BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari elemen perkotaan. Ruang terbuka hijau memiliki fungsi ekologis, estetika, sosial budaya dan ekonomi. Namun pada pelaksanaan pembangunan tidak jarang keberadaan RTH tergusur dengan bangunan-bangunan, jalan dan jembatan serta perkerasan lainnya. Ruang terbuka hijau memiliki peran penting bagi perkotaan. Hal ini menuntut adanya pengelolaan RTH agar dapat memenuhi kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan sebuah kota. Disamping itu, upaya pengelolaan ini melindungi eksistensi RTH. Kota Surabaya muncul sebagai kota metropolitan yang mendapat penghargaan terkait pengelolaan ruang terbuka hijau. Teori yang sudah ada tersebut belum dapat menggambarkan hal-hal empiris yang terjadi di Kota Surabaya. Oleh karena itu, manajemen ruang terbuka hijau studi kasus Kota Surabaya dapat memperkaya teori pengelolaan RTH dan dapat menjadi pembelajaran bagi kota-kota lain dalam konteks kebijakan manajemen RTH. Kebijakan merupakan semua tindakan pemerintah dalam hal ini terkait dengan upaya pengelolaan RTH. Kebijakan manajemen RTH perkotaan dideskripsikan melalui ketersediaan dokumen kebijakan, proses penerapan, serta peran pihak-pihak yang terkait. Teori manajemen secara umum mensyaratkan adanya rangkaian proses yang terdiri dari planning, organizing, actuacting dan controlling. Keempat tahapan ini digunakan untuk mendeskripsikan proses penerapan kebijakan manajemen RTH, sedangkan dalam pihak yang terkait dengan kebijakan manajemen RTH oleh Pemerintah Kota Surabaya adalah masyarakat, swasta dan media. Dokumen kebijakan meliputi ketersediaan dokumen rencana sebagai acuan yaitu rencana pembangunan daerah, rencana tata ruang dan peraturan daerah seperti perda pengelolaan RTH, IMB dan sebagainya. Proses penerapan kebijakan manajemen ruang terbuka hijau di Kota Surabaya dilihat dari empat rangkaian tahapan. Pertama, tahap perencanaan yang meliputi konsistensi! 162
pemerintah terhadap kebijakan yang sudah ada serta improvisasi pada pelakasanaan manajemen RTH. Kondisi ketersediaan dokumen rencana yang belum spesifik mengatur RTH tidak membuat Pemkot Surabaya statis. Meskipun tanpa dokumen rencana seperti masterplan RTH, manajemen dilakukan dengan tindakan-tindakan yang inovatif sejauh tidak menyimpang dari peraturan yang berlaku. Pada tahap pengorganisasian meliputi kordinasi lintas SKPD (Satuan Kerja Perangkat Dinas), kemitraan dengan pihak swasta dan adanya dukungan dari media massa. Kemudian pada pelaksanaanya terdapat program-program yang menstimulasi keterlibatan masyarakat, adanya fasilitator lingkungan tingkat kelurahan dan kader lingkungan, keaktifan dinas terkait dalam penanaman vegetasi rutin pada RTH public dan pemeliharaannya serta adanya kerja bakti rutin yang dilakukan oleh pemerintah, LSM dan pelajar. Tahap selanjutnya yaitu pengendalian pemkot Surabaya melakukan pengawasan keamanan, pengawasan kebersihan dan adanya pengawasan melalui media yang merupakan cara control langsung oleh masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Peran pihak-pihak yang terkait kebijakan manajemen ruang terbuka hijau di Kota Surabaya berjalan saling terintegrasi. Pemerintah menjalankan tugasnya dari tahap perencanaan hingga pengendalian. Kemudian masyarakat aktif dalam pelaksanaan yaitu penyediaan dan pemeliharan serta aktif dalam mengontrol kinerja pemerintah. Pihak swasta di Kota Surabaya menyadari tanggung jawabnya terhadap kualitas lingkungan kota. Dengan misi meningkatkan reputasi perusahaan, swasta turut andil dalam program-program pemerintah terkait pengelolaan ruang terbuka hijau. Berdasarkan deskripsi kebijakan manajemen ruang terbuka hijau studi kasus Pemerintah Kota Surabaya, dapat diindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan manajemen tersebut. Hasil identifikasi penelitian ini terdapat 4 empat faktor yaitu networking, strong leadership, community empowerment dan awareness and willingness. Keempat faktor ini yang membuat proses manajemen ruang terbuka hijau dapat optimal outputnya. Hasil temuan ini memberikan kontribusi teoritik bahwa pengelolaan ruang terbuka hijau tidak hanya terkait bagaimana pengadaan dan pemeliharaannya saja! 163
maupun ketersediaan kebijakan, kelembagaan dan pembiayaan. Kebijakan yang ada membutuhkan ketaatan dalam implementasinya, kemudian pengadaan dan pemeliharaan juga perlu dilanjutkan dengan pengawasan untuk menjaga eksitensi RTH. Disamping itu untuk mencapai target kuantitas dan kualitas RTH diperlukan integrasi antar pelaku manajemen. Selain itu, untuk melakukan manajemen ruang terbuka hijau yang optimal diperlukan faktor-faktor yang harus dimiliki sebuah kota yaitu networking, strong leadership, community empowerment dan awareness and willingness. Keterbukaan semua pihak yang terkait manajemen RTH di Kota Surabaya baik pemerintah, masyarakat maupun swasta untuk menjalin kerjasama (networking) memperlancar berbagai kegiatan terkait upaya pengelolaan RTH. Pemerintah Kota Surabaya memiliki komitmen (political willingness) untuk menyelenggarakan pemerintahan yang dapat mewakili kepentingan masyarakat. Kondisi tersebut membawa Pemkot untuk berusaha konsisten terhadap berbagai kebijakan dan melaksanakan pembangunan sesuai rencana yang belaku. Faktor kekuatan leadership inilah yang juga mempengaruhi manajemen ruang terbuka di Kota Surabaya. Dalam pelaksanannya diperlukan juga keterlibatan masyarakat secara aktif sehingga Pemkot Surabaya berusaha memberdayakan potensi masyarakatnya untuk menata lingkungannya sendiri. Usaha pemberdayaan tersebut dilakukan dengan stimulasi program lomba serta melalui fasilitator lingkungan dan kader lingkungan (community empowerment). Di balik berbagai upaya pengelolaan RTH di Kota Surabaya, terdapat faktor berupa rasa awareness and willingness dari setiap pelaku manajemen. Pemerintah, masyarakat dan swasta di Kota Surabaya memiliki rasa kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan kota. Adanya rasa kesadaran tersebut membawa mereka untuk rela bertanggungjawab terhadap keberlanjutan lingkungan melalui ketersediaan ruang terbuka hijau, sehingga dengan mudahnya mereka bersedia terlibat dalam upaya manajemen ruang terbuka hijau. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen ruang terbuka hijau diperlukan keterbukaan antar pelaku manajemen untuk saling! 164
bekerjasama. Bagi pemerintah kota dalam hal ini yang menjadi leader perlu memiliki komitmen yang kuat dalam usaha pengelolaan RTH mulai dari perencanaan hingga pengendalian. Meskipun tanpa dokumen rencana yang spesifik, melalui kepemimpinan yang kokoh dapat menggerakan semua lapisan masyarakat agar ikut berperan dalam usaha bersama memanajemen ruang terbuka hijau. Kemudian diperlukan rasa sadar akan lingkungan yang kemudian akan menumbuhkan kerelaan untuk bertindak dalam menjaga lingkungannya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, faktor awareness and willingness perlu dimiliki semua pelaku manajemen baik pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta. VI.2 Saran Bagi Pemerintah Kota Surabaya perlu adanya pemikiran terkait keberlanjutan kebijakan manajemen yang saat ini sudah berjalan. Perlu dipersiapkan terkait pergantian tokoh pemimpin yang bisa saja mengakibatkan perubahan kebijakan. Bagi para pemangku kepentingan di kota-kota lain, hasil dari temuan penelitian ini dapat dicermati sebagai masukan dalam manajemen ruang terbuka hijau. Terutama keempat faktor yang muncul dari Kota Surabaya. Faktor tersebut dapat menjadi refleksi pemerintah, masyarakat dan swasta dalam hal kepedulian lingkungan melalui pengelolaan ruang terbuka hijau. Mengingat semakin banyaknya isu dan permasalahan terkait penurunan kualitas lingkungan sedangkan ruang terbuka hijau memiliki manfaat yang besar secara ekologis, estetika, social budaya dan ekonomi. Oleh karena itu masih perlu adanya perhatian pada pengelolaan RTH melalui penelitian. Hasil penelitian dapat membantu pemerintah daerah sebagai acuan dalam pengelolaan RTH di wilayahnya. Terkait penelitian Kebijakan Manajemen Ruang Terbuka Studi Kasus Pemerintah Kota Surabaya ini mengharap adanya penelitian selanjutnya yang dapat menguji hasil temuan penelitian ini. Pengujian dilakukan pada kota-kota lain seperti Kota Yogyakarta yang juga sedang memperjuangkan penghijauan! 165
kota. Apabila hasil pengujian tersebut relevan, maka temuan ini dapat dijadikan acuan bagi daerah-daerah lainnya untuk mengelola ruang terbuka hijau kotanya agar optimal baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu, penelitian ini juga merekomendasikan adanya penelitian lanjutan terkait manajemen ruang terbuka hijau yang spesifik berdasarkan klasifikasinya. Misalnya manajemen ruang terbuka hijau di kampung yang dikelola oleh masyarakat dibandingkan ruang terbuka hijau di kota yang dikelola oleh Pemerintah Kota. Penelitian lanjutan tersebut dapat melengkapi penelitian ini karena penelitian ini membahas RTH secara menyeluruh tidak berdasarkan klasifikasinya.! 166