GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM NOVEL TARIAN DUA WAJAH KARYA S PRASETYO UTOMO Dila Putri Caniago, 1 Emil Septia, 2 Wahyudi Rahmat 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat Dilaputricaniago21@gmail.com ABSTRACT Background of the research was there were many author styles in expressing their imagination throughwords. The purpose was to describe the use of comparative figurative language and find out the meaning in the novel of Tarian Dua Wajah by S Prasetyo Utomo. It was a qualitative research with a descriptive analysis technique. Data were texts of words and sentences related to the figurative language. Source of data was Tarian Dua Wajah novel by S Prasetyo Utomo. Data were collected through three steps. They were firstly, reading and understanding the novel, secondly, identifying the events, thirdly, classifying the collected data. It also used data validity. Data were finally analyzed to find out the comparative figurative language. The research shows that there are four comparative figurative language found on the novel. They are association, metaphora, personification and parallel. Each of the type of figurative language has contextaul meaning based on the conditions such as athmosphere, situation, time, participant. Keyworks: Style, Comparative Figurative Language, Novel PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk mengekspresikan diri, menyampaikan pesan, gagasan dan perasaan. Selain itu, bahasa juga dijadikan dasar oleh pengarang untuk mengekspresikan ide atau gagasan melalui karya sastra. Kekayaan sebuah karya atau tulisan kreatif terletak pada unsur-unsur bahasa dan bentuk yang menimbulkan keragaman dan kompleksitas serta interaksi yang baik antara unsur-unsur bahasa tersebut. Semakin kaya bahasa yang digunakan oleh pengarang maka semakin bernilai dan indah tulisan yang dihasilkan. Gaya bahasa merupakan pembawaan pribadi pengarang. Dengan gaya bahasa pengarang hendak memberi bentuk terhadap apa yang ingin disampaikan atau dipaparkannya. Dengan gaya bahasa tertentu pula seorang pengarang dapat mengekalkan pengalaman hidup dan pengetahuannya, serta dengan gaya bahasa pengarang dapat menggelitik dan menyentuh hati pembaca. Secara umum gaya bahasa terbagi menjadi empat yaitu gaya bahasa perbandingan pertentang, pertautan dan gaya bahasa sindiran. Dalam dunia sastra kebanyakan pengarang menggunakan gaya bahasa perbandingan karena dalam gaya bahasa perbandingan terlihat dengan jelas
intelegtual dan emosional pengarang dalam karyanya. Gaya bahasa perbandingan terdiri dari asosiasi, metafora, personifikasi, dan paralel. Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah tersebut yang telah dikemukan, maka rumusan masalah dalam penelitian yaitu: pertama gaya bahasa perbandingan apakah yang terdapat dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo?. Kedua Bagaimanakah makna gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam Novel Tarian Dua Wajah Karya S Prasetyo Utomo?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah pertama mendeskripsikan gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam Novel Tarian Dua Wajah Karya S Prasetyo Utomo. Kedua mendeskripsikan makna gaya bahasa perbandingan dalam Novel Tarian Dua Wajah Karya S Prasetyo Utomo. Fiksi adalah karya naratif. Karya fiksi terdiri dari novel, puisi, drama. Novel merupakan karya fiksi yang mencerikan kehidupan yang imajinatif yang didalamnya terdapat unsur-unsur pembangun seperti tokoh, alur, plot dan lain-lain. Berikut ini akan dijelaskan pengertian novel menurut beberapa ahli. Tarigan (2011:167), menyatakan kata novel berasal dari bahasa Latin novelius yang diturunkan pula dari kata noveus yang berarti baru. Dikatakan baru kerena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian. Semi (1988:32), menjelaskan bahwa novel merupakan suatu kosentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Muhardi dan Hasanuddin (1992:22) mengemukakan bahwa unsurunsur intrinsik tidaklah terlepas satu sama lainnya, tetapi secara bersama-sama membentuk kesamaan dan kepaduan fiksi. Kesatuan kepaduan unsur fiksi tersebut hanya dapat dipisahkan dalam kepentingan teoritis dan praktis penganalisisannya. unsur-unsur yang dimaksud adalah tokoh atau penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat. Menurut Muhardi dan Hasanudin (1992:35), gaya bahasa menyangkut kemahiran pengarang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya fiksi. Penggunaan bahasa tulis dengan segala kelebihan dan kekurangannya harus dimanfaatkan sebaik-baikya oleh pengarang. Menurut Muhardi dan Hasanuddin (1992:36), mengolompokan gaya bahasa menjadi empat jenis yaitu 1) gaya bahasa penegasan terdiri dari, pleonalisme, repetisi, klimak, antiklimaks, retoris dan lain-lain. (2) gaya bahasa pertentangan terdiri dari, paradok dan antitestis (3) gaya bahasa perbandingan terdiri dari asosiasi, metafora, personifikasi, dan paralel (4)
gaya bahasa sindiran terdiri dari ironisme, sarkasme, dan sinisme. Pateda (2010:116), menyatakan makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Sudah diketahui bahwa kontek ini berwujud dalam banyak hal. Konteks yang dimaksud di sini, yaitu: 1) konteks orangan, termasuk disini hal yang berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara/pendengar, latar belakang sosial ekonomi pembicara atau pendengar. 2)Konteks situasi, misalnya situasi aman dan situasi ribut. 3) Konteks tujuan, misalnya meminta, mengharap sesuatu. 4) Konteks, formal tidaknya pembicaraan. 5) Konteks suasana, hati pembicara atau pendengar, misalnya takut, gembira, jengkel. 6) Konteks waktu, misalnya malam, setelah magrib. 7) Konteks tempat, apakah tempatnya disekolah, di pasar, di depan bioskop. 8) Konteks objek, maksudnya apa yang menjadi fokus pembicaraan. 9) Konteks alat, kelengkapan bicara/ dengar pada pembicaraan/ pendengaran. 10) Konteks kebahasaan, maksudnya apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak. 11) Konteks bahasa, yakni bahasa yang digunakan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Semi (1993:23), menggunakan penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak menggunakan angka-angka tetapi menggunakan penghayatan interaksi antar konsep yang dikaji secara empiris. Penelitian ini dimulai dari pengumpulan data, klasifikasi data dan sampai pembuatan laporan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Semi (1993:24) berpendapat penelitian yang menggunakan metode deskriptif analisis artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angkaangka. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan secara fenomena yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk menganalisis gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo. Data penelitian ini adalah teks berupa kata, frasa, klausa, kalimatdan wacana yang tergolong gaya bahasa perbandingan dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo. Sumber data penelitian ini adalah novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo. Novel ini diterbitkan oleh PT Pustaka Alvabet tahun 2016. Novel ini terdiri atas
258 halaman. Langkah kerja pengumpulan data yaitu: pertama, membaca dan memahami novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo. Kedua, mengidentifikasi satuan-satuan peristiwa yang terkait dengan permasalahan penelitian dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo. Ketiga, mengklasifikasikan data yang telah terkumpul dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengabsahan data berupa uraian rinci. Menurut Moleong (2010:338), teknik ini menutut peneliti agar melaporkan hasil penelitiaanya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang memaparkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Laporan ini harus mengacu pada fokus penelitian. Uraiannya harus mampu mengungkapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar dapat memahami penemuan-penemuan yang diperoleh dari hasil penelitian. a. Asosiasi 1) Bunyi degup jantung Aya yang diibaratkan gemuruh kareta api 2) Pengarang mengibaratkan anak Rustam yang seperti anak kucing b. Metafora 1) Pengarang menggambarkan mata Sukro ibarat tungku perapian. 2) Pengarang menggambarkan pedang yang mengobsesi c. Personifikasi 1) Makam tua Nyai Laras, yang digambarkan oleh pengarang bisa mendengar curahan hati Sukro. 2) Batu nisan yang digambarkan oleh pengarang bisa mendengar curahan hati Sukro d. Paralel 1) Pengarang menggambarkan seseorang yang memiliki beberapa wajah 2) Pengarang menggambarkan seseorang yang memiliki beberapa pasang mata HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pemakaian gaya bahasa perbandingan dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo ditemukan 4 jenis gaya bahasa perbandingan, yaitu asosiasi, metafora, personifikasi, dan paralel. 2. Pembahasan Fonomena menarik yang ditemukan dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo adalah bercerita tentang cinta, persahabatan, kebencian, masalah keluarga, keteguhan hati, keagamaan, dan mistis. yang banyak disampaikan dengan menggunakan gaya bahasa perbandingan. Dalam novel Tarian Dua Wajah karya S
Prasetyo Utomo ditemukan empat jenis gaya bahasa perbandingan yang terdiri dari asosiasi atau perumpamaan yang banyak menggunakan kata pembanding seperti, metafora membandingkan secara langsung dengan alat, personifikasi membandingkan sifat insane dengan alat atau benda tajam dan paralel membanding dengan kesejararan atau penegasan dengan kata wajah. Masing masing jenis gaya bahasa tersebut memiliki makna kontekstual baik berdasarkan konteks suasana, situasi, waktu, dan orangan. Jenis gaya bahasa perbandingan yang dominan dalam penelitian ini yaitu gaya bahasa asosiasi atau perumpamaan, dan maknakontekstual yang paling dominan yaitu makna berdasarkan konteks suasana. Berikut ini adalah kutipan gaya bahasa asosiasi dengan makna konteks suasana yang digambarkan pengarang anak Rustam seperti binatang. Istri Rustam terlihat sinis memandang Aji. Ketiga anak lelaki rustam seperti anak kucing yang menghadapi anak kucing asing memasuki rumahnya. (Utomo, 2016:19). Berdasarkan kutipan tersebut gaya bahasa asosiasi atau perumpamaan, ditandai dengan kata seperti. Berdasarkan teori yang digunakan dan sudah dibahas sebelumnya, bahwa gaya bahasa asosiasi atau perumpamaan adalah gaya bahasa perbandingan yang menggunakan kata pembanding seperti, bak, bagaikan, serupa, dan lain-lain. Maksud pengarang menggunakan pembanding kata seperti. Pada kutipan di atas yaitu menggambarkan ketiga anak Rustam yang membenci kedatangan Aji kerumahnya, sehingga diibaratkan dengan anak kucing. Karena anak kucing umumnya akan marah ketika bertemu kucing baru yang mendekatinya. Makna kutipan di atas yaitu makna kontekstual berdasarkan konteks suasana kerena pengarang menggambarkan anak kucing yang menghadapi anak kucing asing memasuki rumahnya. dari kutipan tersebut pengarang bermaksud menggambarkan ketidak sukaan atau kebencian karena pengarang mengiibaratkan dengan sifat binatang yang tidak suka kalau ada binatang lain memasuki kelompoknya, sehingga akan terjadi keemarahan dalam mempertahankan kelompoknya. Dari kutipan tersebut pengarang menggambarkan bagaimana Aji yang tidak diterima kedatangnya oleh saudaranya dari anak pamannya. Berikut ini adalah kutipan gaya bahasa metafora dengan makna konteks suasana. Pengarang menggambarkan tungku perapian dengan kemarahan. Menahan geram, sepasang mata Sukro memerah tungku perapian. kau ingin melunasi hutang mu atau tidak! Jangan hina istriku dengan cara serupa itu!. (Utomo, 2016:6). Berdasarkan kutipan di
atas gaya bahasa metafora yang ditandai dengan kata tungku perapian. Berdasarkan teori yang digunakan dan sudah dibahasa sebelumnya Metafora adalah gaya bahasa perbandingan tanpa menggunakan katakata pembanding, seperti, bak, bagaikan, serupa, dan lain-lain. Dari kutipan kata tersebut pengarang bermaksud menggambarkan tungku perapian seperti sepasang mata Sukro. Maksud kutipan kalimat tersebut adalah tungku perapian yang yang digambarkan dengan kemarahan sukro. Makna dari kutipan di atas yaitu makna kontekstual berdasarkan suasana yang ditandai dengan tungku perapian. maksud kutipan kalimat tersebut ialah tungku perapian yang digambarkan sessuatu yang panas, memancarkan panas yang mengebu-ngebu. maksud pengarang menggambarkan panas adalah untuk kemarahan. Sehingga tungku perapian menggambarkan suasana hati sukro. Sukro yang merasa marah kepada sang pengusaha. Berikut ini adalah kutipan gaya bahasa personifikasi dengan makna konteks suasana. Pengarang menggambarkan pedang yang dapat mengobsesi. Sepasang pedang pusaka terus menggoda ingatannya. Mungkin sudah agak berkarat. (Utomo:2016:4). Berdasarkan kutipan tersebut menggunakan gaya bahasa personifikasi yang ditandai dengan kata sepasang pedang pusaka. Personifikasi adalah gaya bahasa perbandingan yang membandingkan benda tidak bernyawa dapat bertingkah seperti manusia. Pengarang bermaksud menggambarkan sepasang pedang pusaka yang dapat bertingkah laku seperti manusia. Maksud kalimat di atas adalah sepasang pedang pusaka yang mempunyai ketertarikan untuk digunakan. Makna dari kutipan di atas yaitu, makna kontestual berdasarkan konteks suasana yang ditandai dengan kalimat sepasang pedang pusaka artinya pedang adalah benda atau alat tajam, yang ditakuti, dan bisa menyakiti atau melukai seseorang. Maksud pengarang pada kutipan di atas menggambarkan seseorang yang sedang memikirkan kekuatan pedang pusaka yang memiliki ketertarikan untuk digunakan. Berikut ini adalah kutipan gaya bahasa paralel dengan makna konteks suasana. Pengarang menggambarkan wajah yang bisa lebih dari satu. Ia masih terjaga, tegar menahan rasa sakit, mesti tertatih-taih. Wajah lembam, wajah yang tak memancarkan kesedihan, wajah yang tak merasa kalah dan ditundukan (Utomo, 2016:120). Berdasarkan kutipan tersebut gaya bahasa paralelisme ditandai dengan kalimat, wajah yang tak memancarkan kesedihan, wajah yang tak merasa kalah dan ditundukan maksud pengarang pada kalimat tersebut adalah memberikan
penegasan atau kesejaran antara kaalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya. Maksud pada kutipan kalimat di atas ialah menggambarkan seseorang yang memilik sifat tidak mau kalah, seorang yang sudah berkelahi, seseorang yang tidak merasa takut dan seorang yang tidak mau harga diriya diinjak-injak oleh orang lain. Makna pada kutipan tersebut yaitu makna kontekstual berdasarkan suasana yang ditaandai dengan kalimat wajah yang tak memancarkan kesedihan, wajah yang tak merasa kalah dan ditundukan artinya pengarang menggambarkan bentuk wajah manusia, pada wajah manusia manusia biasanya tergambar suasana hatinya apakah seseorang itu sedih, bahagia, kesal dan marah. Maksud pengaarang pada kutipan di atas ialah menggambarkan suasana seseorang yang sesudah berkelahi. Novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo utomo banyak mengunakan gaya bahasa. Melalui gaya bahasa inilah maka sebuah karya sastra menjadi menarik. Bahasa pada saat sekarang ini sangat dibutuhkan untuk kehidupan kita seharihari. Tidak hanya pada dunia sastra saja, tetapi bahasa digunakan oleh setiap orang yang melakukan kegiatan komunikasi baik secara lisan maupun tulisan. S Prasetyo Utomo menyampaikan cerita yang ada adalam novel Tarian Dua Wajah dengan gaya bahasa yang menarik. Melalui penggunaan gaya bahasa yang menarik tersebut, maka novel akan diminati pembaca. Melalui latar belakang Utomo yang pernah berasal dari daerah jawa maka utomo pada cerita ini banyak menggunakan gaya bahasa asosiasi untuk menambah imajinasi pembaca terhadap karyanya. Guna penelitian ini dilakukan adalah untuk melihat gaya bahasa perbandingan yang diciptakan oleh Utomo. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo sebagai berikut. Pemakaian gaya bahasa dalam novel Tarian Dua Wajah karya S Prasetyo Utomo setelah dilakukan dengan teknik deskritif analisis data maka ditemukan empat jenis gaya bahasa perbandingan yaitu asosiasi, metafora, personifikasi, dan paralel. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan penggunaan gaya bahasa perbandingan yang paling dominan yaitu gaya bahasa asosiasi. Dan masing-masing gaya bahasa perbandingan tersebut menggunakan makna kontekstual, baik berdasarkan konteks suasana, situasi, tempat, waktu dan orangan. DAFTAR PUSTAKA Moleong, Lexi J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja.
Muhardi dan Hasanuddin WS. 1992. Prosedur Analisis fiksi. Padang: IKIP Padang Press. Pateda, Mansoer. 2010. Semantik leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta. Semi, M Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Tarigan, Hendry Guntur. 2011. Prinsip- Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.