BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga veneral (dari kata venus yang

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. ini memungkinkan terjadinya peralihan lingkungan, dari lingkungan sekolah

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL. Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti **

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. fisik seksual. Kondisi seksualitas yang sehat juga menunjukkan gambaran

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. - Keluar nanah dari lubang kencing, dubur dan vagina,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan melalui hubungan kelamin. Dahulu kelompok penyakit ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB II Tinjauan Pustaka

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya

mereaksi dengan cara yang khas pula terhadap situasi sosial yang ada. dengan perkembangan tehnologi industrialisasi dan urbanisasi.

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan infeksi yang bisa didapat melalui kontak seksual. IMS adalah istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri, jamur, spirokaeta dan parasit-parasit kecil (misalnya Phthirus pubis, scabies) (Benson, 2008). Infeksi ditularkan melalui kontak dengan eksudat membrane mukosa individu yang terinfeksi, hampir selalu merupakan akibat aktivitas seksual melalui vagina, oral, atau anal, atau menular secara vertical dari ibu ke bayinya (Sinclair, 2009). Menurut Astutik (2011) jumlah pasangan seksual yang banyak merupakan faktor risiko terjadinya IMS, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis. IMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, angka tertinggi ditunjukkan pada AIDS, karena mengakibatkan kematian pada penderitanya (Asnawir, 2012). Di negara-negara berkembang, IMS dan komplikasi mereka di peringkat lima teratas kategori penyakit yang dewasa mencari perawatan kesehatan (www.k4health.org). Di Indonesia beberapa tahun terakhir ini tampak kecenderungan meningkatnya prevalensi IMS misalnya prevalensi sífilis meningkat sampai 10% pada beberapa kelompok WPS (Wanita Penjaja Seksual), 35% pada kelompok waria dan 2% pada kelompok ibu hamil. Prevalensi gonore meningkat sampai 30%-40% pada kelompok WPS dan juga pada penderita IMS yang berobat kerumah sakit. Prevalensi HIV pada beberapa kelompok perilaku 1

2 risiko tinggi meningkat tajam sejak tahun 1993. WPS adalah salah satu kelompok resiko tinggi terkena infeksi menular seksual (Daili, 2010). Penderita IMS di Kota Denpasar bila dilihat dari tahun 2007-2009 terjadi peningkatan kasus, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan kasus IMS namun pada tahun 2011, 2012, 2013 bervariasi terjadi peningkatan dan penurunan. Data Puskesmas menunjukkan penurunan jumlah IMS di Puskesmas kota Denpasar tahun 2013 dengan jumlah 3165, mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi 2519. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran pemeriksaan dan pencegahan pada kelompok resiko tinggi, tetapi sudah ada peningkatan pengetahuan tentang bahaya IMS dan HIV/AIDS (Dinkes Kota Denpasar, 2014). MenurutHernawati (2005) dalam Hartono (2009)memiliki pasangan seksual ratarata lebihdari 5 pasangan dan tanpa menggunakankondom, lebih berisiko tinggi dalam penyebaran IMS (Cempaka;Kardiwinata, 2012).Penyakit infeksi menular seksual selain ditularkan karena hubungan seksual, penularan dapat juga terjadi dari ibu ke janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar. Infeksi ini akan lebih berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. IMS dapat menyebabkan infeksi alat reproduksi yang serius. Resiko terkena IMS lebih besar pada perempuan dari pada laki-laki sebab alat reproduksinya lebih rentan, terutama pada WPS. Seringkali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak segera dikenali, sedangkan penyakit menjadi lebih parah (Kemenkes RI, 2011).

3 Infeksi menular seksual tidak hanya berdampak pada diri WPS yang menderita IMS, tetapi juga bisa menularkan kepada laki laki yang menggunakan jasanya. Berikutnya penularan dapat diteruskan laki-laki yang tertular IMS dari WPS terutama bagi suami yang sejak dulu atau sekarang menggunakan jasa pekerja seks tanpa menggunakan alat kontrasepsi (kondom). Jika istrinya hamil bisa ditularkan ke janin yang dikandungnya yang menyebabkan kelainan pada janin/bayi misalnya bayi berat lahir rendah (BBLR), infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati dan bayi lahir belum cukup umur (Widyastuti, 2009).Dalam berhubungan seksual akanterjadi perlukaan pada jaringan sehinggamelalui luka tersebut virus dapat masukdan menginfeksi tubuh. Untuk itu sangatpenting pemakaian kondom secara konsisten (Cempaka;Kardiwinata, 2012). Penyakit menular seksual tidak hanya merupakan penyakit yang perlu penanganan menurut penyebabnya, tetapi merupakan masalah sosial yang mempunyai sifat yang sangat kompleks. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk penanganan IMS adalah tidak menggunakan sembarang obat, berkonsultasi dengan dokter atau ahli, melakukan pemeriksaan laboratorium, mematuhi terapi pengobatan (lama pengobatan, dosis obat, dan kunjungan ulang), dan tidak melalukan hubungan seksual pra nikah ataupun berganti-ganti pasangan (Kisara, 2010). Pengawasan sumber penularan perlu dilakukan mengingat bahwa sebagian besar sumber penularan berasal dari WPS. Perlunya pengetahuan bagi masyarakat tentang pencegahan IMS (Muhajir, 2007). Peningkatan pengetahuan mengenai IMS sangat penting dalam membentuk perilaku kesehatan, dimana selanjutnya perilaku kesehatan akan meningkatkan

4 kepatuhan WPS untuk mencegah IMS. Hasil penelitian Muhammad Asnawir (2012) di Tempat Hiburan Malam Sulawesi Barat menunjukkan bahwa informan memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai IMS, dan informan memiliki kepatuhan yang cukup (Asnawir, 2012). Puskesmas Denpasar Selatan adalah salah satu Puskesmas yang membuka klinik IMS yaitu Klinik IMS Tunjung Biru dan merupakan satu-satunya puskesmas yang tercatat menangani kasus IMS tertinggi diantara Puskesmas lainnya di Kota Denpasar. Data Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun 2013 mencatat kasus IMS di Puskesmas II Denpasar Selatan sebesar 630 kasus, tahun 2014 sebesar 429 kasus (Dinkes Denpasar, 2014). Uraian di atas menunjukkan masih tingginya kasus IMS di Kota Denpasar khususnya di Wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Kepatuhan Pemeriksaan Wanita Penjaja Seksual (WPS) Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) di Klinik IMS Tunjung Biru. 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian dalam latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ada Hubungan antara Tingkat Kepatuhan Pemeriksaan Wanita Penjaja Seksual (WPS) dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual di Klinik IMS Tunjung Biru?

5 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan pemeriksaan wanita penjaja seksual (WPS) dengan infeksi menular seksual di Klinik IMS Tunjung Biru. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik wanita penjaja seksual di wilayah kerja Klinik IMS Tunjung Biru b. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan wanita penjaja seksual mengenai pemeriksaan rutin terhadap IMS di Klinik IMS Tunjung Biru. c. Mengidentifikasi angka kejadian IMS pada WPS. d. Menganalisis hubungan antara tingkat kepatuhan dengan tingkat kejadian IMS. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan maternitas dan keperawatan komunitas berkaitan dengan tingkat kepatuhan dalam pemeriksaan IMS sehingga hal ini dapat menjadi gambaran untuk menyusun strategi gambaran pencegahan IMS pada WPS khususnya. 1.4.2 Praktis a. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan khususnya tentang tingkat kepatuhan dengan angka kejadian IMS pada WPS.

6 b. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk landasan langkah pencegahan penyakit penyakit IMS yang sering ditemukan pada WPS serta mengurangi angka kesakitan akibat kurangnya kepatuhan pemeriksakan IMS.