BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

I. PENDAHULUAN. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan wrinkle/kerutan kulit, kulit yang kasar, kulit kering,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen warna kulit manusia termasuk di dalamnya adalah melanin,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

KRIM I M P EMU M TI T H I Bleaching Cream Dra. a N. az a liln i i n w i at a y t,m,. M S. i S. i,. A, p A t p

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

FAKTOR RISIKO PENDERITA MELASMA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

Nama : Fitria Intan Beladina NIM: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

TESIS ALMOND WIBOWO NIM:

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA KELAINAN KULIT HIPERPIGMENTASI

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan

MEKANISME KERJA WHITENING AGENT MAKALAH

EFEKTIFITAS PENUSUKAN TITIK ZUSANLI (ST 36) DAN TAICHONG (LR 3) PADA KASUS MELASMA IBU GURU SMPN III COLOMADU, KARANGANYAR

Quality of Life of Melasma Patients at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in Lampung

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Hidrokinon dalam Kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7

BAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. gangguan baik fisik maupun psikis. Salah satu bercak putih pada kulit adalah vitiligo,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah bekas lesi infeksi sekunder skabies yang sering terjadi dan

PROFIL MELASMA PADA PEREMPUAN USIA TAHUN MENGGUNAKAN LAMPU WOOD DI REJUVA SKIN & BEAUTY SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) DI KELURAHAN TANJUNG REJO KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

Kanker Kulit. Skin Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYESUAIAN DIRI PADA PENDERITA VITILIGO

BAB I PENDAHULUAN. laki-laki. Keagungan dan kekuasaan laki-laki dapat jatuh dan bertekuk lutut di

: Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan suatu organ yang berada pada seluruh permukaan luar

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN TABIR SURYA DENGAN DERAJAT KEPARAHAN MELASMA (Skor MASI) PADA WANITA DI KEC. GROGOL-SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik

Pada anak anak yang menggunakan dot, menghisap ibu jari atau yang menggunakan dot mainan, keadaan semua ini juga bisa menimbulkan angular cheilitis.

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Melasma 2.1.1 Definisi Melasma adalah hipermelanosis yang terjadi pada daerah wajah yang terkena sinar matahari. Melasma muncul sebagai makula hiperpigmentasi simetris yang dapat konfluen atau belang-belang. Pipi, bibir atas, dagu, dan dahi adalah lokasi yang paling umum tapi kadang-kadang melasma dapat terjadi pada lokasi yang terkena sinar matahari lainnya (Montemarano, 2012). Chloasma adalah istilah sinonim kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan terjadinya melasma selama kehamilan (Montemarano, 2012). 2.1.2 Epidemiologi a. Ras Orang dari setiap ras dapat dipengaruhi oleh melasma. Namun, melasma jauh lebih sering terjadi pada jenis kulit gelap daripada jenis kulit cerah dan mungkin lebih sering terjadi pada jenis kulit coklat muda, terutama Hispanik dan Asia, dari wilayah di dunia dengan paparan sinar matahari yang intens (Soepardiman, 2007). b. Jenis Kelamin Melasma jauh lebih umum terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Wanita yang terpengaruh adalah 90% dari kasus. Ketika laki-laki yang terkena, gambaran klinis dan histologis akan identik (Montemarano, 2012). Pada pria, melasma dijumpai pada 10% kasus. Di Indonesia, perbandingan kasus wanita dan pria yaitu 24 : 1 (Soepardiman, 2007).

c. Usia Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi mereka (Montemarano, 2012). Melasma tampak pada wanita usia subur dengan riwayat terpapar pajanan sinar matahari dengan intensitas yang lama. Usia 30-44 tahun merupakan insidens terbanyak (Soepardiman, 2007). 2.1.3 Etiopatogenesis Pada melasma, terjadi hiperpigmentasi akibat peningkatan produksi melanin atau peningkatan proliferasi melanosit yang aktif. Peningkatan produksi melanin ini terjadi tanpa perubahan jumlah melanosit. Mekanisme timbulnya melasma yang terjadi dalam proses pembentukan melanin dapat berupa peningkatan produksi melanosom, peningkatan melanisasi melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar, peningkatan pemindahan melanosom dari melanosit ke keratinosit, serta peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit (Laperee, 2008). Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana patogenesis dari penyakit melasma. Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan penyakit melasma antara lain adalah pengaruh sinar matahari, kehamilan, penggunaan hormon kontrasepsi, dan kosmetik. Peningkatan produksi melanosom disebabkan karena hormon maupun karena sinar UV. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen. Penghambatan dalam malphigian cell turnover juga dapat terjadi karena pemakaian obat sitostatik (Laperee, 2008). 2.1.4 Faktor Resiko a. Faktor Endokrin Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain Melanin Stimulating Hormone (MSH), ACTH, lipotropin, estrogen, dan progesterone (Damayanti, 2004).

b. Predisposisi Genetik Faktor genetik dan ras mempunyai kontribusi bermakna terhadap patogenesis melasma seperti yang diduga pada kejadian melasma familial. Penyakit ini jauh lebih sering ditemukan pada ras Hispanik, Latin, Oriental, dan Indo-Cina. Faktor predisposisi genetik pada melasma sering dijumpai pada penderita dengan tipe kulit III-VI (Jimbow, 2001). c. Faktor Paparan Sinar Matahari Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat berpengaruh dan ini berlaku untuk semua pasien yang mengalami perbaikan atau perburukan apabila terpapar sinar matahari. Eksaserbasi melasma hampir pasti dijumpai setelah terpapar sinar matahari yang berlebihan dan kondisi melasma akan membaik selama musim dingin. Lipid dan jaringan tubuh (kulit) yang terpapar dengan sinar terutama sinar UV dapat menyebabkan terbentuknya singlet oksigen dan radikal bebas yang merusak lipid dan jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin yang berlebihan (Montemarano, 2012). d. Faktor Kosmetik Bahan kosmetik yang menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu yang berasal dari bahan yang bersifat iritatif atau photosensitizer misalnya minyak bergamot, tar, beberapa asam lemak, minyak mineral, petrolatum, lilin tawon, bahan pewarna seperti Sudan III, para-fenilen diamin, pewangi, dan pengawet kosmetik. Melasma yang terjadi biasanya difus dengan batas tidak jelas dan akan lebih jelas bila terkena sinar matahari (Kariosentono, 2002). e. Faktor Obat-obatan Beberapa obat yang dapat merangsang aktivitas melanosit dan meningkatkan pigmentasi kulit terutama pada daerah wajah yang sering terpapar sinar matahari yaitu obat-obat psikotropik seperti fenotiazin

(klorpromazin), amiodaron, tetrasiklin, minosiklin, klorokuin, sitostatika, logam berat, arsen inorganik dan obat antikonvulsan seperti hidantoin, dilantin, fenitoin dan barbiturat (Soepardiman, 2007). 2.1.5 Klasifikasi Melasma dapat dikategorikan sebagai tipe epidermal, tipe dermal, atau tipe dermal-epidermal (campuran). Melasma tipe epidermal berarti pigmen (melanin) berada di lapisan kulit yang lebih superfisial yang disebut epidermis. Melasma tipe dermal berarti bahwa pigmen berada dalam lapisan kulit yang lebih dalam. Perbedaan ini penting karena melasma epidermal bereaksi lebih cepat terhadap pengobatan (Rigopoulos, 2007). 2.1.6 Gambaran Klinis Lesi melasma tampak sebagai makula coklat terang sampai gelap dengan pinggir iregular. Distribusi dari melasma biasanya simetris pada wajah dan menyatu dengan pola retikular. Terdapat tiga pola utama dari distribusi lesi tersebut yaitu sentrofasial (63%) yang mengenai daerah pipi, dahi, hidung, di atas bibir, dan dagu dan merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, malar (21%) yang mengenai pipi dan hidung, serta mandibular (16%) yang mengenai ramus mandibular. Melasma tidak mengenai membran mukosa. Jumlah makula hiperpigmentasi berkisar antara satu lesi sampai multipel dengan distribusi simetris (Rigopoulos, 2007). 2.1.7 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada melasma tidak diindikasikan, namun dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan fungsi endokrin, tiroid dan hepatik.

b. Pemeriksaan histopatologis Lesi kulit melasma terlihat jelas berbeda dibanding dengan kulit normal. Terdapat tiga gambaran histopatologis dari pigmentasi yaitu epidermal, dermal, dan dermal-epidermal (campuran). Pada melasma tipe epidermal, yang terlihat berwarna kecoklatan, terdapat peningkatan melanin di lapisan basal dan suprabasal. Peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit dapat diamati seiring dengan meningkatnya transfer melanosom ke keratinosit. Tipe epidermal lebih responsif terhadap pengobatan. Pada melasma tipe dermal, yang terlihat berwarna abu-abu kebiruan, pigmen melanin yang diproduksi oleh melanosit epidermal memasuki papilla dermis dan diambil oleh makrofag (melanofag) yang sering berkumpul di sekitar pembuluh darah kecil dan berdilatasi. Pada melasma tipe dermal-epidermal (campuran), ditandai dengan adanya deposisi pada lapisan dermal maupun epidermal (Rigopoulos, 2007). c. Pemeriksaan lampu Wood Berdasarkan lokasi pigmen, melasma terbagi dalam tiga tipe. Klasifikasi sebelum pengobatan sangat penting oleh karena lokasi pigmen dapat menentukan pengobatan yang akan dipilih. Untuk membantu dalam menentukan lokasi pigmen, maka pasien harus diperiksa dengan menggunakan lampu Wood sebelum diterapi (Rigopoulos, 2007). Lawrens berpendapat bahwa pemeriksaan dengan lampu Wood tidak dapat membantu meramalkan respon klinis terhadap pengelupasan kulit pada melasma. Hal ini dikarenakan, sebagian besar pasien-pasien melasma memiliki tipe melasma campuran dermal-epidermal. Pemeriksaan dengan lampu Wood tetap berguna untuk menentukan prognosis dari pengobatan melasma. Apabila lesi-lesi terlihat lebih jelas dengan pemeriksaan lampu Wood, maka terdapat kesempatan yang lebih baik untuk terjadinya perbaikan klinis (Rigopoulos, 2007).

Pada pemeriksaan dibawah lampu Wood, secara klasik melasma dapat diklasifikasikan menjadi : i. Tipe Epidermal Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat terang apabila dilihat di bawah lampu biasa dan penilaian dengan lampu Wood menunjukkan warna yang kontras antara daerah yang hiperpigmentasi dibanding kulit normal. Sebagian besar pasien melasma termasuk ke dalam kategori ini. Pasien dengan hiperpigmentasi tipe epidermal memiliki respon yang lebih baik terhadap bahan-bahan depigmentasi (Rigopoulos, 2007). ii. Tipe Dermal Hiperpigmentasi biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan apabila dilihat dibawah lampu biasa dan dengan lampu Wood tidak memberikan warna kontras pada lesi. Pada tipe ini, eliminasi pigmen bergantung pada transport melalui makrofag dan keadaan ini tidak mampu dicapai oleh bahan-bahan depigmentasi (Rigopoulos, 2007). iii. Tipe Dermal-Epidermal (Campuran) Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat gelap apabila dilihat dengan lampu biasa. Apabila dilihat dengan lampu Wood, akan terlihat warna yang kontras pada beberapa daerah lesi sedangkan pada daerah yang lain tidak (Rigopoulos, 2007). 2.1.8 Diagnosis Banding a. Riehl s melanosis Riehl s melanosis pertama kali diamati pada tahun 1917. Penyakit ini merupakan hiperpigmentasi pada wajah terutama di dahi dan di daerah zygomatic dan / atau di daerah temporal dan saat ini hampir identik dengan dermatitis kontak berpigmen pada wajah (Bleehen, 2004).

b. Hori s nevus Hori s nevus, juga dikenal sebagai acquired bilateral nevus of Ota-like macules (ABNOM) atau acquired dermal melanocytosis (ADM), timbul sebagai makula wajah abu-abu kebiruan bilateral. Hori s nevus terlihat pada 0,8% dari populasi Asia dan biasanya mempengaruhi daerah malar tapi lateral temples, alae nasi, kelopak mata, dan dahi juga dapat terlibat. Tidak seperti nevus Ota, pigmentasi dalam nevus Hori bersifat didapat dan tidak melibatkan mukosa. Melasma dan nevus Hori dapat timbul secara bersamaan (Lin, 2006). c. Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH) Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH) adalah masalah yang sering dihadapi dan merupakan gejala sisa dari berbagai gangguan kulit serta intervensi terapeutik. Hiperpigmentasi ini dapat dikaitkan dengan berbagai proses penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti infeksi, reaksi alergi, luka mekanik, reaksi terhadap obat, letusan fototoksik, trauma seperti luka bakar, dan penyakit inflamasi misalnya lichen planus, lupus eritematosus, dan dermatitis atopik (Davis, 2010). d. Erythema dyschromicum perstans (ashy dermatosis) Erythema dyschromicum perstans disebut juga dermatosis ceniciento yang berarti ashy dermatosis karena warna abu-abu kebiruannya. Erythema dyschromicum perstans (ashy dermatosis) adalah erupsi kulit yang berbeda dan agak kontroversial yang mungkin lebih baik dianggap sebagai bentuk lichen planus atau lichen planus actinicus (Schwartz, 2013). e. Minocycline pigmentation Minocycline adalah antibiotik yang umum digunakan untuk pengobatan jangka panjang acne vulgaris. Efek samping minocycline yang terdokumentasi dengan baik adalah pigmentasi kulit. Terdapat tiga jenis tipe

yang berbeda yaitu: Tipe I, pigmen blue-black/abu-abu di muka di daerah jaringan parut atau peradangan yang terkait dengan jerawat; tipe II, pigmen abu-abu kebiruan pada kulit tungkai bawah dan lengan; tipe III, tersebar warna muddy-brown di daerah paparan sinar matahari. Tipe I dan II berwarna seperti besi dan melanin terletak di ekstrasel dan dalam makrofag di dermis. Tipe III menunjukkan peningkatan melanin spesifik dalam keratinosit basal dan dermal melanophages berwarna hanya untuk melanin (Geria, 2009). f. Senile lentigo Senile lentigo atau age spots merupakan makula hiperpigmentasi kulit yang terjadi dalam bentuk tidak teratur yang muncul paling sering di daerah kulit terkena sinar matahari seperti pada wajah dan punggung tangan. Senile lentigo adalah komponen umum dari kulit yang menua terlihat paling sering setelah usia 50 tahun (Situm, 2010). g. Ephelid Ephelid sering juga disebut freckles yang biasanya diturunkan secara autosomal dominan. Pada ephelid, makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang dan timbul pada kulit yang sering terkena sinar matahari. Pada musim panas, jumlahnya akan bertambah, ukurannya menjadi lebih besar dan lebih gelap sedangkan pada musim dingin akan berkurang (Bleehen, 2004). 2.1.9 Penatalaksanaan Hasil pengobatan sangat bervariasi antara individu. Pengobatan yang dianjurkan akan sangat tergantung pada jenis melasma, dermal atau epidermal. Pada beberapa orang dengan epidermal melasma, perbaikan yang cepat dialami dalam waktu 4-8 minggu setelah memulai pengobatan, sementara yang lain mungkin memakan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan perbaikan. Ini

mungkin memerlukan waktu untuk merespon terhahap pengobatan (Montemarano, 2012). Obat-obat yang diresepkan untuk melasma disebut bleaching atau "depigmentasi" yaitu agen yang menyebabkan kulit untuk berhenti membuat melanin. a. Agen Depigmentasi Agen ini menghambat enzim kunci yang terlibat dalam sintesis melanin. b. Agen Antibiotik Agen ini menghambat sintesis DNA dan enzim mitokondria untuk mengganggu melanosit hiperaktif. Biasanya melanosit yang berfungsi tidak terhambat. c. Retinoid Agen ini mengatur pertumbuhan dan proliferasi sel. 2.1.10 Pencegahan Penghindaran sinar matahari adalah langkah yang paling penting dalam mengobati melasma dan mencegah kembalinya melasma. Sinar matahari merupakan pemicu yang kuat dari pembentukan pigmen pada orang yang rentan terhadap melasma. Hal ini cukup kuat untuk melawan efek dari obat-obatan, bahkan melalui jendela mobil atau pada hari berawan (Montemarano, 2012). Jika penderita akan terkena sinar matahari, maka penderita harus mengambil langkah-langkah berikut untuk mencegah sinar matahari terkena pada daerah wajah : a. Memakai topi dengan pinggiran untuk menaungi wajah. b. Menggunakan payung matahari. c. Oleskan tabir surya setiap hari.

Ketika memilih tabir surya, harus dipertimbangkan hal-hal berikut : a. Gunakan tabir surya dengan zinc oxide atau titanium dioxide. Formulasi yang "micronized" dapat berbaur lebih baik dengan kulit yang lebih gelap. b. Gunakan tabir surya yang melindungi terhadap sinar UV. c. Gunakan tabir surya yang terdaftar sebagai SPF 30 atau lebih. 2.1.11 Evaluasi Pengobatan Evaluasi hasil pengobatan penelitian uji klinis pada melasma dapat dibagi menjadi teknik evaluasi subjektif dan objektif (Lawrence, 1997). a. Teknik evaluasi subjektif Meskipun mutunya lebih rendah dibanding teknik evaluasi objektif, evaluasi subjektif terutama The Physician s Global Assessment (PGA) merupakan the primary efficacy endpoint untuk mengevaluasi pengobatan terbaru. PGA adalah the primary efficacy endpoint pada uji klinis melasma. Secara klinis, PGA merupakan pengukuran subjektif yang relevan dari perubahan keparahan pigmentasi selama pengobatan dibandingkan dengan awal pengobatan (Lawrence, 1997). Sistem pengukuran yang paling sering digunakan adalah Melasma Area and Severity Index (MASI) score dan pertama kali dipakai oleh Kimbrough- Green et al untuk penilaian melasma. MASI adalah suatu cara untuk mengukur secara teliti keparahan melasma dan perubahan selama terapi. Skor MASI dihitung pertama sekali dengan menilai area hiperpigmentasi di wajah. Empat area yang dievaluasi yaitu dahi (F), pipi kanan (MR), pipi kiri (ML), dan dagu (C), yang disesuaikan secara berurutan dengan 30%, 30%, 30%, dan 10% dari seluruh wajah (Lawrence, 1997). Selain itu, Melasma Severity Scale (MSS) merupakan sistem skoring empat tingkat (skala kategorik) yang menilai keparahan melasma (Lawrence, 1997).

b. Teknik evaluasi objektif Berbagai teknik evaluasi objektif telah digunakan pada penelitian uji klinis melasma, seperti reflectance spectroscopy, fotografi, fluorescent video recording dan corneomelametry, dan histologi (Lawrence, 1997). 2.1.12 Prognosis Dermal pigmen mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyembuh daripada epidermis pigmen karena tidak ada terapi yang efektif mampu menghilangkan pigmen kulit. Namun, pengobatan tidak harus ditahan hanya karena dominan dermal pigmen. Sumber pigmen kulit adalah epidermis, dan jika epidermal melanogenesis dapat dihambat untuk waktu yang lama, pigmen kulit tidak akan mengisi dan perlahan-lahan akan menyembuh (Montemarano, 2012). Kasus resisten atau rekuren melasma sering terjadi jika penghindaran terhadap sinar matahari tidak diperhatikan (Montemarano, 2012). 2.2 Kualitas Hidup 2.2.1 Definisi Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika dihadapi dengan positif, maka akan baik pula kualitas hidupnya. Tetapi, lain halnya jika dihadapi dengan negative, maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Menurut WHO (1994), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan yang terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social, dan hubungan spiritual kepada karakteristik lingkungan mereka.

2.2.2 Komponen Kualitas Hidup Melasma dapat memiliki efek emosional dan psikologis yang signifikan pada mereka yang terkena dampak dengan kondisi tersebut. Pada masa lalu, dampak melasma pada health-related quality of life (HRQoL) telah dinilai dengan menggunakan ukuran umum penyakit kulit yang sama-sama mempertimbangkan secara fisik dan tekanan psikososial yang timbul dari adanya suatu kelainan dermatologis (Cestari, 2006). Terdapat beberapa instrumen untuk mengukur tingkat kualitas hidup seseorang pasien yang menderita penyakit kulit dan yang paling umum digunakan adalah World Health Organization Quality of Life (WHOQoL), SKINDEX-16, dan Dermatology Life Quality Index (DLQI). Namun, instrumen yang paling tepat digunakan untuk mengukur tingkat kualitas hidup penderita melasma adalah MelasQoL. Pertanyaan yang terdapat dalam MelasQoL lebih sesuai untuk mengevaluasi secara obyektif efek melasma pada tingkat kualitas hidup penderitanya daripada instrumen-instrumen lain. Skor MelasQoL dapat membantu panduan metode pengobatan serta melacak peningkatan HRQoL pada pasien (Cestari, 2006). Balkrishnan et al melaporkan bahwa aspek yang paling terpengaruh oleh melasma adalah kehidupan sosial, rekreasi, waktu luang, dan kesejahteraan emosional. Selanjutnya, Dominguez et al mengadaptasi MelasQoL berbahasa Spanyol (Sp- MelasQoL) untuk secara khusus menargetkan perempuan Latin. Pertanyaan MelasQoL diadaptasi, diterjemahkan, dan secara internal divalidasi untuk digunakan dalam masyarakat berbahasa Spanyol. Para penulis melaporkan kesehatan fisik, kesejahteraan, kehidupan sosial, dan uang sebagai domain yang paling terpengaruh oleh melasma. Skala MelasQoL telah diadaptasi dan divalidasi untuk etnis dan kebangsaan lainnya, termasuk Brazil Portuguese (MelasQoL-BP), Perancis (MelasQoL-F), dan Turki (MelasQoL-TR), yang menunjukkan bagaimana melasma dapat berdampak pada kualitas hidup dan keprihatinan kosmetik untuk semua pasien tanpa memandang ras atau phototype (Rossi, 2011).

2.2.3 Kualitas Hidup Penderita Melasma Hiperpigmentasi pada muka penderita melasma menimbulkan rasa kurang percaya diri akan penampilan wajah. Hal ini menyebabkan terjadinya masalah emosi yaitu masalah psikologis pada kalangan penderita melasma. Penampilan yang kurang nyaman menimbulkan lingkungan yang kurang erat dengan orang lain. Hal ini menyebabkan penderita melasma menjauhkan dirinya dari keramaian orang dan mengurangi kegiatan di luar rumah dan kegiatan yang membutuhkan tenaga orang ramai. Selain dari masalah psikologis, melasma juga dapat menimbulkan masalah sosial. Dengan menghindari orang, penderita melasma menjalin hubungan sosial yang kurang erat. Hal ini bukan hanya mempunyai efek pada penderita tetapi juga pada negara (Cestari, 2006). Seperti diketahui MelasQoL diadaptasi, diterjemahkan dan divalidasi dalam berbagai bahasa. Sp- MelasQoL yang digunakan oleh Dominguez untuk penelitian pada perempuan Latin menunjukkan hasil bahwa peserta yang kurang berpendidikan, yang menerima perawatan sebelumnya, dan peserta yang menderita melasma untuk jangka waktu yang panjang menunjukkan tingkat kualitas hidup yang rendah. Pada MelasQoL-F yang digunakan dalam penelitian pada perempuan di negara Perancis menunjukkan hasil bahwa tingkat kualitas hidup banyak dipengaruhi oleh melasma pada hubungan kekeluargaan dan kehidupan sosial. MelasQoL-BP yang telah digunakan untuk penelitian yang dilakukan di Brazil oleh Cestari menunjukkan hasil bahwa domain tingkat kualitas hidup yang paling terpengaruh oleh melasma adalah penampilan, frustrasi, malu, depresi, hubungan dengan orang lain, dan merasa tidak menarik. Pada MelasQoL- TR yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dogramaci di Turki menunjukkan hasil bahwa penderita melasma paling terpengaruh oleh penampilan kulit, frustrasi, merasa tidak menarik bagi orang lain, dan memiliki rasa terbatas kebebasan (Chen, 2012).