MANAJEMEN RISIKO KINERJA AGROINDUSTRI GULA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X

dokumen-dokumen yang mirip
EKONOMI LOSSES PENGOLAHAN TEBU DAN IMPLIKASI TERHADAP KINERJA DAN EFISIENSI PABRIK GULA Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara X

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan... 5

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

STABILISASI HARGA GULA MENUJU SWASEMBADA GULA NASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

LINGKUNGAN BISNIS DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING INDUSTRI GULA BUMN

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

APLIKASI METODE REGRESI LINIER BERGANDA DALAM MENCARI FORMULASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU GULA TEBU

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

ANALISIS FAKTOR PRODUKSI PABRIK GULA KEBON AGUNG MALANG (PRODUCTION FACTOR ANALYSIS OF KEBON AGUNG MALANG SUGAR FACTORY)

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP RENDEMEN TEBU STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJO JAWA TIMUR SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

KETERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN TENAGA KERJA SEBAGAI FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PRODUKSI GULA DI PG WONOLANGAN KABUPATEN PROBOLINGGO PENDAHULUAN

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

PERENCANAAN BAHAN BAKU PADA PRODUKSI GULA TEBU (Studi Kasus PTPN XI PG Djatiroto Kabupaten Lumajang)

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS

PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH DENGAN KLASTERISASI INDUSTRI KERTAS BERDASAR POTENSI SIMBIOSIS INDUSTRI GULA DAN KERTAS DI JAWA TIMUR

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA

NASKAH SEMINAR HASIL. Oleh : Vinna Nour Windaryati NIM

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS RISIKO BERDASARKAN KONSEP RISK MANAGEMENT DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (PERSERO)

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU DENGAN PG. DJOMBANG BARU DI KABUPATEN JOMBANG SKRIPSI

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

BAB I PENDAHULUAN. peralatan untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Permasalahan umum yang ada di

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

POSISI PERDAGANGAN DAN DAYA SAING GULA INDONESIA DI PASAR ASEAN. Trade Position and Competitiveness of Indonesia Sugar in ASEAN Market

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

RINGKASAN EKSEKUTIF DAMARIS BARUS Marimin Sri Hartoyo.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. manusia sangat berperan penting terhadap keberhasilan suatu organisasi atau

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PABRIK GULA SEMBORO

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA)

: Dinda Dwi Noviyanti : : Dr. M. Abdul Mukhyi, SE., MM

Sekilas tentang Per-GULA-an Jember

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

STRATEGI BISNIS DALAM MENGHADAPI PELEMAHAN EKONOMI DUNIA 2017 CORPORATE ENTREPRENEURSHIP

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

PG. TJOEKIR PENERAPAN INDUSTRI HIJAU BY: EDWIN RISANANTO SURABAYA, 16 FEBRUARI 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia industri, terutama untuk masalah produksi. Perusahaan dapat

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

3 METODOLOGI PENELITIAN

Tebu Jombang di Kancah Gula Nasional

MANAJEMEN PENGENDALIAN MUTU TEBU RAKYAT KERJASAMA USAHA DI PT. PABRIK GULA CANDI BARU SIDOARJO SKRIPSI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

: Miftahul Jannah NPM : Pembimbing :Dr. Mohammad Abdul Mukhyi,SE.,MM

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

3.2. Jenis dan Sumber Data

ROADMAP INDUSTRI GULA

Transkripsi:

MANAJEMEN RISIKO KINERJA AGROINDUSTRI GULA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X Intan Kartika Setyawati, Illia Seldon Magfiroh, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember Abstrak PTPN X sebagai salah satu BUMN penghasil agroindustri gula terus berupaya untuk meningkatkan produksi gula nasional. Akan tetapi produksi gula yang dihasilkan belum cukup memenuhi kebutuhan gula nasional karena menghadapi kendala baik on-farm maupun offfarm. Permasalahan off-farm tersebut antara lain sebagian besar pabrik gula berumur tua, kapasitas giling tidak tercapai, rendahnya Milling Extraction (ME) dan Boiling House Recovery (BHR). Kondisi tersebut membawa implikasi terhadap kinerja/efisiensi pabrik gula. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kinerja/efisiensi masing-masing Pabrik Gula (PG) menurut Standard Pengelolaan Terunggul (SPT) berdasarkan kapasitas giling PG, (2) menganalisis kecenderungan perkembangan kinerja masing-masing PG dalam 5 tahun terakhir berdasarkan kapasitasnya; dan (3) menganalisis, memetakan dan me-manage risiko pada masing-masing strata kapasitas PG. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif komparatif, trend analysis dan analisis risiko ( coefficient variation analysis). Data yang digunakan bersumber dari PTPN X yang berupa data series 5 tahun terakhir dan data penunjang untuk Focus Group Disscusion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja PG masih sangat beragam dan belum efisien jika didasarkan pada strata kapasitas giling. Sebaliknya terdapat kecenderungan peningkatan kinerja pada sebagian besar PG selama 5 tahun terakhir. Masing-masing strata pabrik gula menghadapi risiko yang berlainan baik variabel risiko maupun besaran risikonya. Dengan demikian diperlukan manajemen risiko yang berbeda antara masing-masing strata PG. Kata kunci: Manajemen Risiko, Kinerja, Pabrik Gula, PTPN X 1. PENDAHULUAN Posisi agroindustri gula nasional saat ini menjadikan gula sebagai komoditas khusus dimana permintaan gula tinggi dan terus meningkat setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah industri makanan dan minuman. Konsumsi gula nasional pada tahun 2015 mencapai 3 juta ton sedangkan produksi gula nasional hanya 2,49 juta ton. Ketimpangan yang terjadi tersebut menjadi latar belakang program swasembada gula yang ditetapkan pemerintah dengan peningkatan produksi gula tahun 2019 sebesar 3,26 juta ton/tahun. PTPN X sebagai salah satu BUMN penghasil agroindustri gula terus berupaya meningkatkan produksi gula nasional. Pada tahun 2015 PTPN X menyumbang 17,31% dari total produksi gula nasional serta sebagai BUMN terbesar yang memproduksi gula sebesar 29,63% diantara produsen gula BUMN lain. Akan tetapi produksi gula yang dihasilkan belum cukup memenuhi kebutuhan gula nasional karena menghadapi kendala baik on-farm maupun off-farm. Permasalahan off-farm tersebut antara lain sebagian besar pabrik gula berumur tua, kapasitas giling tidak tercapai, rendahnya Milling Extraction (ME) dan Boiling House Recovery (BHR). SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN UGM 2016 63

Permasalahan yang muncul tersebut tidak luput dari adanya risiko kinerja pabrik gula (PG) di PTPN X. Oleh sebab itu manajemen risiko yang baik sangat diperlukan demi tercapainya kinerja PG yang efektif dan efisien sehingga target produksi dapat tercapai. Penelitian ini menjadi penting untuk dilaksanakan dengan tujuan menganalisis kinerja/ efisiensi masingmasing PG menurut Standard Pengelolaan Terunggul (SPT) berdasarkan kapasitas giling PG, menganalisis kecenderungan perkembangan kinerja masing-masing PG dalam 5 tahun terakhir berdasarkan kapasitasnya dan menganalisis, memetakan dan me-manage risiko pada masing-masing strata kapasitas PG. 2. KAJIAN LITERATUR Efisiensi kinerja PG dapat diukur dengan pendekatan indikator efisiensi kinerja pabrik gula. Susanto (2012) menganalisis efisiensi PG Wringinanom di Kabupaten Situbondo dengan hasil bahwa kinerja PG selama 10 tahun terakhir inefisien dikarenakan kondisi PG yang berumur tua (135 tahun) serta perawatan peralatan pabrik yang kurang baik. Analisis trend kinerja PG perlu dilakukan untuk mengetahui kinerja PG pada tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang. Sutjahjo (2007) dalam penelitiannya tentang kinerja PG berdasarkan beberapa subsistem di PTPN XI menunjukkan hasil bahwa tren masing-masing subsistem selama 30 tahun terjadi kenaikan walau tidak berbeda sangat nyata. Penelitian Siregar (2012), mengenai manajemen risiko jamur tiram putih dengan menggunakan ukuran coefficient variation, dihasilkan risiko sebesar 0,10 artinya risiko kerugian yang dihadapi adalah sebesar 10%. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu pada PTPN X sebagai salah satu BUMN terbesar penghasil gula dimana memiliki 11 PG yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Pembagian PG berdasarkan kapasitas giling yaitu PG kecil (< 2500 TCD (Ton Cane per Day)), PG sedang (2500-5000 TCD), dan PG besar (> 5000 TCD). PG kecil terdiri dari PG Watoetoelis (WT), PG Tulangan (TL), dan PG Krembong (KB). PG Sedang meliputi PG Djombang Baru (DB), PG Meritjan (MR), PG Modjopanggoong (MP), PG Tjoekir (TK), dan PG Lestari (LS). Sedangkan PG besar terdiri dari PG Gempolkrep (GK), PG Pesantren Baru (PB), dan PG Ngadirejo (NG). Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif komparatif, trend analysis dan analisis risiko ( coefficient variation analysis). Data yang digunakan bersumber dari PTPN X yang berupa data time series 5 tahun terakhir (2011-2015) dan data penunjang untuk Focus Group Disscusion (FGD). SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN UGM 2016 64

4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Kinerja/efisiensi masing-masing PG menurut Standard Pengelolaan Terunggul (SPT) berdasarkan kapasitas giling PG Agroindustri gula merupakan kegiatan agroindustri yang sangat kompleks. Kegiatan on-farm dan offfarm saling berkaitan demi terwujudnya komoditas gula yang sesuai harapan. Kedua subsistem tersebut menjadi syarat keberhasilan dalam meningkatkan produktivitas gula. Pada penelitian ini difokuskan pada subsistem off-farm yaitu pada kinerja PG. Pengukuran kinerja PG dapat diukur berdasarkan pendekatan indikator efisiensi teknis PG seperti ME, BHR, OR, rendemen dan pol tebu (P3GI, 2001 dalam Rohmatullah dkk, 2009, dalam Susanto, 2012). Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa kinerja PG berdasarkan kapasitas gilingnya belum efisien secara teknis selama 5 tahun terakhir. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara membandingkan nilai indikator kinerja masing-masing PG dengan nilai indikator Standar Pengelolaan Terunggul (SPT). Nilai masing masing indikator kinerja pada masing-masing PG masih dibawah nilai indikator SPT. Walaupun nilai ME pada masing-masing PG masih di bawah standar gilingan yang baik (95%) akan tetapi nilai ME rata-rata sebesar 92% dan hal ini hampir mencapai nilai efisiensinya. Menurut Wibowo (2007) pembenahan kinerja stasiun giling dapat dilakukan dengan optimasi pencacahan tebu giling, optimasi imbibisi dan optimasi pemerahan mekanis di gilingan. Oleh sebab itu, masing-masing PG dapat mengoptimalkan kinerja pada stasiun penggilingan agar proses pemerahan nira dapat berjalan optimal. Efisiensi stasiun pengolahan dapat diketahui dengan melihat nilai BHR yang dihasilkan PG. Pada hasil penelitian nilai BHR pada masing-masing PG jauh lebih rendah dari nilai indikator SPT. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi kehilangan gula secara signifikan pada stasiun pengolahan atau terjadi penurunan kemampuan PG dalam mengolah nira mentah menjadi gula kristal putih (GKP). Kinerja stasiun giling dan stasiun pengolahan secara keseluruhan dapat dinilai dengan nilai OR ( overall recovery). Nilai OR pada masing-masing PG berada di bawah nilai indikator normalnya (85%), bahwa kinerja pabrik gula dalam menghasilkan gula kristal putih dari tebu secara umum tidak efisien karena kehilangan terhadap pol yang tinggi. Nilai pol dan rendemen pada masing-masing PG juga masih dibawah angka normalnya. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu kualitas tebu yang dipanen kurang baik seperti faktor kemasakan tebu, penanganan pasca panen serta faktor kinerja pabrik yang masih belum efisien. Tabel 1. Pengukuran Efisiensi Kinerja PG Berdasarkan Kapasitas Giling No Indikator PG Kecil PG Sedang PG Besar Rata-rata Indikator WT TL KB DB MR MP TK LS GK PB NG SPT 1 ME (%) 92,03 92,95 92,80 91,70 92,39 93,24 92,07 92,83 92,71 93,46 92,73 92,63 95 2 BHR (%) 78,70 81,57 80,72 80,73 84,06 83,84 80,23 83,32 82,08 82,84 84,10 82,02 90 3 OR (%) 71,36 74,25 73,74 72,98 75,80 76,64 72,59 75,28 74,02 76,24 76,57 74,50 85 4 Pol (%) 10,06 9,95 10,03 10,30 10,28 10,83 10,19 10,08 10,39 10,69 10,78 10,33 14 5 Rendemen (%) 7,19 7,26 7,43 7,54 7,82 8,32 7,41 7,60 7,70 8,15 8,28 7,70 12 Sumber: Data Primer (diolah) (2016) SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN UGM 2016 65

b. Analisis trend perkembangan kinerja PG dalam 5 tahun Perkembangan kinerja PG pada PTPN X selama kurun waktu 5 tahun dilakukan dengan menggunakan analisis trend. Analisis tren disajikan dalam bentuk grafik berdasarkan indikator kinerja pada PG sesuai dengan kapasitasnya. Perkembangan OR pada ketiga PG cenderung bervariasi, untuk PG kecil trend mengalami kecenderungan sedikit meningkat tetapi tidak signifikan dengan nilai R 2 =0,00047, PG sedang mengalami trend yang menurun setiap tahunnya ditunjukkan dengan persamaan: Y = - 0,604x + 2060,4. Gambar 1. Trend ME Pabrik Gula Pada gambar 1 dapat diketahui bahwa ME memiliki kecenderungan meningkat setiap tahunnya pada ketiga strata PG. Persamaan garis trend pada PG kecil Y = 1,93x + 1834,2 untuk mengetahui nilai ME pada 5 tahun mendatang dengan menggantikan nilai x dengan tahun tersebut. Begitu pula dengan PG sedang dan besar. Gambar 2 menunjukkan bahwa trend BHR untuk ketiga kapasitas PG cenderung mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakefisienan kinerja pabrik dengan semakin banyaknya gula yang hilang. Gambar 2. Trend BHR Pabrik Gula Gambar 3. Trend OR Pabrik Gula Sedangkan untuk PG besar cenderung mengalami trend yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa OR pada PG besar memiliki potensi peningkatan yang cukup signifikan sehingga kinerja PG dapat lebih baik ditahun mendatang. Gambar 4. Trend Pol Pabrik Gula Trend pol PG juga bervariasi untuk masing-masing kapasitas, dari ketiga PG hanya PG sedang yang memiliki kecenderungan (trend) yang meningkat sedangkan PG kecil dan besar mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada gambar 5 diketahui trend rendemen PG kecil cenderung SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN UGM 2016 66

mengalami penurunan setiap tahunnya berbeda dengan PG sedang dan besar yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mungkin dikarenakan kinerja PG kecil kurang efisien serta petani pada umumnya memilih menjual tebu pada PG yang memiliki tingkat rendemen yang lebih tinggi sehingga - pada PG kecil terdapat kekurangan suplai bahan baku tebu. Gambar 5. Trend Rendemen Pabrik Gula c. Analisis manajemen risiko kinerja pada PG Unsur-unsur yang terdapat pada risiko terdapat 3 yaitu peristiwa, probabilitas ( likelihood) terjadinya, dan dampak peristiwa. Peristiwa yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu indikator kinerja PG yang terdiri dari kinerja ME, BHR, OR, Pol dan Rendemen. Dimana indikator tersebut menjadi variabel risiko PG yang berhubungan dengan efisiensi kinerja. Pengukuran variabel didasarkan pada penghitungan analisis koefisien variasi pada masing-masing strata PG, kemudian dari hasil analisis tersebut dapat di petakan menjadi risiko rendah, sedang dan tinggi. Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa pada risiko pabrik Tabel 2. Peta Risiko Kinerja PG terdapat 3 PG yang memiliki risiko rendah untuk semua variabel risiko yaitu PG Meritjan (MR), Gempolkrep (GP) dan Ngadirejo (NG), hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa kinerja pabrik untuk ketiga PG tersebut relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan PG yang lain. Variabel risiko ME untuk semua PG memiliki risiko yang rendah, variabel risiko BHR untuk PG kecil berada pada risiko sedang, PG kapasitas sedang satu PG berada pada risiko rendah yaitu PG Meritjan dan satu PG berada pada risiko tinggi yaitu PG Tjoekir sedang sisanya berada pada risiko rendah. Sedangkan untuk OR hanya dua PG yang berada pada risiko sedang yaitu PG Kremboong dan Tjoekir dan lainnya berada pada risiko rendah. Berdasarkan hasil pemetaan risiko pada PG kecil terutama PG Kremboong dan PG Sedang yaitu PG Tjoekir untuk lebih memperhatikan kinerja pabrik terutama pada stasiun pengolahan, walaupun sebagian besar pabrik berusia tua sebaiknya perlu dilakukan perawatan mesin secara reguler agar dapat meminimalisasi risiko kehilangan gula. Pada variabel risiko bahan yaitu pol pada PG kecil berada pada risiko rendah, PG sedang terdapat tiga PG berada pada risiko rendah dan sisanya pada risiko sedang, dan PG besar hanya satu PG berada pada risiko rendah sisanya pada risiko sedang. No Indikator PG Kecil PG Sedang PG Besar WT TL KB DB MR MP TK LS GK PB NG Risiko PG 1 ME (%) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,01 0,00 2 BHR (%) 0,07 0,08 0,08 0,08 0,04 0,05 0,11 0,07 0,04 0,05 0,04 3 OR (%) 0,04 0,04 0,07 0,04 0,03 0,02 0,09 0,02 0,04 0,01 0,02 Risiko bahan 1 Pol (%) 0,03 0,04 0,04 0,05 0,05 0,04 0,04 0,04 0,03 0,05 0,05 2 Rendemen (%) 0,06 0,08 0,10 0,08 0,07 0,06 0,12 0,06 0,06 0,06 0,06 Keterangan Risiko < 0,05 Rendah 0,05-0,09 SEMINAR NASIONAL Sumber: HASIL Data Primer PENELITIAN (diolah) SOSIAL (2016) EKONOMI PERTANIAN UGM 2016 67 0,1 Sedang Tinggi

Variabel rendemen hampir semua PG berada pada risiko sedang dan 2 PG yang berada pada risiko tinggi yaitu PG Kecil pada PG Kremboong dan PG sedang pada PG Tjoekir. Hal ini menggambarkan bahwa bahan baku tebu cukup berisiko dalam produksi gula. Seperti yang kita ketahui bahwa rendemen adalah kandungan gula dalam tebu, sehingga intensifikasi tanaman perlu dilakukan misalnya dengan penggunaan varietas unggul, waktu tebang sesuai kemasakan tebu juga harus diperhatikan agar menghasilkan tebu yang manis, bersih dan segar (MBS) sehingga rendemen dapat meningkat. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kinerja PG berdasarkan kapasitas selama 5 tahun terakhir masih jauh dari kata efisien dikarenakan beberapa PG telah berumur tua serta peralatan yang kurang perawatan. Kecenderungan kinerja PG untuk ME semua kapasitas PG memiliki trend yang meningkat setiap tahun, trend BHR cenderung turun untuk semua PG, nilai OR pada PG sedang memiliki tren yang menurun sedangkan lainnya naik, untuk trend pol hanya PG sedang yang meningkat setiap tahunnya, dan rendemen pada PG kecil yang menurun setiap tahun sedangkan lainnya meningkat. Risiko yang harus diperhatikan yaitu pada pabrik variabel BHR sedangkan bahan baku pada variabel rendemen. Sebaiknya PTPN X perlu melakukan revitalisasi terhadap pabrik gula yang memiliki mesin yang sudah tua dan tidak efisien, serta perlu penerapan Best Management Practices untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi PG. Selain itu, perlunya penerapan Good Agricultural Practices serta perbaikan manajemen tebang angkut untuk meningkatkan rendemen yang dihasilkan oleh PG. 6. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada PTPN X atas bantuan berupa perizinan penelitian dan pengambilan data baik primer maupun sekunder. DAFTAR PUSTAKA Susanto, Muhammad Deni. 2012. Analisis Efisiensi Pabrik Gula Wringinanom Kabupaten Situbondo. Skripsi. Universitas Jember. Jember Sutjahjo, Untung. 2007. Kinerja Pabrik Gula Berdasarkan Kapasitas Giling, Tebu Digiling, Jumlah Hari Giling, Jam Berhenti Giling, Overall recovery, dan hablur di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. Tesis. Pasca sarjana Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Soputan, Gabby E. M. 2014. Manajemen Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) (Study kasus pada Pembangunan Gedung SMA Eben Haezar). Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol. 4 No 4, Desember 2014 (229-238) ISSN: 2087-9334. Wibowo, Rudi. 2007. Revitalisasi Komoditas Unggulan Perkebunan Jawa Timur. Perhepi. Jakarta. SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN UGM 2016 68

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Diah Vera Bakti Suryajana 1), Jangkung Handoyo M. 2) 3), Slamet Hartono 2) 1) Alumni Prodi Agrobisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada 2) Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada 3) Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK), Universitas Gadjah Mada Abstrak Indonesia merupakan salah satu negara utama pengekspor udang di dunia. Ekspor komoditas udang merupakan salah satu strategi Indonesia untuk meningkatkan pendapatan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : ( 1) daya saing ekspor udang beku dan udang segar Indonesia di pasar internasional; ( 2) posisi daya saing udang beku dan udang segar Indonesia dibandingkan negara pengekspor komoditas tersebut di dunia. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 1981-2013 yang diambil dari FAO. Analisis daya saing ekspor komoditas udang Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR), dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Hasil analisis daya saing udang beku dan udang segar Indonesia dibandingkan dengan 5 negara utama pengekspor udang beku dan udang segar di dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ekspor udang beku dan udang segar Indonesia berdaya saing di pasar internasional dengan nilai rerata RCA udang beku sebesar 3,887, nilai AR udang beku sebesar 1,003, nilai rerata ISP udang beku sebesar 0,986, nilai rerata RCA udang segar sebesar 1,373, nilai AR udang segar sebesar 0,947, dan nilai rerata ISP udang segar sebesar 0,899; (2) daya saing udang beku Indonesia lebih baik dibandingkan Vietnam, Thailand, Tiongkok, dan daya saing udang segar Indonesia lebih baik dibandingkan Tiongkok. Kata kunci : Daya saing, udang beku, udang segar 1. PENDAHULUAN Era globalisasi saat ini menuntut setiap negara terbuka dalam perdagangan internasional. Perdagangan menguntungkan bagi setiap negara yang terlibat. Kegiatan ekspor memberikan tambahan penghasilan bagi negara melalui devisa, sedangkan impor membantu terpenuhinya kebutuhan warga negara. Kondisi perdagangan yang semakin bebas menciptakan persaingan yang lebih ketat. Menghadapi pasar tersebut, Indonesia dituntut mampu mengembangkan produk unggulannya agar memperoleh manfaat yang besar. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Luas wilayah lautnya sekitar 7,9 juta km² dan panjang garis pantai sekitar 80.791 km² (Tajerin dan M. Noor, 2004). Wilayah laut SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN UGM 2016 69