Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 1 Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Widi Widayat 1, Aris Budiyono 2 1,2. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang widiwdyt@yahoo.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar air cetakan pasir pada kualitas coran paduan Aluminium. Variasi cetakan dibuat dengan basis volume. Coran dibuat pada cetakan pasir dengan variasi kadar air 0, 5, 10, 15, dan 20%. Kekurangan dan kelebihan air yang ekstrim, dalam hal ini varian 0% dan 20% membuat pasir tidak layak dipakai untuk membuat cetakan. Varian 5%, 10%, dan 15% masih dapat digunakan dalam pembuatan cetakan. Varian 5% dan 15% dapat digunakan namun memunculkan sedikit hambatan yang tidak bersifat fatal terhadap coran. Varian 5% cenderung mudah retak di permukaan luar, sedangkan Varian 15% memerlukan lebih banyak talk untuk mencegah lengketnya pasir cetak di permukaan pola dan rangka cetak. Meskipun tidak nampak cacat di permukan luar, varian 15% mengandung rongga udara yang parah di bagian dalam. Penggunaan varian 10% tidak mengalami hambatan-hambatan seperti varian lainnya dan menghasilkan coran terbaik. Kata Kunci: kadar air, pengecoran, cetakan pasir 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Cetakan pasir menggunakan bahan utama berupa pasir cetak, dan pengikat. Pengikat bervariasi dan dapat berupa air dan tanah liat. Air dan tanah liat efektif untuk memberikan ikatan antara butiran pasir. Namun kadar air juga salah satu faktor penyebab munculnya cacat coran. Terlarutnya gas di dalam proses peleburan logam akan menjadi sumber cacat jika gas tersebut terjebak di dalam coran. Namun gas tidak hanya muncul selama proses peleburan. Air pada temperatur tinggi akan berubah menjadi gas, sementara gas yang terjebak di dalam coran memicu munculnya cacat. Cacat karena gas dapat muncul dalam berbagai bentuk baik di permukaan maupun bagian dalam coran (Surdia 1997: 211). Munculnya cacat dalam kadar tertentu dapat ditolerir, namun jika sudah melebihi batas, maka akan merugikan karena menjadi produk gagal. Dengan demikian kadar air pada pasir cetak yang tepatlah yang dibutuhkan. Kadar air harus cukup efektif memberikan ikatan butiran pasir dan menghasilkan kualitas cetakan yang baik, namun tidak membahayakan coran itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar air cetakan pasir pada kualitas coran paduan Aluminium. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah: Untuk mengetahui pengaruh kadar air cetakan pasir pada kualitas coran paduan Aluminium 1.3. Tinjauan Pustaka Pengecoran melibatkan perubahan fasa logam dari padat menjadi cair agar dapat mengisi rongga cetak. Perubahan tersebut dilakukan dengan proses peleburan. Peleburan logam dilakukan dengan memberikan panas kepada logam sehingga temperaturnya meningkat dan logam mencair. Pada peleburan logam pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk mencairkan logam dan meningkatkan fluiditas cairan logam
2 Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 sehingga dapat mengalir mengisi cetakan dengan lancar. Gambar 1. Diagram fase paduan aluminium Pemilihan temperatur tuang didasarkan pada diagram kesetimbangan fasa dengan penambahan antara 100 o C hingga 200 o C untuk mencapai fluiditas yang cukup (Su rdia, 1997). Aluminium dipergunakan secara luas dari peralatan rumah tangga hingga material pesawat terbang. Aluminium merupakan material yang menarik karena bersifat ringan, penghantar panas yang baik, tahan korosi, dan mempunyai titik lebur yang relatif rendah sehingga material ini juga mudah didaur ulang (recyclable) (Gaspari, 1999). Penggunaan Aluminium skrap atau hasil tuang ulang akan berpengaruh pada penurunan kekuatan coran Budiyono dkk (2002). Namun meskipun rectifier heat sink merupakan komponen yangtidak memerlukan kekuatan, tetapi pada proses peleburannya tetap memerlukan perhatian khusus agar tidak muncul cacat pada coran yang dihasilkan. Cacat yang paling mungkin muncul adalah adanya porositas sebagai akibat masuknya hidrogen selama peleburan. Peleburan logam atau paduan logam adalah sebuah awal fenomena penting pada proses solidifikasi. Neff (200 2) menjelaskan bahwa untuk memenuhi tuntutan pasar dari aluminium tuang kita harus memfokuskan pada peningkatan kualitas logam dengan pengembangan pada proses peleburan. Proses difokuskan pada eliminasi berbagai kotoran yaitu inklusi yang merupakan problem serius dalam memproduksi hasil coran yang berkualitas. Inklusi yang dimaksud adalah gas hidrogen yang larut pada aluminium cair yang menyebabkan porositas pada coran. Teknik pengecoran yang direncanakan adalah green sand mold casting. Beberapa penelitian telah dilakuka, antara lain Budiyono dkk (2003) yang melakukan optimalisasi permeabilitas dan kekuatan tekan pasir cetak untuk mengasilkan hasil pegecoran yang maksimal dengan menggunakan cetakan pasir basah (green sand molding). Disimpulkan bahwa campuran pasir cetak dengan kadar air 3% harga permeabilitas dan kekuatan tekan optimal pada pemberian bentonit sebanyak 6% sedangkan untuk campuran pasir cetak dengan kadar air 4% harga permeabilitas dan kekuatan tekan optimal pada pemberian bentonit sebanyak 4%. 2. Metode Penelitian Penelitian diawali dengan pembuatan kelengkapan produksi pengecoran, pembuatan specimen, dan pengamatan hasil produksi pengecoran. Spesimen
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 3 coran dibuat dengan cetakan pasir yang bervariasi kadar airnya dari 0,5,10,15, dan 20%. Masing masing digunakan untuk menghasilkan 3 buah spesimen. Komposisi pasir dan air diukur dengan basis volume (% volume). Hasil coran diamati secara visual. Hasil pengamatan dideskripsikan secara kualitatif untuk menjelaskan gejala atau efek dari kadar air terhadap cetakan, proses pengecoran dan produk coran Gambar 2. Diagram alir penelitian 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Desain Coran Bentuk coran yang akan digunakan adalah bentuk sederhana. Pertimbangan yang digunakan adalah rongga cetak lebih mudah pembuatannya. Mengingat pembuatan cetakan harus dilakukan secara manual dan sekaligus dibuat untuk semua varian, maka pembuatan cetakan perlu dilakukan dengan cepat agar penguapan air dari cetakan yang telah selesai dibuat dapat diminimalkan. Selain itu volume rongga cetak harus cukup diisi dalam satu kali langkah pengisian dan jumlah volume rongga cetak tidak lebih besar daripada volume Al yang dilebur. Hal ini unutk menghindari terjadinya kekurangan cairan logam selama proses penuangan. Bentuk yang dipilih adalah pola berbentuk silinder dan blok V.
4 Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 Gambar 3. Pola silinder dan blok V Gambar 4. Rangka cetak atas dan bawah yang dilengkapi engsel Proses produksi dengan green sand mold casting Tahapan pembuatan spesimen diawali dengan pengayakan pasir, mengukur komposisi pasir dan air, membuat cetakan, melebur logam, manuang, membongkar, dan membersihkan coran. Air dan ikatan pasir Air berfungsi sebagai pengikat, namun air juga menjadi sumber gas saat cairan logam dituangkan. Semakin tinggi kadar air, semakin besar pula volume gas yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air, semakin mudah partikel pasir mengalir karena air juga berfungsi sebagai pelumas. Dengan demikian saat proses pembuatan cetakan, pasir dapat mengisi ruang rangka cetak dan menirukan permukaan pola dengan baik. Air diperlukan sebagai bahan pengikat partikel pasir cetak. Saat pasir dalam kondisi kering, partikel pasir tidak mampu bersatu meskipun diberi tekanan. Jika kadar air berlebihan, partikel pasir dapat saling terikat, namun kekuatan ikatannya lemah. Kekuatan ikatan antar partikel lebih rendah daripada ikatan partikel dengan materi lainnya misalnya permukaan cetakan atau permukaan tangan. Pasir tanpa tambahan air tidak punya daya ikat antar partikel sehingga ketika rangka cetak dibuka, pasir langsung terurai kembali sehingga tidak daat terbentuk cetakan. Saat kadar air berlebih, partikel pasir tidak hanya terikat dengan partikel pasir lainnya tetapi juga akan terikat dengan materi lainnya. Jika hal ini terjadi, maka sebagian pasir cetak akan melekat di tangan atau di diding cetakan atau di permukaan pola pada saat pembuatan cetakan. Ketidaktepatan kadar air tidak hanya berpotensi menghasilkan kerusakan/ cacat coran, namun juga dapat memunculkan kesulitan dalam proses
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 5 pembuatan cetakan. Oleh karena itu kadar air yang mencukupi sangat penting, baik untuk kemudahan proses maupun untuk mencapai kualitas yang baik. Pembuatan sampel diawali dengan persiapan bahan cetakan yaitu pasir cetak. Pasir cetak disaring untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam. Pembuatan campuran air didahului pengukuran volume pasir dan air sesuai kadar yang dirancang. Gambar 5. Pembuatan spesimen (urutan dari kiri ke kanan) Proses pembuatan cetakan Pembuatan cetakan dilakukan seecara manual, artinya pemadatan dilakukan dengan tumbukan menggunakan tangan dan palu karet. Kadar air 0% dan 20% menunjukkan ketidaktepatan kadar air yang ekstrim sehingga menimbulkan kerusakan parah. Varian 0% sama sekali tidak dapat mempertahankan bentuk cetakan, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses penuangan. Varian 20% masih dapat digunakan untuk membuat cetakan. Namun pada proses pembuatan akan cukup menyulitkan karena sebagian pasir akan menempel baik di tangan, permukaan pola, maupun dinding rangka cetak. Masalah ini dapat dicegah dengan memberikan lapisan talk yang cukup banyak pada permukaan tangan, pola maupun rangka cetak. Proses penuangan Varian 0% tidak digunakan pada proses penuangan. Varian 20% menunjukkan gangguan fatal selama proses penuangan. Selama penuangan terjadi pengeluaran gas dalam volume sangat besar. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya dorongan yang muncul dari
6 Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 dalam rongga cetak yang terlihat dari munculnya gelembung cairan logam dengan ukuran cukup besar di lubang saluran masuk. Varian 5%, 10%, dan 15% tidak mengalami gangguan selama penuangan. Cairan logam dapat mengalir dengan lancar tanpa ganguan hingga cairan logam muncul di ujung lubang riser. 3.2. Pembahasan Cetakan Pengaruh kadar air terhadap cetakan terlihat jelas pada kadar 0 dan 20%. Kekurangan air yang ekstrim membuat butiran pasir tidak memiliki daya ikat. Pasir langsung mengalir runtuh saat rangka cetak dibuka. Dengan demikian cetakan varian 0% tidak dapat digunakan. Sementara itu kelebihan air yang ekstrim terjadi pada varian 20%. Meskipun dapat menghasilkan rongga cetak dan cetakan, namun pasir menjadi mudah rusak karena ruang antar butir pasir dipenuhi oleh air, sehingga justru melemahkan ikatan (Surdia 1991:112). Secara visual hal ini terlihat dari adanya sebagian pasir yang terlepas dari cetakan dan melekat pada tangan, permukaan pola, maupun dinding rangka cetak. Varian kadar 5% dan 15%, tidak menunjukkan permasalahan serius seperti varian kadar 0% dan 20%. Varian 5% dapat digunakan untuk membuat cetakan, namun terlihat agak lemah ikatannya. Muncul keretakan yang terlihat di dinding luar cetakan. Retak ini terjadi setelah rangka cetak dibuka dan cetakan didiamkan beberapa saat.warna cetakan terlihat cerah yang menunjukkan bahwa cetakan tersebut kering. Varian 15% juga dapat digunakan untuk membuat cetakan. Hanya terjadi sedikit gejala pasir melekat di tangan dan permukaan pola. Warna cetakan terlihat lebih gelap yang menunjukkan bahwa cetakan lebih basah daripada varian di bawahnya. Varian 10% tidak memunculkan permasalahan dalam pembuatan cetakan. Pasir cetak tidak menempel pada tangan, pola dan dinding cetakan. Tidak terjadi keretakan pada dinding cetakan. Air dan gas Gas di dalam cetakan berpotensi menghasilkan cacat coran. Gas/udara pada pengecoran dapat muncul dari kandungan air di dalam cetakan. Air yang terkena panas dari logam cair akan menguap dengan cepat dan berubah menjadi gas. Secara visual terbentuknya gas dapat terlihat pada saat proses penuangan ke catakan varian 20%. Tidak lama setelah logam cair dimasukkan ke saluran tuang, terjadi semburan logam cair keluar dari cetakan melalui riser (Gambar 6). Hal ini menandakan panas logam cair memanaskan kandungan air di cetakan sehingga terbentuk gas dalam volume besar dan sangat cepat mengembang. volume gas yang terus bertambah dan sekaligus memuai membuat gas dengan cepat memenuhi ruang kosong yang ditemuinya. Ketika ruang kosong di dalam rongga cetak sudah tidak mampu menampung, dan porositas cetakan juga tidak mampu melalukan gas, maka gas keluar dengan cepat melalui riser sambil mendorong apa yang ada di atasnya, termasuk logam yang masih cair. Hal inilah yang nampak sebagai semburan logam cair yang keluar melalui riser. Saat cairan logam terus dituangkan, maka gas terus mendorong keluar logam cair. Setelah penuangan selesai gas masih terus terbentuk dan berusaha keluar. Di daerah saluran masuk yang logamnya masih lebih cair daripada di tempat lain akan mulai terdorong dan menimbulkan efek seperti balon yang ditiup dan membentuk kubah berongga (Gambar 7).
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 7 Gambar 6. Semburan logam cair dari riser Gambar 7. Bentuk kubah pada saluran masuk Coran Coran dihasilkan dari semua varian cetakan kecuali varian 0%. Coran dari cetakan varian 20%, menunjukkan kerusakan yang paling nyata terlihat, bahkan selama proses penuangan sudah terlihat gangguan yang ekstrim pada aliran logam cair di dalam rongga cetak. Coran varian lain secara visual tidak menunjukkan kerusakan yang ekstrim di permukaannya. Dengan demikian tanpa menganalisis coran lebih detil, dapat dilihat bahwa pasir cetak dengan kadar air 0% dan 20% tidak layak digunakan untuk membuat cetakan. Gambar 8. Kerusakan varian 20% terlihat hingga bagian luarnya
8 Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 Coran varian 5, 10, dan 15% tidak menunjukkan cacat karena gas di permukaan luarnnya. Dinding luar coran ketiga varian tersebut nampak utuh. Namun pada varian 15% terlihat sedikit gejala efek dorongan gas, terutama pada specimen V block. Pada bagian dasar alur V nampak daerah yang tidak rata dan lubang kecil (Gambar 9). Mengingat bahwa rongga cetak berbentuk V terbalik atau segitiga tanpa alas, dan arah gas yang cenderung menuju ke atas, maka dorongan gas akan meninggalkan jejak seperti nampak pada Gambar 9. Hal tersebut mirip dengan yang terjadi pada spesimen varian 20% (Gambar 10) Hal tersebut dikonfirmasi oleh tampilan penampang lintang spesimen varian 5, 10, dan 15%. Dari ketiga varian tersebut, pada varian 15% terjadi rongga udara yang parah di bagian dalam (gambar 11). Tidak terjadi rongga udara pada varian 5 dan 10%. Gambar 9. Ketidakrataan dan lubang pada varian 15% (kiri) dibanding varian 10% Gambar 10. Daerah terjadinya serangan dorongan gas pada coran varian 20%
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 9 Gambar 11. Rongga udara pada varian 15% (kiri) 4. Penutup 4.1. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air berpengaruh terhadap kualitas coran maupun terhadap proses pembuatan coran. Kekurangan dan kelebihan air yang ekstrim, dalam hal ini varian 0% dan 20% membuat pasir tidak layak dipakai untuk membuat cetakan. Varian 5%, 10%, dan 15% masih dapat digunakan dalam pembuatan cetakan. Varian 5% dan 15% dapat digunakan namun memunculkan sedikit hambatan yang tidak bersifat fatal terhadap coran. Varian 5% cenderung mudah retak di permukaan luar, sedangkan Varian 15% memerlukan lebih banyak talk untuk mencegah lengketnya pasir cetak di permukaan pola dan rangka cetak. Penggunaan varian 10% tidak mengalami hambatan-hambatan seperti varian lainnya. Meskipun tidak nampak cacat di permukaan luar, coran varian 15% mengandung rongga udara parah di dalamnya. Dengan demikian dari sisi kemudahan proses pembuatan cetakan dan kualitas coran yang dihasilkan, spesimen varian 10% adalah yang terbaik. 4.2. Saran Penelitian ini dilaksanakan dengan pengamatan visual untuk membandingkan proses dan coran yang dihasilkan dari keseluruhan varian. Agar penjelasan atas fenomena yang terjadi dapat dilakukan dengan lebih tajam, diperlukan pengujianpengujian di laboratorium dengan alat uji dan alat pengamatan yang lebih teliti. Pengujian dan pengamatan yang bisa dilakukan antara lain pengukuran permeabilitas pasir cetak dan pengamatan dengan x-ray. 5. Daftar Pustaka Budiyono, Aris, 2002, Perubahan Kekerasan pada Aluminium Sekrap Akibat Tuang Ulang (Remelting), Varia Teknika, Vol. 22, Nomor 1, Januari 2002, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang, Semarang Budiyono, Aris, 2003, Optimalisasi Permeabilitas dan Kekuatan Tekan Pasir Cetak di Industri Pengecoran Logam Ceper klaten Jawa Tengah, Laporan Penelitian Dosen Muda, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang, Semarang Budiono, Aris dan Widi Widayat, 2010, Proses Produksi Rectifier Heat Exchanger, Laporan Penelitian Berbasis Wirausaha Laboratorium, Program Imhere, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang, Semarang Gaspari, J., 1999, Making the Most od Aluminum Scrap, Machanical Engineering, New York, Nov. 1999 9
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 10 Neff, David V.,2002, Understanding Aluminum Degassing, Modern Casting, May 2002, p. 24-26 Surdia, Tata dan Chijiiwa Kenji, 1991, Teknik Pengecoran Logam, PT Pradnya Paramita, Jakarta.