BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian pustaka memuat hasil penelitian terdahulu yang dapat membantu penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka berupa skripsi, pemaparannya sebagai berikut : 1. Yulia (2013), dengan judul skripsi Wacana Persahabatan dalam Kumpulan Satua I Punyan Kepuh teken I Goak. Penelitian ini membantu membedah struktur naratif pada satua, meliputi, insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat. Kajian penelitian ini menggunakan teori struktural menurut Nurgiyantoro, Ratna dan Teeuw. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam penelitian ini lebih memfokuskan penokohan dan amanat. Kesamaan terletak pada objek yang digunakan (satua) karena adanya persamaan objek maka skripsi ini menjadikan inspirasi atau acuan dalam penelitian teks Satua Crukcuk Kuning, I Pucung, dan I Botol teken I Samong. 2. Sutika (1992), dengan judul skripsi Geguritan Puyung Sugih Kajian Amanat dan Penokohan. Penelitian ini membedah struktur naratif dari Geguritan Puyung Sugih meliputi latar, insiden, alur, tema dan gaya bahasa. Analisis penokohan ditinjau dari tiga aspek yaitu; aspek 8
psikologis, aspek fisikologis, dan aspek sosiologis. Ketiga aspek tersebut memberikan gambaran tentang ciri karakter tokoh. Amanat Geguritan Puyung Sugih menyampaikan tentang ajaran-ajaran moral, yang diungkapkan dalam bentuk filsafat berupa dialog antar tokohnya. Amanat yang terkandung di dalamnya adalah amanat tentang kesetiaan, amanat tentang karmaphala, amanat tentang kepasrahan diri, amanat tentang kekuatan magis, dan amanat tentang keserakahan. Persamaan pada kajian Geguritan Puyung Sugih ini menjadikan inspirasi atau acuan terhadap penelitian yang dilakukan. 3. Mandela (2011), dengan judul skripsi Geguritan Dharmayana Pariksa Analisis Penokohan dan Amanat. Penelitian ini membedah identifikasi bentuk Geguritan Dharmayana Pariksa yang mencakup pupuh dan padalingsa, ragam bahasa, dan gaya bahasa. Membedah struktur segmentasi, dan struktur naratif yaitu insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat. Dalam tokoh dan penokohan Geguritan Dharmayana Pariksa dibagi menjadi tiga yaitu: tokoh utama, tokoh sekunder, dan tokoh komplementer atau pelengkap. Amanat dalam Geguritan Dharmayana Pariksa yaitu, amanat mengenai panca satya, konsepsi percaya dengan Tuhan, konsepsi filosofis atman, konsepsi filosofis karmaphala, konsepsi filosofis punarbhawa (reinkarnasi), konsepsi filosofis moksa, etika atau moral yang baik dan kepemimpinan yang baik. Perbedaannya penelitian teks Satua Crukcuk Kuning, I Pucung, dan I Botol teken I Samong membahas struktur naratifnya saja. Kesamaan 9
analisis aspek penokohan dan amanat pada Geguritan Dharmayana Pariksa dapat memberikan inspirasi terhadap penelitian yang dilakukan pada teks Satua Crukcuk Kuning, I Pucung, dan I Botol teken I Samong. 2.2 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses ataupun apapun yang ada di luar bahasa, dan dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut (Kridalaksana, 2008: 132). Konsep yang digunakan pada penelitian ini yakni konsep satua, konsep penokohan dan konsep amanat. 2.2.1 Satua Satua adalah salah satu karya sastra Bali tradisional, yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah dongeng. Satua berarti cerita sedangkan masatua berarti bercerita. Satua merupakan salah satu karya sastra yang termasuk ke dalam kesusastraan lisan (Suardiana, 2011: 1). Bentuk cerita lisan yang lebih dikenal dengan istilah satua, berbentuk prosa. Bentuk prosa disampaikan secara bebas, tidak ada ikatan yang jelas seperti dalam puisi Bali (gaguritan) adanya aturan yang disebut pada-lingsa. Menurut jenis ceritanya, satua Bali dapat dibagi menjadi fabel (tokoh binatang), legenda (kejadian suatu daerah dengan tokoh tertentu), mitos (mite) lebih mengacu kepada asal usul atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya (Suastika, 2011: 13-15). Dalam satua Bali penyampaiannya secara lisan dengan menggunakan bahasa Bali Kapara (lumrah) secara umum dikenal oleh masyarakat Bali. Ketika memulai bercerita, sang pencerita menyebutkan Ada tuturan satua kene... (cerita dimulai). Setelah itu ada bagian dialog antar tokoh-tokohnya. Kemudian sang 10
pencerita berkata gelisang satua... (cerita dipercepat atau cerita akan selesai). Cerita mendekati kepada penyelesaian alur cerita selalu dimulai dengan kalimat ditu lantas.., masaut lantas., keto lantas (lalu,lalu..lalu). Akhir alur cerita sang pencerita menyebutkan asapunika caritane puput (cerita selesai) (Suastika, 2011: 15). Satua dalam konteks kumpulan satua yang digunakan dalam penelitian ini yakni tiga teks satua dari 24 teks satua dalam buku satuasatua Bali yang dikumpulkan oleh I Nengah Tinggen. Tokoh dalam teks Satua Crukcuk Kuning, I Pucung, dan I Botol teken I Samong adalah tokoh manusia dan binatang (yang diberi sifat seperti manusia) atau dikenal dengan istilah fabel. 2.2.2 Penokohan Penokohan berasal dari kata tokoh. Tokoh adalah pelaku-pelaku yang melahirkan peristiwa atau penyebab terjadinya peristiwa (Sudjiman,1988: 23). Menurut Nurgiyantoro (1995: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Saad (dalam Sukada,1987: 64-65) menyatakan penokohan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu cara analitik, dramatik, dan gabungan. Perwatakan dan penokohan adalah dua hal yang berbeda namun saling berkaitan. Penokohan lebih mengacu pada gambaran fisik tokoh-tokoh dan juga penciptaan citra tokoh dalam suatu karya sastra sedangkan perwatakan lebih menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh. Menurut Egri (dalam Sukada, 1987: 135) menyatakan bahwa perwatakan memiliki tiga dimensi sebagai struktur pokoknya, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Ketiga unsur tersebut membangun perwatakan dalam karya sastra. 11
2.2.3 Amanat Dalam kamus istilah sastra dinyatakan bahwa amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengarnya lewat karyanya (Sudjiman, 1986: 5). Amanat merupakan bagian keseluruhan dialog dan pokok cerita. Sebuah karya sastra ada kalanya dapat memberikan suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit atau secara eksplisit. Implisit, jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit, jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran peringatan, nasehat, anjuran, larangan dan sebagainya berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu (Sudjiman, 1986: 24). 2.3 Landasan Teori Teori berasal dari kata theoria (bahasa Latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran yang lebih luas, dalam hubungannya dengan dunia keilmuan teori berarti perangkat pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai kolerasi, dan telah teruji kebenarannya (Ratna, 2004: 1). Penelitian ilmiah memerlukan suatu teori yang dipakai sebagai landasan ataupun dasar acuan untuk membahas permasalahan yang ada dan sebagai penunjuk jalan agar penelitian tidak kehilangan arah. Untuk itu teori yang digunakan adalah teori struktural. Secara definitif strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis unsur-unsur karya. Setiap karya sastra baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda, memiliki unsur-unsur yang berbeda. Perlu dikemukakan unsur- 12
unsur pokok yang terkandung dalam tiga jenis karya sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Unsur-unsur prosa di antaranya tema, peristiwa, latar, penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur puisi di antaranya tema, gaya bahasa, daya bayang, irama, persajakan, fiksi, symbol, nada, dan enjabemen. Unsur-unsur drama, dalam hubungan ini drama teks, di antaranya tema, dialog, peristiwa, latar, penokohan, alur, dan gaya bahasa. Atas dasar hakikat otonom karya sastra seperti di atas, maka tidak ada aturan yang baku terhadap suatu kegiatan analisis. Artinya, unsur-unsur yang dibicarakan tergantung dari dominasi unsur-unsur karya di satu pihak dan tujuan analisis di pihak yang lain. Dalam analisis akan selalu terjadi tarik menarik antara struktur global, yaitu totalitas karya itu sendiri dengan unsur-unsur yang diadopsi ke wilayah penelitian (Ratna, 2004: 93-94). Menurut Endraswara (2008: 51-52), struktur adalah memandang karya sastra sebagai teks yang mandiri, penelitian dilakukan secara obyektif, yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra. Unsur-unsur itu tidak jauh berbeda dengan sebuah artefak (benda seni) yang bermakna. Artefak tersebut terdiri dari unsur dalam teks, seperti ide, plot (alur), latar, watak, tokoh, dan sebagainya yang jalin menjalin rapi. Jalinan antar unsur tersebut akan membentuk makna yang utuh pada sebuah teks. Analisis struktur bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135-136). Analisis struktur memang suatu langkah, suatu sarana, 13
atau alat dalam proses pemberian makna dan dalam usaha ilmiah untuk memahami proses itu dengan sesempurna mungkin. Secara tegas dikatakan bahwa analisis struktur adalah mutlak dan tidak boleh dihindarkan (Teeuw, 1984: 154). Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (Nurgiyantoro, 1995: 37). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, teori yang digunakan dalam mengkaji teks Satua Crukcuk Kuning, I Pucung, dan I Botol teken I Samong adalah teori struktur menurut Ratna, Endraswara, Teeuw dan Nurgiyantoro. Teori tersebut digunakan untuk saling melengkapi antara teori yang satu dengan teori yang lainnya agar nantinya dapat memperoleh hasil yang baik. Kajian mengenai struktur pada teks Satua Crukcuk Kuning, I Pucung, dan I Botol teken I Samong adalah mengenai struktur naratif yang terdiri dari insiden, alur, tokoh, latar, tema dan amanat. 14