BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Analisis Dampak Lalu Lintas Dikun dan Arif (1993) mendefinisikan analisis dampak lalu-lintas sebagai suatu studi khusus dari dibangunnya suatu fasilitas gedung dan penggunaan lahan lainnya terhadap sistem transportasi kota, khususnya jaringan jalan di sekitar lokasi gedung. Menurut Tamin (2000), analisis dampak lalu lintas pada dasarnya merupakan analisis pengaruh pengembangan tata guna lahan terhadap sistem pergerakan arus lalu-lintas disekitarnya yang diakibatkan oleh bangkitan lalulintas yang baru, lalulintas yang beralih, dan oleh kendaraan keluar masuk dari / ke lahan tersebut. Dari beberapa pengertian diperoleh intisari pengertian analisis dampak lalu lintas. Analisis dampak lalu lintas (Andalalin) adalah kajian efek efek yang ditimbulkan akibat pengembangan tata guna lahan terhadap sistem pergerakan arus lalu lintas pada suatu ruas jalan terhadap jaringan transportasi di sekitarnya. 3.2 Fenomena Dampak Lalu Lintas Menurut Murwono (2003), fenomena dampak lalu-lintas diakibatkan oleh adanya pembangunan dan pengoperasian pusat kegiatan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas yang cukup besar, seperti pusat perkantoran pusat perbelanjaan, terminal, dan lain-lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dampak lalu lintas terjadi pada 2 (dua) tahap, yaitu : 8
9 1. Tahap konstruksi / pembangunan. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalulintas akibat angkutan material dan mobilisasi alat berat yang membebani ruas jalan pada rute material; 2..Tahap pasca konstruksi / saat beroperasi. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu-lintas dari pengunjung, pegawai dan penjual jasa transportasi yang akan membebani ruas-ruas jalan tertentu, serta timbulnya bangkitan parkir kendaraan. Tamin (2000) mengatakan bahwa setiap ruang kegiatan akan "membangkitkan" pergerakan dan "menarik" pergerakan yang intensitasnya tergantung pada jenis tata guna lahannya. Bila terdapat pembangunan dan pengembangan kawasan baru seperti pusat perbelanjaan, superblok dan lainlain tentu akan menimbulkan tambahan bangkitan dan tarikan lalu lintas baru akibat kegiatan tambahan di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Karena itulah, pembangunan kawasan baru dan pengembangannya akan memberikan pengaruh langsung terhadap sistem jaringan jalan di sekitarnya. Dikun (1993) menyatakan bahwa analisis dampak lalu-lintas harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses perencanaan, evaluasi rancang bangun dan pemberian ijin. Untuk itu diperlukan dasar peraturan formal yang mewajibkan pemilik melakukan analisis dampak lalu lintas sebelum pembangunan dimulai. Di dalam analisis dampak lalu lintas, perkiraan banyaknya lalu-lintas yang dibangkitkan oleh fasilitas tersebut merupakan hal yang mutlak penting untuk dilakukan. Termasuk dalam proses analisis dampak lalu lintas adalah dilakukannya pendekatan manajemen lalu lintas yang dirancang untuk menghadapi dampak dari perjalanan terbangkitkan terhadap jaringan jalan yang ada. Djamal (1993) mengemukakan 5 (lima) faktor / elemen penting yang akan menimbulkan dampak apabila sistem guna lahan berinteraksi dengan lalu lintas. Kelima elemen tersebut adalah :
10 1. Elemen Bangkitan / Tarikan Perjalanan, yang dipengaruhi oleh faktor tipe dan kelas peruntukan, intensitas serta lokasi bangkitan. 2. Elemen Kinerja Jaringan Ruas Jalan, yang mencakup kinerja ruas jalan dan persimpangan. 3. Elemen Akses, berkenaan dengan jumlah dan lokasi akses. 4. Elemen Ruang Parkir. 5. Elemen Lingkungan, khususnya berkenaan dengan dampak polusi dan kebisingan. Lebih lanjut, The Institution of Highways and Transportation (1994) menyatakan bahwa besar-kecilnya dampak kegiatan terhadap lalu lintas dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Bangkitan / Tarikan perjalanan. 2. Menarik tidaknya suatu pusat kegiatan. 3. Tingkat kelancaran lalu lintas pada jaringan jalan yang ada. 4. Prasarana jalan di sekitar pusat kegiatan. 5. Jenis tarikan perjalanan oleh pusat kegiatan. 6. Kompetisi beberapa pusat kegiatan yang berdekatan. 3.3 Sasaran Analisis Dampak Lalu Lintas Arief (1993) menyatakan bahwa sasaran Andalalin ditekankan pada : 1. Penilaian dan formulasi dampak lalu-lintas yang ditimbulkan oleh daerah pembangunan baru terhadap jaringan jalan disekitarnya (jaringan jalan eksternal), khususnya ruas-ruas jalan yang membentuk sistem jaringan utama; 2. Upaya sinkronisasi terhadap kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan penyediaan prasarana jalan, khususnya rencana peningkatan prasarana jalan dan persimpangan di sekitar pembangunan utama yang diharapkan dapat mengurangi konflik, kemacetan dan hambatan lalu-lintas;
11 3. Penyediaan solusi-solusi yang dapat meminimumkan kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh dampak pembangunan baru, serta penyusunan usulan indikatif terhadap fasilitas tambahan yang diperlukan guna mengurangi dampak yang diakibatkan oleh lalu-lintas yang dibangkitkan oleh pembangunan baru tersebut, termasuk di sini upaya untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana sistem jaringan jalan yang telah ada; 4. Penyusunan rekomendasi pengaturan sistem jaringan jalan internal, titiktitik akses ke dan dari lahan yang dibangun, kebutuhan fasilitas ruang parkir dan penyediaan sebesar mungkin untuk kemudahan akses ke lahan yang akan dibangun. The Institution of Highways and Transportation (1994) merekomendasikan pendekatan teknis dalam melakukan analisis dampak lalu-lintas, sebagai berikut : 1. Gambaran kondisi lalu lintas saat ini (eksisting). 2. Gambaran Pembangunan yang akan dilakukan 3. Estimasi pilihan moda dan tarikan perjalanan. 4. Analisis Penyebaran Perjalanan. 5. Identifikasi Rute Pembebanan Perjalanan. 6. Identifikasi Tahun Pembebanan dan pertumbuhan lalu lintas. 7. Analisis Dampak Lalu Lintas. 8. Analisis Dampak Lingkungan. 9. Pengaturan Tata Letak Internal. 10. Pengaturan Parkir. 11. Angkutan Umum. 12. Pejalan kaki, pengendara sepeda dan penyandang cacat. Dari keseluruhan tahapan diatas, penelitian ini hanya menganalisis analisis dampak lalu lintas saja.
12 3.4 Tinjauan Pelaksanaan Analisis Dampak Lalu Lintas Pelaksanaan analisis dampak lalu-lintas di beberapa negara bervariasi berdasarkan kriteria / pendekatan tertentu. Secara nasional, sampai saat ini belum terdapat ketentuan yang mengatur pelaksanaan analisis dampak lalulintas. Ketentuan mengenai lalu-lintas jalan yang berlaku sekarang sebagaimana dalam Undang-Undang Lalu-Lintas Jalan Nomor 14 Tahun 1992 dan peraturan pelaksanaannya tidak mengatur tentang dampak lalu-lintas. Meskipun demikian, beberapa pemerintah daerah telah memberlakukan kajian analisis dampak lalu lintas, diantaranya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat melalui Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 17 Tahun 1993, tentang Pengendalian Bangkitan dan Tarikan Lalu Lintas. Meskipun belum secara rinci menjelaskan prosedur tahapan analisa dampak lalu-lintas, namun telah menjelaskan jenis kegiatan atau pembangunan apa saja dan skala minimal berapa yang wajib melakukan analisis dampak lalu lintas. Beberapa jenis tata guna lahan atau kawasan yang dalam proses pembangunannya perlu terlebih dahulu dilakukan studi andalalin disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 3.1 Ukuran minimal peruntukan lahan yang wajib melakukan andalalin Peruntukan Lahan Ukuran Minimal Kawasan yang Wajib Andalalin Pemukiman 50 unit Apartemen 50 unit Perkantoran 1000 m 2 luas lantai bangunan Pusat Perbelanjaan 500 m 2 luas lantai bangunan Hotel/ Motel/ Penginapan 50 kamar
13 Tabel 3.2 Ukuran minimal peruntukan lahan yang wajib melakukan andalalin Peruntukan Lahan Ukuran Minimal Kawasan yang Wajib Andalalin Rumah Sakit 50 tempat tidur Klinik Bersama 10 ruang praktek dokter Sekolah/ Universitas 500 siswa Tempat Kursus Bangunan dengan kapasitas 50 siswa per waktu Industri/ Pergudangan 2500 m 2 luas lantai bangunan Restoran 100 tempat duduk Tempat Pertemuan/ Tempat Kapasitas 100 tamu/ 100 tempat duduk Hiburan/ Pusat Olahraga Terminal/ Pool Kendaraan/ Wajib Gedung Parkir Pelabuhan/ Bandara Wajib SPBU 4 slang pompa Bengkel Kendaraan Bermotor 2000 m 2 luas lantai bangunan Tempat Pencucian Mobil Wajib Sumber : Pedoman Teknis Analisis Dampak Lalu Lintas Departemen Perhubungan Melihat dari kriteria tersebut, dimana apartemen yang melebihi 50 unit wajib melakukan andalalin, maka Apartemen Taman Melati yang akan dibangun sudah selayaknya melakukan andalalin karena lebih dari 50 unit. Adapun faktor yang dipertimbangkan untuk menentukan kawasan yang berpengaruh dapat dilihat pada tabel berikut :
14 Tabel 3.3 Faktor yang dipertimbangkan untuk menentukan kawasan yang berpengaruh Peruntukan Lahan Faktor yang Dipertimbangkan Data yang Pusat Perbelanjaan a. Pengembangan daerah komersial sejenis yang saling bersaing b. Waktu perjalanan umumnya maksimal 20 menit Pekantoran dan Industri Waktu perjalanan umunya Pemukiman diasumsikan waktu perjalanan maksimum 30 menit atau 15-20 km Waktu perjalanan umunya diasumsikan waktu perjalanan maksimum 30 menit atau 15 km Diperlukan Distribusi Penduduk Distribusi Penduduk Distribusi Penduduk Sumber : Pedoman Teknis Analisis Dampak Lalu Lintas Departemen Perhubungan 3.5 Persimpangan Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamur Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan didaerah perkotaan biasanya memiliki
15 persimpangan, dimana pengemudi dapat memutuskan jalan terus atan berbelok dan pindah jalan. Menurut Departemen Pendidikan Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996), persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan jalan bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing masing kaki persimpangan bergerak secara bersama sama dengan lalu lintas lainnya. Persimpangan persimpangan merupakan faktor faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan, khususnya didaerah perkotaan. Karena persimpangan harus dimanfaatkan bersama sama oleh setiap orang yang menggunakannya, maka persimpangan tersebut harus dirancang dengan hati hati dengan mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, kecepatan dan kaoasitas. Persimpangan merupakan tempat rawan kecelakaan karena terjadinya konflik antara kendaraan dengan kendaraan lainnya ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki, oleh karena itu persimpangan merupakam aspek yang paling penting dalam pengendalian lalu lintas. Penelitian ini merupakan jalan yang disurvey merupakan jalan simpang bersinyal. 3.6 Komposisi Lalu Lintas Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997), komposisi lallintas dibagi menjadi empat jenis kendaraan yaitu: 1. Kendaraan ringan (Light Vehicle, LV), yaitu kendaraan bermotor as dua dengan empat roda dan jarak as 2,0-3,0 m. Kendaraan ringan meliputi mobil penumpang, mikrobis, pick-up, angkutan umum non bus (angkot), sedan, jeep, kijaang, taxi dan mobil hantaran. 2. Kendaraan berat (Heavy Vehicle, HV), yaitu kendaraan bermotor dengan roda lebih dari empat roda. Kendaraan berat meliputi: truk besar, truk sedang, bus besar dan bus sedang.
16 3. Sepeda motor (Motor Cycle, MC), yaitu kendaraan bermotor dengan roda dua atau tiga roda. 4. Kendaraan tidak bermotor (Unmotorized Vehicle, UM), kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau orang. Kendaraan tidak bermotor meliputi: sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong. Dalam MKJI 1997 kendaraan tidak bermotor tidak dianggap sebagian dari arus lalu lintas tetapi dari unsur hambatan samping. 3.7 Data Masukan Data masukkan untuk analisis kerja simpang bersinyal sebagai berikut: A. Geometrik, Pengaturan Lalu Lintas dan Kondisi Lingkungan. Pada data geometrik yang diperlukan antara lain: 1. Umum Berisi tanggal, dikerjakan oleh, Kota, simpang dan waktu. 2. Kode Pendekat Gunakan Utara, Selatan, Timur dan Barat. 3. Tipe Lingkungan Jalan Masukkan tipe lingkungan jalan seperti: Komersial, Pemukiman, dan Akses Terbatas. 4. Tingkat Hambatan Samping Masukkan tingkat hambatan samping yang berupa tinggi atau rendah. 5. Median Ada atau tidaknya median jalan yang disurvey, 6. Kelandaian Masukkan kelandaian jalan yang disurvey dalam %. 7. Belok Kiri Langsung Masukkan ya atau tidak belok kiri langsung dijalan yang survey.
17 8. Jarak Kekendaraan Parkir Masukkan jarak normal antara garis henti dan kendaraan yang diparkir sebelah hulu pendekat. 9. Lebar Pendekat Masukkan lebar dari jalan yang disurvey. B. Kondisi Lalu Lintas Volume lalu-lintas ruas jalan adalah jumlah atau banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan dalam suatu satuan waktu tertentu (MKJI 1997). Volume lalu-lintas dua arah pada jam paling sibuk dalam sehari dipakai sebagai dasar untuk analisa unjuk kerja ruas jalan dan persimpangan yang ada. Data hasil survai per-jenis kendaraan tersebut selanjutnya dikonversikan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) guna menyamakan tingkat penggunaan ruang keseluruhan jenis kendaraan. Untuk keperluan ini, MKJI (1997) telah merekomendasikan nilai konversi untuk masingmasing klasifikasi kendaraan. Tabel 3.4 Nilai ekivalen mobil penumpang ( EMP ) untuk persimpangan Jenis Kendaraan Faktor EMP untuk tipe pendekat Terlindung Terlawan Kendaraan Ringan (LV) 1 1 Kendaraan Berat (HV) 1.3 1.3 Sepeda Motor (MC) 0.2 0.4
18 3.8 Penggunaan Sinyal A. Penetuan Fase Sinyal Masukkan fase sinyal sesuai dengan fase sinyal jalaln simpang bersinyal yang disurvey. B. Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang Untuk analsisa operasional dan perencanaan disarankan membuat suatu perhtiungan rinci waktu antar hijau untuk waktu pengosongan dan waktu hilang Tabel 3.5 Waktu antar hijau Ukuran Simpang Lebar Jalan Rata-rata Nilai Normal Waktu Antar Hijau Kecil 6 9 m 4 det/fase Sedang 10 14 m 5 det/fase Besar 15 m 6 det/fase 3.9 Penentuan Waktu Sinyal A. Tipe Pendekat Masukkan identifikasi setiap pendekat dengan menentukan tipe pendekat antara terlindung dan terlawan.
19 Gambar 3.1 Penentuan Tipe Pendekat B. Lebar Efektif Pendekat Tentukan lebar efektif (We) dari setiap pendekat berdasarkan informasi tentang lebar pendekat (WA), lebar masuk (WMASUK) dan lebar keluar (WKELUAR).
20 Gambar 3.2 Pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas C. Arus Jenuh Dasar 1. Untuk pendekat tipe P (Arus Terlindung) SO = 600 We smp/jam atau dapat dilihat dari grafik. Gambar 3.3 Arus jenuh dasar untuk tipe P
21 2. Untuk Pendekat Tipe O (Arus Berangkat Terlawan) Gunakanlah gambar untuk mendapatkan nilai arus jenuh dasar pada keadaan dimana lebar pendekat lebih besar dan lebih kecil daripada W. Gambar 3.4 Untuk pendekat pendekat tipe O tanpa lajur belok kanan terpisah
22 Gambar 3.5 Untuk pendekat pendekat tipe O dengan lajur belok kanan terpisah
23 D. Faktor Penyesuaian 1. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Untuk semua tipe pendekat baik tipe P dan tipe O pada simpang bersinyal. Tabel 3.6 Penyesuaian ukuran kota untuk simpang bersinyal Penduduk kota (Juta Jiwa) Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) > 3,0 1,05 1,0 3,0 1,00 0,5 1,0 0,94 0,1 0,5 0,83 < 0,1 0,82 2. Faktor Hambatan Samping Fungsi dari jenis lingkungan jalan dan tingkat hambata samping Lingkungan Jalan Komersial (COM) Tabel 3.7 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor (FSF) Hambatan Rasio Kendaraan Tak Bermotor Tipe Fase Samping 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Tinggi Terlindung 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 Terlawan 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81 Sedang Terlindung 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71 Terlawan 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 Rendah Terlindung 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72 Terlawan 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
24 Tabel 3.8 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor (FSF) Lingkungan Hambatan Rasio Kendaraan Tak Bermotor Tipe Fase Jalan Samping 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Tinggi Terlindung 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 Terlawan 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84 Pemukiman Sedang Terlindung 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73 (RES) Terlawan 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Rendah Terlindung 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74 Terlawan 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86 Akses Terbatas Tinggi / Sedang / Terlindung 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 (RA) Rendah Terlawan 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84 3. Faktor Penyesuaian Kelandaian Gambar 3.6 Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) 4. Faktor Penyesuaian Parkir FP = (LP/3 - (WA-2) (LP/3-g) / WA) / g LP = Jarak antar garis henti dan kendaraan dari parkir pertama (m) WA= Lebar pendekat (m) g = Waktu hijau pada waktu pendekat (nilai normal 26 detik)
25 Gambar 3.7 Faktor penyesuaian parkir (FP) 5. Faktor Penyesuaian Belok Kanan Faktor ini digunakan hanya untuk tipe P, tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan dari lebar masuk FRT = 1,0 + PRT 0,26 PRT = Rasio berbelok kanan Gambar 3.8 Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)
26 6. Faktor Penyesuaian Belok Kiri Hanya untuk tipe P tanpa LTOR, lebar efektif otentukan lebar masuk. FLT = 1,0 - PLT 0,16 PLT = Rasio berbelok kiri Gambar 3.9 Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) 7. Hitung Arus Jenuh yang Disesuaikan S = SO FCS FSF FG FP FRT FLT smp/jam hijau SO FCS FSF FG FP FRT FLT = Arus jenuh dasar (smp/jam) = Faktor penyesuaian ukuran kota = Faktor penyesuaian hambatan samping = Faktor penyesuaian kelandaian = Faktor penyesuaian parkir = Faktor penyesuaian belok kanan = Faktor penyesuaian belok kiri
27 E. Rasio Arus jenuh 1. Rasio Arus FR = Q/S Q = Arus lalu lintas (smp/jam) S = Arus jenuh yang disesuaikan (smp/jam) 2. Rasio Arus Simpang IFR = E (FRCRIT) FR = Rasio arus 3. Rasio Fase PR = FRCRIT/IFR FR = Rasio arus IFR = Rasio arus simpang F. Waktu Siklus dan Waktu Hijau 1. Waktu Siklus Sebelum Penyesuaian CUA LTI IFR = (1,5 LTI + 5) / (1 IFR) = Waktu hilang total per siklus (detik) = Rasio arus simpang
28 Gambar 3.10 Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian 2. Waktu Hijau gi CUA LTI PR = (CUA LTI) PR) = Waktu siklus sebelum penyesuaian (detik) = Waktu hilang total per siklus (detik) = Rasio fase
29 3. Waktu Siklus yang Disesuaikan c g LTI = g + LTI = Waktu siklus (detik) = Waktu hilang total per siklus (detik) 3.10Kapasitas A. Kapasitas C S g c = S g/c = Arus jenuhyang disesuaikan (smp/jam) = Waktu siklus (detik) = Waktu siklus yang disesuaikan (detik) B. Derajat Kejenuhan DS Q C = Q/C = Arus lau lintas (smp/jam) = Kapasitas (smp/jam) 3.11Perilaku Lalu Lintas A. Panjang Antrian Untuk DS > 0,5 NQ1 = 0,25 C DS 1 + (DS 1) 2 + 8 (DS 0,5) C Untuk DS < 0,5 = NQ1 = 0
30 DS C = Derajat kejenuhan = Kapasitas (smp/jam) Gambar 3.11 Jumlah kendaraan antri yang tersisa dari fase hijau sebelumnya NQ2 = c DS c Q 1 GR Q 1 GR DS 3600 = Derajat kejenuhan (smp/jam) = Waktu siklus (det) = Arus lalu lintas (smp/jam) NQ NQ1 = NQ1 + NQ2 = Jumlah kendaraan antri yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp)
31 NQ2 = Jumlah kendaraan yang datang selama fase merah (smp) QL = NQMAX NQMAX 20 WMASUK = Dilihat dari grafik WMASUK = Lebar efektif (m) Gambar 3.12 Perhitungan jumlah antrian (NQMAX) B. Kendaraan Terhenti NS NQ c Q = 0,9 NQ Q c 3600 = Jumlah antrian (smp) = Waktu siklus (det) = Arus lalu lintas (smp/jam) NSV NS Q = Q NS = Angka henti (smp/jam) = Arus lalu lintas (smp/jam)
32 NSV NSTOT = QTOT NSV Q = Jumlah kendaraan terhenti (smp/jam) = Arus lalu lintas (smp/jam) C. Tundaan DT = c A + A = 0,5 (1 GR )2 (1 GR DS ) NQ 1 3600 C c = Waktu siklus (det) GR = Rasio hijau DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (snp/jam) NQ1 = Jumlah kendaraan antri yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp) Gambar 3.13 Penetapan tundaan lalu lintas rata - rata
33 DGj = (1 NS) PT 6 (NS 4) NS PT = Angka henti (smp/jam) = Rasio kendaraan berbelok Tabel 3.9 Tingkat Pelayanan Simpang Bersinyal Berdasarkan Tundaan (D) Tingkat Pelayanan Tundaan (det/smp) Keterangan A < 5 Baik Sekali B 5.1-15 Baik C 15.1-25 Sedang D 25.1-40 Kurang E 40.1-60 Buruk F > 60 Sangat Buruk Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No 96 Tahun 2015 3.12 Data Masukan Data masukkan untuk analisis kerja ruas jalan sebagai berikut: A. Geometrik, Pengaturan Lalu Lintas dan Kondisi Lingkungan. Pada data geometrik yang diperlukan antara lain: 1. Umum Berisi tanggal, dikerjakan oleh, Kota, simpang dan waktu. 2. Kode Pendekat Gunakan Utara, Selatan, Timur dan Barat. 3. Tipe Lingkungan Jalan Masukkan tipe lingkungan jalan seperti: Komersial, Pemukiman, dan Akses Terbatas. 4. Tingkat Hambatan Samping Masukkan tingkat hambatan samping yang berupa tinggi atau rendah.
34 5. Median Ada atau tidaknya median jalan yang disurvey, 6. Kelandaian Masukkan kelandaian jalan yang disurvey dalam %. 7. Belok Kiri Langsung Masukkan ya atau tidak belok kiri langsung dijalan yang survey. 8. Jarak Kekendaraan Parkir Masukkan jarak normal antara garis henti dan kendaraan yang diparkir sebelah hulu pendekat. 9. Lebar Pendekat Masukkan lebar dari jalan yang disurvey. B. Kondisi Lalu Lintas Volume lalu-lintas ruas jalan adalah jumlah atau banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan dalam suatu satuan waktu tertentu (MKJI 1997). Volume lalu-lintas dua arah pada jam paling sibuk dalam sehari dipakai sebagai dasar untuk analisa unjuk kerja ruas jalan dan persimpangan yang ada. Data hasil survai per-jenis kendaraan tersebut selanjutnya dikonversikan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) guna menyamakan tingkat penggunaan ruang keseluruhan jenis kendaraan. Untuk keperluan ini, MKJI (1997) telah merekomendasikan nilai konversi untuk masingmasing klasifikasi kendaraan.
35 Tabel 3.10 Nilai ekivalen mobil penumpang (emp) untuk ruas jalan Tipe Jalan Nilai Ekivalen Mobil Penumpang ( EMP ) Lebar Jalur (M) Total Arus (Km/jam) HV Faktor EMP MC 4/2 UD < 3700 1.3 0.4 4/2 UD 3700 1.2 0.25 2/2 UD > 6 < 1800 1.3 0.4 1800 1.2 0.25 < 1800 1.3 0.5 2/2 UD 6 1800 1.2 0.35 C. Kapasitas Jalan Perkotaan Kapasitas jalan perkotaan dihitung dari kapasitas dasar. Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang pada suatu jalur atau jalan selama 1 (satu) jam, dalam keadaan jalan dan lalu-lintas yang mendekati ideal dapat dicapai. Besarnya kapasitas jalan dapat dijabarkan sebagai berikut C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs Dimana : C = kapasitas ruas jalan (SMP/Jam) Co = kapasitas dasar FCw = faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu-lintas FCsp = faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah FCsf = faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping FCcs = faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota.
36 1. Kapasitas Dasar Besarnya kapasitas dasar jalan kota yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut : Tabel 3.11 Kapasitas dasar Tipe Jalan Kapasitas Dasar (Smp/jam) Keterangan 4 lajur dipisah atau 1650 Per lajur satu arah 4 lajur tidak terpisah 1500 Per lajur 2 lajur tidak terpisah 2900 Kedua arah 2. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Faktor penyesuaian lebar jalan seperti ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.12 Faktor penyesuaian lebar jalur Tipe Jalan Lebar Efektif Jalan FCw Keterangan 4 lajur dipisah atau jalan satu arah 4 lajur tidak dipisah 3,00 0,92 3,25 0,96 3,50 1,00 3,75 1,04 4,00 1,08 3,00 0,91 3,25 0,95 3,50 1,00 Per lajur Per lajur
37 Tabel 3.13 Faktor penyesuaian lebar jalur Tipe Jalan Lebar Efektif Jalan FCw Keterangan 4 lajur tidak dipisah 2 lajur tidak dipisah 3,75 1,05 4,00 1,09 5,00 0,56 6,00 0,87 7,00 1,00 8,00 1,14 9,00 1,25 10,00 1,29 11,00 1,34 Per lajur Kedua arah 3. Faktor Penyesuaian Arah Lalu Lintas Besarnya faktor penyesuaian pada jalan tanpa menggunakan pemisah tergantung kepada besarnya split kedua arah seperti tabel berikut : Tabel 3.14 Faktor penyesuaian arah lalu lintas Split arah % -% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 2/2, 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Fsp 4/2 tidak terpisah 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94 4. Faktor Penyesuaian Kerb dan Bahu Jalan Faktor penyesuaian kapasitas jalan antar kota terhadap lebar jalan dihitung dengan menggunakan tabel berikut :
38 Tabel 3.15 Faktor penyesuaian kerb dan bahu jalan Tipe Jalan 4/2 dipisah median 4/2 tidak dipisah 2/2 ridak dipisah atau jalan satu arah Gesekan Samping Faktor Penyesuaian Bahu Jalan dengan Jarak Ke Penghalang Lebar Efektif Bahu Jalan Ws 0,5 1,0 1,5 2,0 VL 0,96 0,98 1,01 1,03 L 0,94 0,97 1,00 1,02 M 0,92 0,95 0,98 1,00 H 0,88 0,92 0,95 0,98 VH 0,84 0,88 0,92 0,96 VL 0,96 0,99 1,01 1,03 L 0,94 0,97 1,00 1,02 M 0,92 0,95 0,98 1,00 H 0,87 0,91 0,94 0,98 VH 0,80 0.86 0,90 0,95 VL 0,94 0,96 0,99 1,01 L 0,92 0,94 0,97 1,00 M 0,89 0,92 0,95 0,98 H 0,82 0,86 0,90 0,95 VH 0,73 0,79 0,85 0,91 Catatan : 1. Tabel tersebut di atas menganggap bahwa lebar bahu di kiri dan kanan jalan sama, bila lebar bahu kiri dan kanan berbeda maka digunakan nilai rata-ratanya. 2. Lebar efektif bahu adalah lebar yang bebas dari segala rintangan, bila di tengah terdapat pohon, maka lebar efektifnya adalah setengahnya.
39 5. Faktor Ukuran Kota Berdasarkan hasil penelitian ternyata ukuran kota mempengaruhi kapasitas seperti ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 3.16 Faktor ukuran kota Ukuran Kota Juta Orang Fcs < 0,1 0,86 0,1 0,5 0,90 0,5 1,0 0,94 1,0 3,0 1,00 3,0 1,04 6. Ekivalen Mobil Penumpang Tabel 3.17 Ekivalen mobil penumpang untuk jalan perkotaan tak terbagi Tipe Jalan : Tak Terbagi Arus Lalu Lintas Total Dua Arah (kend/jam) HV EMP MC Lebar Jalur Lalu Lintas < 6 > 6 (2/2 UD) 0 1,3 0,5 0,4 Dua lajur tak terbagi > 1800 1,2 0,35 0,25 (4/2) UD 0 1,3 0,4 Empat lajur tak terbagi > 3700 1,2 0,25 7. Derajat Kejenuhan DS = Q/C Q = Arus lalu lintas (smp/jam) C = Kapasitas (smp/jam)
40 Tingkat Pelayanan A B C D E Tabel 3.18 Tingkat pelayanan jalan Karateristik Lalu Lintas Kondisi arus lalu lintas bebas dengan kecepatan tinggi dan volume lalu lintas rendah Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, V/C masih dapat ditolerir Arus tidak stabil kecepatan terkadang terhenti, permintaan sudah mendekati kapasitas Batas Lingkup V/C 0,00-0,20 0,20-0,44 0,45-0,74 0,75-0,84 0,85-1,00 F Arus dipaksakan, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, antrian panjang (macet) 1,00 Sumber: Traffic Planning and Engineering, 2nd Edition Pergamon Press Oxword, 1979 8. Jaringan Jalan Komponen transportasi jalan terdiri dari tiga komponen 1. Jalan adalah meliputi badan jalan, trotoar, draenase dan seluruh pelengkapan serta rambu, lampu penerangan jalan dan lain-lain. 2. Persimpangan merupakan tempat pertemuan ruas jalan satu dengan ruas jalan yang lainnya. 3. Terminal merupakan prasarana transportasi jalan untuk menaikan dan menurunkan penumpang dan atau perpindahan antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan keberangkatan angkutan. Jaringan jalan dibagi menjadi 2 yaitu :
41 A. Ruas jalan / Link B. Simpul / Node 3.13 Manajemen Lalu Lintas Manajemen lalu-lintas adalah pengelolaan dan pengendalian arus lalulintas dengan melakukan optimasi penggunaan prasarana yang ada, baik pada saat sekarang maupun yang akan direncanakan (Abubakar, 1996). Adapun sasaran diberlakukannya manajemen lalu-lintas adalah : A. Mengatur dan menyederhanakan lalu-lintas dengan melakukan pemisahan terhadap tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan terhadap lalu-lintas. B. Mengurangi tingkat kemacetan lalu-lintas dengan menaikkan kapasitas atau mengurangi volume lalu-lintas pada suatu jalan. C. Melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi dari jalan dan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas yang tidak cocok dengan fungsi jalan tersebut.