UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

Karakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Abstrak

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU DI NAGARI AIR DINGIN KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK

SKRIPSI. Oleh : VIVI MISRIANI

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

LEMBAR PENGESAHAN. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

KAJIAN ASPEK TEKNIS PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU SEBAGAI PENGHASIL DAGING DI KECAMATAN RANAH PESISIR KABUPATEN PESISIR SELATAN S K R I P S I

PRODUKTIVITAS INDUK KERBAU RAWA (Bubalus bubalis) DITINJAU ASPEK KINERJA REPRODUKSI DAN UKURAN TUBUH DI KECAMATAN TEMPURSARI KABUPATEN LUMAJANG

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. Populasi domba terbesar terdapat di Kabupaten Garut yang termasuk salah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

Bibit kerbau Bagian 3 : Sumbawa

II. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

PENAMPILAN REPRODUKSI DAN PRODUKSI KERBAU PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI PRINGSURAT KABUPATEN TEMANGGUNG

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

KONDISI PETERNAKAN KERBAU DI DESA TAMBAKBOYO KECAMATAN AMBARAWA, KABUPATEN SEMARANG

I PENDAHULUAN. tabungan untuk keperluan di masa depan. Jumlah populasi kerbau pada Tahun

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Gambar 1. Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011)

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kosong (empty body weight). Ternak telah berpuasa sejak diberi makan pada sehari

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

ANALISIS DAYA DUKUNG PAKAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM SKRIPSI. Oleh : AHMAD ZEKI

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

HUBUNGAN ANTARA PERTAMBAHAN UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI BALI BETINA DI PTPN VI PROVINSI JAMBI

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

I. PEDAHULUAN. sekitar 2-5 ekor ternak per rumah tangga peternak (RTP). Skala yang kecil

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN. Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

MATERI DAN METODE. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali betina umur

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

Kata kunci : Sapi Peranakan Ongole, Bobot Badan, Ukuran-ukuran Tubuh Keterangan : 1). Pembimbing Utama 2). Pembimbing Pendamping

HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI. Oleh NUR FITRI

HUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI.

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

I. PENDAHULUAN. Populasi ternak kerbau di Indonesia hanya sebesar ekor

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

Brawijaya ABSTRACT. Key words: Productivity, Female Swamp Buffaloes, Tempursari, Lumajang

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

Transkripsi:

1 SEMINAR MAHASISWA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS Nama : Yul Afni No. BP : 07161055 Jurusan : Produksi Ternak UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim, MS Ir. Hj. Syam Yuliar PENDAHULUAN Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang umumnya ditemukan di daerah persawahan (rawa-rawa) dan sungai. Ternak ini mempunyai peran dan fungsi strategis bagi sebagian masyarakat. Perkembangan populasinya yang begitu besar telah tersebar secara luas, tetapi tidak merata. Indonesia negara yang luas dan memiliki penduduk dengan jumlah yang cukup banyak sehingga kebutuhan bahan pangan semakin meningkat. Sebagai penghasil daging, susu dan tenaga kerja, ternak kerbau disebut juga sebagai hewan triguna. Pemanfaatan ternak kerbau masih belum maksimal, walaupun sudah ada upaya di beberapa daerah di Indonesia untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Kerbau juga sebagai sumber genetik khas dalam perbaikan mutu genetik ternak lokal, sehingga kerbau lokal merupakan plasma nutfah yang dapat dikembangkan untuk perbaikan mutu genetik kerbau di Indonesia. Untuk saat ini kerbau lebih dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani berupa daging dan sebagai hewan pekerja membajak sawah. Kerbau mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan sapi, karena mampu hidup dalam kawasan yang relatif sulit terutama bila pakan yang tersedia berkualitas sangat rendah. Pada kondisi pakan yang tersedia relatif kurang baik, setidaknya pertumbuhan kerbau dapat menyamai atau justru lebih baik dibandingkan sapi, dan masih dapat berkembang biak dengan baik. Selain itu kapasitasnya sebagai tenaga kerja merupakan potensi bagi petani-peternak kerbau, disamping dagingnya yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Kebupaten Pasaman merupakan salah satu daerah di Sumatera Barat yang populasi ternak kerbaunya cukup besar, dimana pada tahun 2010 populasi ternak kerbau di Kabupaten Pasaman tercatat sebanyak 2 258 ekor (Dinas Peternakan Sumatera Barat, 2010). Ternak ini banyak dipelihara peternak di Nagari Languang, Kecamatan Rao Utara yang jumlah populasinya 283 ekor (Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, 2011) dengan pola pemeliharaan tradisional yang lebih diarahkan untuk penggemukan dan memiliki potensi yang patut untuk dikembangkan. Di daerah penelitian ini, penggemukan ternak kerbau belum dilakukan secara intensif, karena sistem pemeliharaannya masih secara tradisional. Ternak ini akan berbeda ukuran-ukuran tubuhnya dengan pemeliharaannya yang semi intensif. Perbedaan sistem pemeliharaan akan mempengaruhi perkembangan ukuran tubuh pada ternak (Ismawan, 2000). Menurut Soeparno (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh adalah umur, bangsa, jenis kelamin, pakan, bobot lahir, lingkungan dan tatalaksana pemeliharaan. Perubahan bentuk tubuh seperti pertambahan ukuran-ukuran tubuh ternak mempunyai hubungan yang erat dengan umur ternak tersebut (Anam, 2003). Hal ini didukung oleh pernyataan Parakkasi (1997), bahwa faktor umur sangat berpengaruh

2 terhadap ukuran-ukuran tubuh ternak serta laju pertumbuhannya. Ditambahkan lagi oleh Erwinda (2012) yang menyatakan bahwa, ukuran-ukuran tubuh (bobot badan, panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada) dipengaruhi oleh umur. Dipertegas oleh Moran dalam Murtidjo (1989), semakin tua ternak akan berubah dalam ukuran, bentuk/penampilan dan komposisi tubuh. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan suatu penelitian dengan judul Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kerbau Lumpur Betina pada Umur yang Berbeda Di Nagari Languang Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman. Perumusan Masalah apakah ukuran-ukuran tubuh (bobot badan, panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada) ternak kerbau dipengaruhi oleh umur. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh umur terhadap ukuran-ukuran tubuh (bobot badan, panjang badan, tinggi pundak, dan lingkar dada) ternak kerbau. Manfaat Penelitian diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat sebagai pedoman bagi peternak dan instansi yang terkait dalam pengembangan ternak kerbau lumpur dan dapat nantinya menambah perbendaharaan ilmiah dalam bidang peternakan. Hipotesis penelitian ukuran-ukuran tubuh (bobot badan, panjang badan, tinggi pundak, dan lingkar dada) ternak kerbau dipengaruhi oleh umur. MATERI DAN METODE PENELITIAN Materi penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak kerbau lumpur betina yang berumur ±4, ±5 dan ±6 tahun yang dipelihara oleh peternak di Nagari Languang, Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman. Jumlah sampel sebanyak 14, 17 dan 12 ekor pada masing-masing umur dengan kondisi tubuh sedang. Ternak yang berkondisi tubuh sedang ditandai dengan penonjolan tulang rusuk hanya sebagian (kurang dari 8) dan legok lapar (torsa lumbalis) kelihatan nyata (Ensminger dalam Efriantoni, 2007). Metode penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dan pengamatan langsung pada kerbau yang terpilih sebagai sampel. Data yang diperoleh dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan asumsi bobot lahir kerbau dianggap sama dengan model matematik (Steel and Torrie, 1995) yaitu: Y ij = µ + i + ε ij. Peubah yang diamati a) Bobot Badan (kg); b) Panjang Badan (cm); c) Tinggi Pundak (cm) dan d) Lingkar Dada (cm). Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Nagari Languang, Kecamatan Rao Utara, Kabupaten Pasaman pada tanggal 21 Januari 2012 sampai 18 Februari 2012.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bobot Badan. Rataan Bobot Badan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Bobot Badan (kg): Rataan Bobot Badan (kg) 4 367.78 a 5 415.29 b 6 507.00 c Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). umur terhadap bobot badan. Hasil uji t (LSD) seperti pada tabel 1, dapat dilihat umur 6 tahun memberikan bobot badan yang lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan umur 4 dan 5 tahun, demikian juga umur 5 tahun memberikan bobot badan yang lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan dengan umur 4 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Newman dan Snapp dalam Mulyawan (2007) bahwa umur ternak mempengaruhi bobot badan dari ternak tersebut. Semakin bertambahnya umur ternak maka komponen lain seperti bobot badan juga akan bertambah. Menurut Parakkasi dalam Lita (2009) faktor umur sangat mempengaruhi laju pertumbuhan seekor ternak terutama pada bobot badan ternak tersebut. Bobot badan ternak meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Ditambahkan oleh Erwinda (2012) selain faktor umur, laju pertumbuhan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot lahir, kualitas pakan yang dikonsumsi serta lingkungan tempat ternak dipelihara. B. Panjang Badan. Hasil Pengukuran Panjang Badan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-Rata Panjang Badan (cm): Rataan Panjang Badan (cm) 4 116.07 a 5 120.12 b 6 127.00 c Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). umur terhadap panjang badan. Hasil uji t (LSD) seperti pada tabel 2, dapat dilihat umur 6 tahun memberikan panjang badan yang lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan umur 4 dan 5 tahun, demikian juga umur 5 tahun memberikan panjang badan yang lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan dengan umur 4 tahun. Kemungkinan hal ini disebabkan pada umur 4 tahun ke atas mengalami masa perkembangan jaringan, sehingga ukuran-ukuran kerbau berbeda karena panjang badan akan mengikuti penambahan bobot badan dari ternak tersebut. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Murti dan Ciptadi (1988) umur kedewasaan kerbau betina diduga berkisar antara umur 4-6 tahun. Rataan panjang badan kerbau lumpur dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 2 di atas, berbeda dengan hasil penelitian Murti (1988) terhadap kerbau sungai yang rataan panjang badannya 147 cm. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan bangsa dari ternak tersebut. Kondisi serta bentuk tubuh seekor ternak tergantung pada jenis dan bangsa dari ternak itu sendiri. Bangsa yang berbeda akan memperlihatkan ukuran tubuh yang berbeda pula (Garrigus dalam Zulfadli, 2010). Ditambahkan oleh Murti (1988) kerbau sungai pada umumnya mempunyai ukuran-ukuran tubuh melebihi ukuran-ukuran

4 tubuh kerbau lumpur. Dipertegas lagi oleh Praharani dan Triwulaningsih (2008) bahwa kerbau rawa atau lumpur mempunyai variasi ukuran tubuh yang cukup besar. Rataan ukuran tubuh ternak di suatu daerah mengindikasikan kualitas bibit yang tersedia yang dapat digunakan sebagai dasar ukuran standar bibit di wilayah tersebut. Menurut Hedrick (1968) dengan bertambahnya umur maka terjadi peningkatan pertumbuhan organ-organ dan komponen lain seperti ukuran-ukuran tubuh ternak. Ditambahkan lagi oleh Syefridonal (2007) pertambahan ukuran-ukuran tubuh kerbau sesuai dengan penambahan umur ternak tersebut. Kerbau yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar mencerminkan pertumbuhan yang lebih baik (Pawarti, 2009). C. Lingkar Dada. Hasil Pengukuran Lingkar Dada disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-Rata Lingkar Dada (cm): Rataan Lingkar Dada (cm) 4 172.57 a 5 179.94 b 6 193.50 c Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). umur terhadap lingkar dada. Hasil uji t (LSD) seperti pada tabel 3, dapat dilihat umur 6 tahun memberikan lingkar dada yang lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan umur 4 dan 5 tahun, demikian juga umur 5 tahun memberikan lingkar dada yang lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan dengan umur 4 tahun. Umur sangat berpengaruh terhadap pertambahan ukuran lingkar dada. Semakin dewasa umur ternak maka ukuran lingkar dada semakin bertambah. Sesuai dengan hasil penelitian Saroji (2008) bahwa dengan bertambahnya umur seekor ternak maka ukuran panjang badan, lingkar dada, tinggi pundak dan bobot badan juga ikut bertambah. Lingkar dada ternak kerbau umur 5 tahun pada hasil penelitian ini 179.94 cm sedikit berbeda dengan hasil penelitian Lita (2009) di Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu umur 4 tahun memiliki rataan lingkar dada 180.00 cm dan pada umur 5 tahun rataan lingkar dadanya 186.67 cm. Dibandingkan lagi dengan hasil penelitian Erdiansyah (2008) di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat memiliki lingkar dada betina dewasa dengan rataan 184.30 cm. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh konsumsi pakan dan sistem pemeliharaan pada masing-masing daerah yang berbeda. Pada daerah penelitian ini ternak mengkonsumsi pakan yang sama pada tingkatan umur yang berbeda, yaitu ternak hanya mengkonsumsi hijauan berupa rumput lapangan pada siang hari dan pemberian rumput yang berasal dari persawahan peternak yang tumbuh kurang subur serta hanya sebagian kecil peternak yang memberikan konsentrat kepada ternak yang mereka pelihara. Menurut Cahyono (2010) pemberian pakan yang baik seharusnya disesuaikan dengan tingkatan umur ternak. Dipertegas oleh pendapat Tuti (2011) dan Pawarti (2009) perkembangan ternak kerbau dapat ditingkatkan melalui perbaikan pakannya dan kerbau yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar mencerminkan pertumbuhan yang lebih baik. Ditambahkan lagi oleh Murtidjo (1989) kebutuhan akan makanan meningkat bila kerbau mengalami pertumbuhan dan perkembangan, sehingga akan meningkatkan produksi dan reproduksi yang baik.

5 D. Tinggi Pundak. Hasil Pengukuran Tinggi Pundak disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata Tinggi Pundak (cm): Rataan Tinggi Pundak (cm) 4 120.92 a 5 122.88 b 6 124.50 c Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). umur terhadap tinggi pundak. Hasil uji t (LSD) seperti pada tabel 4, dapat dilihat umur 6 tahun memberikan tinggi pundak yang lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan umur 4 dan 5 tahun, demikian juga umur 5 tahun memberikan tinggi pundak yang lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan umur 4 tahun. Menurut Syefridonal (2007) pertambahan ukuranukuran tubuh kerbau sesuai dengan penambahan umur ternak tersebut. Ditambahkan oleh Anam (2003) bahwa umur mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan bentuk tubuh. Dipertegas lagi oleh Moran dalam Murti (1988) semakin tua ternak akan berubah dalam ukuran, bentuk/penampilan, dan komposisi tubuh. Tinggi pundak ternak kerbau umur 4-6 tahun pada hasil penelitian ini dengan rataan 122.76 cm sedikit berbeda dengan hasil penelitian Erdiansyah (2008) di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat memiliki tinggi pundak betina dewasa dengan rataan 123.31 cm. Kemungkinan yang menyebabkan perbedaan tinggi pundak ternak kerbau betina antara daerah penelitian ini dengan hasil penelitian Erdiansyah (2008), yaitu selain faktor umur, sistem pemeliharaannya juga berpengaruh. Sistem pemeliharaan di daerah penelitian ini pada umumnya masih tradisional. Peternak melepaskan ternaknya pada pagi hari dan mengandangkannya pada sore hari. Pakan yang diberikan berupa rumput lapangan di padang pengembalaan dan rumput yang berasal dari pematang sawah peternak, hanya sebagian kecil peternak yang memberikan konsentrat sebagai makanan tambahan. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian ini adalah ukuran-ukuran tubuh ternak kerbau (bobot badan, panjang badan, lingkar dada dan tinggi pundak) pada umur 6 tahun lebih tinggi dibandingkan umur 4 dan 5 tahun, demikian juga umur 5 tahun lebih tinggi dibandingkan umur 4 tahun. B. Saran Disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain selain umur yang mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh ternak kerbau lumpur.

6 DAFTAR PUSTAKA Anam, B. 2003. Ilmu Tilik Ternak. Diktat. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan. 2011. Program Nagari Tahun 2011. UPT Balai Penyuluhan Rao. Kabupaten Pasaman. Cahyono, B. 2010. Sukses Beternak Sapi dan Kerbau. Pustaka Mina. Jakarta. Dinas Peternakan Tingkat I Sumatera Barat. 2010. Data Statistik Dinas Peternakan Sumatera Barat. Dinas Peternakan Tingkat I Sumatera Barat. Padang. Efriantoni, 2007. Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Hasil Persilangan Pertama (F1) Simental dengan Sapi Pesisir Di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Erdiansyah. 2008. Studi Keragaman Fenotipe dan Pendugaan Jarak Genetik Antar Kerbau Lokal di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://www.ipb.ac.id. Diakses 05 januari 2012. Erwinda, A. A. 2012. Produktivitas Ternak Kerbau Lumpur (Swamp Buffalo) Pada Beberapa Tingkat Umur Di Nagari Languang Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Ismawan, A. H. 2000. Produktivias Ternak Kerbau di Desa Bojong dan Cibunar Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://www.ipb.ac.id. Diakses 15 Februari 2012. Lita, M. 2009. Produktivitas Kerbau Rawa Kecamatan Muarap Kutai Kartanegara Kalimatan Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://www.ipb.ac.id. Diakses 05 0ktober 2011. Mulyawan, F. 2007. Hubungan Antara Ukuran-ukuran Tubuh (Lingkar Dada, Lingkar Perut dan Panjang Badan) Terhadap Berat Jeroan Kerbau Lumpur (Swamp Buffalo) di Rumah Potong Hewan Kota Padang Panjang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Murti, T. W dan G. Ciptadi. 1988. Kerbau Perah dan Kerbau Kerja. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.. 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Kanisius. Yokyakarta. Murtidjo, B. A. 1989. Memelihara Kerbau. Penerbit Kanisius. (Anggota IKAPI). Yogyakarta. Parakkasi, A. 1997. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia. Jakarta. Pawarti, Meniek. M. D dan Herianti. 2009. Penampilan Reproduksi dan Produksi Kerbau pada Kondisi Peternakan Rakyat di Pringsurat Kabupaten Temanggung. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2009. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. http://www.undip.ac.id. Diakses 05 Januari 2012.

7 Saroji. 2008. Karakteristik Ukuran Tubuh Kerbau Rawa di Kecamatan Cibadak dan Sajira Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://www. Ipb.ac.id. Diakses 20 februari 2012. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat Universitas Gadjah Mada. Yokyakarta. Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik Ed-2, Cet-2 Alih Bahasa, B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Syefridonal. 2007. Hubungan Antara Lingkar Dada dengan Fleshing Index pada Kerbau (Bubalus bubalis) di Rumah Potong Hewan Kota Padang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Triwulaningsih, E and L. Praharani. 2008. Karakteristik Bibit Kerbau pada Agroekosistem Dataran Tinggi. Pros. Seminar dan Lokakarya nasional. Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22-23 juni 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hln.113-123. Tuti. 2011. Pengembangan Ternak Kerbau Lokal. Lokakarya Kerbau 2011. http://www.ipb.ac.id. Diakses 06 Januari 2012. Zulfadli. 2010. Hubungan Ukuran-ukuran Tubuh dengan Bobot Hidup Sapi Pesisir di Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.