BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. dengan hukuman menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya bila anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB V PEMBAHASAN. A. Prestasi Belajar Siswa dengan Pola Asuh Otoriter. Berdasarkan hasil penelitian terhadap siswa yang mengalami

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan belajar dalam keluarga adalah merupakan lingkungan belajar yang pertama bagi anak untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam. Dalam (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003) Selain faktor yang berada dalam diri peserta didik, untuk dapat

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia ini, sebagian adalah berisi pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai warga negara yang baik perlu mengembangkan diri. Apa lagi saat

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berguna kelak di kemudian hari.sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang

PERANAN ORANGTUA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN ANAK USIA DINI. DAMAIWATY RAY Dosen PG PAUD FIP Unimed

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Definisi Anak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

I. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perhatian serius bagi orang tua yang tidak menginginkan anak-anaknya. tumbuh dan berkembang dengan pola asuh yang salah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. pertama-tama dari orang tua (keluarga) dan anggota keluarga lainnya. Oleh

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. disiplin diri pada anak. Lingkungan keluarga merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui. pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing, agar berlangsung tertib, efektif dan efisien. Norma-norma itu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kita ketahui bahwa keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA OLEH : ADE JUWAEDAH. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN

PERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH. Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan

BAB I PENDAHULUAN. Anak memiliki potensi yang harus dikembangkan. Anak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children

BAB 1 PENDAHULUAN. masa sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-6

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek


II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk memberikan asuhan yang baik bagi anak mereka. Asuhan yang baik akan mempengaruhi anak tumbuh dengan baik pula. Pola asuh orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan sekitar. Hasan (2011:24) mengungkapkan bahwa pola asuh yang baik serta penuh perhatian akan menjadikan seorang anak tumbuh dengan baik, namun jika orang tua tidak terlalu perduli dengan pola asuh anak, akan membuat seorang anak tumbuh dengan kurang baik. Uraian di atas menjelaskan bahwa pola asuh orang tua sangat penting bagi anak, karena anak akan menjadi cerminan dari orang tua. Pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak, bukan ditentukan oleh kebutuhan anak dan kemampuan dari orang tuanya. Wahyuning (2003:126) menyatakan bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakup 6

7 perawatan seperti mencukupi kebutuhan makanan, mendorong keberhasilan dan melindung, maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diteriama oleh masyarakat. Fine dalam Wahyuning (2003:126) menyatakan bahwa pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pola asuh yang diharapkan ialah pola asuh yang bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak, melainkan kebutuhan batin seperti perhatian dan dukungan. Pola Asuh dari orang tua adalah sarana atau kapal yang menjadi kendaraan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai moral pada anak-anak. Poerwadarminta (2007:66) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengungkapkan bahwa pola asuh adalah sebuah sistem kerja atau bentuk struktur yang tetap, merawat dan mendidik anak atau membimbing, membantu, melatih supaya dapat berdiri sendiri. Hasan (2011:21) mengemukakan bahwa mengasuh anak adalah mendidik dan memelihara anak, seperti mengurus makannya, minumnya, pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Sikap orang tua terhadap anak merupakan bentuk pola asuh, seberapa banyak orang tua lebih menggunakan kekuasaan dalam mengasuh anak-anaknya untuk selalu patuh dan tunduk, atau apakah orang tua lebih banyak memberikan kebebasan secara penuh, tidak mengontrol, bahkan acuh tak acuh terhadap perilaku anak. Shochib

8 (2010:207) menyatakan bahwa pola asuh orang tua diapresiasi anak sebagai undangan, bantuan, bimbingan dan dorongan untuk membentuknya mengembangkan diri sebagai pribadi yang berkarakter adalah orang tua yang mampu memancarkan kewibawaan pada anak. Rahardjo (2005:32) mengungkapkan bahwa lingkungan keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan konsep diri seorang anak. Anastasia dalam Rahardjo (2005:32) menyatakan pendapat bahwa dengan melihat hal tersebut maka sikap orang tua terhadap anak akan sangat menentukan konsep diri anak. Rahman (2014:13) menyatakan bahwa sikap perilaku dan kebiasaan orang tua akan dilihat, dinilai, dan ditiru anak dan secara tidak sadar akan di terima didalam pikiran, sehingga membentuk karakter anak. Definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa orang tua yang menjadi penentu seorang anak akan tumbuh dengan baik dan berkepribadian baik pula. Simpulan dari uraian di atas adalah keluarga merupakan kunci dalam mengasuh dan membimbing anak-anaknya dalam membentuk sifat dan sikap, karena tingkah laku anak merupakan cerminan dari tingkah laku orang tua. Orang tua harus saling bekerja sama dan membentuk pribadi anak. Keluarga yang harmonis akan meghasilkan pengasuhan yang baik bagi anak. Pola asuh yang baik ialah pola asuh yang penuh dengan perhatian, karena pengasuhan orang tua dianggap sebagai bentuk bimbingan bagi anak. Konsep diri anak ditentukan dari bagaimana orang tua mengasuh anak-anaknya.

9 Pekerjaan orang tua juga akan mempengaruhi gaya pengasuhan anak, gaya pengasuhan tersebut akan diketahui seberapa disiplin anak berdasarkan pekerjaan orang tua, sebagai contoh pekerjaan Buruh. Orang tua dengan pekerjaan Buruh mempunyai lebih sedikit waktu untuk mengurus anak, hal tersebut dapat berakibat pada anak. Anak akan merasa kurang diperhatikan dan akan mencari perhatian di sekolah atau di lingkungan rumahnya. b. Macam-macam Pola Asuh Orang tua sejatinya tidak bersikap menghukum maupun acuh terhadap anak, seharusnya orang tua menetapkan aturan-aturan dan bersikap hangat terhadap anak. Ormrod (2008:94) mengungkapkan bahwa para peneliti telah mengidentifikasi berbagai macam cara pola asuh orang tua terhadap anak. Baumrind dalam Ormrod menyatakan bahwa pola asuh yang berbeda-beda berhubungan dengan perilaku dan sifat kepribadian yang berbeda-beda pada anak. 1) Pengasuhan Otoritarian Gaya pengasuhan otoritarian merupakan suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dang menghormati kerja keras mereka. Orang tua yang otoriter bahkan mungkin sering memukul anak, menekan aturan tanpa penjelasan dan selalu menunjukan amarah kepada anak. Santrock (2007:167) mengungkapkan bahwa anak yang tumbuh dengan pengasuhan otoriter sering terlihat tidak

10 bahagia, memiliki rasa takut, tidak percaya diri saat dirinya dibandingkan dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan kemampuan komunikasinya lemah. Anak dengan pola asuh otoriter mungkin berperilaku agresif. Orang tua yang bersikap otoriter menjadi pendorong anak untuk berperilaku agresif. Farrington (Shochib,2010:5) menyatakan bahwa sikap orang tua yang kasar dan keras, perilaku orang tua yang menyimpang, dinginnya hubungan antara anak dengan orang tua dan antara ayah dan ibu, orang tua yang bercerai, serta ekonomi lemah menjadi pendorong utama seorang anak berperilaku agresif. Orang tua harus mengasuh anak dengan gaya pengasuhan yang tidak memberi penekanan kepada anak sehingga anak dapat berperilaku baik di lingkungan maupun di sekolah. Pengasuhan otoritarian memandang penting kontrol dan kepatuhan tanpa syarat. Orang tu mencoba membuat anak menyesuaikan diri dengan serangkaian standar perilaku dan menghukum mereka secara keras atas pelanggaran yang telah dilakukannya. Hale-Benson dalam Ormrod (2008:94) meyatakan bahwa dalam lingkungan keluarga dengan kondisi ekonomi lemah yang serba kekurangan atau lingkungan kumuh yang penuh bahaya di setiap sudutnya. Orang tua mungkin justru akan berbuat kebaikan bagi anak-anaknya dengan menerapkan aturan-aturan yang sangat tegas mengenai aktivitas-aktivitas anaknya.

11 Kesimpulan dari pendapat di atas adalah bahwa lingkungan menjadi satu hal yang perlu diperhatikan dalam mengasuh anak, seperti yang telah kita ketahui bahwa lingkungan sangat mempengaruhi perilaku anak. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi seseorang berperilaku baik, sebaliknya lingkungan yang tidak baik akan mempengaruhi seseorang berperilaku tidak baik. Simpulan dari uraian di atas ialah bahwa gaya pengasuhan otoritarian merupakan gaya pengasuhan yang tegas terhadap anak mereka. Gaya pengasuhan ini akan membuat anak merasa kurang bahagia dan kurang percaya diri saat berada di lingkungan masyarakat maupun sekolah. Anak juga akan memiliki sifat agresif terhadap orang lain. Anak dapat menjadi disiplin di depan orang tua, namun dapat berperilaku tidak disiplin di belakang orang tua mereka. Sifat agresif tersebut merupakan akibat dari sikap orang tua yang kasar dan keras, sehingga akan membuat suasana dingin antara anak dan orang tua. 2) Pengasuhan Otoritatif Orang tua tipe otoritatif akan menerima dan melibatkan anak sepenuhnya. Gaya pengasuhan ini sering kita sebut sebagai gaya pengasuhan demokratis. Orang tua memberikan kehangatan, bimbingan, dan komunikasi dua arah (Hasan,2011:26). Ormrod (2008:94) mengungkapkan bahwa anak dari orang tua yang

12 menggunakan pola asuh otiritatif akan tumbuh dengan baik karena perilaku mereka dianggap ideal. Anak-anak tersebut mampu mendengarkan orang lain dengan hormat, mampu mengikuti aturan saat memasuki masa sekolah, berusaha hidup mandiri, dan berjuang meraih prestasi akademis. Ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang tumbuh dengan gaya pengasuhan otoritatif akan tumbuh menjadi seseorang yang berperilaku disiplin. Pengasuhan otoritatif mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Santrock (2007:167) mengungkapkan bahwa orang tua yang otoritatif menunjukan kesenangan dan dukungan sebagai respons terhadap perilaku kostruktif anak. Papalia (2010:395) menyatakan bahwa orang tua mencintai dan menerima, tetapi juga menuntut perilaku yang baik, dan kokoh dalam mempertahankan standar, dan memiliki keinginan untuk menjatuhkan hukuman yang bijaksana dan terbatas ketika memang hal tersebut dibutuhkan, dalam konteks hubungan yang hangat dan suportif. Simpulan dari uraian di atas ialah bahwa pengasuhan gaya otoritatif merupakan gaya pengasuhan yang paling ideal digunakan oleh orang tua dalam mengasuh anak. Orang tua membawa pengasuhan anak dalam kehangatan sebuah keluarga. Anak dengan gaya pengasuhan otoritatif akan tumbuh baik, anak akan

13 menghormati orang lain dan mampu menaati peraturan yang ada. Hukuman yang digunakan dalam pengasuhan tersebut ialah hukuman yang bijaksana bagi anak. Hukuman tersebut akan berdampak baik pada anak saat berada di lingkungan sekolah, anak akan berperilaku disiplin, patuh terhadap guru, saling menghormati dan dapat berprestasi dengan baik. 3) Pengasuhan Permisif Pengasuhan gaya permisif ialah gaya pengasuhan orang tua yang sangat terlibat dalam kehidupan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol anak. Santrock (2007:167) menyatakan bahwa orang tua membiarkan anak melakukan apa yang mereka inginkan, alhasil anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Papalia (2010:395) mengungkapkan bahwa orang tua dengan gaya permisif mengomunikasikan tentang keputusan dan kebijakan kepada anak-anak. Anak cenderung menjadi tidak dewasa serta sangat kurang control diri dan eksplorasi, dengan kata lain seorang anak dengan gaya pengasuhan permisif akan tumbuh menjadi anak yank manja, tidak patuh, agresif, kurang mandiri, kurang disiplin, ingin menang sendiri, pemalu dan tidak mudah bergaul. Orang tua dengan pengasuhan permisif akan mendorong anak menjadi agresif dan cenderung tidak percaya diri. Maccoby

14 dan Martin dalam Santrock (2002:258) menyatakan bahwa pengasuhan permisif terjadi dalam dua bentuk. Pertama pengasuhan yang permissive-indifferent, ialah suatu gaya pengasuhan orang tua yang sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Kedua pengasuhan yang permissive-indulgent, ialah suatu gaya pengasuhan orang tua yang sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka. Simpulan dari uraian di atas ialah bahwa orang tua dengan gaya pengasuhan permisif membebaskan anak dalam melakukan sesuatu yang anak sukai. Anak yang tumbuh dengan gaya pengasuhan tersebut akan cenderung menjadi anak yang manja, akibatnya anak dapat menjadi kurang mandiri, malu dan tidak percaya diri. Anak dengan gaya pengasuhan permisif akan menjadi anak yang acuh, kurang bertanggung jawab, dan berperilaku kurang disiplin. Simpulan uraian di atas ialah bahwa orang tua dalam pengasuhan acuh tak acuh tidak begitu perduli pengasuhan anak. Anak akan bahwa dirinya tidak dipedulikan, hal tersebut dapat membuat anak merasa rendah diri dan bertingkah seperti anak kecil. Anak dengan pengasuhan tersebut biasanya terjadi karena kedua orang tua mereka yang sibuk bekerja, karena itu orang tua tidak mengetahui aktivitas anaknya baik di sekolah maupun di lingkungan rumahnya.

15 Maccoby dan Martin dalam Santrock (2007:168) mengungkapkan bahwa keempat klasifikasi pengasuhan tersebut melibatkan kombinasi antara penerimaan dan sikap responsif di satu sisi serta tuntutan dan kendali di sisi. Hart dalam Santrock menyatakan bahwa pengasuhan otoritatif merupakan gaya yang paling ideal, karena: 1) Orang tua yang otoritatif menerapkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi, sehingga member anak kesempatan untuk membentuk kemandirian sembari memberikan standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan anak. 2) Orang tua yang otoritatif lebih cenderung melibatkan anak dalam kegiatan memberi dan menerima secara verbal dan memperbolehkan anak mengutarakan pandangan anak. Jenis diskusi keluarga ini membantu anak memahami hubungan sosial dan apa yang dibutuhkan untuk menjadi orang yang berkompeten secara sosial. 3) Kehangatan dan keterlibatan orang tua yang diberikan oleh orang tua yang otoritatif membuat anak lebih bisa menerima pengaruh orang tua. Pola asuh orang tua akan berpengaruh terhadap perilaku disiplin anak di sekolah. Kaitan pola asuh dengan perilaku disiplin anak ialah dapat kita lihat dari cara orang tua mengasuh anak. Orang

16 tua memegang peran penting dalam perilaku disiplin siswa yang nantinya akan mempengaruhi proses belajar anak di sekolah. Simpulan dari uraian di atas ialah bahwa pengasuhan otoritatif merupakan gaya pengasuhan yang sangat ideal bagi anak-anak. Anak dengan gaya pengasuhan otoritatif diberikan kesempatan untuk melakukan kemandirian diri, namun dengan batasan tertentu. Pengasuhan otoritatif juga dikenal sebagai pengasuhan demokratis, karena pada pengasuhan tersebut anak dilibatkan dalam diskusi keluarga dan diperbolehkan untuk mengutarakan pendapat yang akan membuat anak lebih berani dan dapat bergaul di lingkungan masyarakat nantinya. 2. Disiplin Anak memerlukan disiplin untuk memenuhi kebutuhan tertentu dalam perkembangannya. Mustari (2014:36) menyatakan bahwa disiplin diperlukan ketika seseorang mempunyai cita-cita. Disiplin adalah kata kunci kemajuan dan kesuksesan, bukan hanya untuk prestasi, jabatan, harta, kemampuan, dan lain-lain. Disiplin juga diperluakan untuk sekedar hobi, terciptanya disiplin harus dari kesadaran anak itu sendiri. Disiplin sangat penting di dalam lingkungan sekolah, karena belajar mengajar dapat berlangsung baik dengan adanya perilaku disiplin dari para penghuninya. Disiplin dan disciple berasal dari kata yang sama, yaitu seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin.

17 Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari orang tua dan guru untuk hidup yang berguna dan bahagia. Disiplin merupakan cara masyarakat mengajarkan anak perilaku moral (Hurlock,1978:82). Orang tua tidak mau cukup berusaha untuk menanamkan disiplin, hal tersebut akan membuat hubungan orang tua dengan anak sulit dan tidak menyenangkan. Disiplin diperlukan untuk menjamin bahwa anak akan menganut standar yang ditetapkan masyarakat dan yang harus dipatuhi anak. Kemendiknas (2010:33) berpendapat bahwa disiplin merupakan tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Hurlock (1987:84) terdapat empat unsur pokok disiplin yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajarkan dan memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan, dan penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Disiplin menurut Zuriah (2008:69) ialah sikap dan perilaku sebagai cerminan dan ketaatan, kepatuhan, ketertiban, kesetiaan, ketelitian, dan keteraturan perilaku seseorang terhadap norma dan aturan yang berlaku. Simpulan dari uraian di atas ialah bahwa disiplin merupakan suatu hal yang penting bagi seorang anak. Disiplin sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari seperti disiplin mandi, disiplin makan, disiplin tidur. Sikap disiplin seseorang dapat dibentuk, tergantung cara orang tua mereka menerapkan perilaku disiplin pada anak-anaknya. Orang tua seringkali

18 memanjakan anak, sehingga hal tersebut dapat membuat anak tumbuh menjadi kurang disiplin. Hurlock (1987:92) berpendapat bahwa ada tiga cara menanamkan disiplin yaitu: a) Cara Mendisiplin Otoriter Teknik cara mendisiplin otoriter ialah mencakup hukuman yang berat bila terjadi kegagalan memenuhi standar dan sedikit, atau sama sekali tidak ada persetujuan, pujian atau tanda-tanda penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan. Disiplin otoriter selalu berarti mengendalikan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman, terutama hukuman badan. b) Cara Mendisiplin Permisif Disiplin permisif berarti sedikit disiplin atau tidak berdisiplin. Disiplin permisif biasanya tidak membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Orang tua menganggap kebebasan sama dengan laissez-faire, membiarkan anak meraba-raba dalam situasi yang tersulit untuk ditanggulangi oleh anak itu sendiri tanpa bimbingan atau pengendalian. c) Cara Mendisiplin Demokratis Disiplin cara demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Penjelasan seperti saat anak melanggar peraturan atau berbuat kesalahan, orang tua mengingatkan konsekuensi atau

19 mengingatkan anak kepada aturan-aturan yang telah anak buat dengan orang tua. Diskusi seperti melibatkan anak saat orang tua membuat aturan dan penerapan aturan tersebut, misalnya bertanya apa yang anak inginkan jika prestasinya meningkat dan apa hukuman yang akan anak terima jika prestasinya menurun. Penalaran seperti saat melarang anak melakukan sesuatu orang tua harus menyertakan alasan yang mudah diterima anak, misalnya Kamu tidak boleh menonton TV lagi, karena sekarang waktunya belajar. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbetuk hukuman badan. Tiga cara mendisiplin di atas dapat diketahui bahwa peran pola asuh orang tua sangat penting. Orang tua dituntut untuk dapat mengawasi dan membimbing anak mereka. Orang tua harus senantiasa mengawasi perilaku anak terlebih lagi perilaku disiplin di sekolah, lingkungan, dan rumah. Pola asuh sangat berperan penting dalam perkembangan perilaku disiplin anak, semakin baik pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak, semakin baik pula perilaku disiplin anak di sekolah. Simpulan dari uraian di atas ialah bahwa terdapat tiga cara mendisiplin yaitu cara mendisiplin otoriter, cara mendisiplin permisif, dan cara mendisiplin demokratis. Disiplin otoriter ialah disiplin yang dikendalikan orang tua dalam bentuk hukuman dan paksaan. Disiplin

20 permisif ialah bentuk disiplin yang memberikan kebebasan kepada anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Disiplin demokratis ialah disiplin dengan menggunakan diskusi dalam penyelesaiannya, penghargaan lebih diutamakan pada didiplin demokratis. 3. Prestasi Belajar Anak sangat membutuhkan bimbingan dan dukungan orang tua untuk meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah. Hasan (2011:20) mengungkapkan bahwa orang tua yang berperan dalam pendidikan, anak akan menunjukan peningkatan prestasi belajar, diikuti dengan perbaikan sikap, kedisiplinan, stabilitas sosioemosional. Arifin ( 2013: 12) menjelaskan bahwa prestasi berasal dari bahasa Belanda prestatie, yang kemudian dalam bahasa Indonesia di artikan menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadaminta,1976:768) ialah prestasi diartikan sebagai hasil yang telah di capai, sedangkan belajar di artikan sebagai berusaha supaya mendapatkan sesuatu kepandaian. Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar di peroleh oleh seseorang setelah ia melakukan sebuah uasaha yaitu belajar. Prestasi seseorang bergantung dari cara orang tua mendidik anak. Prestasi belajar yang baik dapat tercermin dari seberapa disiplin seseorang dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Arifin (2013:12) menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan hal yang penting untuk dibahas, karena mempunyai beberapa fungsi utama, seperti:

21 1) Prestasi belajar sebagai indicator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik. 2) belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indicator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran. Fungsi di atas menjelaskan bahwa sangat penting bagi kita untuk memahami prestasi belajar seorang anak, karena prestasi belajar tidak hanya digunakan sebagai indikator keberhasilan bidang studi saja, tetapi juga sebagai indikator kualitas intitusi pendidikan. Prestasi belajar ini sangat bermanfaat bagi guru sebagai umpat balik dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Orang tua dan guru harus selalu berdampingan dalam meningkatkan prestasi belajar anak. Hamdani (2011:139) menyebutkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor tersebut ialah faktor internal dan eksternal. Faktor internal ialah faktor yang berasal

22 dari dalam diri siswa tersebut, seperti kecerdasan, faktor jasmaniah, sikap, minat dan bakat siswa. Faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal di bagi menjadi dua bagian yaitu lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Lingkungan sosial berupa guru, kepala sekolah, teman sekelas, rumah, alat belajar dan lain sebagainya. Sedangkan lingkungan nonsosial berupa gedung, tempat tinggal dan waktu belajar. Slameto dalam Hamdani (2011:143), menjelaskan bahwa faktor ekstern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat. Terlihat dari uraian di atas bahwa keluarga dalam hal ini orang tua, dapat mempengaruhi prestasi belajar anak di bidang akademik. Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga yang harmonis dapat membantu keberhasilan proses belajar anak. Anak akan merasa nyaman sehingga dapat membuat anak terdorong untuk lebih disiplin belajar, karena itu orang tua harus benar-benar memperhatikan pola asuh terhadap anak mereka. Pola asuh yang baik dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk dapat bersikap disiplin dalam segala hal. B. PENELITIAN YANG RELEVAN Beberapa penelitian tentang pola asuh telah dilakukan, diantaranya: Rahardjo (2005) tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Prestasi Belajar dengan Konsep Diri pada Siswa SD Al-Irsyad I Purwokerto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dan prestasi belajar dengan konsep diri siswa SD Al-Irsyad 1 Purwokerto. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil uji-t = -2,596 dengan p = 0,010 dan

23 product moment r = 0,618 dengan p = 0,000. Diperoleh data ada dua jenis pola asuh dominan yaitu 80 siswa mendapatkan nol pola asuh demokratis (58%) dan 58 siswa (42%) mendapatkan pola asuh yang tak terbedakan(campuran). Penelitian lain oleh Rahmania dan Putra (2006) tentang Hubungan Antara Persepsi terhadap Pola Asuh Otoriter Orang tua dengan Kecenderungan Pemalu (Shynes) pada Remaja Awal, dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh otoriter orang tua dengan kecenderungan pemalu (shynes). Kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang positif, yang artinya semakin besar persepsi remaja awal terhadap pola asuh orang otoriter orang tua maka akan semakin besar pula kecenderungan shyness yang akan mereka alami. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya ialah, jika dalam penelitian Rahmania dan Putra ditemukan adanya hubungan antara persepsi terhadap pola asuh otoriter orang tua terhadap kecenderungan pemalu. Sedangkan pada penelitian Rahardjo ditemukan dua jenis pola asuh yang dominan yaitu pola asuh demokratis dan pola asuh terbedakan, pada penelitian ini akan dicari pengaruh pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan dan prestasi belajar siswa. C. KERANGKA PIKIR Orang tua memainkan peran penting dalam upaya membentuk kepribadian anak. Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan para anak. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang. Yusuf (2010:37)

24 menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk memberikan asuhan yang baik bagi anak. Pola asuh menurut Wiwit (2003:126) ialah seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Orang tua mempunyai peranan sangat penting bagi tumbuh kembangnya anak sehingga menjadi seorang pribadi yang sehat, cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia. Pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti mencukupi kebutuhan makanan, mendorong keberhasilan dan melindung, maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diteriama oleh masyarakat. Pengasuhan anak menurut Fine dalam Wiwit (2003:126) merupakan bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Peranan orang tua bagi pendidikan anak di sekolah adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, perilaku disiplin, estetika, kasih saying, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, dan menanamkan kebiasaankebiasaan. Hasan (2011:20) mengungkapkan bahwa orang tua yang berperan dalam pendidikan, anak akan menunjukan peningkatan prestasi belajar, diikuti dengan perbaikan sikap, kedisiplinan, stabilitas sosioemosional. Disiplin merupakan sikap yang semestinya dimiliki seorang anak dalai kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Sikap disiplin dapat di bentuk sejak dini pada anak. Sikap disiplin juga di perlukan anak dalam prestasi belajarnya di sekolah. Prestasi belajar siswa di dapatkan setelah siswa

25 melakukan sebuah usaha yaitu belajar. Belajar tidak dapat meningkatkan prestasi belajar apabila belajar tersebut tidak dilakukan secara disiplin. Adapun skema kerangka berpikir yang peneliti rumuskan sebagai berikut: POLA ASUH ORANG TUA (X) KEDISIPLINAN (Y1) PRESTASI BELAJAR SISWA (Y2) Gambar 2.1 Kerangka Pikir D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan siswa kelas VA SD Negeri Pangebatan. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa kelas VA SD Negeri Pangebatan. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap kedisiplinan siswa kelas VA SD Negeri Pangebatan. 4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa kelas VA SD Negeri Pangebatan.