubungan namun tidak terlalu erat diantaranya ph, arus dan DO. Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter nutrien sangat mempengaruhi kondisi lamun khususnya adalah pertumbuhan lamun. G. Hubungan Antara Pertumbuhan dengan Parameter Perairan. Hubungan Antara Pertumbuhan dengan Nutrien Bulanan Hasil analisa data pertumbuhan yang dihubungkan dengan nutrien (nitrat dan fosfat) pada waktu bulanan secara lengkap dapat dilihat pada kurva regresi seperti pada Gambar 8 7 6 5 4 3y =,589x +,56 R² =.3,5 nitrat (mg/l) Sumber data : olahan data excel (6) 3 F. Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis Komponen Utama (PCA) merupakan metode statistik deskriptif yang

pertumbuhan 8 7 6 5 4 3 y =,x +,5 R² =.4,,,3,4 fosfat (mg/l) Sumber data : olahan data excel (6) Hasil olahan data menunjukkan bahwa hubungan antara parameter nutrien yaitu nitrat dan fosfat dapat dilihat merupakan hubungan yang positif dengan kurva positif. Dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya kadar nitrat dan fosfat akan menyebabkan semakin tinggi pertumbuhan lamun. Namun dilihat dari keeratan hubungan antara dua parameter nutrien tersebut, hubungan yang lebih erat adalah nitrat dengan nilai R²=.3 sedangkan fosfat hanya sebesar R²=.4 dengan persamaan regresi diperoleh y =,589x +,56 menunjukkan bahwa semakin bertambahnya satu satuan nitrat diperairan akan menambah pertumbuhan lamun sebesar,5 cm. Sedangkan untuk fosfat dioperoleh nilai regresi y =,x +,5 menunjukkan bahwa semakin bertambahnya satu satuan fosfat diperairan akan menambah pertumbuhan lamun sebesar, cm, dengan asumsi semua faktor tetap.. Hubungan Antara Pertumbuhan Dengan Parameter Fisika Kimia Hubungan antara parameter perairan dengan laju pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii di analisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Hasil olahan data, menjelaskan bahwa hubungan antara nitrat dengan pertumbuhan lamun bersifat positif, artinya semakin tingginya kadar nitrat akan menyebabkan semakin tinggi pertumbuhan lamun. Dilihat dari keeratan hubungan antara pertumbuhan lamun dengan parameter perairan dengan nilai R² =.58 dengan rumus persamaan regresi diperoleh y= -,6suhu,4salinitas +,4nitrat,866fosfat + 4,59arus + 5,479 menunjukkan bahwa parameter nitrat berhubungan erat dengan pertumbuhan lamun dengan peningkatan sebesar satu satuan nitrat akan mengakibatkan pertumbuhan lamun sebesar.4 cm dengan asumsi semua faktor tetap. Dengan demikian menguatkan bahwa laju pertumbuhan lamun sangat erat kaitannya dengan kandungan nutrien di perairan terutama adalah nitrat. Hasil ini tentunya mendukung analisis sebelumnya menggunanakan Analisis Komponen Utama (PCA) dan regresi linear sederhana yang menghasilkan kesimpulan bahwa parameter nutrien adalah parameter yang paling berpengaruh terhadap laju pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii terutama nitrat. Dilihat dari hasil regresi bahwa parameter fosfat tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan lamun, diasumsikan bahwa karakteristik fosfat pada saat berada di badan air akan cepat mengalami akumulasi ke sedimen sehingga kandungan dalam badan air akan berkurang. Sedangkan pada saat penelitian, kandungan fosfat yang diukur adalah kandungan fosfat yang berada pada badan air sehingga kandungannya lebih rendah dan tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii. Sesuai dengan pernyataan Muchtar dan Simanjuntak (8) dalam Patty (5) bahwa secara alamiah fosfat terdistribusi mulai dari permukaan sampai dasar, semakin ke dasar semakin tinggi konsentrasinya sebagai akibat dari dasar laut yang kaya akan nutrisi dan konsentrasinya semakin rendah semakin jauh ke arah laut. Dilihat dari hubungan regresi di atas, diperoleh bahwa arus perairan juga memiliki hubungan yang positif/berbanding lurus dengan pertumbuhan lamun. Diketahui bahwa arus mempengaruhi penyebaran nutrien di perairan sehingga arus juga berpengaruh terhadap pola sebaran nutrien sehingga juga akan mempengaruhi pertumbuhan lamun. Menurut Yusuf () sebaran unsur-unsur hara, material tersuspensi dan berbagai parameter fisikakimia air termasuk biologi (biota) yang terjadi di perairan akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana arah, kecepatan dan pola arus serta karakteristik gelombang yang terjadi pada saat tersebut. H. Isu Pengelolaan Padang Lamun Desa Sebong Pereh

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kerapatan jenis lamun Thalassia hemprichii tergolong dalam kerapatan yang sedang, sehingga mengindikasikan terjadinya penurunan kerapatan lamun desa Sebong Pereh yang disebabkan oleh faktor alami serta pengaruh dari aktivitas manusia. Area lamun dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menangkap biota ekonomis penting yang hidup pada area padang lamun sehingga terjadi gangguan terhadap kestabilan ekologi dan kerusakan lamun. Dari isu permasalahan di atas maka perlu dilakukan pengelolaan berupa perbaikan padang lamun melalui kegiatan rehabilitasi serta sosialisasi pentingnya padang lamun yang dilakukan oleh pihak terkait kepada masyarakat pengguna ekosistem padang lamun. Rehabilitasi area padang lamun dapat dilakukan dengan penanaman kembali (tranplantasi) untuk menyediakan kembali habitat bagi biota-biota penting yang hidup pada ekosistem padang lamun. Menurut Kordi () Selain merupakan habitat bagi berbagai biota laut, lamun juga berfungsi sebagai pelindung pantai. Tumbuhan lamun memiliki akar rhizome yang mampu mengikat sedimen dan memperkokoh tumbuhan lamun, sehingga ketika terjadi arus dan angina kencang atau gelombang besar tumbuhan lamun mampu meredamnya. rehabilitasi area padang lamun yang telah rusak menjadi sangat penting mengingat pada area lamun tersebut hidup beranekaragam biota penting. Mengenai pertumbuhan lamun dari jenis Thalassia hemprichii cukup menggambarkan bahwa laju pertumbuhan lamun di perairan Desa Sebong Pereh tergolong tinggi dengan nilai rata-rata pertumbuhan daun secara keseluruhan berkisar antara,5±,34 cm/hari, sedangkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar,5 cm/hari mencirikan bahwa ekosistem lamun cukup produktif. Dengan demikian, perlu langkah-langkah terkini mengenai perlindungan padang lamun melalui kegiatan konservasi berbasis perlindungan dan pemanfaatan sehingga menjamin keberlangsungan dan kelestarian ekosistem padang lamun Desa Sebong Pereh dengan melibatkan masyarakat secara penuh untuk menjaga kestabilan ekonomi masyarakat. Sehingga dari kegiatan konservasi tersebut akan memberikan dampak yang baik bagi ekosistem tanpa mengorbankan masyarakat sekitar. Menurut Kordi () pengelolaan padang lamun umumnya dilakukan dengan berbagai macam diantaranya: Konservasi ekosisitem padang lamun, pengayaan stok lamun, pengembangan marikultur, dan rehabilitasi padang lamun. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Laju produksi biomassa daun lamun di desa Sebong Pereh sebesar 74, gbk/m atau,44 gbk/m/hari.rata-rata pertumbuhan daun secara keseluruhan berkisar antara,5 ±,34 cm/hari, sedangkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar,5 cm/hari. Nitrat merupakan faktor yang paling berpengaruh dengan pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii di desa Sebong Pereh. B. Saran Perlu dilakukan kajian yang fokus pada hubungan antara nutrien dengan pertumbuhan lamun. Perlu dilakukan penelitian terkait hubungan antara produksi biomassa dengan aktifitas biota grazing (herbivora) yang memanfaatkan daun lamun untuk makanan. Selanjutnya perlu dilakukan pengelolaan berupa rehabilitasi kawasan padang lamun yang dilakukan oleh pihak terkait besama-sama masyarakat untuk menjamin kelestarian ekosisitem padang lamun di desa Sebong Pereh. DAFTAR PUSTAKA Asriana dan Yuliana,. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara: Jakarta Data Demografi Desa Sebong Pereh Tahun 4 Effendi. H.3.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Kanisius: Yogyakarta. Gosari, J.A.. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Vol. (3) ISSN: 853-4489 : Hal 56-6 Hendra.. Pertumbuhan dan Produksi Biomassa Daun Lamun Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis Pada Ekosistem

Padang Lamun di Perairan Pulau Barrang Lompo. Jurnal.Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Makassar Keputusan Mentri Lingkungan Hidup (KepMen LH) No. 5 Tahun 4. Baku Mutu Air Laut. Jakarta. Kordi, K.G..Ekosistem Lamun (seagrass) fungsi, potensi pengelolaan.rineka Cipta: Jakarta. Patty.S.I.5. Karakteristik Nitrat, Fosfat, dan Oksigen Terlarut di Perairan Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal.LIPI Prianto. E. Keanekaragaman Hayati dan Struktur Komunitas Ekologi Mangrove Dewasa di Kawasan Pesisir Kota Dumai Provinsi Riau. Jurnal Biodiversitas. Universitas Riau; Pekanbaru. Putra.I.P.4.Kajian Kandungan Bahan Organik Terhadap Kelimpahan Keong Bakau (Telescopium telescopium) di Perairan Teluk Riau Kota Tanjungpinang. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan:Tanjungpinang. Supriharyono,M.S.7.Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Perdana.T.4.Kajian Kerapatan Lamun terhadap Kelimpahan Siput Gonggong di Perairan Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang.Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan:Tanjungpinang. Yusuf. M.. Karakteristik Pola Arus dan Kaitannya Dengan Kondisi Kualitas Perairan dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Kawasan Taman Laut Karimun Jawa. Jurnal. Universitas Diponegoro; Semarang.