BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS INQUIRY LAB UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGANALISIS PADA MATERI SISTEM GERAK KELAS XI IPA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. A. Model Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI PADA MATERI FOTOSINTESIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN PES JLH LLS. Rata. Total Rata. % Nilai KIM. Kota Medan ,98 8,32 50,90 8,48

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

INSTRUMEN EVALUASI BERBASIS INQUIRY LAB UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGANALISIS PADA MATERI SISTEM GERAK KELAS XI IPA

2014 ANALISIS KESIAPAN UJIAN NASIONAL SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, nilai-nilai pembentukan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pemikir yang jauh lebih baik dari makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk mendidik generasi penerus bangsa

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Berdasarkan hal tersebut, negara-negara di dunia berkompetisi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dimana berbagai informasi mudah didapatkan oleh semua orang di. Perkembangan IPTEK yang sangat pesat dapat berimbas pada tantangan

TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara

I. PENDAHULUAN. tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan-kumpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar yang dicapai siswa tidak dapat lepas dari peran guru.

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. pendidikan dapat tercapai. Proses pembelajaran, sering dipahami sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era pengetahuan, modal intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal (Galbreath, 1999). Untuk memasuki dunia kerja pada abad 21, keterampilan belajar abad 21 mempunyai tujuh keterampilan yaitu: 1) berpikir kritis dan pemecahan masalah; 2) kreatifitas dan inovasi; 3) kolaborasi, kerjasama tim; 4) pemahaman lintas budaya; 5) komunikasi, informasi, literatur media; 6) computer dan ICT dan; 7) karir dan belajar kemandirian (Fadel, 2009). Sekolah dituntut untuk mengubah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan yang harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar. Kecakapan tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah, berpikir kritis, kolaborasi dan kecakapan berkomunikasi. Fakta di sekolah yang menggambarkan kemampun berpikir siswa Indonesia ditunjukkan pada penilaian The Program for International Student Assesment (PISA). Indonesia selalu menempati level bawah dibanding dengan negara-negara partisipan dunia. pada 2012, tercatat Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara yang berpartisipasi dengan skor siswa Indonesia 382 dari skor rata-rata dunia 500. Selain itu penelitian yang dilakukan Astika (2013) di Bali menunjukkan bahwa kemampuan penguasaan sains siswa masih rendah. Permasalahan lain yang dihadapi siswa adalah kemandirian belajar. Kurangnya kualitas pembelajaran berdampak pada pencapaian hasil belajar yang rendah. Salah satu pengukuran hasil belajar adalah Ujian Nasional (UN). Hasil UAN Biologi SMA Negeri 1 Ngawi tahun 2013/2014 menunjukkan pada materi Struktur dan Fungsi Organ terutama Sistem Gerak rata- rata nilai yang diperoleh yaitu 51,36 untuk tingkat nasional; 64,04 untuk tingkat propinsi; 57,91 untuk tingkat kota; dan 64,45 untuk tingkat sekolah. 1

2 Hasil ulangan harian siswa menunjukkan nilai rata-rata 64,50, dimana nilai ini berada di bawah KKM yaitu 78,00. Fakta di lapangan menunjukkan rendahnya penguasaan sains berhubungan erat dengan kualitas pembelajaran. Berdasarkan analisis delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan serta standar penilaian (Badan Akreditasi Nasional, 2012) menunjukkan bahwa GAP pada Standar 1 sebesar 0,93%; Standar 2 sebesar 1,85%; Standar 3 sebesar 0,46; Standar 4 sebesar 1,85%; Standar 5, 6 dan 7 tidak memiliki GAP; dan Standar 8 sebesar 1,39%. Data tersebut menunjukkan bahwa pada Standar 8 yaitu Standar penilaian yang terdapat 13 komponen memiliki GAP yang tergolong tinggi. Adanya GAP ini dapat disimpulkan bahwa kurang maksimalnya penyusunan dan pelaksanaan pada tiap-tiap indikator. Capaian UN sebagai hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran. Hasil observasi proses belajar mengajar di SMA Negeri 1 Ngawi diperoleh bahwa dari 60 siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 ada 73,77% siswa belum memiliki buku wajib pegangan untuk siswa. Masih banyak siswa mencari sumber belajar melalui internet. Ada juga dari 60 siswa dari dua kelas kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 ada 26,66% siswa yang mempunyai buku wajib pegangan tetapi masih belum memenuhi berpikir tingkat tinggi dan ketrampilan proses sains terutama kemampuan menganalisis. 13,11% siswa menyatakan bahwa buku wajib pegangan menarik, sementara 9,83% siswa menyatakan buku pegangan yang digunakan kurang menarik dan 31,14% siswa menyatakan buku tersebut cukup berkaitan dengan kehidupan di masyarakat sehari-hari. Guru menggunakan buku ajar yang bersifat umum. Materi dalam buku ajar kurang ringkas. Buku ajar berupa fotokopy. 56,25% siswa menginginkan materi di buku ajar lengkap. 53,12% siswa menginginkan materi di buku ajar ringkas, 71,87% menginginkan buku ajar lebih menarik seperti gambar dan warna dan 25% siswa huruf dalam buku ajar jelas. Berdasarkan hasil analisis butir soal ulangan harian pada materi Sistem Gerak tahun pelajaran 2013/2014 menunjukkan bahwa soal-soal

3 ulangan biologi dengan tingkat berpikir C1 sebesar 40%, tingkat berpikir C2 48%, tingkat berpikir C3 sebesar 8%, dan tingkat berpikir C4 4%. Data ini menunjukkan kurang maksimalnya pelatihan kemampuan berpikir tinggi bagi siswa. Siswa lebih banyak melatihkan kemampuan mengingat dan memahami, mengaplikasi. Kemampuan menganalisis kurang dilatihkan bahkan kemampuan berpikir C5 (evaluasi) dan C6 (mencipta) tidak muncul dalam indikator soal (tidak dilatihkan). Setelah dilakukan tes untuk mengetahui kemampuan menganalisis siswa, diperoleh data bahwa 43,75% siswa telah mempunyai kemampuan menganalisis (C4) dengan baik dengan skor rata-rata79,165 (termasuk kategori baik) dan 56,25% siswa mempunyai kemampuan menganalisis kurang baik dengan skor rata-rata 58,33 termasuk kategori cukup. Kegiatan laboratorium merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran IPA. Menurut Lazarowitz & Tamir dalam Wiyanto (2006), kurikulum berbasis inquiry mengalokasikan waktunya sekitar 50% untuk kegiatan laboratorium. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium yang dikembangkan masih bersifat verifikasi, yaitu membuktikan konsep atau prinsip yang telah dibahas sebelumnya dengan kegiatan lab yang masih bersifat teacher centered. Kegiatan praktikum yang seperti ini tidak mampu mengembangkan keterampilan kemampuan berpikir siswa dalam tahap yang lebih tinggi. Kegiatan laboratorium pada hakikatnya ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman, kemampuan kognitif, berpikir kreatif dan sikap ilmiah melalui keterlibatannya dalam aktivitas atau kegiatan (Novack, Gangoli, Hodson, dalam Suma 2005). Kegiatan laboratorium adalah salah satu metode pengajaran yang paling penting untuk memberikan pembelajaran yang efektif dan bermakna dalam pendidikan sains. Tamir (Koray & Köksal, 2009) mengatakan kegiatan laboratorium didasarkan pada partisipasi aktif siswa dalam proses pengumpulan data dan memberikan analisis dari fakta-fakta dari hasil yang diperoleh. Selain itu, juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan pemecahan masalah mereka dan keterampilan penyelidikan, untuk melakukan

4 generalisasi yang tepat tentang poin penting dalam ilmu pengetahuan, untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dan untuk memegang sikap positif terhadap ilmu pengetahuan. Pembelajaran berbasis inkuiri laboratorium menekankan pada aktivitas dalam membantu siswa belajar dan memahami proses dan keterampilan berpikir layaknya ilmuan dan memahami karakteristik penelitian ilmiah (Wenning, 2010 & Khan, et al, 2011). Model pembelajaran inkuiri laboratorium memiliki sejumlah langkah termasuk aktif mengidentifikasi suatu topik atau masalah, menghasilkan pertanyaan yang akan diteliti, menyelidiki masalah dengan melakukan penelitian yang relevan, berpikir kritis tentang masalah yang akan dipecahkan, menjawab pertanyaan yang diajukan, menarik kesimpulan dan merefleksikan pada proses penyelidikan (Vajoczki, S. et al, 2011). Kemampuan analisis juga memiliki peranan yang sangat penting terhadap tercapainya tujuan belajar. Kemampuan analisis merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan analisis adalah ketrampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponenkomponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Menganalisis adalah memisahkan materi kedalam bagian-bagian yang diperlukan, mencari hubungan antar bagiannya, mampu mengenali komponen-komponennya, hubungan dan pengorganisasian antar komponen, serta membedakan fakta dari khayalan, namun selama ini kemampuan analisis belum diperhatikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan belajar (Amri, 2010). Kemampuan menganalisis merupakan salah satu kemampuan kognitif tingkat tinggi yang penting untuk dikuasai siswa dalam pembelajaran. Anderson dan Krathwohl (2001) telah merevisi penggunaan Taksonomi Bloom sebagai kerangka konseptual ketrampilan berpikir dengan mengubah sistem klasifikasi Bloom yang asli menjadi dua dimensi pengetahuan melibatkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognisi. Dimensi proses kognitif meliputi mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis. Mengevaluasi dan mencipta menggantikan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi pada Taksonomi Bloom

5 yang lama. Pohl (2000) mengungkapkan bahwa dalam Taksonomi Bloom revisi ketrampilan yang melibatkan analisis, evaluasi, dan mencipta dianggap sebagai ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Anderson dan Krathwohl (2001) menyatakan indikator untuk mengukur ketrampilan berpikir tingkat tinggi meliputi menganalisis, mengevaliasi dan mencipta. Berdasarkan latar belakang di atas, maka judul penelitian yang di pecahkan adalah Pengembangan Modul berbasis Inquiry Lab Pada Materi Sistem Gerak Untuk Memberdayakan Kemampuan Menganalisis pada Kelas XII IPA SMA Negeri 1 Ngawi. B. Perumusan Masalah Masalah dalam pengembangan modul berbasis Inquiry Lab dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik modul berbasis Inquiry Lab untuk memberdayakan kemampuan menganalisis pada materi Sistem Gerak? 2. Bagaimana kelayakan modul berbasis Inquiry Lab untuk memberdayakan kemampuan menganalisis pada materi gerak? 3. Bagaimana keefektivan modul berbasis Inquiry Lab untuk memberdayakan kemampuan menganalisis pada materi Sistem Gerak? C. Tujuan Pengembangan Tujuan dari penelitian produk pengembangan modul berbasis Inquiry Lab adalah untuk : 1. Mengetahui karakteristik modul berbasis Inquiry Lab untuk memberdayakan kemampuan menganalisis pada materi Sistem Gerak. 2. Mengetahui kelayakan modul berbasis Inquiry Lab untuk memberdayakan kemampuan menganalisis pada materi Sistem Gerak. 3. Mengetahui keefektivan modul berbasis Inquiry Lab untuk memberdayakan kemampuan menganalisis pada materi Sistem Gerak. D. Spesifikasi Produk Modul yang dikembangkan berupa media cetak yang menggunakan satu Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD memahami Sistem Gerak. Modul

6 dikembangkan sesuai dengan karakteristik modul menurut Sukiman (2012) yang mencakup petunjuk mandiri (self instruction), kesatuan isi (self contained), berdiri sendiri (stand alone), adaptif (adaptive) dan bersahabat dengan pemakai (user friendly). Modul berbasis Inquiry Laboratorium adalah modul yang bercirikan sintakss dari pembelajaran Inquiry Laboratorium yang meliputi (1) Pengamatan permasalahan; (2) Permusuhan masalah; (3) Pengumpulan data eksperimen; (4) Formulasi dan penjelasan hasil kerja; (5) Analisis proses inquiry. Keunggulan metode pembelajaran Inquiry Lab antara lain (1) Pengajaran menekankan pada proses pengolahan informasi dimana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses mentalnya lebih tinggi; (2) siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik; (3) membantu siswa menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer kepada situasi-situasi proses belajar yang baru; (4) mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri; (5) memungkinkan siswa belajar dan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar yang tidak hanya menggunakan guru sebagai satu-satunya sumber belajar; (6) memperkaya pendalaman materi yang dipelajari sehingga retensinya tahan lama dalam ingatan menjadi lebih baik. E. Pentingnya Pengembangan Modul berbasis Inquiry Lab penting dikembangkan karena memiliki berbagai manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Hasil pengembangan dan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pengembangan modul pembelajaran guna memberdayakan kemampuan menganalisis. 2. Manfaat praktis a. Bagi siswa Melatih siswa untuk memberdayakan kemampuan kemampuan menganalisis dan dapat belajar secara mandiri

7 b. Bagi guru Memberikan informasi bagi guru terkait dengan pembelajaran baru yang berpotensi untuk memberdayakan kemampuan kemampuan menganalisis serta mendapatkan referensi pilihan modul yang baik untuk pembelajaran Biologi c. Bagi sekolah Modul ini sebagai bahan masukan untuk menambah bahan ajar berkualitas yang dapat memfasilitasi pencapaian tujuan pembelajaran. d. Bagi peneliti Memperoleh pengalaman langsung dalam mengembangkan modul berbasis Inquiry Lab untuk memberdayakan kemampuan menganalisis. F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan Penelitian pengembangan modul berbasis Inquiry Lab memiliki asumsi dan keterbatasan sebagai berikut : 1. Asumsi Penelitian Modul berbasis Inquiry Lab layak dan efektif jika diterapkan dalam pembelajaran terutama untuk memberdayakan kemampuan analisis 2. Keterbatasan Pengembangan Modul berbasis Inquiry Lab hanya dikembangkan pada materi Sistem Gerak kelas XI di SMA Negeri 1 Ngawi. G. Definisi Operasional 1. Modul Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh siswa disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. 2. Model pembelajaran Inquiry Lab Pembelajaran berbasis Inquiry Lab menekankan pada aktivitas dalam membantu siswa belajar dan memahami proses dan keterampilan berpikir layaknya ilmuan dan memahami karakteristik penelitian ilmiah. Model

8 pembelajaran inkuiri laboratorium memiliki sejumlah langkah termasuk aktif mengidentifikasi suatu topik atau masalah, menghasilkan pertanyaan yang akan diteliti, menyelidiki masalah dengan melakukan penelitian yang relevan, berpikir kritis tentang masalah yang akan dipecahkan, menjawab pertanyaan yang diajukan, menarik kesimpulan dan merefleksikan pada proses penyelidikan. 3. Modul berbasis Inquiry Lab Modul berbasis Inquiry Lab merupakan bahan ajar yang berisi seperangkat aktivitas pembelajaran yang disusun secara sistematis yang mewakili sintakss model pembelajaran Inquiry Lab diantaranya: 1) Observasi; 2) Manipulasi; 3) Generalisasi; 4) Verifikasi; 5) Aplikasi. 4. Kemampuan Menganalisis Kemampuan menganalisis dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan.