BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERGELOMBANG UNTUK PENGERING BUNGA KAMBOJA DENGAN EMPAT SISI KOLEKTOR. Oleh :

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

9/17/ KALOR 1

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

BAB II LANDASAN TEORI

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

KARAKTERISTIK KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR DENGAN VARIASI JARAK PENUTUP DAN SUDUT KEMIRINGAN KOLEKTOR

Universitas Mercu Buana 49

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

PENGANTAR PINDAH PANAS

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

Tugas akhir BAB II LANDASAN TEORI. Proses penelitian suatu alat ataupun mesin yang baik, diperlukan

PENENTUAN EFISIENSI DARI ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH

BAB II DASAR TEORI. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED

BAB II LANDASAN TEORI. kekuatan, ukuran dan harga. Teori-teori yang berhubungan dengan alat yang

PENGARUH BENTUK PLAT KOLEKTOR MATAHARI TERHADAP PRODUKSI KONDENSAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KALOR. system yang lain; ini merupakan dasar kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif pertukaran kalor.

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

KAJIAN TINGKAT KEMAMPUAN PENYERAPAN PANAS MATAHARI PADA ATAP BANGUNAN SENG BERWARNA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PROPOSAL RANCANG BANGUN PERANGKAT PEMANAS MAKANAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI DENGAN TEMPERATUR TERKENDALI

II. TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan di dalamnya dari hubungan energi dengan musim, pemenuhan

5.1. Perhitungan Radiasi Surya

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas)

Fisika Dasar I (FI-321)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya (Imre., 2006) yaitu : 1. Solar Natural Dryer, adalah pengering surya dengan alami tanpa menggunakan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida kerja, yang termasuk dalam kelompok ini adalah tipe kabinet, tipe tenda, tipe rumah kaca, dan tipe pengering cerobong, seperti ditunjukan gambar 2.1. 2. Semiartifical Solar Dryer, adalah pengering surya dengan konveksi paksa, memanfaatkan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida kerja, salah satu yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah Room Dryer. 3. Solar-Assisted Artificial Dryer, adalah pengering surya yang memanfaatkan lebih dari satu sumber energi matahari. Sumber energi lain hanya bersifat sebagai energi pembantu. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). Adapun pengering jenis direct solar dryer dimana radiasi matahari diserap langsung oleh produk untuk dikeringkan, udara panas dialirkan melalui kolektor surya yang bekerja di unit pengeringan di mana produk secara langsung disinari oleh 3

4 energi matahari melalui lembar transparan yang menutupi sisi timur dan barat ruangan. salah satu kelemahan dari sistem ini adalah rendahnya kualitas produk olahan karena permukaan produk menghitam akibat radiasi langsung dari matahari. Kelebihan dari jenis pengering ini adalah desain sederhana yang dapat dirakit oleh petani sendiri menggunakan bahan yang tersedia secara lokal dengan tipe pengering kabinet, atau pengering tenda. (Gutti et al., 2012). 2.2 Kolektor surya. Kolektor surya pada alat pengering berfungsi untuk menyerap energi radiasi matahari dan mengubahnya menjadi energi kalor, sehingga akan meningkatkan temperatur plat dan mentransfer energi tersebut ke udara pengering. Besarnya energi yang dapat diserap oleh kolektor bergantung pada sifat absorbsivitas bahan kolektor. Berikut ditunjukkan besarnya energi radiasi matahari yang dapat diserap oleh kolektor : =...(2.1) = panas radiasi yang diserap kolektor, (W) = transmisivitas bahan penutup, (0 ) = absorbsivitas plat penyerap kolektor, (0 ), atau = 1 = refleksivitas, (0 ) Penentuan dimensi kolektor bergantung pada perencanaan kebutuhan energi penguapan dan efisiensi dari alat pengering yang dirancang. Kebutuhan energi yang diterima oleh kolektor selalu lebih besar daripada energi yang diterima bahan, ini dikarenakan efisiensi pengeringan yang dirancang belum ada yang mencapai 100%. Adanya losses energi sangat mempengaruhi besarnya efisiensi alat pengering yang dibuat. Besarnya energi radiasi matahari yang diterima, adalah sebagai berikut : =...(2.2) = panas radiasi yang diterima, (W)

5 = luas permukaan kolektor, = intensitas radiasi matahari, Tidak semua energi yang diserap oleh kolektor dapat dimanfaatkan untuk memanaskan udara pengering, ini dikarenakan adanya kebocoran panas ke udara lingkungan. Besarnya kebocoran energi tersebut, adalah sebagai berikut : =...(2.3) = panas yang terbuang ke udara lingkungan, (W) = koofesien transfer panas keseluruhan, = temperatur plat penyerap, (K) = temperatur udara lingkungan, (K) Semakin besar efisiensi kolektor, berarti semakin besar energi radiasi matahari yang dapat dimanfaatkan oleh kolektor untuk memanaskan udara pengering. Ini berarti, effisiensi adalah perbandingan antara energi yang termanfaatkan dari kolektor untuk pemanasan udara, dengan total energi radiasi yang terjadi sebesar luasan dari kolektor. Besarnya adalah sebagai berikut : = x 100%...(2.4) Atau, = - x 100%...(2.5) = efisiensi kolektor surya, (%) Luas permukaan total dari kolektor ini terkait dengan efisiensi keseluruhan dari total sistem pengering. =...(2.6)

6 Ac t Lt Ir Dimana: : adalah total luas dari kolektor (Luas permukaan total), : total waktu, : panas laten penguapan : Intensitas radiasi matahari Efisiensi pengeringan surya dari hasil penelitian sebelumnya terbukti bervariasi secara luas bergantung pada kondisi cuaca. Nilai efisiensi untuk pengering surya konveksi alami dari 10%-15%. Beberapa tipe dari kolektor surya untuk pengeringan dengan udara sebagai fluida pengering, telah dibuat. Berikut ditunjukkan skema kolektor surya pada gambar 2.2 dan 2.3. Gambar 2.2 Skema kolektor plat datar, dengan udara sebagai fluida kerja : (a). Plat bergelombang, (b). Plat trapezoid, (c). Plat bergelombang segitiga. (sumber : L szl Imre., 2006).

7 Gambar 2.3 Skema kolektor plat datar, dengan penutup : (a). plat penyerap bidang, aliran diatas plat, (b). Plat penyerap bidang, aliran dibawah plat, (c). Plat penyerap dengan permukaan bergelombang, (d). Finned plat (pada c dan d, aliran dibawah plat penyerap), (e). Plat penyerap bidang, aliran diatas dan bawah plat penyerap. (sumber : Mujumdar, 2006). Skema gambar pada gambar 2.2 menunjukkan, kolektor surya tanpa penutup dengan fluida pengering adalah udara. Plat penyerap 2 dibuat dari material dengan sifat absorbsivitas yang tinggi untuk menyerap radiasi matahari. Udara mengalir pada saluran antara plat penyerap dan isolasi panas 3. Plat penyerap dibuat dari seng atau besi baja yang dilapisi dengan seng, bisa diaplikasikan tanpa pengecatan. Penggunaan kolektor tanpa penutup, hanya dibenarkan untuk pengering dengan unjuk kerja yang rendah. Pada gambar 2.3, menunjukkan beberapa variasi tipe kolektor dengan satu penutup. Aliran dibawah plat penyerap 2 mengurangi kehilangan panas konveksi dari udara dengan penutup 1. Adanya desain, yang mana udara mengalir pada kedua sisi plat penyerap, juga ditunjukkan. Permukaan plat penyerap yang bergelombang atau yang dipin memperbaiki transfer panas antara udara dan plat penyerap.

8 2.3 Konstanta Surya Lapisan luar dari matahari yang disebut fotosfer memancarkan suatu spectrum radiasi yang kontinyu. Untuk maksud yang akan dibahas kiranya cukup untuk menganggap matahari sebagai sebuah benda hitam, sebuah radiator sempurna pada 5762 K. Gambar 2.4 Peredaran Bumi Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, Es, adalah sama dengan hasil perkalian konstanta Stefan boltzman σ, pangkat empat temperatur absolute Ts 4 dan luas permukaan π x ds 2. = σx xπx...(2.7) Es = Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari ( W ) σ = 5,67x 10-8 W/ m 2. K 4 Ts = temperatur permukaan = 5672 K π ds 2 = luas permukaan matahari (m 2 ) Pada radiasi kesemua arah, energi yang diradiasikan mencapai luas permukaan bola dengan matahari sebagai titik tengahnya. Jari jari R adalah sama dengan jarak rata rata antara matahari dan bumi. Luas permukaan bola adalah sama dengan 4 π R 2, dan fluksa radiasi pada satu satuan luas dari permukaan bola tersebut yang dinamakan iradiansi, menjadi : 2 4 ds Ts G = σ (W/ m 2 )... (2.8) 2 4R Dengan garis tengah matahari 1,39 x 10 9 m, temperatur permukaan matahari 5762 K, dan jarak rata rata antara matahari dan bumi sebesar 1,5 x 10 11 m, maka fluksa radiasi persatuan luas dalam arah tegak lurus pada radiasi tepat diluar atmosfer bumi adalah :

9 8 9 2 2 3 4 5,67x10 W 2 4 x(1,39x10 ) m x(5,762x10 ) K G = m K 11 2 2 4x(1,5 x10 ) m 4 = 1353 W/m 2 Dimana, harga G ini disebut juga konstanta surya, G sc. Untuk menghitung komponen langsung dan tidak langsung dari pemasukan radiasi surya pada permukaan vertical dari data radiasi pada sebuah permukaan horizontal, posisi matahari pada tiap saat harus diketahui. Posisi matahari juga diperlukan untuk merancang bangunan kaca seperti halnya pengering tenaga surya sehingga dapat ditentukan besarnya radiasi surya yang diteruskan melalui kaca dan bahan transparan lain, yang pemancarannya berubah ubah sesuai dengan sudut masuknya. 2.4 Perpindahan panas radiasi Penukaran panas netto secara radiasi termal antara dua bahan adalah :... (2.9) dimana adalah konstanta Stefan-Boltzmann, 5.67 x 10-8 W/(m 2.K 4 ), A adalah luas bidang, dan temperatur adalah derajat Kelvin pangkat empat. Dalam praktek, permukaan bukan merupakan pemancar atau pun penyerap yang sempurna dari radiasi termal. Permukaan semacam itu ditandai oleh fraksifraksi dari jumlah ideal yang dipancarkan (ɛ, emisivitas) dan diserap (α, absorbsivitas). Perpindahan panas yang terjadi dalam sebuah kolektor surya adalah perpindahan panas radiasi dari plat penyerap ke plat penutup kaca. Untuk plat paralel semacam itu, hubungan... (2.10) ternyata bermanfaat, dimana ɛ1 dan ɛ2 adalah emisivitas dari plat penyerap dan kaca. ɛ 2 Plat tutup dari kaca Plat penyerap ɛ 1 Gambar 2.5 perpindahan panas radiasi antara plat paralel

10 2.5 Lokasi dan Kemiringan Permukaan Lokasi dan kemiringan permukaan ini sangat mempengaruhi besarnya radiasi matahari yang diterima oleh bumi karena lokasi dan kemiringan permukaan ini menentukan besarnya sudut datang radiasi pada permukaan tersebut. Adapun sudut sudut yang dibentuk akibat kemiringan permukaan adalah : ø = sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat dipermukaan bumi terhadap khatulistiwa, dimana arah utara selatan, - 90 ø 90 dengan utara positif. = sudut datang berkas sinar (angle of incident ), sudut yang dibentuk antara radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan tersebut. θz = sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dengan garis normal bidang horisontal. h = sudut ketinggian matahari, yaitu sudut antara radiasi langsung matahari dengan bidang horisontal. ω = sudut jam (hour of angle), sudut antara bidang yang dimaksud dengan horisontal, berharga nol pada saat jam 12.00 waktu surya, setiap jam setara dengan 15 o. Kearah pagi negative dan kearah sore positif. θa = sudut azimuth surya, adalah pergeseran anguler proyeksi radiasi langsung pada bidang datar terhadap arah utara. δ = deklinasi, posisi angular pada matahari dibidang khatulistiwa pada saat jam 12.00 waktu matahari. 2.6 Persamaan untuk Sudut Zenith, θz Dalam Gambar 2.6 sudut zenith θz diperlihatkan sebagai sudut antara zenith z, atau garis lurus diatas kepala, dan garis pandang ke matahari. Sudut azimuth θa, juga diperlihatkan: yaitu sudut antara garis yang mengarah ke utara dan proyeksi garis pandang ke matahari pada bidang horizontal, ke arah timur dianggap positif. Sudut zenith dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Cos θz = sin δ sin ø + cos δ cos ø cos ω...(2.11)

11 Gambar 2.6 Sudut zenith θz dan sudut azimuth θa yang ditetapkan Deklinasi δ, yaitu sudut yang dibentuk oleh matahari dengan bidang equator, ternyata berubah sebagai akibat kemiringan bumi, + 23.45 o musim panas ( 21 juni ) ke 23.45 o dimusim dingin ( 21 desember ), yang dapat dilihat pada Gambar 2.7. Harga deklinasi pada tiap saat dapat diperkirakan dari persamaan berikut ini : δ = 23,45 sin...(2.12) n = hari dari tahun yang bersangkutan Sudut jam ω, dari definisi diatas adalah sama dengan nol pada tengah hari surya (solar noon ), positif untuk pagi hari. Sebagai pengganti sudut zenith θz, kadang - kadang digunakan sudut ketinggian surya (solar altitude angle) h = 90 o θz. Sudut azimuth θa dapat diturunkan dengan metode yang sama dan dinyatakan sebagai berikut : Cos θa =...(2.13) Gambar 2.7 Deklinasi matahari, posisi dalam panas

12 2.7 Beban Kalor Ruang Pengering Perpindahan kalor ruang pengering dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan dan faktor-faktor iklim. Perhitungan beban kalor ditujukan untuk memperkirakan perolehan energi radiasi matahari melalui dinding pengering. Secara umum beban kalor ruang pengering dihasilkan melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut : a. Beban kalor transmisi Beban kalor yang dihasilkan secara transmisi thermal terjadi bila ada perbedaan temperatur antara kedua sisi dinding pengering. Besarnya beban kalor yang dihasilkan melalui transmisi thermal adalah dihitung dengan menggunakan persamaan : Q = T.A R tot Q = K.A ( Ts Ta )...(2.14) = beban kalor (W) K = koefisien konduksi = 0,2 (W/m 2 K) A = luas permukaan ( m 2 ) Ts Ta = beda temperatur luar dan dalam ruang pengering (K) b. Beban kalor radiasi Beban kalor melalui radiasi disebabkan oleh penjalaran energi matahari melalui dinding pengering yang tembus pandang atau penyerapan oleh dinding pengering yang tidak tembus cahaya. Radiasi matahari dapat digolongkan dalam radiasi matahari langsung dan radiasi matahari tidak langsung seperti terlihat pada Gambar (2.8). Jumlah kedua jenis radiasi tersebut dinamai radiasi matahari total.

13 Gambar 2.8 Radiasi matahari langsung dan tak langsung Sesuai dengan kedudukan permukaan bidang terhadap arah datangnya radiasi, maka radiasi matahari langsung adalah : = 1164.......(2.15) = 1164.. cos h......(2.16) = 1164.. sin h......(2.17) = 1164.. cos h. sin......(2.18) = radiasi matahari langsung pada bidang tegak lurus arah datangnya radiasi (Kcal/m 2 jam) = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal (Kcal/m 2 jam). = radiasi matahari langsung pada bidang horisontal (Kcal/m 2 jam) = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal pada posisi membuat sudut samping β dari arah datangnya radiasi (Kcal/m 2 jam) 1164 = konstanta intensitas radiasi matahari di angkasa P = permeabilitas atmosferik = 0,6 0,75 pada hari yang cerah (Takwim, 2000) h = ketinggian matahari

14 β = sudut antara datangnya matahari dan dinding Gambar 2.9 Radiasi sorotan pada bidang tegak lurus arah datangnya radiasi kolektor berorientasi menghadap utara selatan memiliki sudut kemiringan sesuai latitude dengan horisontal, hal itu dilakukan untuk radiasi normal langsung dari matahari pada permukaan kolektor, untuk menerima radiasi matahari maksimum di Denpasar kolektor miring sampai 8,5 o derajat menyesuaikan lokasi latitude. Radiasi matahari normal ke permukaan kolektor dari bulan mei juni di Denpasar akan normal ke permukaan kolektor menghadap ke utara. (Khalil et al., 2012). Besarnya radiasi tak langsung dari atmosfer untuk kondisi udara yang cerah adalah : = C.....(2.19) = radiasi tak langsung dari atmosfer C = koefisien radiasi tak langsung dari angkasa = faktor sudut permukaan ke atmosfer Jumlah radiasi tak langsung dari atmosphere dan radiasi tak langsung dari tanah adalah besarnya radiasi matahari tak langsung total. Perolehan kalor melalui dinding pengering diperoleh dengan menjumlahkan radiasi langsung dan tak langsung dikalikan dengan faktor transmisi bahan dinding seperti persamaan berikut :

15 = τ...(2.20) = perolehan kalor radiasi oleh dinding (Kcal/jam) = jumlah radiasi matahari yang diterima dinding (Kcal/m2.jam) τ = transmisivitas bahan dinding 2.8 Efisiensi kolektor surya Besarnya energi yang dihasilkan kolektor dari energi total yang diterima kolektor surya untuk proses pengeringan, menunjukkan seberapa besar efisien kolektor surya yang telah dibuat. Semakin besar energi yang dihasilkan, semakin besar pula efisiensi kolektor surya tersebut. Besarnya effisiensi dapat ditentukan sebagai berikut : = x 100%...(2.21) = efiensi kolektor surya, (%).