ABSTRAK IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTI-HIPERTENSI PADA RESEP PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INSTALASI FARMASI UNIT RAWAT JALAN RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Alfisah Fatrianoor 1 ; Eka Kumalasari; Burdah Makmun 3 Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama atau hampir bersamaan berpotensi menyebabkan interaksi yang dapat mengubah efek yang diinginkan. Adanya peningkatan kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini dan berkembangnya polifarmasi, kemungkinan terjadinya interaksi obat sangat besar. Prevalensi hipertensi tahun 2013 berada diperingkat pertama pada diagnosa pasien rawat jalan di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh, yaitu sebesar 16,75%. Penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah potensi interaksi obat, jumlah masing-masing jenis interaksi dan jumlah masing-masing tingkat signifikan. Jenis penelitian adalah deskriptif observasi dengan pengambilan data secara retrospektif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah resep pasien Jaminan Kesehatan Nasional yang mengandung obat anti-hipertensi. Populasi dalam penelitian ini sebesar 1549 resep pasien. Pengambilan sampel menggunakan teknik proportional stratified random sampling sebesar 318 resep pasien periode Januari Maret 2014. Hasil penelitian yang diperoleh dengan melihat nama obat yang tercantum dalam resep tanpa mempertimbangkan aturan pakai, dosis obat dan keadaan pasien menunjukkan bahwa terdapat 53,14% resep pasien yang mengandung obat berpotensi interaksi dan dari 169 resep yang mengandung obat antihipertensi berpotensi interaksi terdapat sebanyak 36,42% kejadian yang berpotensi interaksi dari 895 total kombinasi. Jumlah potensi interaksi ini tidak sepenuhnya menunjukkan bahwa potensi interaksi bersifat merugikan, karena ada beberapa potensi interaksi yang bersifat menguntungkan. Jenis interaksi dari kejadian yang berpotensi interaksi secara farmakokinetik 20,55%, farmakodinamik 59,51% dan 19,94% yang tidak diketahui jenis interaksinya. Banyakya kejadian yang berpotensi interaksi dengan tingkat signifikan 1 sampai 5 secara berurutan, yaitu 12,58%, 27,30%, 8,90%, 5,21%, 4,91% dan sisanya sebanyak 41,10% yang tidak diketahui tingkat signifikannya. Kata Kunci : Potensi Interaksi Obat, Anti-Hipertensi, Jenis Interaksi, Tingkat Signifikan
ABSTRACT IDENTIFICATION OF POTENTIAL DRUG INTERACTIONS ANTIHYPERTENSIVE PATIENT PRESCRIPTION ON THE NATIONAL HEALTH INSURANCEINSTALLATION IN THE OUTPATIENT PHARMACY UNIT Hospital Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Alfisah Fatrianoor 1 ; Eka Kumalasari; Burdah Makmun 3 Two or more drugs which are given at the same time or nearly the same time potentially lead to interactions that can alter the desired effect. An increase in the complexity of the drugs used in the treatment at this time and the development of polypharmacy, the possibility of drug interactions is enormous. The prevalence of hypertension in 2013 was ranked first in outpatient diagnoses in RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh, amounting to 16,75%. This research aims to determine the number of potential drug interactions, the number of each type of interaction, and the amount of each significant level. This type of research is a descriptive observation with a retrospective in data collection. The data used in this study was Jaminan Kesehatan Nasional (National Health Insurance) patients containing prescription of anti-hypertensive drugs. The population in this study was 1.549 of the patient s prescription. The sampling technique in this study was using proportional stratified random sampling of 318 patients prescription in the period of January to March 2014. The research s result obtained by looking at the name of the drugs listed in the recipes without considering the rules of use, dose of the drug and the patients condition that there is 53,14% prescription drug containing patient interaction and from 169 recipes which is containing anti-hypertensive drugs interactions are potentially as much as 36,42% incidence of potentially interacting from 895 total combinations. The number of potential interaction is not fully demonstrated that the potential for adverse interactions, because there are several potential interactions that are profitable. Type interaction effect of events that have the potential pharmacokinetics interactions were 20,55%, 59,51% of pharmacodynamics, and 19.94% of unknown type interaction effects. The number of events that have potential interaction with a significant level of 1 through 5 in sequence, those are 12.58%, 27.30%, 8.90%, 5.21%, 4.91%, and the remaining 41.10% is the level of unknown significance. Key words: Potential Drug Interaction, Anti-Hypertensive, Type of Interaction, Significant Level
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu kondisi kronik dimana tekanan darah arteri sistemik meningkat melebihi ambang normal. Penderita dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmhg (Nugroho, 2012). Hipertensi merupakan silent killer yang secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Hipertensi diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju. Tingginya morbiditas dan mortilitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular. Meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Hipertensi juga dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah akan memperburuk prognosis pasien hipertensi (Sudoyo dkk, 2006). Diperkirakan 30% penduduk Amerika (± 50 juta jiwa) menderita hipertensi ( 140/90 mmhg). Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita
hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991 (Hajjar dan Kotchen, 2003 cit. Depkes RI, 2006, hal 13). Menurut data Riskesdas secara keseluruhan prevalensi untuk penyakit tidak menular, terutama hipertensi pada tahun 2007 menunjukkan hasil 31,7% dan pada tahun 2013 hasilnya 26,5%, sedangkan untuk provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2013 hasilnya 30,8%. Asumsi terjadi penurunan dari tahun 2007 bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan. Jenis-jenis obat anti-hipertensi untuk terapi farmakologi hipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII, yaitu diuretika, Beta-Blocker, Calcium Channel Blocker, ACE Inhibitor, dan AT II Blocker. Masing-masing obat anti-hipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor sosial ekonomi, faktor risiko kardiovaskular, ada tidaknya penyakit penyerta, respon pasien terhadap obat anti-hipertensi, kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain dan bukti ilmiah kemampuan obat hipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan risiko kardiovaskular. Ada banyak penyebab hipertensi resisten, salah satunya dikarenakan adanya terapi lain yang dapat meningkatkan tekanan darah dan obat lain yang dapat mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat anti-hipertensi (Sudoyo dkk, 2006). Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah. Dua atau lebih obat yang diberikan
pada waktu yang sama atau hampir bersamaan berpotensi menyebabkan interaksi yang dapat mengubah efek yang diinginkan. Interaksi bisa bersifat aditif, sinergis atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau semua obat yang berinteraksi. Walaupun hasilnya bisa positif (meningkatkan kemanjuran) atau negatif (menurunkan kemanjuran, toksisitas atau idiosinkrasi), dalam farmakoterapi interaksi obat biasanya tidak terduga dan tidak diinginkan. Salah satu tujuan utama farmasi klinis dan layanan kefarmasian adalah untuk meminimumkan risiko pada pasien. Oleh karena itu, memeriksa adanya interaksi obat merupakan tugas farmasis yang utama. Adanya peningkatan kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi, kemungkinan terjadinya interaksi obat sangat besar (Aslam dkk, 2003). Jenis dan mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi (Aslam dkk, 2003). Hasil penelitian di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006 menunjukkan bahwa interaksi obat terjadi pada 59% pasien rawat inap dan 69% pasien rawat jalan. Pada pasien rawat jalan ditemukan 47 kasus interaksi obat-obat dengan pola interaksi obat farmakokinetik 72%, farmakodinamik 19% dan sisanya unknown (Rahmawati dkk, 2006). Penelitian tahun 2008 di rumah sakit yang sama
diperoleh hasil bahwa 41,3 % pasien rawat jalan di rumah sakit tersebut menerima obat anti-hipertensi yang berpotensi terjadi interaksi (Ikawati dkk, 2008). Hasil studi pendahuluan di Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin diperoleh data bahwa selama tahun 2012 hipertensi menduduki peringkat kedua dalam daftar 10 besar diagnosa pasien rawat jalan di Rumah Sakit tersebut dengan jumlah pasien 1.943. Selama tahun 2013 hipertensi menduduki peringkat pertama dalam daftar 10 besar diagnosa pasien rawat jalan dengan jumlah pasien 3.944 orang. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah suatu program pelayanan kesehatan terbaru yang berlaku mulai 1 januari 2014, sistemnya menggunakan sistem asuransi dan diselengarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin merupakan tempat pelayanan tingkat lanjutan yang menjadi rujukan pertama pelayanan kesehatan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian serupa di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin secara retrospektif untuk interaksi obat anti-hipertensi pada resep pasien JKN di Instalasi Farmasi Unit Rawat Jalan Rumah Sakit tersebut.