Gambar Piramida Penyelarasan Strategi

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGELOLAAN KINERJA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan penetapan tujuan dan berakhir dengan evaluasi. Pada penetapan tujuan,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PANDUAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN APLIKASI PENGELOLAAN KINERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PANDUAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA KPPN APLIKASI PENGELOLAAN KINERJA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PANDUAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA KANTOR PUSAT DITJEN PERBENDAHARAAN PADA SERVER RIIL APLIKASI PENGELOLAAN KINERJA

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 454/KMK.01/2011 TENTANG PENGELOLAAN KINERJA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN MENTERI KEUANGAN,

TAMBAHAN PANDUAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA KPPN PADA SERVER RIIL APLIKASI PENGELOLAAN KINERJA

ANALISIS PENGELOLAAN KINERJA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK BERBASIS BALANCED SCORECARD (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang)

Heti Liyana E

PANDUAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PADA SERVER RIIL APLIKASI PENGELOLAAN KINERJA

MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SP...LINAN

BAB II LANDASAN TEORI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.

MATRIKS CASCADING IKU BIRO UMUM

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan

PANDUAN PENGELOLAAN KINERJA BERBASIS BALANCED SCORECARD DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi ini, keberhasilan dan kegagalan suatu perusahan tidak dapat diukur

2.1 Rencana Strategis

JAMHARI KASA TARUNA NRP DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr.Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.SC

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. sistem pengukuran kinerja berdasarkan laporan keuangan ini adalah kurang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini, terutama di negaranegara

REFORMASI BIROKRASI KATA PENGANTAR

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

MANUAL INDIKATOR KINERJA UTAMA 2016 DIREKTORAT JENDERAL MULTILATERAL "PERSENTASE POSISI INDONESIA YANG DITERIMA DALAM FORUM MULTILATERAL"

Penyusunan. Gambaran Implementasi ADIK. Konsep Dasar Penataan ADIK. Implementasi ADIK. Penyusunan Informasi Kinerja

Disampaikan oleh : Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD PADA KOPERASI SERBA USAHA SINAR MENTARI KARANGANYAR TAHUN 2008

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Buku Panduan. Aplikasi Pengelolaan Kinerja Tahun Kementerian Keuangan. Buku Panduan Aplikasi Pengelolaan Kinerja

1 Universitas Indonesia

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA SEBELUM DAN SESUDAH DITETAPKANNYA METODE BALANCED SCORECARD SEBAGAI TOLOK UKUR PENGUKURAN KINERJA

STRATEGI EKSEKUSI DAN BALANCE SCORE CARD

BAB I PENDAHULUAN. layanannya dalam mencapai customer value (nilai pelanggan) yang paling tinggi

RANCANGAN BUKU PANDUAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KINERJA ORGANISASI (PERFORMANCE APPRAISAL) KEMDIKNAS

User Manual. Sistim Aplikasi Pengelolaan Kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan,

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang bisa mengelola, mempertahankan dan mengembangkan

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN

Scanned by CamScanner

BAB II PERENCANAAN KINERJA

SASARAN REFORMASI BIROKRASI

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

Panduan Pengoperasian

EVALUASI TARGET PENGGUNAAN JAM KERJA DAN KINERJA PERANCANGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR. L a k i p T r i w u l a n I I I D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n , D J P B TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

KATA PENGANTAR. L a k i p T r i w u l a n I I D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n , D J P B TAHUN 2014

ANALISIS EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KINERJA BERBASIS BALANCED SCORECARD PADA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK STUDI KASUS LIMA KPP MADYA JAKARTA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pengukuran yang diterapkan oleh perusahaan mempunyai dampak yang

Alamat blog: SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA - RI

KEMENTERIANKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PUSAT KEPATUHAN INTERNAL KEPABEANAN DAN CUKAI

LAPOR A N KIN ERJA K E M E N TERIAN KEUANG A N

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Kinerja

PERENCANAAN STRATEGIS E-GOVERNMENT BERDASARKAN INPRES NO. 3 TAHUN 2003 PADA KANTOR PUSAT DATA, ARSIP DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN FLORES TIMUR

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD

Instrumen PMPRB menilai progress pelaksanaan PENGUNGKIT dan HASIL berdasarkan bukti-bukti dengan menggunakan quality cycle

Balanced Scorecard : Konsep, Evolusi Perkembangan, dan Dampaknya Terhadap Desain SPPM dan Sistem Penghargaan Berbasis Kinerja

2013, No BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. entitas yang memiliki tanggungjawab kepada shareholder, dan stakeholder

Penetapan Konteks Komunikasi dan Konsultasi. Identifikasi Risiko. Analisis Risiko. Evaluasi Risiko. Penanganan Risiko

BAB I PENDAHULUAN. untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. Menyadari munculnya persaingan bisnis, perusahaan harus dapat. mereka untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi

Dokumen ini dapat digunakan, disalin, disebarluaskan baik sebagian ataupun seluruhnya dengan syarat mencantumkan sumber asli.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN INDRAGIRI HULU TAHUN

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. tidur dan tenaga kerja sebanyak 677 orang. Masalah utama dalam penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. pengelola jasa pelayanan kesehatan. Rumah sakit pemerintah sebagai sarana utama

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018

BAB II LANDASAN TEORI

2016, No Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4421); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tah

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Sistem Manajemen Strategik Balanced Scorecard (BSC) : Memonitor dan Meningkatkan Kinerja Strategis Dan Keberhasilan Reformasi Birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Kementerian Keuangan yang merupakan salah satu Kementerian yang. perekonomian di negara ini berhubungan dengan Kementerian Keuangan

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan aparatur yang profesional seiring. dengan reformasi birokrasi diperlukan langkah-langkah konkrit dalam

Transkripsi:

Balanced Scorecard Kementerian Keuangan Konsep Balanced Scorecard (BSC) dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja suatu organisasi atau skor individu. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan organisasi/individu di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja organisasi/individu yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja organisasi/individu diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal. Kerangka pikir penyelarasan perencanaan strategis dan eksekusi strategi berbasis Balanced Scorecard (BSC) di Kementerian Keuangan secara umum dapat digambarkan dalam bagan berikut ini: Gambar Piramida Penyelarasan Strategi Visi dan misi organisasi mengarahkan seluruh komponen organisasi agar memiliki gambaran/cita-cita yang sama. Hal tersebut mendasari pengambilan keputusan, perencanaan masa depan, pengkoordinasian pekerjaan-pekerjaan yang berbeda, serta mendorong inovasi ke depan. Selanjutnya, tujuan dirumuskan sebagai tahapan kualitatif untuk mewujudkan visi dan 1

misi tersebut. Agar tujuan-tujuan tersebut lebih mudah dicapai, dirumuskan sasaran-sasaran yang mendeskripsikan kondisi spesifik dan terukur yang ingin diwujudkan pada periode tertentu. Mengacu pada sasaran-sasaran tersebut, sasaran-sasaran strategis dirumuskan sebagai suatu prioritas yang ingin dimiliki, dijalankan dan dicapai organisasi pada periode tertentu. Untuk memastikan bahwa sasaran strategis tersebut dapat dicapai, maka perlu dilakukan manajemen atas resiko kegagalan pencapaian SS. Pencapaian SS tersebut diukur oleh IKU. Setiap IKU disertai dengan target yang menggambarkan kinerja yang harus dicapai. Untuk mencapai target IKU, dapat dilaksanakan kegiatan yang disebut Inisiatif Strategis (IS). Pada prinsipnya, perumusan dan pelaksanaan seluruh tahapan di atas senantiasa dilakukan dalam kerangka nilainilai Kementerian Keuangan. BSC Kementerian Keuangan adalah suatu alat manajemen strategis yang menerjemahkan Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategi (Renstra), ke dalam suatu Peta Strategi. level, yaitu: Pengelolaan kinerja berbasis BSC di Kementerian Keuangan dibagi ke dalam 6 (enam) I. Kemenkeu-Wide: level Kementerian (Komitmen Kinerja Menteri dan Kontrak Kinerja Wakil Menteri); II. Kemenkeu-One: level Unit Eselon I (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon I); III. Kemenkeu-Two: level Unit Eselon II (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon II); IV. Kemenkeu-Three: level Unit Eselon III (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon III); V. Kemenkeu-Four: level Unit Eselon IV (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon IV); VI. Kemenkeu-Five: Kontrak Kinerja Staf Ahli Menteri, Tenaga Pengkaji, Pejabat Fungsional, level unit Eselon V dan Pelaksana. A. Peta Strategi Peta strategi digunakan untuk menjabarkan strategi secara visual, melalui sejumlah SS yang terangkai dalam hubungan sebab akibat, sehingga memudahkan dalam mengkomunikasikan strategi. Peta strategi menggambarkan cara pandang organisasi dari berbagai perspektif. Penyusunan peta strategi dimulai dari level Kementerian. Peta strategi pada level lebih rendah harus mengacu pada peta strategi level yang lebih tinggi. Unit yang memiliki peta strategi adalah unit yang mendefinisikan visi dan misinya dengan jelas serta memiliki proses manajemen yang lengkap (input/sumber daya, proses internal, dan output/outcome). Peta Strategi disusun pada level Kemenkeu-Wide, Kemenkeu-One, Kemenkeu- Two dan Kemenkeu-Three unit tertentu (Unit Layanan). Peta Strategi terdiri dari sejumlah SS yang dikelompokkan dalam berbagai perspektif. Perspektif adalah cara pandang yang digunakan dalam BSC untuk mengelola kinerja organisasi. Ada 4 perspektif dalam BSC Kemenkeu yaitu: 1) Perspektif Stakeholder 2

Perspektif ini mencakup SS yang ingin diwujudkan organisasi untuk memenuhi harapan sehingga dinilai berhasil dari sudut pandang stakeholder. Stakeholder (pemangku kepentingan) adalah pihak internal maupun eksternal yang secara langsung atau tidak langsung memiliki kepentingan atas output atau outcome dari suatu organisasi, namun tidak menggunakan layanan organisasi secara langsung. 2) Perspektif Customer Perspektif ini mencakup SS yang ingin diwujudkan organisasi untuk memenuhi harapan customer dan/atau harapan organisasi terhadap customer. Customer (pengguna layanan) merupakan pihak luar yang terkait langsung dengan pelayanan suatu organisasi. 3) Perspektif Internal Process Perspektif ini mencakup SS yang ingin diwujudkan melalui rangkaian proses yang dikelola organisasi dalam memberikan layanan serta menciptakan nilai bagi stakeholder dan customer (value chain). 4) Perspektif Learning and Growth Perspektif ini mencakup SS yang berupa kondisi ideal atas sumber daya internal organisasi yang ingin diwujudkan atau yang seharusnya dimiliki oleh organisasi untuk menjalankan proses bisnis guna menghasilkan output atau outcome organisasi yang sesuai dengan harapan customer dan stakeholder. B. SasaranStrategis (SS) Sasaran Strategis hanya disusun pada unit yang memiliki peta strategi. SS harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Singkat dan jelas Pernyataan SS tidak berupa paragraf atau kalimat. Penjelasan terhadap uraian SS dapat dijelaskan dalam manual IKU. Pernyataan SS tidak memiliki pemahaman ganda dan selaras dengan deskripsi SS pada manual IKU. 2) Merefleksikan kondisi ideal dan realistis yang ingin dicapai Pernyataan SS menggambarkan kondisi seharusnya yang ingin dicapai sesuai potensi. 3) Dituliskan dalam bentuk pernyataan kondisional. Pernyataan SS bersifat kualitatif (bukan kuantitatif). Misalnya: Penerimaan pajak yang optimal (kualitatif), bukan jumlah penerimaan pajak (kuantitatif). Gambar Komponen Peta Strategi 3

C. Indikator Kinerja Utama (IKU) 1) Ketentuan IKU Pencapaian SS diukur dengan Indikator Kinerja Utama. Penetapan IKU harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a)menganut prinsip SMART-C; Specific: mampu menyatakan sesuatu secara definitif (tidak normatif), tidak bermakna ganda, relevan dan khas/unik dalam menilai serta mendorong kinerja suatu unit/pegawai. Measurable: mampu diukur dengan jelas dan jelas cara pengukurannya. Pernyataan IKU seharusnya menunjukkan satuan pengukurannya. Agreeable: disepakati oleh pemilik IKU dan atasannya. Realistic: merupakan ukuran yang dapat dicapai dan memiliki target yang menantang. Time-bounded: memiliki batas waktu pencapaian. Continously Improved: kualitas dan target disesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi dan selalu disempurnakan. Suatu IKU dianggap telah memenuhi kriteria SMART-C berdasarkan kesepakatan antara pengelola kinerja organisasi, pemilik IKU dan atasan langsung pemilik IKU. b) Mencerminkan tugas dan fungsi utama organisasi/pegawai. c) Pemilihan IKU didasarkan pada prioritas dan fokus organisasi. d) Unit pemilik peta strategi tidak diperbolehkan menggunakan hanya IKU activity untuk mengukur satu SS. e) Unit pemilik peta strategi tidak diperbolehkan menggunakan lebih dari tiga IKU untuk mengukur pencapaian satu SS. f) Satu IKU tidak diperbolehkan untuk mengukur lebih dari satu SS dalam satu Kontrak Kinerja. 4

g) IKU tidak diperkenankan memiliki level kualitas activity-low atau exact-high. Khusus untuk pemilik peta strategi, juga tidak diperkenankan memiliki IKU dengan kualitas activity-high karena mengindikasikan pemilihan IKU yang tidak tepat atau SS yang berkualitas rendah. h) Jumlah IKUyang diperbolehkan pada satu kontrak kinerja adalah paling banyak: Tabel Ketentuan Jumlah Maksimal IKU dalam Kontrak Kinerja Unit atau Pegawai Pemilik Peta Strategi Bukan Pemilik Peta Strategi Eselon I 25 IKU 10 IKU Eselon II 20 IKU 10 IKU Eselon III 20 IKU 10 IKU Eselon IV - 10 IKU Pelaksana - 10 IKU Pejabat Fungsional - 10 IKU i) Dalam penyusunan IKU dimungkinkan adanya sub IKU. Sub IKU merupakan himpunan dari indikator-indikator yang saling berhubungan dan secara akumulasi membentuk suatu IKU. Kriteria penyusunan sub IKU adalah sama dengan kriteria penyusunan IKU, namun: 1) Sub IKU hanya diperbolehkan disusun pada level Kemenkeu-Wide dan Kemenkeu- One; 2) Sub IKU harus dimuat dalam kontrak kinerja; 3) Jenis konsolidasi periode sub-iku harus sama dengan jenis konsolidasi periode IKU. Misalnya: IKU Kemenkeu-Wide Jumlah Pendapatan Negara merupakan himpunan dari sub IKU: (1) Jumlah Penerimaan Pajak; (2) Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai; (3) Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 2) Kualitas IKU a) Validitas IKU Validitas IKU ditentukan berdasarkan level kedekatan (representasi) pengukuran IKU terhadap pencapaian SS. Pembagian level validitas IKU adalah sebagai berikut: Exact : IKU yang mengukur secara langsung keberhasilan pencapaian SS. Pencapaian IKU (metode pengukurannya) telah merepresentasikan pencapaian SS secara keseluruhan dan umumnya mengukur output atau outcome pada suatu unit Proxy : IKU yang mengukur secara tidak langsung keberhasilan pencapaian SS. Pencapaian IKU (metode pengukurannya) hanya merepresentasikan sebagian 5

pencapaian SS dan umumnya IKU hanya mengukur proses yang dilakukan oleh suatu unit. Activity: IKU yang pada umumnya mengukur input dari kegiatan pada suatu unit yang masih jauh keterkaitannya dengan keberhasilan pencapaian SS. Gambar Level Validitas IKU Penentuan final atas validitas suatu IKU ditetapkan berdasarkan penilaian objektif dari pengelola kinerja organisasi secara berjenjang. b) Kendali IKU Tingkat kendali atas IKU ditentukan berdasarkan kemampuan suatu unit/pegawai dalam mengontrol/mengelola pencapaian target IKU: High : Pencapaian target IKU dipengaruhi secara dominan oleh pemilik IKU. Moderate : Pencapaian target IKU dipengaruhi secara berimbang oleh pemilik IKU dan pihak selain pemilik IKU. Low : Pencapaian target dipengaruhi secara dominan oleh pihak selain pemilik IKU. Gambar Tingkat Kendali IKU Penentuan final atas tingkat kendali IKU ditetapkan berdasarkan penilaian objektif dari pengelola kinerja organisasi secara berjenjang. 3) Target IKU Target IKU adalah standar minimal pencapaian kinerja berbasis BSC yang ditetapkan untuk periode tertentu. Penetapan target IKU merupakan kesepakatan antara atasan dan bawahan serta mempertimbangkan usulan pengelola kinerja organisasi. Ketentuan penetapan target IKU sebagai berikut: 6

a) Berupa ukuran kuantitatif. Apabila target IKU bersifat kualitatif, maka harus dikuantitatifkan; b) Penentuan besaran target didasarkan: (1) peraturan perundang-undangan, peraturan lainnya atau kebijakan Menteri yang berlaku; (2) keinginan stakeholder. (3) realisasi tahun lalu; (4) potensi dan proyeksi atas kondisi internal dan eksternal organisasi. c) Target harus menantang namun dapat dicapai serta diupayakan terus meningkat. Setiap target IKU tahunan harus diuraikan menjadi target bulanan/triwulanan (trajectory) sesuai periode pelaporan serta jenis konsolidasi periode IKU tersebut. 4) Manual IKU Setiap IKU yang telah ditetapkan harus dilengkapi dengan Manual IKU. Berikut penjelasan beberapa komponen manual IKU: a) Jenis Konsolidasi Periode Menunjukkan pola akumulasi perhitungan target atau realisasi IKU secara periodik, terdiri atas sum, take last known, dan average. Tabel Jenis Konsolidasi Periode Jenis Definisi Q1 (1) Q2 (2) s.d. Q2 (3) Q3 (4) s.d. Q3 (5) Q4 (6) Y (7) Sum Penjumlahan angka target atau realisasi per periode pelaporan (1) (2) (1)+(2) (4) (3)+(4) (6) (5)+(6) Contoh IKU: Jumlah Pendapatan Bea dan Cukai 20 T 30 T 50 T 40 T 90 T 10 T 100 T Take Last Known Value Angka target atau realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir Contoh IKU: Persentase penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L Average Rata-rata dari penjumlahan angka target atau realisasi per periode pelaporan (1) (2) (2) (4) (4) (6) (6) 15% 40% 40% 60% 60% 90% 90% (1) (2) {(1)+(2)} /2 (4) {(1)+(2) +(4)}/3 (6) {(1)+(2) + (4)+ (6)}/4 Contoh IKU: Indeks efektivitas edukasi dan komunikasi 80 70 75 75 75 70 73,75 b) Jenis Konsolidasi Lokasi Mekanisme konsolidasi target atau realisasi IKU cascading ke level di atasnya. Parameter ini diisi hanya pada IKU hasil cascading dengan metode indirect 7

Sum : Penjumlahan target atau realisasi IKU cascading indirect dua unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/realisasi unit/pegawai diatasnya Average : Rata-rata target atau realisasi IKU cascading indirect dua unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/ realisasi unit/pegawai diatasnya. Raw Data : Penjumlahan raw data target atau realisasi IKU cascading indirect dua unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/realisasi unit/pegawai diatasnya. c) Polarisasi Data Menunjukkan ekspektasi arah nilai aktual/realisasi dari IKU dibandingkan relatif terhadap nilai target. Maximize : Semakin tinggi nilai aktual/realisasi IKU terhadap target, semakin baik capaian kinerjanya. Contoh: Jumlah pendapatan negara. Minimize : Semakin rendah nilai aktual/realisasi IKU terhadap target, semakin baik capaian kinerjanya. Contoh:Persentase Wajib Pajak Yang Komplain. Stabilize : Capaian kinerja dianggap semakin baik apabila nilai aktual/realisasi IKU mendekati target dalam suatu rentang tertentu. Contoh: Jumlah Idle Cash. D. Inisiatif Strategis Inisiatif Strategis berbeda dengan action plan. Perbedaan utamanya adalah inisiatif strategis bersifat preventif sedangkan action plan bersifat korektif. Inisiatif strategis umumnya disusun pada awal tahun untuk mencapai target IKU pada sasaran strategis yang memerlukan suatu terobosan atau tidak dapat dicapai dengan kegiatan rutin, sedangkan action plan disusun apabila terdapat indikasi atau kondisi dimana target IKU tidak tercapai pada periode monitoring sepanjang tahun berjalan. 8

1) Kriteria Penyusunan Inisiatif Strategis 1) Memiliki relevansi terhadap pencapaian target IKU; 2) Mempersempit gap pencapaian target IKU yang telah ditetapkan; 3) Disusun pada unit yang memiliki peta strategi dan berada pada internal process perspective dan learning and growth perspective; 4) Menghasilkan output/outcome; 5) Memiliki periode waktu penyelesaian; 6) Memiliki penanggung jawab utama (koordinator); 7) Dalam satu SS hanya diperbolehkan paling banyak dua IS. 2) Penyusunan Inisiatif Strategis Prioritas memilih IS dapat menggunakan kuadran yang mengkombinasikan impact dan effort. Prioritas pertama adalah yang memiliki impact tinggi namun dapat dicapai dengan effort terendah. Dibawah ini merupakan acuan prioritas pemilihan IS dan contoh IS: Gambar Pemilihan Prioritas Inisiatif Strategis Contoh: 9