BAB 5 HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

pergerakan gigi isiologis merupakan gerakan gigi secara alami yang terjadi selama dan setelah erupsi. gerakan gigi isiologis melipui:

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 12, 13

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

HUBUNGAN ASIMETRI SEPERTIGA WAJAH BAWAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang (crosssectional).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum akhir tahun 1960-an perawatan ortodonti pada pasien dewasa

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/17 April 1992

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

PENGARUH PEMAKAIAN GIGITIRUAN LEPASAN TERHADAP PERTUMBUHAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

Proses erupsi gigi adalah suatu proses isiologis berupa proses pergerakan gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Ruang Metode Moyers

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

Symmetric Measures. Asymp. Std. Approx. T b Approx. Measure of Agreement Kappa

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 8 Distribusi sampel penelitian berdasarkan Usia Usia Jumlah (N) Persentase (%) TOTAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi

BAB 4 ANALISIS HASIL. (10%); 31, 34, dan 35 tahun berjumlah 3 orang (7,5%); 27 tahun. tahun masing-masing 1 orang (2,5%).

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Ringkasan. Ringkasan

BAB III METODE PENELITIAN

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan Cross

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Populasi dalam penelitian ini adalah cetakan gigi pasien yang telah. Rumus Federer = (t-1)(n-1) 15 keterangan = n 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

5. HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memberikan estetik wajah yang kurang baik (Wong, dkk., 2008). Prevalensi

Transkripsi:

BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak 64 kasus sesuai dengan kriteria inklusi. Adapun, jumlah sampel yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 64 kasus. Data penelitian diperoleh dari kartu rekam medik dan model studi pasien GTS serta GTJ rahang atas dan bawah pada pasien klinik prostodonsia RSGMP FKG UI periode 2006-2008 yang dirawat oleh mahasiswa S1 dan PPDGS prostodonsia. Pada kartu rekam medik, data-data pasien yang dilihat antara lain umur, jenis kelamin, penyakit sistemik yang sedang atau pernah diderita dan elemen gigi yang hilang dan lama periode gigi tersebut hilang. Hasil penelitian ini disampaikan dalam bentuk tabel dan diagram yang dikelompokan dalam dua kerangka besar, yaitu: penyajian hasil analisis univariat dan penyajian hasil analisis bivariat. Analisis univariat disajikan dalam bentuk statistik deskriptif mengenai nilai minimum dan maksimum, nilai rerata, nilai median, dan standar deviasi variabel bebas usia pasien dan variabel terikat nilai ekstrusi gigi posterior. Dari 64 kasus yang diteliti, diperlihatkan usia pasien yang mengalami kehilangan gigi berkisar antara 20-58 tahun, hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 5.1. Statistik Deskriptif Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Pasien, Lama Kehilangan dan besar ekstrusi gigi Rerata Median Maximum Minimum Std. Deviation usia pasien 38.53 39.00 58 20 11.952 lama kehilangan 4.859 4.000 10.0 2.0 2.6163 Ekstrusi 2.3811 2.3900 5.60.74.95630 Jumlah sampel 64 Fakultas Kedokteran Gigi

Tabel 5.1. memperlihatkan distribusi frekuensi subjek menurut usia pasien dengan satuan tahun, lama kehilangan gigi dalam satuan tahun serta besar ekstrusi gigi dalam satuan millimeter dari jumlah sampel sebanyak 64 buah. Pada variabel usia pasien, terlihat bahwa rerata usia pasien adalah 38,53 tahun dengan standar deviasi 11,952 tahun. Usia minimum pada subjek penelitian adalah 20 tahun dan maksimum 58 tahun. Pada variable lama kehilangan, nilai minimum adalah 2 tahun, nilai maksimum 10 tahun dengan rerata lama kehilangan gigi 4,859 tahun. Nilai tengah lama kehilangan adalah 4 tahun dengan standar deviasi 26,163. Sedangkan, pada variabel ekstrusi diperoleh nilai minimum adalah 0,74 mm dan maksimum 5,6 mm. Nilai rerata ekstrusi gigi sebesar 2,38 mm, nilai tengah 2,39 mm serta standar deviasi adalah 0,956. Nilai terkecil ekstrusi gigi yang didapat adalah 0,74 mm dan nilai terbesar adalah 5,6 mm. 6.25% 7.81% 1.56% 6.25% 4.69% 1.56% 4.69% usia pasien 20 21 22 23 24 25 26 27 28 30 54 55 58 7.81% 31 32 35 39 40 6.25% 1.56% 4.69% 9.38% 43 45 48 49 50 51 52 53 Gambar 5.1. Sebaran Frekuensi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Pada penelitian ini, usia subjek bervariasi dari umur 20-58 tahun. Jumlah sampel terbanyak didapat dari pasien berumur 35 tahun sebanyak 9,38%, sedangkan jumlah sampel terkecil didapat dari beberapa pasien yang berusia 24,25,28,43,dan 54 tahun. Fakultas Kedokteran Gigi

14 13 13 12 12 11 10 Frekuensi 8 6 5 5 4 3 2 1 1 0 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 ekstrusi Gambar 5.2. Distribusi Frekuensi Nilai Ekstrusi Gigi pada Sampel Penelitian Nilai kedalaman lengkung oklusal atau ekstrusi gigi pada sampel penelitian yang didapat bervariasi dari 0,5 mm hingga kurang dari 6mm. Distribusi frekuensi terbanyak terdapat pada nilai 2-3 mm, masing-masing sebanyak 12 buah sampel. Frekuensi terkecil didapat pada nilai 0,5 mm dan 5,5 mm, masing-masing sebanyak 1 buah sampel. Gambar 5.3. Distribusi Frekuensi Nilai Ekstrusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Fakultas Kedokteran Gigi

Pada penelitian ini, kedalaman lengkung atau ekstrusi gigi terbesar (>5mm) didapat dari pasien yang berada dalam rentang usia 30-40 tahun. Pada pasien berumur di atas 50 tahun, terdapat nilai terkecil yaitu sekitar 1 mm. Selain itu, frekuensi distribusi nilai tertinggi banyak terjadi pada pasien berusia 20-30 tahun dibanding usia setelah itu. 5.2. Analisis Bivariat Tabel 5.2. Hasil Uji Korelasi Pearson Hubungan Besar Ekstrusi Gigi dengan Usia Pasien usia pasien Ekstrusi usia pasien Korelasi Pearson 1 -.402(**) Sig. (2-tailed).001 Ekstrusi Korelasi Pearson -.402(**) 1 Sig. (2-tailed).001 N = 64 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Analisis bivariat bertujuan melihat hubungan antara kedalaman lengkung oklusal atau ekstrusi gigi posterior dengan usia subjek penelitian, menggunakan uji korelasi Pearson karena data-data yang didapat pada penelitian ini adalah data numerik. Sebaran data subjek pada penelitian ini berdasarkan tes normalitas analitik Kolmogorov-Smirnov adalah normal. Hasil uji korelasi pearson memperlihatkan nilai sig (p) 0,01 yang menunjukkan bahwa usia pasien dan besar ekstrusi gigi memiliki korelasi bermakna (p<0,05) dan negatif yang berarti semakin bertambah usia pasien, semakin kecil besar ekstrusi gigi yang terjadi. Nilai korelasi sebesar 0,402 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yang dimiliki kedua variabel tersebut adalah sedang. Fakultas Kedokteran Gigi

BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan melihat korelasi antara usia dan perubahan lengkung oklusal dari bidang sagital pada kasus kehilangan gigi posterior yang tidak diganti. Perubahan lengkung oklusal tersebut diukur berdasarkan besar pergerakan gigi secara vertikal menuju ruang diastema yang terbentuk akibat kehilangan gigi posterior. Pada pengukuran, dibutuhkan acuan berupa kurva konstan yang dapat digunakan pada semua individu, serta sama pada sisi kanan dan kiri rongga mulut. Jarak dalam arah oklusal dari kurva Spee merupakan cara yang paling akurat untuk menentukan seberapa jauh gigi telah bergerak secara vertikal dari posisi fungsional asalnya. 35 Oleh sebab itu, kurva Spee digunakan sebagai acuan pada penelitian ini. Sedangkan pada rahang atas, besar perpindahan gigi secara vertikal (ekstrusi) mengacu pada kaidah penyusunan gigi posterior berdasarkan bidang oklusal. Data subjek penelitian didapat dari kartu status dan model studi pasien prostodonsia RSGMP FKG UI periode 2006-2008. Beberapa hal yang mempengaruhi pergerakan gigi seperti keadaan perlekatan jaringan periodontal dibatasi pada hal ini. Oleh sebab itu, pasien yang memiliki kelainan sistemik yang dapat mengganggu kesehatan periodontal seperti Diabetes Melitus, dll menjadi kriteria eksklusi penelitian ini. Christou dan Kiliaridis mengungkapkan besarnya perpindahan vertikal pada gigi yang memiliki jaringan periodontal sehat sebesar 0,05 mm per tahun. 32 Penelitian lain oleh shugars menyatakan dalam jangka waktu 6 tahun terjadi ekstrusi gigi antagonis terjadi sebanyak <1 mm pada 99% kasus penelitiannya. 34 Atas dasar tersebut, penulis membatasi lama kehilangan gigi adalah dalam rentang waktu 2-10 tahun agar nilai ekstrusi gigi dapat dihitung dalam satuan milimeter, namun dibatasi di bawah 10 tahun agar lama kehilangan tidak mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu, dengan alasan yang sama maka jumlah kehilangan gigi yang dipilih pada penelitian ini dibatasi pada satu buah gigi posterior saja. Fakultas Kedokteran Gigi

Rentang usia sampel yang didapat dari penelitian ini berkisar dari 20-58 tahun. Rentang usia tersebut dipilih untuk menggambarkan usia muda dan produktif hingga usia lanjut. Subjek yang dipilih berusia diatas 20 tahun, sebab proses pertumbuhan dan perkembangan rahang yang masih terus terjadi sebelum usia tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kedalaman kurva oklusal fisiologis, bukan secara patologis seperti yang diharapkan dalam penelitian ini. 21 Berdasarkan sebaran frekuensi usia pasien yang mengalami kehilangan gigi posterior (digambarkan dalam diagram 5.1.) usia pasien berada dalam rentang 20-58 tahun. Data ini juga menunjukan pada kehilangan gigi tidak terjadi di usia lanjut saja. Frekuensi terbanyak kehilangan gigi terjadi pada umur 38 tahun. Namun, banyak juga kasus kehilangan gigi yang juga terjadi pada umur 22,23 dan 27 tahun. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pemakaian gigi tiruan yang dibutuhkan terkadang ditunda oleh pasien yang berusia muda karena merasa belum diperlukan. Selanjutnya pada Diagram 5.5. ditunjukkan bahwa frekuensi nilai kedalaman oklusal yang besar, banyak terdapat pada pasien berusia muda. Analisis deskriptif inilah yang akan dilakukan uji bivariat lebih lanjut. Pada analisis bivariat uji korelasi Pearson yang ditunjukan pada Tabel 5.2. terdapat hubungan bermakna antara usia dengan nilai kedalaman kurva oklusal. Hubungan ini berbanding terbalik, dimana semakin bertambahnya usia maka nilai kedalaman oklusal atau ekstrusi gigi yang terjadi semakin berubah. Kedalaman lengkung oklusal pada kasus gigi posterior ini dipengaruhi paling banyak oleh pergerakan gigi dalam arah vertikal yakni ekstrusi. Adanya hubungan antara kedua hal tersebut salah satunya mungkin disebabkan oleh perbedaan struktur ligamen periodontal dan tulang alveolar pada usia muda dan usia lanjut. Seperti yang telah diungkapkan, pergerakan gigi salah satunya bergantung pada struktur jaringan periodontal dan tulang alveolar. Gaya yang mengenai gigi akan direspons oleh cairan pada ligamen periodontal. Akibat gaya tersebut, gigi terbagi menjadi daerah kompresi dan tensi (tekanan dan tarikan). Pada daerah tekanan/ kompresi, pembuluh darah ligamen akan menyempit, sedangkan pada daerah tarikan, pembuluh darah ligamen akan melebar sehingga gigi bergerak pada ruang periodontal. Fase ini memicu Fakultas Kedokteran Gigi

terjadinya aktivitas osteoblas dan osteoklas. Selanjutnya, pada fase akhir terjadi kematian sel sel sementara dan proses aposisi dan resorpsi pada lamina dura dan tulang alveolar sehingga menyebabkan terjadinya pergerakan gigi. 23 Seiring dengan bertambahnya usia, maka ligamen periodontal akan mengalami perubahan derajat selularitas. Serat kolagen pada ligamen periodontal menjadi lebih tebal, serta jumlah pembuluh darah di ligamen periodontal juga mengalami penurunan. 38 Struktur ligamen periodontal mengalami penuaan berupa reduksi produksi matriks organik ligamen serta penurunan aktivitas mitotik sel. 39 Hal hal tersebut akan menyebabkan ligamen periodontal menjadi kurang reaktif seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan, ligamen periodontal pada usia muda lebih sempit dan lebih responsif dibandingkan pada usia lebih tua. Hal ini menyebabkan fase awal pergerakan gigi dalam ligamen periodontal lebih cepat terbentuk dibanding pada usia tua. 38 Selain itu, tulang alveolar pada usia lanjut juga mengalami berbagai perubahan. Terjadi keterbatasan biologis pada tulang dimana karena penuaan, komposisi tulang berubah sehingga sel menjadi kurang reaktif dan metabolisme melambat, salah satunya merupakan penurunan formasi pembentukan tulang oleh osteoblas. Tulang menjadi kurang adaptif terhadap gaya eksternal. Sebaliknya, pada pasien muda, tulang alveolar lebih lunak, sehingga lebih mudah mengalami resorpsi jika terkena tekanan. Hal ini dengan asumsi kualitas tulang alveolar pada usia muda maupun lanjut adalah sama, tidak mengalami penurunan densitas. 39 Adapun, hal hal tersebut lah yang mungkin menyebabkan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara usia dengan nilai ekstrusi gigi pada kehilangan gigi posterior. Pergerakan gigi di usia muda akan lebih cepat karena jaringan periodontal lebih responsif dan lebih permanen karena pembentukan tulang 42, 43 kompakta yang baru pada pasien berusia muda lebih cepat. Selain respons jaringan periodontal dan tulang alveolar, tekanan kunyah dan gaya muskular juga mempengaruhi pergerakan gigi. Pada usia muda, tekanan kunyah relatif lebih besar dan gaya muskular juga lebih kuat dibanding pada usia lanjut yang telah mengalami penurunan produktivitas dan juga gaya-gaya. Seperti yang ditunjukkan oleh tabel 5.2., besar kekuatan korelasi antara kedua variabel tersebut adalah sedang. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena ekstrusi Fakultas Kedokteran Gigi

gigi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor usia saja. Hasil penelitian pada Tabel 5.1. dan Diagram 5.2. menunjukkan lama kehilangan gigi sampel penelitian berada dalam rentang 2 sampai 10 tahun dan rerata 4,8 tahun. Rentang ini mungkin mempengaruhi nilai ekstrusi hasil penelitian yang didapat. Selain itu, besar kedalaman lengkung oklusal bergantung pada faktor anatomis lengkung rahang pada masing-masing individu. Pergerakan gigi tetangga ataupun gigi antagonis ke ruang diastema dapat diminimalisir oleh bentuk lengkung rahang. Apabila permukaan oklusal subjek datar, maka lengkung ini akan cenderung mereduksi efek dari gaya ACF. Pada sisi lain, jika pada individu tersebut memiliki interdigitasi yang dalam dari cusp cusp gigi, pergerakan gigi drifting cenderung diperlambat oleh efek mengunci dari cusp. Selain itu, titik kontak yang baik dari geligi sisa juga akan meminimalisir gaya oklusal antagonistik sehingga pergerakan gigi vertikal yang terjadi adalah minimal. 14 Keadaan densitas tulang alveolar yang bervariasi juga mungkin mempengaruhi perubahan kedalaman lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior yang ada. Densitas tulang yang padat akan meminimalisir besar pergerakan gigi yang ada. Di luar hal tersebut, terdapat keterbatasan pada penelitian ini. Jumlah sampel penelitian yang terbatas, serta distorsi dari hasil fotokopi dari studi model yang mungkin terjadi akan mempengaruhi hasil penelitian yang ada. Fakultas Kedokteran Gigi