Coral reef condition in several dive points around Bunaken Island, North Sulawesi

dokumen-dokumen yang mirip
KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

STATUS PERSENTASE TUTUPAN KARANG SCLERACTINIA DI PULAU BUNAKEN (TAMAN NASIONAL BUNAKEN) DAN DI PANTAI MALALAYANG, PESISIR KOTA MANADO

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG SEBAGAI EKOWISATA BAHARI DI PULAU DODOLA KABUPATEN PULAU MOROTAI

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

STUDI TUTUPAN KARANG DI PULAU JANGGI KECAMATAN TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP MORFOLOGI KARANG DI PULAU CEMARA KECIL, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU MATAS TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

THE CORAL REEF CONDITION IN BERALAS PASIR ISLAND WATERS OF GUNUNG KIJANG REGENCY BINTAN KEPULAUAN RIAU PROVINCE. By : ABSTRACT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Management strategies for dive sites in Bunaken Island (North Sulawesi, Indonesia), based on stakeholder s perceptions

Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah

KELIMPAHAN SERTA PREDASI Acanthaster planci di PERAIRAN TANJUNG KELAYANG KABUPATEN BELITUNG. Anugrah Dwi Fahreza, Pujiono Wahyu P., Boedi Hendrarto*)

PERSENTASE TUTUPAN KARANG HIDUP DI PULAU ABANG BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

THE CORAL REEF CONDITION IN SETAN ISLAND WATERS OF CAROCOK TARUSAN SUB-DISTRICT PESISIR SELATAN REGENCY WEST SUMATERA PROVINCE.

A Correlation between Knowledge about Coral Reef Ecosystem and Marine Tourist Attitude toward Conservation at Pramuka Island, Kepulauan Seribu

HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT DENGAN KELIMPAHAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON POMACANTHUS XANTHOMETAPON DI PERAIRAN KABUPATEN PANGKEP, SULAWESI SELATAN

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman Online di:

Distribusi Karang Batu Di Rataan Terumbu Pantai Selatan Pulau Putus- Putus Desa Ratatotok Timur Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara

Inventarisasi Bio-Ekologi Terumbu Karang Di Pulau Panjang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah

Ahmad Bahar *1, Fredinan Yulianda 2, Achmad Fahrudin 3

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo

KONDISI TUTUPAN TERUMBU KARANG KIMA DI KAWASAN PERAIRAN DESA BUNATI KECAMATAN ANGSANA KABUPATEN TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulau Beras Basah Kotamadya Bontang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Diterima : 5 Juni 2012 : ABSTRAK

ANALISIS PENGELOLAAN TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PONCAN KOTA SIBOLGA, SUMATERA UTARA 1

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

KONDISI TUTUPAN KARANG PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

Perbedaan Presentasi Penutupan Karang di Perairan Terbuka dengan Perairan yang Terhalang Pulau-Pulau. di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta.

IX. INVENTARISASI BENTHIC LIFE FORM DAN APLIKASI MARXAN DI GILI LAWANG GILI SULAT, LOMBOK TIMUR

INVENTARISASI BENTHIC LIFE FORM DAN APLIKASI MARXAN DI GILI LAWANG - GILI SULAT, LOMBOK TIMUR

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Community changes of coral reef fishes in Bunaken National Park, North Sulawesi, Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

G.2.7. Wilayah Takad Saru. G.2.8. Wilayah Kotal. Fluktuasi anomali dan persentase karang di Takad Saru StatSoft-7 1,4 42,10 1,2 39,43 1,0 36,75 0,8

Persentase Tutupan Karang di Pantai Ulee Kareung Kecamatan Simpang Mamplam Kabupaten Bireuen

ANALISIS KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI KATEGORI SNORKELING DI PULAU GILI GENTING KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG FISIK KAWASAN WISATA BAHARI

Tutupan Terumbu Karang dan Kelimpahan Ikan Terumbu di Pulau Nyamuk, Karimunjawa

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

HUBUNGAN SEBARAN STRUKTUR KOMUNITAS KARANG DENGAN VARIABILITAS KUALITAS LINGKUNGAN DI PERAIRAN TERUMBU DI PULAU BURUNG KABUPATEN BELITUNG

KAJIAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI PULAU TIKUS BENGKULU

Metodologi Penelitian Ikan Karang

TERUMBU KARANG KITA. Oleh : Harfiandri Damanhuri Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta Padang ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERSENTASE TUTUPAN KARANG DI PERAIRAN MAMBURIT DAN PERAIRAN SAPAPAN KABUPATEN SUMENEP PROVINSI JAWA TIMUR

Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

CORAL REEF CONDITION BASED ON LEVEL OF SEDIMENTATION IN KENDARI BAY

Maspari Journal 03 (2011) 42-50

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

P R O S I D I N G ISSN: X SEMNAS BIODIVERSITAS Maret 2016 Vol.5 No.2 Hal : XXXX

KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG SUMBERDAYA TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN WISATA SNORKELING

Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa

PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DETERMINATION OF MARINE TOURISM REGION IN WANGI-WANGI ISLAND WITH

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT TANGKAP IKAN HIAS RAMAH LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN TERUMBU KARANG DI GOSONG KARANG LEBAR KEPULAUAN SERIBU

POTENSI DAYA TARIK DAN PERSEPSI PENGUNJUNG TERHADAP EKOWISATA LAUT DI PULAU HARAPAN, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN WISATA BAHARIDALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL BERBASIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG Studi Kasus Pulau Sebesi Provinsi Lampung

ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY ABSTRACT

DISTRIBUSI VERTIKAL KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI PERAIRAN DESA KALASEY, KABUPATEN MINAHASA

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

STRATEGI KONSERVATIF DALAM PENGELOLAAN WISATA BAHARI DI PULAU MAPUR, KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU 1

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Coral reef risk assessment due to impacts of fishing and marine tourism activities in Biawak Island, West Java.

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

ANALISIS SEBARAN KARANG DI PERAIRAN KONDANG MERAK, MALANG SELATAN

5 PEMBAHASAN 5.1 Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan Sekitarnya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SPERMONDE (2017) 3(1): ISSN: STUDI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PASIR PUTIH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Nations Convention on the Law of the sea/ Konvensi Perserikatan Bangsa

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2, 44-48 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00069 Coral reef condition in several dive points around Bunaken Island, North Sulawesi Kondisi terumbu karang pada beberapa pusat penyelaman di Pulau Bunaken, Sulawesi Utara Robert Towoliu Program Studi Ekowisata Bawah Laut, Jurusan Pariwisata, Politeknik Negeri Manado, Manado *E-mail: robydan2000@yahoo.com Abstract: In order to know the coral reef conditions at several diving points around Bunaken Island, three dive locations (Ron s point, Lekuan, and Tawara) were chosen as representative locations receiving pressures from snorkeling and SCUBA diving activities, while core zone was representative of location for no diving and fishing activities. Results showed that location with diving activities had live coral cover ranging from 16.89% to 45.78% at 3 and 10m depths, with condition range of bad to moderate, while the location for no diving and fishing activities (core zone) had live coral cover of 55.03% at 3m and 58.15% at 10m, respectively, with good condition category. The present study indicated that the diving activities have affected the coral reef condition, so that a sustainable integrated management system is needed to use the marine ecotourism potency without degrading the coral reef condition in Bunaken Island. Keywords: diving; coral reef; Bunaken Island; tourism Abstrak: Untuk mengetahui kondisi terumbu karang di beberapa lokasi penyelaman di Pulau Bunaken, tiga lokasi penyelaman(ron s point, Lekuan, dan Tawara) dipilih mewakili lokasi dengan tekanan aktivitas penyelaman snorkeling maupun SCUBA, sedangkan satu lokasi lainnya yaitu zona inti dipilih mewakili lokasi tanpa aktivitas penyelaman maupun aktivitas penangkapan ikan. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa lokasi dengan tekanan aktivitas penyelaman memiliki prosentase tutupan karang batu/hidup berkisar antara 16,89% - 45,78% pada kedalaman 3 dan 10m, dengan kategori kondisi terumbu karang buruk sampai cukup, sedangkan pada lokasi yang tidak memiliki aktivitas penyelaman memiliki prosentase tutupan karang batu/hidup sebesar 53,03% pada 3m dan 58,15% pada 10m dengan kategori kondisi terumbu karang adalah baik. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa aktivitas penyelaman snorkeling maupun SCUBA berdampak pada kondisi terumbu karang di Pulau Bunaken, sehingga sangat diperlukan system pengelolaan yang terpadu dan berkesinambungan dalam memanfaatkan secara maksimal potensi ekowisata bahari tanpa merusak ekosistem terumbu karang di Pulau Bunaken. Kata-kata kunci: penyelaman; terumbu karang; Pulau Bunaken; pariwisata PENDAHULUAN Salah satu keunikan ekosistem terumbu karang adalah tingginya keanekaragaman hayati di dalamnya, sehingga adanya interaksi (perpaduan) antara keanekaragaman hayati dengan habitat fisiknya menghadirkan pemandangan bawah laut yang sangat indah.indonesia memiliki luas terumbu karang diperkirakan mencapai 25.000 km 2 atau sekitar 12,5% terumbu karang dunia (Suharsono, 2004), dan memiliki sekurang-kurangnya 590 jeniskarang scleractinia (pembentuk terumbu) dari 793 jenis yang diketahui di duniaserta lebih dari 1650 spesies ikan teridentifikasi hanya di wilayah Indonesia Bagian Timur (Veronet al.2011). Burke et al. (2002) mengungkapkan bahwa nilai ekonomi 44 yang berhubungan dengan ekosistem terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai US$ 1,6 triliun, di antaranya dapat dimanfaatkan untuk wisata bahari dan pengembangan budidaya laut (marine culture). Potensi yang besar tersebut jika dikelola dan dimanfaatkan secara benar dapat mensejahterahkan masyarakat yang hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.namun demikian, jika wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak dikelola secara benar maka kita tinggal menunggu saat kehancuran dan kesengsaraan. Terumbu karang di Pulau Bunaken telah lama menjadi ikon pariwisata bahari Sulawesi Utara sekaligus daya tarik destinasi wisata bahari bagi wisatawan domestik maupun manca negara, khususnya para penyelam.dewan Pengelola Taman

Towoliu, R.: Coral reef condition in several dive pointsaround Bunaken Island, North Sulawesi Nasional Bunaken (DPTNB) melaporkan bahwa dalam lima tahun belakangan ini total jumlah wisatawan domestik dan manca negara yang mengunjungi Pulau Bunaken berjumlah 155,538 wisatawan (Tabel 1). Terjadinya penurunan jumlah kunjungan wisatawan (domestik dan manca negara) pada Tahun 2014 diduga disebabkan karena pemberlakuan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2014 tentang perubahan tarif masuk kawasan Taman Nasional Bunaken, yang sebelumnya Rp. 150.000,-/orang/tahun menjadi Rp. 150.000,-/orang sekali masuk (Anonimous, 2014). Di pihak lain, semakin bertambahnya kunjungan wisatawan ke Pulau Bunaken akan secara langsung meningkatkan tekanan terhadap ekosistem terumbu karang lewat pengrusakan karang dan biota terumbu lainnya akibat jangkar kapal, melimpahnya sampah organik maupun anorganik ataupun tekanan langsung ke ekosistem terumbu karang oleh para penyelam snorkeling maupun SCUBA. Turak dan DeVantier (2003) dan DeVantier et al. (2006) melaporkan bahwa adanya kerusakan berupa patahan karang batu di beberapa lokasi di terumbu karang Pulau Bunaken yang diakibatkan oleh jangkar kapal dan juga oleh para penyelam. Terumbu karang adalah ekosistem yang rentan terhadap tekanan atau kerusakan yang diakibatkan oleh alam maupun manusia, sehingga jika terjadi kerusakan pada satu komponen ekosistem akan sangat mempengaruhi semua sistem terumbu (Nybakken, 1988). Karang batu merupakan komponen utama penyusun terumbu karang, sehingga kerusakan pada komponen karang batu (scleractinia) yang merupakan komponen utama penyusun terumbu di Pulau Bunaken akan mengakibatkan kerusakan ekosistem terumbu karang yang notabene menjadi objek dan daya tarik wisata bahari di Pulau Bunaken. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kondisi terkini terumbu karang di beberapa tempat yang menjadi lokasi/pusat aktivitas wisata bahari khususnya penyelaman snorkeling maupun SCUBA. MATERIAL DAN METODA Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk mendapatkan gambaran terkini tentang kondisi terumbu karang pada lokasi di mana aktivitas penyelaman (snorkeling dan SCUBA) banyak dilakukan, ditetapkan tiga lokasi yaitu, dua lokasi yang menjadi favorit para penyelam SCUBA yaitu Ron s Point dan Lekuan I, II, dan III (Anonimous, 2014), dimana kedua lokasi ini mewakili terumbu karang dengan tekanan penyelam SCUBA, sedangkan satu lokasi lainnya yaitu Tawara yang merupakan lokasi yang paling banyak aktivitas penyelaman snorkeling. Satu lokasi lainnya yaitu zona inti (lokasi pembanding) di mana pada lokasi ini tidak ada aktivitas pariwisata khususnya penyelaman snorkeling maupun SCUBA serta aktivitas manusia lainnya seperti penangkapan ikan (Gambar 1).Secara umum gambaran topografi terumbu semua lokasi pengamatan relatif sama, di mana untuk kedalaman 3m berupa rataan terumbu yang kemudian pada kedalaman 3m - 10m berupa tubir dengan dinding (wall) terumbu mencapai 3 4 1 2 Gambar 1. Lokasi penelitian (1. Ron s Point; 2. Lekuan; 3. Tawara; 4. Zona Inti). 45

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2 (Oktober 2014) Tabel 1. Jumlah kunjungan wisatawan domestik dan manca negara di Pulau Bunaken (Anonimous, 2014). Tahun D MN Jumlah 2010 17,148 11,083 28,231 2011 16,944 11,174 28,118 2012 31,893 10,865 42,758 2013 29,943 9,186 39,129 2014 * 12,117 5,185 17,302 Jumlah 108,045 47,493 155,538 Keterangan: D: domestik MN: manca negara * data per November 2014 kemiringan 90 o. Dengan kondisi topografi seperti ini dapat diasumsikan bahwa pada daerah rataan terumbu (kedalaman 3m) tekanan aktivitas penyelaman snorkeling maupun SCUBA relatif lebih tinggi dibandingkan pada daerah dinding (wall) terumbu (kedalaman 10m). Pengambilan data pada semua lokasi pengamatan dilaksanakan pada minggu ke dua sampai minggu ke empat Bulan April 2012. Teknik Pengambilan Data Pengambilan data kondisi terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metoda Line Intersept Transect (LIT) yang dikembangkan oleh English et al. (1994). Pada setiap lokasi diletakan garis transek sepanjang 25 m sebanyak 4 buah pada kedalaman 3 dan 10 meter. Jarak antara garis transek yang satu dengan lainnya sepanjang 20 meter. Setiap kategori yang dilewati garis transek dicatat berdasarkan katagori bentuk pertumbuhan (lifeform) dari karang batu, karang lunak, fauna lainnya dan abiotik. Analisis Data Untuk mengetahui persentase tutupan (percent cover) tiap kategori berdasarkan metoda English et al. (1994), sedangkan kategori yang digunakan dalam analisa data saat ini adalah, karang batu/hidup = semua bentuk karang batu yang masih hidup ditambah dengan karang lunak, other = organisme bentik lainnya, DC + DCA = karang mati ditambah karang mati yang ditumbuhi algae, abiotik = pasir, batuan, dan patahan karang.penilaian kondisi terumbu karangdigunakan kriteria yang diperkenalkan oleh Yap dan Gomes (1985) di mana, kondisi buruk bila kisaran tutupan karang hidup 0-24,9%, kondisi cukup bila kisaran tutupan karang hidup 25-49,9%, kondisi baik bila kisaran tutupan karang hidup 50-74,9%, sedangkan kondisi sangatbaik bila kisaran tutupan karang hidup 75-100%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pada lokasi zona inti untuk kedalaman 3 dan 10 meter memiliki persentase tutupan karang batu/hidup tertinggi (58,03%; 58,15%) dibandingkan ke tiga lokasi pengamatan lainnya, sedangkan lokasi Tawara memiliki persentase tutupan yang terendah (3 m, 16,89%; 10 m, 24,78%) (Tabel 2). Kenyataan ini jelas menunjukkan bahwa rendahnya tutupan karang batu/hidup di lokasi Tawara diduga disebabkan oleh tingginya tekanan aktivitas penyelaman terutama snorkeling terhadap terumbu karang di kedalaman 3 meter, di mana pada lokasi ini banyak aktivitas penyelaman snorkeling oleh wisatawan lokal terjadi justru pada kondisi disaat air surut (Anonimous 2014). Hal ini juga diperkuat dengan ditemukannya kategori DC + DCA (47,35%) dan abiotik khususnya patahan-patahan karang (35,53%), di samping itu ditemukanjuga adanya dominasi karang batu dari kelompok nonacropora khususnya dari marga Porites, Favia, Favitesdan Goniastrea yang mempunyai bentuk pertumbuhan massive dengan ukuran koloni yang relatif kecil (Napitupulu, 2013). Veron (2000) menjelaskan bahwa adanya dominasi karang scleractinia dari marga Porites, Favia,dan Favites yang berbentuk massive mengindikasikan bahwa di daerah tersebut pernah atau sedang mengalami tekanan fisik akibat aktivitas manusia yang tinggi, karena karang dengan marga-marga tersebut relatif lebih tahan terhadap tekanan fisik dibandingkan kelompok karang lainnya yang mempunyai bentuk pertumbuhan bercabang ataupun foliouse.pada lokasi yang mewakili tekanan penyelaman SCUBA (Ron s point dan Lekuan) memperlihatkan bahwa persentase tutupan karang batu/hidup relatif sama pada kedalaman 3m (Ron s poin, 37,52%; Lekuan, 38,54%) dan kedalaman 10m (Ron s point, 38,57%; Lekuan, 45,78%), tetapi juga memiliki persentase tutupan abiotik khususnya kategori patahan karang dan kategori DC + DCA yang relatif tinggi yaitu pada kedua kedalaman yang berbeda (Tabel 2). Hasil ini memperlihatkan adanya indikasi kerusakan karang khususnya dengan bentuk pertumbuhan bercabang akibat akitifitas penyelaman SCUBA, di samping itu penulis juga menemukan banyaknya koloni karang yang rusak/patah akibat pelepasan jangkar perahu yang mengangkut para penyelam khususnya di lokasi Lekuan, hal ini juga diperkuat dengan tidak ditemukan adanya tempat tambatan perahu (mooring buoy) di lokasi tersebut, sehingga ketika mengantar para penyelam ke lokasi penyelaman awak perahu melepaskan jangkar di sembarang tempat.kenyataan lain diperlihatkan 46

Towoliu, R.: Coral reef condition in several dive pointsaround Bunaken Island, North Sulawesi Tabel 2.Persentase tutupan tiap kategori dan karang dominan pada kedalaman 3 dan 10 m di lokasi penelitian. Persentase Lokasi Kategori Tutupan Karang Dominan 3 M 10 M 3 M 10 M Karang batu/hidup 37,52 38,54 Non-acropora (29,30%) Non-acropora (21,30%) Ron s Point Other 0,64 0,17 Acropora (8,22%) Acropora(7,24%) DC + DCA 24,51 22,72 Abiotik 37,33 38,57 Karang batu/hidup 41,37 45,78 Non-acropora (31,75%) Non-acropora (38,19%) Lekuan Other 3,80 5,82 Acropora (9,62%) Acropora (7,59%) DC + DCA 21,73 12,43 Abiotik 33,10 35,97 Karang batu/hidup 16,89 24,78 Non-acropora (14,28%) Non-Acropora (19,5%) Tawara Other 0,23 1,59 Acropora (2,61%) Acropora (5,36%) DC + DCA 47,35 32,06 Abiotik 35,53 41,57 Karang batu/hidup 55,03 58,15 Non-acropora (29,63%) Non-acropora (52,15%) Zona Inti Other 2,25 4,01 Acropora(25,40%) Acropora (6,03%) DC + DCA 15,13 17,64 Abiotik 27,59 20,20 Keterangan : Karang batu/hidup = karang keras + karang lunak Other = organisme bentik lainnya DC (death coral) + DCA (death coral with alga) = karang mati + karang mati yang ditumbuhi alga Abiotik = pasir, batuan, patahan karang oleh lokasi zona inti di mana persentase tutupan karang batu/hidup relatif lebih tinggi (3m, 55,03%; 10m, 58,15%) dibandingkan ketiga lokasi lainnya, kenyataan ini disebabkan karena pada lokasi zona inti terdapat pelarangan aktivitas pariwisata maupun penangkapan ikan di daerah tersebut (Tabel 2). Kondisi terumbu karang di keempat lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3, di mana pada lokasi Tawara dengan tingkat tekanan penyelaman snorkeling yang sangat tinggi kondisi terumbu karang pada kedalaman 3 dan 10mmasuk pada kategori buruk dengan tutupan karang hidup hanya mencapai 16,89% untuk kedalaman 3m dan 24,78% untuk kedalaman 10m, sedangkan kondisi terumbu karang pada lokasi dengan tekanan penyelaman SCUBA (Ron s point dan Lekuan) masuk dalam kategori cukupdan hanya lokasi zona inti mempunyai kondisi terumbu karang yang baikdengan persentase tutupan karang hidup sebesar 55,03% untuk kedalaman 3m dan 58,15% untuk kedalaman 10m (Tabel 3). Hasil ini mengindikasikan bahwa aktivitas penyelaman baik itu snorkeling maupun SCUBA sangat berpengaruh terhadap kondisi terumbu karang, sehingga aktivitas penyelaman yang tidak terkontrol dan tidak ramah lingkungan dapat merusak komunitas karang sebagai komponen utama penyusun terumbu yang pada akhirnya dapat merusak seluruh system terumbu yang ada. DeVantier dan Turak (2004) melaporkan bahwa dengan meningkatnya jumlah 47 kunjungan wisatawan di Taman Nasional Bunaken sudah saatnya diperlukan suatu sistem pengelolaan terumbu karang yang terpadu dan berkelanjutan demi untuk meminimalisir pengaruh buruk terhadap komunitas karang terutama di lokasi-lokasi penyelaman yang favorit. Selanjutnya DeVantier et al. (2006) menyarankan untuk dilakukan studi tentang daya dukung (carring capacity) terumbu karang terhadap tekanan aktivitas pariwisata khususnya aktivitas penyelaman di semua lokasi penyelaman di Taman Nasional Bunaken, karena dengan demikian dapat diketahui berapa jumlah dan tipe penyelaman yang bagaimana yang dapat dilakukan secara maksimal tanpa mempengaruhi ekosistem terumbu karang yang ada di lokasi tersebut. KESIMPULAN Hasil penelitian saat ini memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Bunaken sangat dipengaruhi oleh aktivitas penyelaman, di mana pada lokasi dengan intensitas penyelaman yang tinggi kondisi terumbu karang masuk pada kategori buruk, sedangkan pada lokasi dengan bentuk pengelolaan yang ketat dan tidak terdapat aktivitas penyelaman, kondisi terumbu karang berada pada kategori baik.

Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2 (Oktober 2014) Tabel 3. Kondisi terumbu karang berdasarkan prosentase tutupan karang hidup pada lokasi penelitian. Lokasi Kedalaman (m) % Tutupan Karang Hidup Kondisi Terumbu Karang Ron s Point 3 37.52 Cukup 10 28.54 Cukup Lekuan 3 41.37 Cukup 10 45.78 Cukup Tawara 3 16.89 Buruk 10 24.78 Buruk Zona Inti 3 55.03 Baik 10 58.15 Baik Ucapan terima kasih. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Manado Politeknik Diving Club, khususnya dalam penyediaan peralatan selam dan bantuan selama pengambilan data di lapangan. REFERENSI ANINIMOUS (2014) Laporan tahunan Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken Tahun 2014.Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken (DPTNB).Manado. 67 p BURKE, L., SELIG, E.andSPALDING, M. (2002) Reefs at risk in Southeast Asia. World resources institute, United Nations Environment Program- World Conservation Monitoring Centre, World Fish Center, International Coral Reef Action Network. 44 p. DeVANTIER, L. and TURAK, E. (2004) Managing marine tourism in Bunaken National Park and adjacent waters of North Sulawesi, Indonesia.Natural Resources Management Indonesia. 157p. DeVANTIER, L., TURAK, E. and SKELTON, P.(2006) Ecological assessment of the coral communities of Bunaken National Park: indicators of management effectiveness.in: Proceeding of 10 th International Coral Reef Symposium. Okinawa. Vol. 1: 175-187 pp. ENGLISH, S., WILKINSON, C.R. and BAKER, V.J.(1994) Survey manual for tropical marine resources, ASEAN- Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources. Australian Institute of Marine Science.Townsvile. 368p NAPITUPULU, P. (2013)Struktur populasi Acanthaster planci di rataan terumbu bagian Selatan Pulau Bunaken. Unpublished Skripsi.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Manado. 52 hal. NYBAKKEN, J.W.(1988) Marine Biology:An ecological approach. 2 nd edition. Harper & Row Publisher. New York. 514 p. SUHARSONO (2004) Status and management of coral reefs in Indonesia. In: Proceeding of10 th International Coral Reef Symposium. Abstract. Okinawa- Japan, June 28-July 2, 2004. TURAK, E. and DeVANTIER, L. (2003) Reefbuilding corals of Bunaken National Park, North Sulawesi, Indonesia: Rapid ecological assessment of biodiversity and status. Final report to the International Ocean Institute Regional Centre for Australia & the Western Pacific. 66p VERON, J.E.N. (2000)Corals of the World.Volume 1, 2 and 3.Australian Institute of Marine Science, Townsville, Australia. VERON, J.E.N.et al.(2011) The coral triangle. In: DUBINSKY, Z. and STAMBLER, N. (eds.) Coral reefs: an ecosystem in transition. Springer Science+ Business Media B.V. London-New York. pp. 47-55. YAP, H.T and GOMEZ, E.D. (1985) Coral reef degradation and pollution in the East Asian Seas region. In: DAHL, A.L and CAREW-REID, J. (eds.). Environment and resources in the Pacific.UNEP Regional Seas Reports and Studies.No. 69. 185-207 pp. 48