BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab utama kecacatan fisik dan mental pada usia produktif dan usia lanjut. Stroke juga merupakan penyebab kematian dalam waktu yang singkat, sehingga stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat serius (Setyopranoto, 2010). Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju, setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke sering diderita pada usia lebih dari 65 tahun, tetapi stroke dapat terjadi pada semua usia, termasuk pada masa pertumbuhan, masa kanak-kanak, masa remaja dan dewasa akhir (Caplan, 2006). Di Amerika terdapat hampir 120.000 perempuan dan 105.000 laki-laki berusia dibawah 45 tahun telah menderita stroke (Alway & Walden, 2011). Insiden stroke di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru terjadi per 10.000 penduduk per tahun. Stroke sering terjadi pada usia 45-65 tahun (Boorstain, 2011). Menurut data Yayasan stroke Indonesia (Yastroki, 2012), diperkirakan setiap tahun terdapat 500.000 penduduk Indonesia terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami kecacatan ringan atau berat. Apabila tidak ada upaya penanggulangan stroke yang lebih baik, Yastroki memperkirakan kejadian stroke akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2020. 1
2 Menurut laporan tahunan RSUD Muntilan, Magelang tahun 2014, terdapat 532 pasien stroke yang di rawat inap. Stroke masuk kedalam sepuluh besar penyakit rawat inap, dan merupakan diagnosa terbanyak pada pasien rawat inap (Laporan Tahunan RSUD Muntilan, 2014). Stroke juga merupakan penyakit penyebab disabilitas tersering. Keadaan ini merupakan insiden tertinggi dan kondisi neurologis yang sering ditangani di rumah sakit (Alway & Walden, 2011; Caplan, 2006). Pasien stroke yang mampu bertahan, sering kali tidak sanggup lagi untuk bekerja atau melaksanakan perannya sebagai suami atau istri, orang tua, teman, dan aktif berpartisipasi dalam komunitas dengan maksimal. Kerugian secara ekonomi, sosial dan psikologi yang ditanggung oleh pasien sroke sangat besar (Caplan 2006). Pada awal serangan stroke pasien membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat untuk menghindari keadaan yang lebih parah atau kematian. Pada fase lanjutan atau perawatan lanjutan, pasien stroke memerlukan penanganan dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living). Gejala yang sering muncul pada pasien stroke adalah kehilangan motorik (hemiplegi/hemiparese) dengan keadaan bedrest total, kehilangan komunikasi atau kesulitan berbicara (disatria), gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik (Setyopranoto, 2010). Angka kejadian stroke yang tinggi perlu diperhatikan. Terlebih lagi dampak yang ditimbulkan oleh stroke. Ketergantungan akibat stroke sangat bervariasi yang dapat dimanifestasikan lewat kemampuan pasien dalam melakukan Activity Daily Living (Nursanti, 2007). Stroke dapat menyebabkan gangguan motorik dan gangguan kognitif seseorang. Sehingga, penderita stroke
3 akan mengalami gangguan pada ekstremitas dan gangguan sensibilitas pada anggota badan. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pasien stroke akan mengalami perubahan dan tidak mampu beraktivitas seperti biasa. Sehingga, dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien stroke akan membutuhkan bantuan orang lain (Setyopranoto, 2010; Caplan, 2006). Di Indonesia, merupakan kewajiban bagi keluarga untuk merawat anggota keluarga yang sakit. Keluarga membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan baik secara fisik, emosional, masalah pengobatan, dan permasalahan sosial, serta berkomunikasi dan berkoordinasi dengan perawat mengenai perawatan yang diberikan kepada pasien (Effendy et al, 2014). Dukungan keluarga sangat diperlukan karena keluarga merupakan support system (sistem dukungan) yang sangat berperan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh pasien. Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal antar anggota keluarga baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan anggota keluarganya (Friedman, 1998). Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam merawat pasien stroke. Konsekuensinya, stroke tidak hanya berdampak pada pasien tetapi juga berdampak pada anggota keluarga lain. Merawat pasien stroke dapat menimbulkan depresi dan penurunan kualitas hidup (Kruithof et al, 2012).Tingkat religiusitas berhubungan dengan kualitas hidup (Saxena,2006).
4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana gambaran kemampuan Activity Daily Living (ADL) pasien stroke, dukungan keluarga pada pasien, dan tingkat religiusitas keluarga pasien di RSUD Muntilan? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kemampuan ADL pasien stroke, dukungan keluarga pada pasien, tingkat religiusitas keluarga pasien di RSUD Muntilan. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian adalah: a. Mengidentifikasi bentuk-bentuk dukungan keluarga yang dapat diberikan selama merawat pasien stroke. b. Mengidentifikasi tingkat religiusitas keluarga dalam merawat pasien stroke. c. Mengidentifikasi kemampuan ADL pasien stroke.
5 D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Pada umumnya penderita stroke akan mengalami gangguan pada ekstremitas dan gangguan sensibilitas pada anggota badan, sehingga akan mengalami perubahan dalam pemenuhan ADL dan tidak mampu beraktivitas seperti biasa. Sehingga, dibutuhkan dukungan keluarga dalam perawatan pasien stroke di Rumah Sakit. Manfaat penelitian ini dalam bidang ilmu pengetahuan, dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tentang bagaimana gambaran dukungan keluarga, tingkat religiusitas keluarga dan ADL pasien stroke. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran bagi keluarga pasien stroke dalam memberikan dukungan keluarga pada pasien. Sehingga, dalam pemenuhan ADL pasien stroke dapat terpenuhi dengan baik. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sarana untuk menggambarkan tingkat religiusitas keluarga selama merawat pasien stroke. Penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya dan sebagai ilmu pengetahuan baru yang dapat digunakan untuk informasi dalam penelitian.
6 E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan dari peneliti belum pernah dilakukan penelitian dengan judul Gambaran Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Pasien Stroke, Dukungan Keluarga Pada Pasien, dan Tingkat Religiusitas Keluarganya di RSUD Muntilan, namun terdapat penelitian terkait yang pernah dilakukan yaitu: 1. Nursanti (2007) Meneliti tentang gambaran tingkat ketergantungan Activity Daily Living pada pasien stroke haemoragik dan non haemoragik berdasarkan indeks barthel di unit stroke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi berdasarkan Indeks Barthel. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil pasien stroke haemoragik sebagian besar tingkat ketergantungan ADL-nya perlu bantuan maksimal. Sedangkan pasien stroke non haemoragik, sebagian besar tingkat ketergantungan ADL-nya perlu bantuan minimal. Persamaan penelitian ini adalah alat ukur yang digunakan yaitu Indeks Barthel. Sedangkan perbedaan pada subjek, waktu dan tempat dilaksanakan penelitian. 2. Primasari (2011): Meneliti tentang Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Penderita Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Ambulu Kabupaten Jember. Penelitian ini dilakukan pada 38 responden dengan teknik purposive sampling. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu variabel, waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian. Sedangkan
7 persamaannya yaitu pada salah satu variabel yang akan diteliti, yaitu dukungan keluarga pada pasien stroke. 3. Jiang et al (2014) Penelitian yang dilakukan dengan judul Family function and health behaviours of stroke survivors. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui perilaku kesehatan dan fungsi keluarga pada pasien stroke, dan mengevaluasi hubungan keduanya. Metode yang dilakukan yaitu pasien dengan diagnosa stroke sebelum dan akan kembali ke klinik neurologi pada bulan Agustus 2011 sampai Februari 2012 di Rumah Sakit di Guangzhou, China. Pasien yang sudah dipulangkan dan tinggal di rumah selama dua bulan dikaji fungsi keluarga dengan menggunakan kuesioner FAD (Family Assessment Device) dan HPLP-II (Health Promoting Lifestyle Profile). Hasil yang didapatkan pada kuesioner FAD terdapat nilai yang rendah pada item pemecahan masalah dan faktor fungsi peran, dan nilai tinggi pada item komunikasi, keterlibatan kasih sayang, dan kontrol perilaku. Hasil dari pengkajian perilaku kesehatan dengan menggunkan HPLP-II terdapat nilai yang tinggi pada faktor nutrisi dan nilai yang rendah pada item faktor akivitas. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara fungsi keluarga dengan perilaku kesehatan pada penderita stroke. Pekerja kesehatan harus lebih memperhatikan pada fungsi keluarga pasien dan perilaku kesehatan dan menemukan tujuan yang dapat mempengaruhi keduanya.
8 4. Adriaansen et al (2011) Melakukan penelitian dengan judul Course of social support and relationships between social support and life satisfaction in spouses of patients with stroke in the chronic phase. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui perjalanan dari dukungan sosial dari pasangan pasien stroke dan hubungan secara langsung dan tidak langsung antara dukungan sosial dan kepuasan hidup. Penelitian ini menggunakan metode cohort dan dilakukan pada 180 pasien dengan pengukuran pada 2 bulan setelah selesai menjalankan rehabilitasi, 1 tahun, dan 3 tahun setelah stroke. Kuesioner yang digunakan adalah Life Satisfaction Quesionnaire (LiSat-9) dan Caregiver Strain Index. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini total dukungan sosial dan tiga subtipe dari dukungan sosial meningkat dan dihubungkan dengan tingginya kepuasan hidup. Terdapat hubungan diantara keduanya akan tetapi tidak terdapat pengaruh antara ketegangan pemberi perawatan dengan dukungan sosial pada kepuasan hidup.