III. METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi


BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

METODOLOGI PENELlTlAN

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODOLOGI PE ELITIA

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Vegetasi Hutan Alam

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Hujan Tropika

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

II. METODOLOGI. A. Metode survei

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

HASIL ANALISA VEGETASI (DAMPAK KEGIATAN OPERASIONAL TERHADAP TEGAKAN HUTAN)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan, yaitu bulan Februari sampai April 2006 serta Agustus sampai September 2006. B. Bahan dan Alat Objek penelitian ini, yaitu: 1. Keadaan hutan sebelum dilakukan pemanenan kayu dengan batas diameter 45 cm keatas pada tiga kelerengan yang berbeda (LOA 1981/1982). 2. Keadaan hutan yang baru dilakukan pemanenan kayu dengan batas diameter 45 cm keatas pada tiga kelerengan yang berbeda (Et+0). 3. Keadaan hutan sebelum dilakukan penebangan jalur untuk penyiapan jalur bersih pada tiga kelerengan yang berbeda (jalur tanam). 4. Keadaan hutan setelah dilakukan penebangan jalur untuk penyiapan jalur bersih pada tiga kelerengan yang berbeda (jalur tanam). Plot pengamatan pemanenan kayu terletak di petak 2 F areal blok TPTII. Sedangkan plot pengamatan sebelum dan setelah penjaluran terletak di petak 1 G areal blok TPTII. Kedua lokasi tersebut merupakan Log Over Area tahun 1981/1982. Sehingga plot pengamatan pemanenan kayu dan plot pengamatan penjaluran merupakan areal plot yang berbeda. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pita meter untuk mengukur areal penelitian. 2. Phiband meter untuk mengukur keliling pohon. 3. Haga Hypsometer/Christen meter untuk mengukur tinggi pohon. 4. Kompas Brunton untuk mengukur koordinat suatu titik dan menentukan kemiringan lereng. 5. Tali rapia/tambang untuk menandai plot dan petak pengamatan. 6. Patok untuk menandai batas-batas plot dan petak pengamatan.

7. Ring tanah dengan ukuran diameter 8 cm dan tinggi 4 cm sebanyak 10 buah, untuk pengambilan contoh tanah. 8. Golok dan cangkul. 9. Alat-alat bantu lainnya seperti penggaris, timbangan, kantong plastik, kertas label, tally sheet serta alat tulis. C. Metode Pengambilan Data Pada penelitian ini dilakukan pada satu lokasi penelitian yang sama yaitu lokasi pemanenan kayu dengan batas diameter 45 cm. Pada lokasi penelitian dibuat plot pengamatan permanen berukuran 100 X 106 m berdasarkan tiga kemiringan yang berbeda yaitu, landai (kemiringan 0-15%), sedang (kemiringan 15-25%) serta curam (kemiringan 25-45%). Pada masingmasing kemiringan tersebut dibuat tiga plot pengamatan permanen. Dalam plot pengamatan dibuat petak contoh dan sub-sub petak contoh dengan ukuran sebagai berikut tingkat pohon dengan ukuran petak 20 x 20 m (dan menjadi 17 x 20 m setelah dilakukan kegiatan penjaluran), tingkat tiang 10 x 10 m, tingkat pancang 5 x 5 m, dan tingkat semai 2 x 2 m. 1. Analisa Vegetasi Analisa vegetasi dilakukan pada empat kondisi hutan, yaitu hutan primer untuk kegiatan pemanenan kayu, hutan yang baru dilakukan kegiatan pemanenan kayu, hutan sebelum dilakukan penebangan jalur, dan hutan setelah dilakukan penebangan jalur. Analisa vegetasi pada hutan primer dilakukan sebagai pembanding tentang keadaan komposisi jenis, struktur tegakan, sebaran diameter, dan dominansi jenis. Selain itu juga dilaksanakan kegiatan pengukuran serta penghitungan jumlah dan jenis pohon, pemberian nomor, mengukur tinggi dan diameter pohon. Sedangkan analisa vegetasi pada ketiga kondisi hutan yang lainnya ialah untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi akibat pemanenan kayu dan penjaluran terutama terhadap mengenai komposisi dan struktur tegakan tinggal dan komposisi jenis dari permudaan yang ada. Metoda pengambilan data yang dilakukan untuk analisa vegetasi dapat dilihat pada Gambar 1. Data yang diperlukan untuk analisa vegetasi

ini adalah nama jenis, jumlah, dan diameter untuk tingkat tiang dan pohon. Sedangkan untuk tingkat pancang dan tingkat semai hanya diperlukan nama jenis dan jumlahnya saja. Gambar 1. Plot Pengamatan Analisis Vegetasi 17 m Lebar jalur bersih 3 m 20 m Jalur Jalur kotor kotor a b c d

Keterangan: a = Sub petak pengamatan untuk tingkat semai (2 x 2 m) b = Sub petak pengamatan untuk tingkat pancang (5 x 5 m) c = Sub petak pengamatan untuk tingkat tiang (10 x 10 m) d = Sub petak pengamatan untuk tingkat pohon (20 x 20 m), tapi ukurannya menjadi 17 x 20 m setelah penjaluran. 2. Pengukuran Kerusakan Tegakan Akibat Penebangan Satu Pohon Analisa ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan tegakan (pohon non target) yang diakibatkan kegiatan penebangan satu pohon. Metode yang digunakan adalah mengamati dan mencatat pohonpohon yang rusak disekitar pohon yang ditebang. Pohon yang ditebang ialah pohon dengan diameter 45 cm keatas. Pengamatan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Data yang diperlukan dalam analisa pengukuran kerusakan tegakan akibat penebangan satu pohon adalah: a. Jumlah pohon yang rusak dirinci menurut kelas diameter (tergantung pada lokasi pengamatan). b. Bentuk-bentuk kerusakan: patah, kulit batang terkelupas, tajuk rusak, perakaran/banir rusak, roboh dan condong. c. Persentasi kerusakan, dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah pohon yang rusak dibagi dengan pengurangan dari jumlah pohon sebelum dilakukan penebangan dengan jumlah pohon yang ditebang. Tabel 5. Tally Sheet Pengukuran Kerusakan Tegakan Akibat Penebangan Satu Pohon. No 1 2 3 Jenis Pohon Diameter (cm) Tipe Kerusakan Tajuk Kulit Patah Pecah Batang Roboh/Condong Banir/Akar

3. Pengukuran Kerusakan Tegakan Akibat Kegiatan Pemanenan Kayu dan Penjaluran Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan tegakan hutan akibat pemanenan kayu dan penjaluran terutama yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan, penyaradan serta pembuatan jalur bersih. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal dilakukan setelah pemanenan kayu dan setelah penjaluran. Parameter yang dicatat dan diukur adalah jenis pohon yang rusak, diameter, tipe dan ukuran/tingkat kerusakan. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan pohon inti dan tingkat permudaan serta untuk melihat keberadaan pohon inti dan permudaan. Dalam melakukan pengukuran, kriteria kerusakan tegakan tinggal yang digunakan ialah berdasarkan sistem TPTI, dimana pohon inti digolongkan rusak apabila mengalami salah satu atau lebih keadaan sebagai berikut (Departemen Kehutanan, 1993) : a. Tajuk rusak lebih dari 30% atau cabang pohon/dahan patah. b. Luka batang mencapai bagian kayu yang berukuran lebih dari 1/4 keliling batang dengan panjang lebih dari 1,5 m. c. Perakaran terpotong atau 1/3 banirnya rusak. Menurut Elias (1993) dalam Sularso (1996), berdasarkan populasi pohon dalam petak, kerusakan tegakan tinggal dapat dikelompokkan sebagai berikut: tingkat kerusakan ringan (<25%), tingkat kerusakan sedang (25-50%) dan tingkat kerusakan berat (>50%). Beberapa tingkat kerusakan yang terjadi pada indivudu pohon yaitu: 4. Tingkat kerusakan berat a. Patah batang. b. Pecah batang. c. Roboh, tumbang atau miring sudut < 45o dengan permukaan tanah. d. Rusak tajuk (>50% rusak tajuk), juga didasarkan atas banyaknya cabang pembentuk tajuk patah. e. Luka batang/rusak kulit (>1/2 keliling pohon atau 300-600 cm kulit mengalami kerusakan).

f. Rusak banir/akar (>1/2 banir atau perakaran rusak/terpotong). 5. Tingkat kerusakan sedang e. Rusak tajuk (30-50% tajuk rusak atau 1/6 bagian tajuk mengalami kerusakan). f. Luka batang/rusak kulit (1/4-1/2 keliling pohon rusak atau 150-300 cm kulit rusak). g. Rusak banir/akar (1/3-1/2 banir/akar rusak atau terpotong). h. Condong atau miring (pohon miring membentuk sudut >45 o dengan tanah). 6. Tingkat kerusakan ringan d. Rusak tajuk (<30% tajuk rusak) e. Luka batang/rusak kulit (1/4-1/2 keliling dan panjang luka <1,5 m atau kerusakan sampai kambium dengan lebar lebih dari 5 cm, lebih kurang sepanjang garis sejajar sumbu longitudinal dari batang). f. Rusak banir/akar (<1/4 banir rusak atau perakaran terpotong). Menurut pedoman TPTI maka harus tersedia minimal 400 batang/hektar untuk tingkat semai, 200 batang/hektar untuk tingkat pancang dan 75 batang/hektar untuk tingkat tiang dan 25 pohon /hektar jenis komersial dan sehat. Dengan demikian maka dapat diasumsikan bahwa dalam setiap petak pengamatan minimal harus terdapat 1 pohon, 3 tiang, 8 pancang dan 16 semai. Tabel 6. Tally Sheet Pengukuran Kerusakan Tegakan Akibat Pemanenan Kayu dan Penjaluran. No 1 2 3 Jenis Pohon Diameter (cm) Tipe Kerusakan Tajuk Kulit Patah Pecah Batang Roboh/Condong Banir/Akar 4. Pengukuran Keterbukaan Lahan Bekas Tebangan Keterbukaan lahan hutan dapat disebabkan terutama oleh kegiatan penebangan dan penyaradan. Kegiatan penebangan itu sendiri terbagi dua yaitu penebangan produksi dan penebangan jalur. Keterbukaan lahan akibat penebangan merupakan luas daerah yang terbuka akibat

penebangan pohon berikut robohnya vegetasi lain. Keterbukaan lahan akibat penebangan dapat diketahui dengan cara mengukur jumlah areal yang terbuka akibat penebangan pohon dalam luasan satu hektar berdasarkan penjumlahan luas tajuk pohon yang ditebang dan luas tajuk pohon yang tumbang akibat penebangan. Keterbukaan lahan akibat penyaradan adalah luas tanah yang terbuka akibat jejak traktor atau bekas lintasan batang kayu yang disarad. Keterbukaan lahan akibat penyaradan dapat ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad dalam luasan satu hektar, kemudian dihitung luas jalan sarad tersebut. Dengan demikian keterbukaan lahan bekas tebangan per hektar merupakan penjumlahan antara keterbukaan lahan akibat penebangan dan penyaradan dalam luasan satu hektar. Tabel 7. Tally Sheet Pengukuran Keterbukaan Lahan Akibat Penebangan. No. Jenis pohon yang ditebang Diameter (cm) Tinggi (m) Luas keterbukaan areal 1 2... Tabel 8. Tally sheet Pengukuran Keterbukaan Lahan Akibat Penyaradan. No. Arah ( 0 ) No. Titik pengamatan Panjang (m) Lebar (m) Keterangan 1 2... 5. Pengambilan Contoh Tanah Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan dua cara : a. Untuk dianalisis sifat fisik tanah (bulk density, porositas, kadar air, air tersedia, permiabilitas), dilakukan dengan menggunakan ring/tabung tembaga yang mempunyai diameter 8 cm dan tinggi 4 cm. Setiap plot pengamatan (jalur bersih dan jalur kotor) diambil satu contoh tanah dari tiga lapisan tanah. Lapisan pertama pada kedalaman 0-20 cm, lapisan kedua pada kedalaman 20-40 cm dan lapisan ketiga pada kedalaman 40-60 cm.

Cara pengambilan tanah utuh adalah sebagai berikut: 1. Lapisan tanah diratakan dan dibersihkan dari serasah serta bahan organik lainnya, kemudian tabung diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah. 2. Tanah di sekitar tabung digali dengan sekop. 3. Tanah dikerat dengan pisau sampai hampir mendekati bentuk tabung. 4. Tabung ditekan sampai 3/4 bagiannya masuk ke dalam tanah. 5. Tabung lainnya diletakkan tepat diatas tabung pertama, kemudian ditekan kembali sampai bagian bawah dari tabung ini masuk ke dalam tanah kira-kira 1 cm. 6. Tabung kedua dipisahkan dengan hati-hati, kemudian tanah yang berlebihan pada bagian atas dan bawaah tabung dibersihkan. 7. Tabung ditutup dengan tutup plastik. Pengambilan contoh tanah utuh yang paling baik adalah sewaktu tanah dalam keadaan kandungan air disekitar kapasitas lapang. Kalau tanah terlalu kering dianjurkan untuk menyiramnya dengan air yang cukup sehari sebelum pengambilan contoh. Apabila tanahnya keras maka memasukkan tabung ke dalam tanah dapat dipukul perlahan-lahan dan diatas tabung harus memakai bantalan kayu. Masuknya tabung ke dalam tanah harus tetap tegak lurus dan jangan goncang. b. Untuk menganalisa sifat kimia tanah (keasaman tanah, kandungan bahan organik dan nitrogen, serta unsur-unsur hara makro dan mikro) diambil tanah biasa sebanyak 250 gram dari setiap petak pengamatan. Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979) cara pengambilan contoh tanah biasa (agregat tanah) dari suatu profil tanah adalah sebagai berikut : 1. Tanah dibersihkan dan diratakan. 2. Setiap lapisan tanah diambil 250 gram agregat tanah. Contoh tanah yang diambil dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label.

D. Analisa Data 1. Analisa Vegetasi a. Indeks Nilai Penting (INP) Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Indeks Nilai Penting merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Relatif (DR), dan Frekuensi Relatif (FR) (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Kerapatan = Jumlah individu suatu jenis Luas plot pengamatan KR = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis Dominansi = Jumlah LBDS suatu jenis Luas plot pengamatan DR = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis Frekuensi = Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh plot FR = Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis b. Indeks Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus: n n i n i H = - [ ln ] i =1 N N dimana : H = Indeks Keragaman Shannon-Wiener n i = Jumlah Jenis ke-n N = Total Jumlah Jenis Menurut Magurran (1988) nilai Indeks Keanekaragaman Jenis umumnya berada pada kisaran antara 1,0 sampai 3,5. Jika nilai Indeks Keanekaragaman Jenis (H ) mendekati 3,5 maka menggambarkan tingkat keanekaragaman yang semakin tinggi.

c. Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef (R 1 ) S 1 R 1 = ln ( n) dimana : R 1 = Indeks Margallef S = Jumlah jenis N = Jumlah total individu Berdasarkan Maguran (1988) besaran R 1 < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong rendah, R 1 = 3,5 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R 1 tergolong tinggi apabila > 5,0. d. Indeks Kemerataan Jenis H ' E = ln ( S) dimana : E = Indeks kemerataan jenis H = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah jenis Berdasarkan Magurran (1988) besaran E<0,3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, E = 0,3 0,6 menunjukkan kemerataan tergolong sedang dan E > 0,6 kemerataan tergolong tinggi. e. Indeks Dominansi Jenis n n i 2 C = ( ) i =1 N dimana : C = Indeks dominansi jenis n i N = Jumlah Jenis ke-n = Total Jumlah Jenis Indeks dominansi jenis digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis dominan. Nilai dominansi tertinggi ialah 1,0 yang menunjukan bahwa pada suatu tegakan hanya dikuasai oleh satu jenis atau terjadi pemusatan pada satu jenis pohon.

f. Koefisien Kesamaan Komunitas Untuk mengetahui kesamaan komunitas dari dua komunitas yang dibandingkan dapat digunakan rumus Sorensen sebagai berikut (Costing, 1956; Bray dan Curtis, 1957; Greigh-Smith, 1964 dalam Soerianegara dan Indrawan, 1988) : 2W C (IS) = x 100 % a + b dimana : C(IS) = Koefisien masyarakat atau koefisien kesamaan W komunitas = Jumlah nilai yang sama atau terendah ( ) dari dua jenis-jenis yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan a = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan b = Jumlah nilai kuantitatif semua jenis yang terdapat pada tegakan kedua Dari nilai kesamaan komunitas (IS) dapat ditentukan koefisien ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya 100 IS. 2. Analisa Kerusakan Pohon Akibat Penebangan Satu Pohon Kerusakan pohon akibat penebangan dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah pohon yang rusak akibat penebangan dengan hasil pengurangan antara jumlah pohon sebelum penebangan dan jumlah pohon yang dipanen dalam satu petak contoh. R K p = x 100% P 1 dimana : K p = Kerusakan pohon akibat penebangan satu pohon R = Jumlah pohon yang mengalami kerusakan akibat P penebangan satu pohon = Jumlah pohon sebelum penebangan di plot pengamatan Perhitungan persentase kerusakan pohon akibat penebangan dirinci menurut kelas diameternya.

3. Analisa Kerusakan Tegakan Akibat Kegiatan Pemanenan Kayu dan Penjaluran Kerusakan tegakan akibat kegiatan pemanenan kayu dan penjaluran dapat dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah pohon yang rusak/hilang akibat kegiatan pemanenan kayu (penebangan dan penyaradan) serta penjaluran dengan jumlah pohon sebelum penebangan dikurangi jumlah pohon yang ditebang. R Ks = x 100 % P n dimana : Ks = Persentase kerusakan akibat kegiatan pemanenan kayu atau penjaluran R = Jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan kayu atau penjaluran P = Jumlah pohon sebelum penebangan n = Jumlah pohon yang ditebang 4. Analisa Keterbukaan Lahan Bekas Tebangan Persen keterbukaan lahan akibat penebangan/penyaradan dihitung berdasarkan perbandingan antara luas lahan yang terbuka akibat kegiatan penebangan/penyaradan dengan luas petak pengamatan. L K = x 100% 10000 m 2 dimana : K L = Persentase keterbukaan lahan akibat penebangan/penyaradan = Luas lahan terbuka akibat penebangan/penyaradan Keterbukaan lahan per hektar dapat ditentukan dari hasil penjumlahan antara keterbukaan lahan akibat kegiatan penebangan dan keterbukaan lahan akibat kegiatan penyaradan. 5. Pengukuran Sifat Fisik Tanah Pengukuran kepadatan tanah merupakan pengukuran berat isi tanah. Berat isi adalah berat suatu volume tanah dalam keadaan utuh (undisturbed), dinyatakan dalam g/cc (Lembaga Penelitian Tanah, 1979). Penetapan berat isi tanah ditentukan dengan rumus:

Berat isi tanah keadaan lapang (g/cc) = a c V d Berat isi tanah keadaan kering oven (g/cc) = b c V d Pengukuran kandungan air tanah menggunakan rumus : Kandungan air = (a c) (b c ) (b c) dimana : a = Berat contoh tanah dalam tabung sebelum di oven b = Berat contoh tanah dalam tabung setelah di oven c = Berat tabung (ring tanah) V d = Volume tabung (bagian dalam) 6. Pengukuran Sifat Kimia Tanah Pengukuran sifat kimia tanah adalah untuk melihat komponenkomponen unsur hara tanah, terutama unsur-unsur hara yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman dan juga menentukan tingkat kesuburannya. Untuk kegiatan analisis tanah ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB. Dalam penentuan tingkat kesuburan tanah unsur-unsur hara beberapa unsur hara yang dijadikan parameter diantaranya adalah BO, C-org, P 2 O 5 dan K 2 O 5, KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan kejenuhan Basa (KB). Dibawah ini adalah Tabel 9. yang digunakan untuk menetapkan tingkat kesuburan tanah. Tabel 10. Penetapan Status Kesuburan Tanah. No Sifat Kimia Tanah Status Kesuburan BO, C-org, P 2 O 5 dan K 2 O 5 KTK KB Tanah 1 > 2 T tanpa R T T Tinggi 2 > 2 T tanpa R T T Sedang 3 > 2 tanpa R T T Tinggi 4 > 2 S dengan R T T Sedang 5 > 2 R dengan T T T Tinggi 6 > 2 R dengan S T T Sedang 7 > 2 T tanpa R T S Tinggi 8 > 2 T dengan R T S Sedang 9 2 S T S Sedang 10 Panduan lain T S Rendah 11 > 2 T tanpa R T R Sedang 12 > 2 T dengan R T R Sedang 13 Panduan lain T R Rendah 14 > 2 T tanpa R S T Sedang

15 > 2 T dengan R S T Sedang 16 Panduan lain S T Rendah 17 > 2 T tanpa R S S Rendah 18 Panduan lain S S Sedang 19 ST S R Sedang 20 Panduan lain S R Rendah 21 > 2 T tanpa R R T Sedang 22 > 2 T dengan R R T Rendah 23 > S tanpa R R T Sedang 24 Panduan lain R T Rendah 25 > 2 T tanpa R R S Sedang 26 Panduan lain R S Rendah 27 Semua panduan R R Rendah Sumber: Lembaga Penelitian Tanah 1979