BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Profesionalisme dalam dunia kedokteran terus mendapat perhatian dan terus berkembang sejak dua dekade yang lalu (Wynia et al., 1999). Banyak hal yang mendasari perkembangan pentingnya profesionalisme kedokteran saat ini. Data yang dikeluarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menunjukkan laporan kasus malpraktik cenderung meningkat, yaitu pada tahun 2009 tercatat 7 pengaduan, sedangkan pada 2010 terdapat 10 pengaduan. Data Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia hingga pertengahan tahun 2010 terdapat 20 kasus malpraktik sedangkan sepanjang tahun 2009 terdapat 40 kasus. Dokter umum merupakan yang terbanyak melakukan pelanggaran disiplin, yang oleh masyarakat disebut dengan malpraktik, sebanyak 48 kasus (Kemkes, 2011). Semakin maraknya kasus-kasus malpraktik yang timbul akhir-akhir ini menimbulkan adanya kekhawatiran tentang kurangnya profesionalisme dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran (Mikail, 2011). Dalam melaksanakan praktik profesinya, dokter juga harus bekerjasama dengan berbagai profesi kesehatan lainnya. Berbagai pengamatan yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa kadang-kadang dokter tidak dapat bekerjasama dengan baik dengan profesi kesehatan lain yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan perlunya untuk menekankan pembelajaran profesionalisme dalam pendidikan seorang calon dokter yang berguna untuk pelaksanaan praktik profesi
dokter di masa yang akan datang. Selain itu, masyarakat sudah semakin sadar akan haknya dalam pelayanan kesehatan, sehingga praktik kesehatan yang profesional adalah hal yang wajib untuk dicapai. Komersialisasi dalam dunia kesehatan juga banyak menimbulkan kesadaran akan pentingnya profesionalisme dalam dunia kedokteran. Pasien sebagai bagian dari masyarakat mengharapkan dokter yang menanganinya memiliki perilaku profesional dengan standar yang tinggi. Konsep profesionalisme dan perilaku profesional termasuk isu perilaku yang tidak profesional yang dilakukan oleh tenaga kesehatan saat ini mendapatkan perhatian lebih, sama seperti isu komersialisasi praktik pelayanan kesehatan itu sendiri (Aguilar, 2011). Profesionalisme berhubungan erat dengan istilah profesi dan profesional. Menjadi seorang profesional bisa berarti banyak hal, termasuk internalisasi seperangkat nilai, berperilaku sesuai dengan standar yang diterima oleh praktik kedokteran dan akuntabel untuk pasien yang dilayani (Gliatto & Stern, 2009). Profesionalisme merupakan filosofi dan kebiasaan yang mengandung nilai-nilai, perilaku, pengetahuan dan keterampilan yang perlu diterapkan dalam pelayanan klinis untuk kepentingan pasien dan masyarakat. Perilaku profesional yang merupakan bagian dari profesionalisme didefinisikan sebagai perilaku yang dapat diamati yang menggambarkan nilai dan standar profesi. Perilaku profesional ini dibuktikan dalam kata- kata, perilaku, penampilan dan sangat penting sebagai dasar dalam membentuk kepercayaan antara pasien dan dokter (van Luijk, 2005). Good Medical Practice menyatakan bahwa
perilaku profesional profesi dokter harus dikembangkan sebagai tanggung jawab kepada pasien, sejawat dan masyarakat. Profesionalisme yang diajarkan pada saat pendidikan dokter ditujukan agar mereka memiliki perilaku yang sesuai untuk seorang dokter. Pembelajaran profesionalisme tidak dapat diberikan hanya dalam satu waktu, karena profesionalisme perlu dibentuk pada seorang calon dokter dan memerlukan proses (van Luijk, 2005). Profesionalisme kedokteran merupakan dasar kontrak sosial antar profesi dokter dan masyarakat, oleh karena itu profesionalisme perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan kedokteran (Passi et al., 2010). Konsil Kedokteran Indonesia menyatakan dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012 bahwa tantangan profesi kedokteran saat ini masih memerlukan penguatan dalam aspek perilaku profesional. Hal ini pun sesuai dengan pernyataan Konsil Kedokteran se-asean yang menyatakan bahwa karakteristik dokter yang ideal adalah profesional, kompeten, beretika, serta memiliki kemampuan menajerial dan kepemimpinan. Pembelajaran profesionalisme perlu dikembangkan dan harus dapat dinilai maka harus dimulai dengan mendefinisikan pengertian dan menjelaskan perilaku perilaku profesional dari seorang dokter tersebut. Hubungan dokter dan pasien merupakan refleksi dari suatu profesionalisme dan merupakan pusat dari pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pasien merupakan orang yang memanfaatkan layanan kesehatan yang diberikan oleh dokter secara personal atau oleh institusi kesehatan. Profesionalisme yang dimiliki oleh dokter dapat mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya. Saat ini, pelayanan kesehatan dipusatkan pada pemenuhan kebutuhan
atau kepuasan pasien, dimana pasien dapat berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan untuk menangani penyakitnya. Gagalnya komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan 80% penyebab kasus pelanggaran disiplin yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat (Prahasto, 2012). Oleh karena itu, perspektif pasien harus dilibatkan dalam menentukan perilaku-perilaku profesional yang diharapkan dimiliki oleh seorang dokter. Saat ini pendapat pasien belum terlalu banyak dieksplorasi untuk membantu mendefinisikan profesionalisme dokter. Beberapa penelitian di luar negeri telah mencoba untuk memasukkan persepsi pasien dalam mendefinisikan profesionalisme. Regis et al. (2011) melihat perspektif residen dan keluarga pasien tentang profesionalisme dan menemukan adanya kemiripan dalam harapan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang dokter. Davis et al. (2007) melakukan penelitian dengan metode survei untuk mengetahui hal yang lebih disukai pasien saat pelayanan klinis. Namun, dalam studi tersebut mereka berasumsi bahwa pernyataan dalam survei tersebut yang dipilih oleh pasien mewakili perilaku profesional yang dimiliki dokter. Hasil penelitian Wiggin et al. (2009) menunjukkan bahwa dari perspektif pasien, komponen-komponen profesionalisme yang melibatkan pasien lebih penting dibandingkan dengan perilaku sosial lainnya. Patient centered profesionalism merupakan kunci kepuasan pasien. Pasien memiliki harapanharapan tentang atribut profesional yang harus dimiliki oleh dokter. Indonesia merupakan negara yang terletak di benua Asia, memiliki kebudayaan yang berbeda dengan negara yang terletak di Eropa atau benua lainnya. Hofstede menyatakan bahwa secara umum kebudayaan Barat lebih bersifat
individualis, yaitu mereka lebih menghargai kebebasan, dan menampilkan kepribadian individu. Sebaliknya, bangsa Asia lebih bersifat kolektif, yaitu mereka lebih menghargai keanggotaan kelompok dan lebih suka menghindari ketidakpastian serta menghargai tindakan dan perilaku yang berpengaruh di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian yang dihasilkan di Eropa belum tentu dapat diterapkan langsung di Indonesia karena adanya faktor perbedaan budaya tersebut. Hasil penelitian Claramita et al. (2011) tentang komunikasi dokter-pasien menunjukkan bahwa perbedaan karakteristik kebudayaan di negara Asia akan mempengaruhi cara komunikasi antara dokter dan pasien. Penelitian ini melibatkan pasien untuk mengetahui faktor-faktor yang mendasari terjadinya konsultasi satu arah pada komunikasi dokter pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Cruess et al. (2010) menemukan adanya perbedaan dalam peran profesional di kebudayaan dan negara yang berbeda. Penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilaksanakan, meneliti aspek profesionalisme dari sisi mahasiswa untuk menilai integritas akademik. Muktamirah (2012) meneliti kecenderungan integritas akademik mahasiswa dengan menggunakan tes MMPI dan menilai integritas akademik mahasiswa. Sebelumnya juga dilakukan penelitian yang menilai persepsi mahasiswa keperawatan tentang perilaku integritas akademik (Musharyanti, 2010). Penelitian tentang definisi profesionalisme pernah dilaksanakan oleh Rahayu (2011) sebagai bagian dari penelitian pengembangan model perkembangan profesionalisme dokter. Penelitian tersebut menghasilkan lima atribut profesionalisme yang sesuai dengan literatur luar negeri dan dalam negeri dan dengan satu tambahan aspek etika
agama. Penelitian tersebut menggunakan focus group discussion dengan partisipan yang berasal dari stakeholder, praktisi, dokter spesialis, ahli dan anggota organisasi. Pasien merupakan orang yang secara langsung menggunakan jasa dokter dalam suatu layanan kesehatan. Penelitian-penelitian sebelumnya yang menilai persepsi pasien banyak dilaksanakan untuk melihat hubungan dengan layanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan Ariadi (2005) meneliti persepsi pasien tentang mutu pelayanan dokter di rumah sakit. Hapsari (2006) meneliti persepsi pasien tentang poliklinik umum dan pemafaatannya dan Asmita (2008) meneliti hubungan antara persepsi pasien tentang mutu layanan dengan loyalitas pasien dalam berobat ke poliklinik. Namun, penelitian tentang profesionalisme ataupun aspek-aspek profesionalisme yang dilakukan di Indonesia belum menyertakan pasien sebagai subjek yang akan memberi masukan tentang definisi perilaku profesional dokter yang melayaninya. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang ditemukan adalah: Bagaimanakah persepsi pasien tentang perilaku profesional dokter di pusat kesehatan masyarakat di Kota Yogyakarta? I.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui persepsi pasien tentang perilaku profesional dokter di pusat kesehatan masyarakat di Kota Yogyakarta 2. Mengetahui aspek-aspek yang paling penting tentang perilaku profesional dokter dari persepsi pasien.
I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang perilaku profesional dokter dari sudut pandang pasien belum pernah dilaksanakan di Indonesia, akan tetapi penelitian tentang perilaku profesional ini telah banyak dilakukan di luar negeri dari perspektif berbagai macam pihak. Penelitian sebelumnya telah meneliti aspek-aspek profesionalisme dari sudut pandang pasien, keluarga pasien, perawat, residen serta dokter. Berikut adalah berbagai penelitian tentang definisi dan aspek profesionalisme. Wagner et al. (2007) melakukan penelitian untuk mendefinisikan makna profesionalime dalam kedokteran. Penelitian tersebut ditujukan untuk mengetahui persepsi dan harapan yang diinginkan dari pelaku profesional kedokteran. Disain penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode focus group discussion yang melibatkan mahasiswa kedokteran, residen dan staf Fakultas Kedokteran Georgia serta pasien dari pusat kedokteran keluarga. Penelitian tersebut menghasilkan adanya persamaan elemen profesionalisme dari perspektif partisipan. Namun, mahasiswa lebih menekankan pentingnya melakukan pembelajaran profesionalisme dengan baik. Wiggins et al. (2009) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi karakteristik yang menunjukkan profesionalisme dari sudut pandang pasien dan perilaku tersebut ditunjukkan oleh para residen atau tidak. Disain yang digunakan adalah deskriptif, cross sectional study dengan metode survei. Survei dilakukan pada semua pasien dewasa dan orangtua dari pasien yang datang ke klinik optalmologi. Hasilnya menunjukkan bahwa pasien menilai perilaku profesional
yang melibatkan pasien seperti kemampuan komunikasi dan rasa peduli, lebih penting dari perilaku sosial lain seperti penampilan. Rogers (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui definisi dari profesionalisme dan membedakan dengan medical ethic. Metode yang dilaksanakan adalah dengan melakukan review referensi tentang profesionalisme dan memisahkan aspek yang berhubungan dengan kompetensi etiko medikolegal. Definisi yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan data empiris pelanggaran disiplin dalam praktik dokter. Hasil yang didapatkan adalah domain untuk perilaku profesional adalah tanggung jawab, hubungan dengan pasien, menghormati pasien, kejujuran, mawas diri serta kemampuan untuk refleksi dengan tambahan domain kolaborasi dan kerja sama. Green et al. (2009) melakukan penelitian yang berjudul Defining profesionalism from the perspective of patients, physicians, and nurses. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan perilaku-perilaku yang menunjukkan profesionalisme kedokteran menurut pasien, dokter dan perawat. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kualitatif dengan melakukan focus group discussion pada 22 kelompok yang terdiri dari pasien, perawat bangsal, perawat poliklinik, residen dan spesialis dari berbagai macam keahlian. Dari penelitian tersebut didapatkan 68 perilaku yang menunjukkan profesionalisme dan terdapat perbedaan perspektif antara partisipan tentang kepentingan dari perilaku tersebut sebagai tanda profesionalisme. Kesimpulan penelitian tersebut adalah profesionalisme merupakan perilaku yang dapat dilihat,
sehingga lebih memudahkan dalam memfasilitasi diskusi, penilaian dan pembelajaran profesionalisme di pendidikan kedokteran dan pelayanan klinik. Pada penelitian-penelitian diatas yang dilakukan diluar negeri telah menjelaskan tentang definisi perilaku profesional dari persepsi pasien,residen dan mahasiswa kedokteran yang bekerja di rumah sakit. Sementara itu pada penelitian ini ingin mengetahui persepsi pasien tentang perilaku profesional dokter dalam pusat pelayanan kesehatan primer dengan melakukan wawancara mendalam pada pasien yang berobat di pelayanan primer. I.4. Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan terhadap definisi profesionalisme dan perilaku profesional dokter dari sudut pandang pasien, sehingga didapat persamaan sudut pandang tentang harapan dokter yang profesional. 2. Memberi masukan pada institusi pendidikan dan profesi dokter tentang sikap yang harus dimiliki oleh seorang dokter