FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING Lindy Agraini Patiro*, Wulan P.J Kaunang*, Nancy S.H Malonda* * Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Penyakit Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia sampai saat ini tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yang tidak hanya menyerang paru, tapi juga menyerang organ tubuh lain seperti tulang, sendi dll. Puskesmas Tuminting merupakan salah satu puskesmas dengan kejadian Tuberkulosis Paru yang cukup tinggi dengan jumlah penderita yang diobati pada tahun sebanyak 4 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 9 orang dan perempuan sebanyak orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko kejadian tuberkulosis paru meliputi pekerjaan, pendidikan, pendapatan, kepadatan hunian kamar tidur dan jarak ke puskesmas. Metode penelitian yang digunakan yaitu studi deskriptif analitik dengan desain case-control study. Sampel yang digunakan adalah penderita TB Paru yang berobat di Puskesmas Tuminting pada bulan Oktober Desember dan bukan penderita TB Paru sebagai kontrol. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat dan bivariat. analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square dengan nilai α sebesar 0,0 dan CI = 9%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang menjadi faktor risiko kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Tuminting adalah pekerjaan (OR =,09) dan jarak ke puskesmas (OR = 2.2). Kata Kunci : Penyakit, TB Paru, Faktor Risiko. ABSTRAK Pulmonary Tuberculosis is one of the most contagious diseases that is still a problem in the world to date not only in developing countries but also in developed countries. Tuberculosis is caused by mycobacterium tuberculosis that not only attacks the lungs but also attacks other organs such as bones, joints etc. Puskesmas Tuminting is one of the health centers with a high incidence of Pulmonary Tuberculosis with people treated in with 9 men and women. The purpose of this study was to determine the risk factors of pulmonary tuberculosis events including occupation, education, income, density of bedroom and distance to the puskesmas. The research method used is descriptive analytic study with case-control study design. Samples used were Pulmonary TB patients who were treated at Tuminting Health Center in October - December and were not Pulmonary TB patients as control. Data were collected by questionnaire. Data analysis used is univariate and bivariate analysis. Bivariate analysis was done by using chi-square test with α value of 0,0 and CI = 9%. The result of bivariate analysis showed that the variables which become the risk factor of pulmonary tuberculosis event at Tuminting Health Center were work (OR =,09) and distance to puskesmas (OR = 2,2). Keywords: Disease, Pulmonary TB, Risk Factors.
PENDAHULUAN Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia sampai saat ini tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. WHO memperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh TB Paru. Data World Health Organization (WHO) tahun diperkirakan terdapat, juta kasus Tuberkulosis pada tahun 2 dimana. juta diantaranya adalah pasien dengan HIV positif dan sekitar 7% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika. Pada tahun 2 diperkirakan terdapat 40.000 orang dengan TB-MDR dan 70.000 orang diantaranya meninggal dunia (Kemenkes, 4). Indonesia merupakan negara dengan penderita TB terbanyak kedua dengan jumlah insidens TB sebanyak.0.000 kasus (WHO, ). Data Dinas Kesehatan Kota Manado menunjukkan bahwa angka kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Manado dari tahun 4 sampai mengalami peningkatan. Pada tahun 4 angka kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Manado berjumlah kasus sedangkan pada tahun berjumlah 4 kasus dan pada tahun mengalami peningkatan yaitu sebanyak 49 kasus (Dinkes Manado, ). Puskesmas Tuminting merupakan salah satu puskesmas dengan angka kejadian Tuberkulosis Paru yang cukup tinggi. Pada tahun jumlah pasien Tuberkulosis Paru BTA + yang diobati di Puskesmas Tuminting yaitu 4 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 9 orang dan perempuan sebanyak orang (Dinas Kesehatan Kota Manado, ). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian Tuberkulosis Paru yaitu Sosioekonomi, lingkungan fisik rumah, dan akses pelayanan kesehatan. Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan, status sosial, pendidikan dan kepemilikan rumah (konstruksi rumah). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah pekerjaan, pendidikan, pendapatan, kepadatan hunian kamar tidur dan jarak ke puskesmas merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Tuminting. METODE PENELITIAN Bentuk penelitian ini yaitu penelitian survey analitik, dengan menggunakan desain Case Control. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tuminting selama 4 bulan, yaitu pada bulan April hingga Juli 7. Jumlah sampel yang didapat adalah 44, dengan perbandingan : maka jumlah total sampel kasus dan kontrol adalah. Pada penelitian ini dilakukan matching yaitu umur, jenis kelamin dan tempat tinggal. Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner untuk mendapatkan informasi subjek penelitian melalui wawancara terstruktur, roll meter untuk mengukur tingkat kepadatan hunian, dan komputer untuk analisis data. Analisis data dengan menggunakan uji statistik univariat dan bivariat. 2
Analisis untuk skala nominal menggunakan uji chi square. Analisis keeratan antara dua variabel ditentukan dengan melihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan besarnya keeratan antara variabel bebas dan terikat. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS UNIVARIAT Analisis univariat dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti yaitu Pekerjaan, Pendidikan, Pendapatan, Kepadatan Hunian dan Akses Pelayanan Kesehatan. Karakteristik Umur - 0 4 tahun - 2 tahun - 2 4 tahun - 4 tahun - > tahun Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Tempat Tinggal - Kel. Mahawu - Kel. Islam - Kel. Tuminting - Kel. Sumompo - Kel. Sindulang - Kel. Bitung Karangria - Kel. Maasing - Kel. Tumumpa - Kel. Tumumpa 2 Pekerjaan - Bekerja - Tidak Bekerja Pendidikan - Pendidikan Rendah - Pendidikan Tinggi Pendapatan - Pendapatan rendah - Pendapatan Tinggi Kepadatan Hunian Kamar Tidur - Padat - Tidak Padat Jarak ke Puskesmas - Jauh - Dekat Tabel. Hasil Analisis Univariat Kategori Total Kasus Kontrol n % n % n % 7 29 0 2 2 44 0 4 27 7,4, 2,0,2,9 4, 22,7,2,,4 4,, 2, 9, 40,9 00 0 97,7 2,,4, 70, 29, 7 29 0 2 4 0 4 40 4 24 24,4, 2,0,2,9 4, 22,7,2,,4 4,, 2,,,2 97,7 2, 90,9 9, 4, 4, 4,4 4, 0 4 22 0 2 0 4 2 2 40 4 7 7 7,4, 2,0,2,9 4, 22,7,2,,4 4,, 2, 4, 4, 9,9, 94,,7,0 42,0,0 42,0
Pada kelompok umur, responden kelompok kasus responden paling banyak terdapat pada kelompok usia 2 4 tahun dengan jumlah 7 responden (,%), sedangkan untuk kelompok kontrol responden paling banyak terdapat pada kelompok usia 2 4 tahun dengan jumlah 7 responden (,%). Untuk karakteristik umur, responden pada kelompok kasus yang memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak 29 orang (,9%) dan perempuan sebanyak orang (4,%). Sedangkan pada kelompok kontrol, responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak 29 orang (,9%) dan perempuan sebanyak orang (4,%). Untuk karakteristik tempat tinggal, pada kelompok kasus responden paling banyak bertempat tinggal di kelurahan Mahawu dengan jumlah 0 responden (22,7%), sedangkan untuk kelompok kontrol responden paling banyak bertempat tinggal di kelurahan Mahawu dengan jumlah 0 responden (22,7%). Untuk karakteristik pekerjaan, responden kelompok kasus yang paling banyak memiliki pekerjaan dengan jumlah 2 responden (9,%), sedangkan pada kelompok kontrol responden yang paling banyak tidak bekerja berjumlah 0 responden (,2%). Untuk karakteristik pendidikan, responden kelompok kasus yang memiliki pendidikan rendah berjumlah 44 responden (00%), sedangkan pada kelompok kontrol responden yang memiliki pendidikan tinggi berjumlah 4 responden (9,9%). Untuk karakteristik pendapatan, responden kelompok kasus yang memiliki pendapatan rendah berjumlah 4 responden (97,7%), sedangkan pada kelompok kontrol responden yang memiliki pendapatan rendah berjumlah 40 responden (90,9%). Untuk karakteristik kepadatan hunian kamar tidur, pada kelompok kasus responden yang paling banyak yaitu memiliki kepadatan hunian yang padat berjumlah 27 responden (,4%), sedangkan pada kelompok kontrol responden yang paling banyak memiliki kepadatan hunian yang padat berjumlah 24 responden. Untuk karakteristik jarak ke puskesmas, pada kelompok kasus responden yang memiliki jarak ke puskesmas yang jauh berjumlah responden (70,%) dan responden yang memiliki jarak puskesmas yang dekat berjumlah responden (29,%). Sedangkan pada kelompok kontrol responden yang memiliki jarak ke puskesmas yang jauh berjumlah responden (4,%) dan responden yang memiliki jarak ke puskesmas yang dekat berjumlah 24 responden (4,%). 4
ANALISIS BIVARIAT Tabel 2. Analisis Bivariat Variabel Pekerjaan - Bekerja - Tidak Bekerja Pendidikan - Pendidikan Rendah - Pendidikan Tinggi Pendapatan - Pendapatan Rendah - Pendapatan Tinggi Kategori Kasus Kontrol n % n % 2 44 0 4 9, 40,9 00 0 97,7 2, 4 0 4 40 4,,2 97,7 2, 90,9 9, OR CI p Ket,09,292 7,47 - -,000 0,0 Ada Tidak ada - - 0,0 Tidak ada Kepadatan Hunian Kamar Tidur - Padat - Tidak Padat 27 7,4, 24 4, 4,,24 0,,09 0,7 Tidak ada Jarak ke Puskesmas - Jauh - Dekat 70, 29, 24 4, 4, 2,2,9 0,0 Ada PEMBAHASAN Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian tuberkulosis paru Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan agar dapat menunjang kehidupan diri sendiri dan keluarga. Tingkat pekerjaan yang baik memungkinkan seseorang untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik pula dan akan berusaha mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, berbeda dengan seseorang yang memiliki tingkat pekerjaan yang rendah lebih memikirkan bagaimana cara memenuhi kebutuhan sehari-harinya daripada memikirkan pelayanan kesehatan yang harus didapat. Pada penelitian ini, mayoritas responden mempunyai status tidak bekerja. Jenis pekerjaan seseorang dapat berpengaruh terhadap pendapatan dimana pendapatan yang didapat akan mempunyai dampak dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari diantaranya konsumsi makanan. Konsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing akan memudahkan untuk terkena penyakit tuberkulosis paru. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan bahwa responden yang tidak bekerja.hasil penelitian ini sejalan dengan peneitian yang dilakukan oleh Fariz Muaz tahun 4 di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang yang menyatakan bahwa ada antara pekerjaan seseorang dengan kejadian tuberkulosis paru.
Hubungan antara pendidikan dengan kejadian tuberkulosis paru Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan sehingga berdampak pada cara berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi belum tentu selalu mempengaruhi timbulnya sikap atau tindakan yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Zanani, 09). Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting menunjukan bahwa responden yang memiliki pendidikan rendah tidak otomatis terkena penyakit tuberkulosis paru karena pendidikan tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja. Pendidikan dapat ditempuh dengan berbagai cara misalnya dari media massa, seperti koran, internet, televisi, dll. Dengan memanfaatkan berbagai macam media massa tersebut, seseorang dapat memperoleh berbagai macam informasi khususnya tentang penyakit tuberkulosis paru mulai dari penyebab sampai kepada pencegahan dari penyakit terebut. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ristyo Sari P, Mas Imam Ali A, Pepin Nahariani tahun 2 di wilayah kerja puskesmas jombang yang menyatakan bahwa ada antara pendidikan dengan kejadian tuberkulosis paru. Hubungan antara pendapatan dengan kejadian tuberkulosis paru Tingkat pendapatan menjadi penyebab utama berkembangnya bakteri mycobacterium tuberculosis di Indonesia. Tingkat pendapatan yang rendah tidak dapat menjadi acuan untuk seseorang menderita tuberkulosis paru. Walaupun dengan tingkat pendapatan rendah seseorang tetap dapat menjangkau pelayanan kesehatan yaitu dengan adanya program pemberantasan TB tidak perlu mengeluarkan biaya atau gratis baik untuk obat dan pemeriksaan dahak selama pengobatan. Program tersebut merupakan upaya dari pemerintah pusat untuk memberantas dan menurunkan angka kejadian TB di Indonesia. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fariz Muaz tahun 4 di Puskesmas Wilayah Serang Kota Serang yang menyatakan bahwa ada antara pendapatan dengan kejadian tuberkulosis paru. Hubungan antara kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian TB Paru Kepadatan penguhuni dalam rumah merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan insiden penyakit TB Paru dan penyakit-penyakit lainnya yang dapat menular. Kepadatan penghuni rumah dapat mempengaruhi kesehatan, karena jika suatu rumah yang penghuninya padat dapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit dari satu manusia kemanusia lainnya. Kepadatan penghuni didalam ruangan yang berlebihan akan berpengaruh terhadap perkembangan bibit penyakit dalam ruangan. Oleh sebab itu jumlah penghuni di dalam rumah harus disesuaikan dengan luas rumah agar tidak terjadi
kepadatan yang berlebihan. Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas tuminting mendapatkan hasil bahwa kepadatan hunian kamar tidur tidak menjadi faktor risiko dari kejadian tuberkulosis paru. Sesuai dengan hasil yang didapatkan dilapangan walaupun kamar tidur dihuni lebih dari 2 orang tetapi kamar tidur tersebut dilengkapi dengan ventilasi, pencahayaan yang cukup dan kelembapan yang memenuhi syarat. Dengan adanya ventilasi, pencahayaan dan kelembapan yang baik maka kuman mycobacterium tuberculosis tidak dapat berkembang di kamar tidur tersebut. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fariz Muaz tahun 4 di Puskesmas Wilayah Serang Kota Serang yang menyatakan bahwa tidak ada antara kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian tuberkulosis paru. Hubungan antara jarak ke puskesmas dengan kejadian tuberkulosis paru Pelayanan Kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat tidak terhalang oleh keadaan geografis. Jarak tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Jarak tempat tinggal dengan pelayanan kesehatan terkadang menjadi suatu penghalang terutama untuk responden di wilayah kerja puskesmas tuminting dalam melakukan pengobatan penyakit tuberkulosis paru. Jauhnya jarak tempat tinggal dengan pelayanan kesehatan dapat menurunkan motivasi seseorang dalam melakukan pengobatan. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi Qori tahun 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Nguter Kabupaten Sukoharjo yang menyatakan bahwa tidak ada antara jarak ke puskesmas dengan kejadian tuberkulosis paru. KESIMPULAN ) Pekerjaan merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru dimana nilai OR sebesar,09. 2) Dengan nilai OR sebesar 0,494 berarti pendidikan merupakan faktor yang protektif terhadap kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas tuminting. ) Pendapatan merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Tuminting, dimana nilai OR sebesar 4,00. 4) Kepadatan hunian kamar tidur merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Tuminting, dimana nilai OR sebesar,24 ) Jarak ke puskesmas merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru dimana nilai OR sebesar 2,2. 7
DAFTAR PUSTAKA Ali, M.I, Ristyo S.P, Pepin, N. 2. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Angka Kejadian Tb paru BTA Positif di Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Jombang Tahun 2. Stikes PEMKAB Jombang : Program S Keperawatan. Dinas Kesehatan Kota Manado.. Profil Dinas Kesehatan Kota Manado Tahun. Dotulong, Jendra F.J.. Hubungan antara faktor risiko umur, jenis kelamin dan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB Paru di Desa Wori Kecamatan Wori. Skripsi tidak di terbitkan. Manado : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kementrian Kesehatan RI. 4. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Irianto, Koes. 4. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular. Bandung : Alfabeta. Kurniasari, R.A.S, Suharton, Cahyo K. 2. Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri (Online),(http:/ejournal.undip.ac.id/in dex.php/mkmi/article/view/9/4 diakses 22 Maret 7) Muaz, F. 4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam Positif di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 4. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Nizar, M. 7. Pemberantasan dan Penanggulangan TUBERKULOSIS. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Notoatmodjo, S. 0. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Puskesmas Tuminting.. Profil Puskesmas Tuminting Tahun. Wibowo, A. 4. Kesehatan Masyarakat di Indonesia Konsep Aplikasi dan Tantangan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Zanani, M. 09. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru di Puskesmas Torjun Kabupaten Sampang. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.