BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang dikembangkan dan memiliki prospek yang bagus serta memiliki kandungan gizi yang berfungsi untuk terapi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan tubuh serta memiliki aroma khas yang digunakan untuk penyedap masakan (Hartini, 2011). Dalam setiap 100 g umbi bawang merah terdapat kandungan protein 1,5 g; lemak 0,3 g; dan karbohidrat 9,3g. Selain itu, bawang merah mengandung tiamin 30 mg; riboflavin 0,04 mg; niasin 20 mg; dan asam askorbat 9 mg. Kemudian mengandung mineral kalium 334 mg; zat besi 0,8 mg; fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010). Bawang merah juga merupakan salah satu komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok tetapi hampir selalu dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Selain sebagai bumbu masak, bawang merah juga bisa dimanfaatkan sebagai obat obatan berbagai penyakit seperti penyakit maag, masuk angin, kolesterol, kencing manis, menghilangkan lendir di tenggorokan sehingga memperlancar pernafasan dan peredaran darah (Samadi et al., 2005). Oleh sebab itu telah banyak petani yang membudidayakan bawang merah di Indonesia, khususnya di Kabupaten Brebes. Di Kabupaten Brebes, ada 11 Kecamatan yang memproduksi bawang merah. Dua diantaranya yaitu berada di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan. Kedua Kecamatan ini memiliki 1
luas panen, kapasitas produksi serta kontribusi produksi yang tinggi diantara Kecamatan-Kecamatan lainnya di Kabupaten Brebes (Bahar, 2016). Tabel 1.1 menunjukan luas panen, produksi dan kontribusi produksi bawang merah Kabupaten Brebes menurut Kecamatan tahun 2014. Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi dan Kontribusi Produksi Bawang Merah Kabupaten Brebes tahun 2014 No Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Kontribusi produksi (%) 1 Larangan 8.335 100.486,5 26,73 2 Wanasari 7.075 102.568,0 27,28 3 Bulakamba 3.817 36.303,5 9,66 4 Brebes 3.269 38.230,0 10,17 5 Tanjung 1.873 18.488,6 4,92 6 Jatibarang 1.742 23.441,2 6,23 7 Songgom 1.336 15.728,8 4,18 8 Ketanggungan 1.272 19.080,0 5,07 9 Kersana 947 9.033,9 2,45 10 Losari 938 8.666,0 2,35 11 Banjarharjo 223 2.649,0 0,86 Jumlah 30.954 375.974,2 100,00 (Sumber: Anonim, 2014) Data produksi bawang merah di Indonesia dari tahun 2011-2015 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, walaupun pada tahun 2015 sempat mengalami penurunan. Adapun data produksi bawang merah tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Produksi Bawang Merah di Indonesia dari Tahun 2011-2015 Produksi Bawang Merah 2011 2012 2013 2014 2015 893,124 ton 964,195 ton 1,010,773 ton 1,233,984 ton 1,229,184 ton (Sumber: Anonim, 2015) Sebagai upaya untuk meningkatkan produksi bawang merah, petani petani di daerah semakin banyak yang menggunakan pupuk dan pestisida secara 2
berlebihan tanpa mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan pada lingkungan sekitar khususnya pada tanaman. Pada umumnya petani di daerah Brebes, menggunakan pestisida dengan mencampurkan 3 5 jenis pestisida dengan frekuensi menyemprot hampir setiap hari terutama pada musim penghujan (Hartini, 2011). Penggunaan pupuk dan pestisida yang melebihi batas dapat meningkatkan kandungan unsur logam berat di dalam tanah. Adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan produktivitas tanah dan kualitas hasil pertanian. Selain itu juga logam berat dapat membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi produk pangan yang tercemar oleh. Hal ini karena logam berat terserap ke dalam jaringan akar yang selanjutnya masuk ke dalam rantai makanan (Subowo dalam Nurjaya et al., 2006). Logam berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi sebesar lebih dari 5 g/cm 3 (Cornel et al., 2006). Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun terutama bagi manusia. Logam berat dalam tanah pada prinsipnya berada dalam bentuk bebas (mobil) maupun tidak bebas (immobil). Dalam keadaan bebas, logam berat dapat bersifat racun dan terserap oleh tanaman. Sedangkan dalam bentuk tidak bebas dapat berikatan dengan hara, bahan organik, ataupun anorganik lainnya. Dengan kondisi tersebut, logam berat selain akan mempengaruhi ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontaminasi hasil tanaman. Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi keseimbangan dalam tanah, kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar, dan selanjutnya akan terdistribusi ke bagian tanaman lainnya (Charlena, 2004). 3
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pupuk fosfat mengandung logam berat Pb antara 5 156 ppm untuk tanah netral. Apabila pupuk tersebut digunakan secara terus menerus dengan dosis dan intensitas yang tinggi dapat meningkatkan Pb yang tersedia dalam tanah sehingga meningkatkan serapan Pb oleh tanaman (Setyorini et al. dalam Kurnia et al. 1999). Selain terdapat dalam pupuk, logam berat Pb juga terdapat pada pestisida. Indikasi kemungkinan adanya Pb di dalam pestisida diduga pada bahan pestisida dimungkinkan mengandung logam berat Pb karena bahan baku pestisida berasal dari pengeboran minyak bumi (Hartini, 2011). Logam Pb (Plumbum) atau yang sering disebut timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya terutama bagi manusia karena merupakan zat beracun yang tidak dapat dihancurkan atau diubah bentuknya. Zat ini bersifat stabil dan terakumulasi di dalam darah (Parsa, 2001). Di dalam tubuh manusia, logam berat Pb dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil logam Pb dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut (Widowati et al., 2008). Hasil penelitian pada sentra tanaman bawang di Kabupaten Tegal dan Brebes, diperoleh kadar Pb-total tanah tinggi berkisar dari 12,33-19,74 ppm, sedangkan kadar Pb-total dalam bawang merah berkisar dari 0,41-5,51 ppm (Nurjaya et al., 2003). Hasil penelitian Balai Penelitian Tanah pada tahun 2002, diketahui bahwa sebagian besar logam berat Pb dalam tanah dan bawang merah 4
sudah diatas ambang batas yang diperkenankan yaitu 12,75 ppm dan 2 ppm (Hartini, 2011). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mendalam dan berkesinambungan mengenai kandungan logam berat Pb di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut : 1. Berapakah kandungan logam berat Pb dalam tanah dan bawang merah di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. 2. Bagaimanakah pengaruh kandungan logam berat Pb pada tanah terhadap lahan dan umbi bawang merah di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kandungan logam berat Pb dalam tanah dan bawang merah di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. 2. Mengetahui pengaruh kandungan logam berat Pb pada tanah terhadap lahan dan umbi bawang merah di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. 5
D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian sebagai bahan informasi bagi petani bawang merah di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes dalam upaya menekan penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. E. Hipotesa 1 Diduga kandungan logam berat Pb pada tanah dan tanaman bawang merah di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh Balai Penelitian Tanah. 2 Diduga kandungan logam berat Pb pada tanah dan tanaman bawang merah berpengaruh negatif terhadap lahan dan umbi bawang merah di Kecamatan Wanasari dan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. 6