BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suku kubis-kubisan (Brassicaceae). Brokoli diperkirakan didomestikasi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2010) strawberry dikenal dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daun kari (Murraya koenigii (L.) Spreng) merupakan daun majemuk dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan agar tetap segar untuk tentara perang pada masa perang. Pada tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pandey (1981), taksonomi tumbuhan daun singkong adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salagundi (Vitex trifolia L.) adalah tumbuhan dari famili tumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daerah nanas yang terkenal di Negara kita ini adalah Palembang, Riau, Jambi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah klasifikasi ilmiah dari buah naga (Idawati, 2012):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian telur dari luka atau kerusakan (Anonim, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rossi (2011), jamur merang (volvariella volvacea) adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kentang atau potato sudah lama dikenal dan ditanam di berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingginya mencapai 5 15 m, dengan batang yang bulat, dan mempunyai akar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2000), taksonomi tumbuhan kangkung sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular dan hanya sejumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cacing tanah ini memiliki panjang tubuh berkisar antara mm,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida

Laporan Kimia Analitik KI-3121

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kurma (Phoenix dactylifera) adalah sejenis tumbuhan palem yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Amerika. Penyebarannya segera meluas ke berbagai tempat sejak Columbus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kasolo, dkk., (2011), sistematika tumbuhan kelor adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam penyediaan sumber vitamin dan mineral. Sebagai sumber pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

kimia Yang berbeda untuk masing-masing lapisan tanah. Disamping itu, pengotoran juga masih terus berlangsung. Terutama pada permukaan air yang dekat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air yang digunakan sebagai kebutuhan air bersih sehari-hari,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ayam menurut Rahayu HS, I (2011), adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN KANDUNGAN TEMBAGA PADA BAKSO DAN BURGER DAGING SAPI YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fosfor, natrium, magnesium, zat besi, vit. A, vit.b kompleks, vit.c, serat kasar (pektin),

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1-2 meter.batang kumis kucing berbentuk segi empat, pada buku-buku batang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peroleh disetiap pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan. Harganya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. liar yang ditangkap dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kadar air dalam ikan sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang. Adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB I PENDAHULUAN. dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, tetapi belum meluas pembudidayaannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak zaman dahulu, sudah dikenal khasiat bahan-bahan alamiah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 12,84 juta hektar yang menghasilkan padi sebanyak 65,75 juta ton. Limbah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Rajungan, Ketam Batu dan Lokan. Rajungan karang (Charybdis cruciata) hidup di perairan dekat pantai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

Analisa AAS Pada Bayam. Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT

TELUR ASIN PENDAHULUAN

ANALISIS TIMBAL, TEMBAGA, DAN SENG DALAM SUSU SAPI SEGAR YANG BEREDAR DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB II TINAJAUN PUSTAKA. buah-buahan. Bermacam buah-buahan dengan berbagai varietas, bentuk, rasa, bau

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. penampilannya atau lebih tahan tehadap korosi dan keausan. Dampak negatif dari

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

BAB I PENDAHULUAN. rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea

Laporan Praktikum KI-3121 Percobaan 06 Spektrofotometri Emisi Atom (Spektrofotometri Nyala)

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

BAB III METODE PENELITIAN

ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY (AAS) SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. asal tanaman manggis adalah Indo-Malaya, yang meliputi Indo-Cina, Malaysia,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Melinjo Menurut Herbarium Medanense (2017), hasil identifikasi tumbuhan melinjo adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Gnetophyta : Gnetopsida : Gnetales : Gnetaceae : Gnetum Spesies : Gnetum gnemon L. Nama Lokal : Melinjo Di Indonesia, melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar di manamana, serta banyak ditemukan di tanah-tanah pekarangan penduduk desa maupun penduduk perkotaan. Buah melinjo yang masih muda kulit luarnya berwarna hijau, kemudian semakin tua warna kulitnya semakin kuning dan berubah menjadi oranye, dan setelah tua sekali kulitnya berwarna merah tua dan lunak (Sunanto, 1990). Biji melinjo terbungkus 3 lapisan kulit. Lapisan pertama, kulit luar yang lunak, lapisan ke dua agak keras berwarna kuning bila biji muda, dan coklat ke hitaman bila biji tua dan lapisan ketiga berupa kulit tipis berwarna putih kotor. Daging biji terletak di bawah lapisan kulit ketiga, sebagai persediaan makanan, bagi lembaga biji bila akan berkecambah (Sunanto, 1990). 6

Pohon melinjo sudah dapat dipanen setelah berumur 5-6 tahun. Masa panen buah melinjo terjadi dua kali dalam setahun. Hasil panen melinjo berupa buah, bunga dan daun. Bunga dan buah umumnya dikonsumsi sebagai sayuran. Panen buah melinjo untuk bahan baku emping harus dilakukan setelah cukup umur karena biji yang masih muda akan mengurangi kualitas emping yang dihasilkan. Lain halnya dengan bunga dan daun melinjo untuk sayuran, justru dipilih yang masih muda (Tim Penulis PS, 1999). Kualitas melinjo sangat menentukan emping yang dihasilkan. Biji melinjo yang kualitasnya paling baik adalah biji melinjo yang ukurannya terbesar dan sudah tua benar. Untuk mengetahui apakah biji melinjo sudah tua benar adalah: a. Apabila masih berkulit luar, maka warna kulit luarnya merah tua. Sangat baik bila biji melinjo yang berkulit luar merah tua tersebut jatuh dari pohon sendiri. b. Apabila sudah tidak berkulit luar, maka biji melinjo itu mempunyai kulit luar yang keras, berwarna cokelat kehitam-hitaman, dan mengkilat (Sunanto, 1990). Kulit melinjo merah atau Gnetum gnemon memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif pewarna alami karena memiliki warna menarik yang disebabkan adanya pigmen karotenoid suatu turunan senyawa terpenoid. Karotenoid dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam sediaan lipstik. Karotenoid merupakan salah satu contoh senyawa metabolit sekunder dari jenis terpenoid, kelompok pigmen alami yang berwarna merah, oranye atau kuning (Siregar dan Utami, 2014). 2.1.1 Kegunaan Melinjo banyak faedahnya, hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daun muda, kulit melinjo merah sebagai pewarna alami, biji melinjo tua, dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang cukup popular di kalangan 7

masyarakat. Semua bahan makanan yang berasal dari tanaman melinjo mempunyai kandungan gizi cukup tinggi, selain karbohidrat juga mengandung lemak, protein, mineral dan vitamin-vitamin (Sunanto, 1990). 2.1.2 Kandungan Berikut ini adalah macam-macam zat gizi yang terkandung di dalam biji melinjo dan emping melinjo: Tabel 2.1 Kandungan Gizi Biji Melinjo Tua, Daun Melinjo dan Emping Melinjo No. Kandungan Biji Melinjo (100 gr) Daun Melinjo (100 gr) Emping Melinjo (100 gr) 1. Kalori 66,00 Kalori 99,00 Kalori 345,00 Kalori 2. Karbohidrat 13,30 gr 21,30 mg 71,50 gr 3. Protein 5,00 mg 120,00 mg 4. Lemak 7,00 mg 1,30 mg 1,00 mg 5. Kalsium 163,00 mg 219,00 mg 100,00 mg 6. Fosfor 75,00 mg 82,00 mg 400,00 mg 7. Besi 2,80 mg 45,00 mg 5,00 mg 8. Vitamin A 1000,00 SI 10000,00 IU - 9. Vitamin B 0,10 mg 0,09 mg 0,20 mg (Sumber: Departemen Pertanian RI, dalam Sunanto 1999) 2.2 Emping Emping melinjo adalah jenis makanan ringan yang bentuknya pipih bulat dibuat dari biji melinjo yang sudah tua. Hampir semua orang menggemari emping melinjo yang memiliki rasa dan aroma yang khas ini. Harga emping melinjo di pasaran cukup stabil, hingga membuat emping mulai diekspor ke beberapa negara (Sunanto, 1990). Sebenarnya ada dua cara yang dikenal dalam proses pembuatan emping melinjo, yakni biji-biji melinjo sebelum dipipihkan itu dipanaskan dahulu dengan cara: (1) disangrai, yaitu dipanaskan sambil diaduk pada wajan alumunium atau wajan dari tanah; (2) direbus (Sunanto, 1990). 8

Tabel 2.2 Syarat mutu emping melinjo berdasarkan SNI 01-3712-1995: No. Uraian Satuan Syarat mutu 1 Keadaan 1.1 Bau - Khas melinjo 1.2 Rasa - Khas melinjo 1.3 Warna - Normal 1.4 Penampakan Normal, bersih dari kulit ari yang menempel dan benda asing lainnya 2 Emping tidak utuh % b/b Maksimal 5 3 Air % b/b Maksimal 12 4 Abu % b/b Maksimal2 5 Protein % b/b Maksimal 10 6 Cemaran logam 6.1 Cu mg/kg Maksimal 30,0 6.2 Pb mg/kg Maksimal 2,0 6.3 Hg mg/kg Maksimal 0,03 6.4 Zn mg/kg Maksimal 40,0 7 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maksimal 1,0 8 Cemaran mikroba 8.1 Kapang koloni/kg Maksimal 10 4 Pada umumnya proses pembuatan emping melinjo itu dengan cara disangrai. Dengan dilengkapi pasir, maka biji-biji melinjo yang disangrai akan dapat masak secara merata, karena pasir sifatnya cepat menerima panas (dari api tungku atau kompor), dan dengan mencampurkan biji-biji melinjo berbaur dengan pasir yang panas sambil dibolak-balik, maka kemasakan biji melinjo dapat merata. Dengan cara menyangrai, aroma dan zat-zat yang terkandung dalam biji melinjo itu tidak hilang, sehingga akan diperoleh emping melinjo yang rasanya lezat (Sunanto, 1990). Biji-biji melinjo yang dipanaskan diambil dari wajan dan segera dikupas kulit kerasnya dalam keadaan masih panas, juga biji itu segera dipukul diatas telenan untuk dipipihkan untuk menjadi emping. Cara mengupas kulit keras itu tidak sulit, yaitu dengan menggilaskan palu besi atau batu gandik yang digunakan untuk memipihkan biji melinjo (Sunanto, 1990). 9

Setelah biji melinjo pipih atau menjadi emping dan masih melekat pada telenan, dilepas satu per satu dengan hati-hati. Emping yang sudah telepas dianginanginkan atau dijemur. Lama penjemuran itu sendiri tergantung pada tebal tipisnya emping (Sunanto, 1990). 2.3 Mineral Mineral terdapat di dalam tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Keseimbangan mineral di dalam tubuh diperlukan untuk pengaturan kerja enzim, pemeliharaan keseimbangan asam basa, pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier, 2004). Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2004). Terdapat mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik. Yang telah pasti adalah natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium. Unsur-unsur ini terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar disebut unsur makro atau mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt, dan fluor hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah kecil saja, karena itu disebut trace element atau mineral mikro (Winarno, 2004). Mineral mikro terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh, namun mempunyai peranan esensial untuk kehidupan, kesehatan, dan reproduksi. Kandungan mineral mikro bahan makanan sangat bergantung pada konsentrasi mineral mikro tanah asal bahan makanan tersebut (Almatsier, 2004). 10

2.3.1 Besi Sumber utama berasal dari daging, dengan tingkat absorbsi 20-30%. Absorbsi besi lebih rendah pada konsumsi pangan seperti hati (6,3%) dan ikan (5,9%) atau pada sereal, sayuran dan susu yang memiliki tingkat absorbsi paling rendah (1,0-1,5%). Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat pada daging hewan dapat diserap dua kali lipat dari pada besi-nonhem (Almatsier, 2004; Belitz, dkk., 2009). Sebagian besar besi berada di dalam hemoglobin, yaitu molekul protein yang terdapat di sel darah merah dan mioglobin yang terdapat di otot. Hemoglobin di dalam darah berfungsi membawa oksigen dari paru-paru menuju ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida yang berasal dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen yaitu untuk menerima, menyimpan dan melepaskan oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak 2/3 bagian besi terikat oleh Hb, 10% terdapat pada mioglobin dan juga terdapat enzim dan protein (Almatsier, 2004; Widowati, dkk., 2008). Pada protein terdapat ferritin dan hemosiderin dimana pada ferritin mengandung besi kurang lebih sebesar 28%, sedangkan kandungan besi dalam hemosiderin lebih rendah. Ferritin dan hemosiderin mengikat besi yang tidak dibutuhkan dan akan dilepaskan ketika kebutuhan besi meningkat (Almatsier, 2004; Widowati, dkk., 2008). Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorpsi besi. Disamping itu kekurangan besi dapat terjadi 11

karena perdarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal (Almatsier, 2004). 2.3.2 Seng Mineral Zn bukan senyawa toksik dan merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan semua jenis hewan dan tumbuhan. Zn ditemukan pada hampir semua sel. Zn merupakan unsur sangat penting untuk pertumbuhan manusia, hewan, maupun tanaman yang menempati urutan kedua setelah Fe (Widowati, dkk., 2008). Zn merupakan komponen alami yang terdapat didalam kerak bumi dan merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan. Zn terdapat di batuan, tanah, udara, air, udara dan biosfer (Widowati, dkk., 2008). Kekurangan seng kronis mengganggu pusat sistem saraf dan fungsi otak. Karena kekurangan seng menggangu metabolisme vitamin A, sering terlihat gejala yang terdapat pada kekurangan vitamin A. Kekurangan juga mengganggu fungsi kelenjar tiroid dan laju metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indra rasa serta memperlambat penyembuhan luka. Disamping itu dapat terjadi diare dan gangguan fungsi kekebalan (Almatsier, 2004). 2.3.3 Tembaga Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin dan melepas simpanan besi di dalam hati. Sebagai bagian dari enzim seruloplasmin, tembaga berperan dalam perubahan asam amino tirosin menjadi melanin, yaitu pigmen rambut dan kulit. Disamping itu tembaga berperan dalam pengikatan silang kolagen yang diperlukan untuk menjaga kekuatannya (Almatsier, 2004). Unsur Cu bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) batuan mineral, debudebu, dan partikulat Cu dalam lapisan udara yang dibawa turun oleh air hujan. 12

Kandungan alamiah logam berat di lingkungan dapat berubah-ubah, tergantung pada kadar pencemaran oleh aktivitas manusia atau perubahan alam, seperti erosi. Kandungan logam berat dapat meningkat apabila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian, dan perindustrian yang banyak mengandung logam berat masuk ke dalam lingkungan (Widowati, dkk., 2008). Keracunan logam berat bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setelah beberapa tahun. Logam berat bersifat sangat akumulatif di dalam tubuh organisme dan konsentrasinya mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dalam tingkatan trofik yang lebih tinggi dalam rantai makanan. Keracunan Cu pada manusia bisa menimbulkan kerusakan otak, penurunan fungsi ginjal, dan pengendapan Cu dalam kornea mata (Widowati, dkk., 2008). 2.3.4 Timbal Timbal merupakan bahan kimia yang termasuk dalam kelompok logam berat. Logam ini merupakan bahan kimia golongan logam yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh tubuh. Bila masuk ke dalam tubuh organisme hidup dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek negatif terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 1994). Pencemaran Pb berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di udara, lingkungan air maupun darat. Pada tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Pb bisa merusak jaringan saraf, fungsi ginjal, menurunnya kemampuan belajar dan membuat anak- 13

anak bersifat hiperaktif. Selain itu, Pb juga mempengaruhi organ-organ tubuh (Widowati, dkk., 2008). 2.4 Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas. Metode ini secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif logam dalam matriks yang kompleks. Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana dan interferensinya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2007). Secara garis besar prinsip sepektrofotometri serapan atom ini sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya. Metode spektrofotometri serapan atom ini mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Gandjar dan Rohman, 2007). Jika suatu larutan yang mengandung suatu garam logam (atau suatu senyawa logam) dialirkan ke dalam suatu nyala maka terbentuklah uap yang mengandung atom-atom logam itu. Atom logam dalam bentuk gas tersebut tetap berada pada keadaan tidak tereksitasi atau dalam kondisi dasar. Jika cahaya dengan panjang gelombang yang khas dengan logam tersebut dilewatkan pada nyala yang 14

mengandung atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan penyerapan tersebut menyebabkan elektron tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Inilah asas yang mendasari spektrofotometri serapan atom (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom Instrumen spektrofotometri serapan atom meliputi berikut: 1. Sumber Sinar Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu katoda ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007). 2. Tempat Sampel Sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya yaitu: a. Dengan nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala bergantung gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen - udara: 2200 o C. Pada sumber nyala ini, asetilen sebagai pembakar dan udara sebagai agen pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh lampu katoda tabung. Pada umumnya, peralatan yang digunakan untuk mengalirkan sampel menuju nyala adalah nebulizer yang dihubungkan dengan pembakar (burner). Sebelum menuju nyala, sampel mengalir melalui pipa kapiler dan 15

menghasilkan aerosol oleh aliran gas pengoksidasi. Kemudian, aerosol yang terbentuk bercampur dengan bahan bakar menuju burner. Sampel yang menuju burner hanya sekitar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat pembuangan. Sampel yang berada pada nyala lalu diatomisasi dan cahaya dari lampu katoda tabung dilewatkan melalui nyala. Sampel yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007). Beberapa temperatur nyala yang lain dapat dilihat pada: Tabel 2.3 Temperatur Nyala Bahan Bakar Oksidan Udara Oksidan Oksigen N 2 O Hidrogen 2100 2780 - Asetilen 2200 3050 2955 Propana 1950 2800 - Sumber: Khopkar (1985). b. Tanpa nyala Atomisasi sempurna sampai saat ini sulit dicapai, meskipun sudah banyak kombinasi bermacam gas. Belakangan ini ada kecenderungan untuk menggunakan tungku grafit yang dengan mudah dalam beberapa detik dapat mencapai temperatur 2000-3000 o K (Khopkar, 1985). Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena: atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa μl), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda sehingga terjadilah proses penyerapan 16

energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif. Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram (Gandjar dan Rohman, 2007). 3. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda (Gandjar dan Rohman, 2007). 4. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Ada du acara yang dapat digunakan dalam system deteksi yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2007). 5. Amplifier Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca sebagai alat pencari hasil (Readout) (Gandjar dan Rohman, 2007). 6. Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007). 17

berikut ini: Sistem peralatan spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada gambar Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom (Harris, 2007) 2.4.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom Gangguan-gangguan (interference) pada SSA adalah peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguangangguan yang dapat terjadi pada SSA adalah sebagai berikut: 1. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absorption) Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel pengganggu yang berada di dalam nyala. Cara mengatasinya adalah kerja pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi Jika kedua cara ini masih belum bias membantu menghilangkan gangguan ini, maka satu-satunya cara adalah dengan mengukur besarnya penyerapan menggunakan sumber sinar yang memberikan spektrum kontinyu (Gandjar dan Rohman, 2007). 18

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi banyaknya atom dalam nyala Pembentukan atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu: a. Dissosiasi senyawa - senyawa yang tidak sempurna Dissosiasi ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa refraktorik (sukar diuraikan dalam api), sehingga akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007). b. Ionisasi atom - atom dalam nyala Ionisasi terjadi akibat suhu yang digunakan terlalu tinggi. Prinsip dengan spektrofotometri serapan atom adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan asas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral (Gandjar dan Rohman, 2007). c. Gangguan spektrum Gangguan spektrum dalam spektrofotometri serapan atom timbul akibat terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsur yang dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsur lain. Hal ini disebabkan karena rendahnya resolusi monokromator pada spektrofotometri serapan atom (Gandjar dan Rohman, 2007). d. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat-sifat matriks sampel yang dapat mengganggu analisis adalah yang mempengaruhi laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah viskositas dan berat jenis (Gandjar dan Rohman, 2007). 19

2.5 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis menurut Harmita, (2004) adalah sebagai berikut: 1. Kecermatan (accuracy) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu: a. Metode simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). b. Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali. 20

2. Keseksamaan (precision) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan. 3. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel. 4. Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (Y) dengan konsentrasi (X). 5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi (Limit of Detection, LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. 21