BAB VII PENUTUP. masih pada tahap pengembangan format yang utuh menuju suatu collaborative

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan tata kelola pemerintahan, collaborative governance

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN. penarikan kesimpulan dari keseluruhan paparan mengenai gambaran umum, mengenai collaborative governance pada PTPAS.

INDONESIA NEW URBAN ACTION

Komite Advokasi Nasional & Daerah

Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap BAB I PENDAHULUAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. volume sampah berkorelasi dengan pertambahan jumlah penduduk dan upaya untuk

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 4 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi SKPD VISI

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013).

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN SEMARANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB VI. PENUTUP. oleh pemerintah dengan membentuk jaringan ( network). Pihak-pihak. masyarakat adalah PPTI, Aisyiyah, dan TP PKK.

penelitian 2010

Good Governance. Etika Bisnis

Oleh : Kasubdit Wilayah II Direktorat Penataan Bangunan dan LIngkungan. Disampaikan dalam Workshop Persiapan Penanganan Kumuh PNPM Mandiri Perkotaan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi.

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. membuktikan bahwa proses ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat,

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Publik, yang berasal dari bahasa Inggris public, bermakna khalayak

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI

BEAUTIFUL BADUNG GERAKAN BERKELANJUTAN ANTI SAMPAH PLASTIK (GE.LA.TIK) PADA SEKOLAH SD, SMP, SMA, DAN KELOMPOK PKK TAHUN 2011, 2012, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. semestinya bukan sebagai media periklanan, isinya didominasi dari iklan motor,

RISET TINDAKAN Bahan fasilitasi lokakarya penelitian tindakan guru-guru SMP Darul Hikam Bandung

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan lingkungan merupakan persoalan yang sangat serius yang dapat

BAB VI PENUTUP. Formulasi Kebijakan Publik Ripley dan David Eastone, yang telah peneliti

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisabil Yusuf P., 2015

TAHAPAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PELAKSANAAN FORUM SKPD RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

BAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

Deklarasi Dhaka tentang

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

CATATAN KOLOKIUM NON-SUBSTANSI

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 30 TAHUN TENTANG STRATEGI DAERAH SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN SUMEDANG

WORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan. Yogyakarta, Juni 2010 MAKALAH. Otda & Konflik Tata Ruang Publik. Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

KEPALA DESA PEJAMBON KABUPATEN BOJONEGORO

PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN/PENDIRIAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR /2033 TAHUN 2011

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

PETA PERSAMPAHAN BANDUNG. Mengembangkan Piranti Lunak Untuk Mendorong Sistem Persampahan Berbasis Komunitas di Kota Bandung

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka perlu menetapkan Peraturan Walikota Makassar tentang Kota Layak Anak.

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini.

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016

LPF 2 LANGKAH 2 MEMAHAMI KONSEP RENCANA STRATEGIS

Otda & Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM. Disampaikan pada acara WORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan, yang diselenggarakan oleh Pusham UII

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

OVERVIEW ECOTOWN KOTA BANDUNG. Bandung, 9 Desember 2011

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan

BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

Definisi Perubahan Iklim. Adaptasi perubahan iklim. Knowledge Management Forum 2017 Surabaya, April

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

STUDI SEKTORAL (12) TRANSPORTASI DARAT

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Transkripsi:

BAB VII PENUTUP VII.A. Kesimpulan Praktek collaborative govenrance yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar, PT Unilever Indonesia, Media Fajar, Yayasan Peduli Negeri dan juga Forum Kampung Bersih dan Hijau Kota Makassar berada pada tingkat eksplorasi. Kolaborasi yang berada pada tingkat ekplorasi adalah suatu pertemuan yang dilakukan dalam bentuk formal dan informal. Artinya, praktek yang dilakukan masih pada tahap pengembangan format yang utuh menuju suatu collaborative governance yang ideal. Selama ini, korabolator melakukan aktivitasnya berdasar pada kesepakatan kerjasama yang disepakati sejak tahun 2008. Pemerintah Kota Makassar bertugas menyediakan infrastruktur. Unilever Indonesia bertugas menyediakan pendanaan. Media Fajar bertugas melakukan pemberitaan. Yayasan Peduli Negeri bertugas menyediakan tenaga lapangan. Forum Kampung Bersih dan Hijau bertugas melakukan fasilitasi sebagaimana keputusan pembentukannya. Jadi, proses collaborative governance yang dilakukan oleh para pihak sangat terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing. Secara umum dinamika keterlibatan, motivasi dan kapasitas dalam program Makassar Green and Clean (MGC) 2008 2013 mulai dari agenda setting sampai transformasi aksi sudah berjalan baik. Isu-isu yang terkait meliputi kepentingan kolaborator, komunikasi intensif, saling percaya, saling memahami, legitimasi internal, komitmen bersama, kelembagaan kolaboratif, kepemimpinan 147

kolaborator dan sumber daya. Dari sembilan isu yang dikaji dalam penelitian ini, empat diantaranya yang belum sempurna yakni komitmen bersama, kelembagaan kolaboratif, kepempimpinan kolaborator dan sumber daya. Ini terjadi karena salah satu sub komponen dari pihak kolaborator belum maksimal berperan serta. Persoalannya terletak pada Pemerintah Kota Makassar. Dalam hal ini sebagian jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Alhasil, tindakan mereka sedikit mempengaruhi agenda setting dan transformasi aksi. Oleh karena program MGC dilihat sebagai satu kasus maka persoalan tersebut tetap menjadi perhatian dalam penelitian ini. Adapun hasil dari praktek collaborative governance terhadap perbaikan lingkungan hidup kota Makassar secara langsung telah berhasil memberikan sumbangsih dalam perbaikan kondisi ruang hijau kawasan pemukiman. Serta pengelolaan sampah perkotaan melalui prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan atau bank sampah. Apabila ditelusuri secara khusus, hasil dari aksi collaborative governance dibagi menjadi dua yakni dampak jangka panjang dan jangka pendek. Seluruh wilayah yang menjadi jangkauan program MGC berhasil memberikan dampak jangka pendek terhadap wilayah tersebut. Namun, program MGC kurang berhasil memberi dampak jangka panjang terhadap seluruh wilayah MGC. Dampak jangka panjang diarahkan pada wilayah yang berhasil mempertahankan kegiatan sejak program MGC pertamakali dilaksanakan diwilayahnya sampai sekarang (misalnya : Kelurahan Karanganyar dan Kelurahan Ballaparang). Disamping itu, dampak jangka pendek diarahkan pada wilayah yang kurang berhasil mempertahankan kegiatan setelah program MGC dilaksanakan 148

diwilayahnya (misalnya : Kelurahan Pattunuang dan Kelurahan Karuwisi Utara). Secara ringkas, kunci dari keberlanjutan program tergantung pada dukungan Lurah, keseriusan fasilitator dan kader lingkungan, kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan manajemen tindak lanjut penghijauaan pemukiman dan pengelolaan sampah. VII.B. Rekomendasi Penelitian terkait tema collaborative governance, khususnya sektor lingkungan hidup, dapat dilakukan di berbagai daerah yang mempunyai kebijakan, program atau kegiatan yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat. Penelitian kasus collaborative governance yang menarik adalah kasus yang bentuk forum atau lembaganya sudah sempurna sehingga isu-isu collaborative governance semakin menguat dan menarik diteliti. Terlebih kepada kasus yang menguat agenda setting dan aksinya. Oleh karena sulit mencari kasus yang tingkatan kolaborasinya sudah ideal dan sempurna, peneliti dapat mengkaji kasus mulai level nasional sampai lokal yang minimal melibatkan pihak pemerintah, swasta dan masyarakat dengan pisau analisis teori collaborative governance. Hasil atau dampak dari praktek collaborative governance juga sangat menarik untuk dikaji dalam program berbasis lingkungan. Perubahan pola pikir akan lebih mudah dikaji dengan mengamati hasil dari tindakan yang dilakukan. Bagaimanapun juga, pada dasarnya kebijakan, program dan kegiatan penghijauan dan pengelolaan sampah mempunyai tujuan dan target dalam perbaikan lingkungan hidup. 149

Praktek collaborative governance yang melibatkan pemerintah, perusahaan, media, lembaga swadaya masyarakat dan komunitas masyarakat harus dibangun atas dasar kesamaan pandangan yang bulat dan hubungan emosional yang kuat. Para kolaborator akan sulit berkreasi kalau belum ada kesamaan pandangan sebelum membentuk suatu program sektor lingkungan hidup yang dibingkai dengan pola collaborative governance. Oleh karena program berbasis collaborative governance adalah milik bersama atas dasar kepentingan dan tujuan yang sama maka tindakan kolektif kolegial menjadi bagian yang tidak terpisahkan selama proses mulai dari pengambilan keputusan sampai evaluasi program. Penelitian ini tidak bermaksud membuat suatu model atau teori. Luaran penelitian lebih mengarah pada rekayasa sosial yang lebih teknis. Luarannya adalah strategi praktek collaborative governance. Adapun strategi yang disimpulkan sebagai rekomendasi setelah melakukan analisis data sebagai berikut: 1. Para kolaborator perlu membangun kesepakatan awal tentang tugas dan tanggungjawab guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. 2. Pertemuan formal yang dilakukan mesti diimbangi dengan pertemuan nonformal agar transformasi semakin kuat. 3. Selalu melakukan penataan kelembagaan di organisasinya masing-masing. Terkhusus pada kolaborator yang melibatkan banyak sumber dayanya. 4. Masyarakat dilibatkan juga sebagai subjek program guna memunculkan kearifan lokal dalam program. 150

5. Mulai dari agenda setting sampai evaluasi, para kolaborator mengambil peran sesuai dengan kapasitasnya. 6. Membuat manajemen perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang berlandas pada nilai-nilai yang ideal. 7. Desain manajemen kolaborasi mengedepankan keberlanjutan program guna menghasilkan dampak maksimal baik secara internal maupun eksternal. VII.C. Implikasi Teoritis Implikasi teoritis dari penelitian ini terkait dengan pengembangan instrumen kebijakan publik, khsususnya collaborative governance. Dalam berbagai referensi yang ada (misalnya, Ansell dan Gash atau Emerson, dkk), isuisu collaborative governance hanya diarahkan dan ditekankan pada pengambilan keputusan dalam sebuah bentuk forum. Isu-isu yang ada dipahami cenderung hanya berproses pada saat formulasi. Namun dalam penelitian ini, poin utama yang ditemukan bahwa isu-isu collaborative governance tidak hanya dinamis pada pengambilan keputusan tetapi juga pada aksi di lapangan. Isu-isu terus berproses selama berlangsungnya collaborative governance dan selalu melekat pada pihak yang berkolaborasi. Dinamika setiap isu sangat beragam karena dipengaruhi oleh aktivitas organisasi atau individu yang terlibat. Ini terjadi bila hal yang dilakukan bukan sekedar pengambilan kebijakan tetapi juga pelaksanaan program. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin dinamis isu-isu collaborative governance. Terlebih ketika pihak yang terlibat berasal dari latar 151

organisasi yang berbeda-beda. Kepentingan yang beragam dari setiap kolaborator dapat melahirkan strategi yang bervariasi dalam program. Adanya pembagian tugas yang jelas sejak awal memberikan nuansa yang lebih harmonis karena setiap pihak melakukan aktivitasnya sesuai tugas dan tanggungjawabnya. Sementara itu, legitimasi formal dalam bentuk kesepakatan kerja sama sebagai bagian dari instrumen banyak mempengaruhi dinamika sebuah isu. Pihak yang paling dominan dalam aksi menjadi penentu baik atau buruknya hasil suatu collaborative governance. Kemudian pihak yang melibatkan banyak personilnya sangat mempengaruhi dampak yang dihasilkan. Isu partisipasi masyarakat menjadi salah satu poin yang sangat menarik untuk ditelaah dalam kajian collaborative governance apabila masyarakat dilibatkan secara aktif sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kolaborasi publik-privat. 152