BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

dokumen-dokumen yang mirip
VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

Metode Penilaian Investasi Pada Aset Riil. Manajemen Investasi

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

III. METODE PENELITIAN

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

IV METODOLOGI PENELITIAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IV METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Biaya Investasi No Uraian Unit

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

VI. ANALISIS KELAYAKAN USAHA LENGKENG DIAMOND RIVER

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

VIII. ANALISIS FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

Metode Penilaian Investasi

IV. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI TUMPANGSARI MANGGIS DENGAN KAPULAGA Pipih Nuraeni 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES )

IV. METODE PENELITIAN

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KEAYAKAN FINANSIAL USAHATANI PEPAYA CALINA. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

III KERANGKA PEMIKIRAN

KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI USAHATANI ASPARAGUS (Asparagus officionalis) RAMAH LINGKUNGAN, PT AGRO LESTARI, BOGOR HERLIANA RIDHAWATI A

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

Pertemuan 12 Investasi dan Penganggaran Modal

Materi 7 Metode Penilaian Investasi

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

III KERANGKA PEMIKIRAN

Plastik bag Genset Total Penyusutan per Tahun

II. KERANGKA PEMIKIRAN

VIII. ANALISIS FINANSIAL

BAB VI ASPEK KEUANGAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

BAB 5 ANALISIS KEUANGAN

IV. METODE PENELITIAN

Mata Kuliah - Kewirausahaan II-

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI UPS MUTU ELOK. Proyek UPS Mutu Elok diawali pada tahun 2005 dan memulai produksi

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 2 September 2012

Oleh: 1 Irma Fitriani Kusmayadi, 2 Dedi Herdiansah Sujaya, 3 Zulfikar Noormasyah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. RENCANA KEUANGAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Daya Mandiri merencanakan investasi pendirian SPBU di KIIC Karawang.

Transkripsi:

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan beberapa kriteria kelayakan diantaranya NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Perhitungan tersebut didasarkan atas cashflow perusahaan. 7.1.1. Arus Penerimaan Proyek Penerimaan proyek dalam penelitian ini berasal dari hasil penjualan rosela dan nilai sisa. Nilai sisa didapatkan dari aset yang belum habis nilainya pada saat proyek berakhir, sedangkan nilai penjualan didapatkan dari hasil perkalian antara harga jual rosela per kilogram dengan volume rosela yang dihasilkan per tahun. Nilai penjualan ini didapatkan setiap harinya dengan volume produksi yang berbeda setiap tahun. Perbedaan ini didasarkan pada kegiatan usaha perusahaan berlangsung setiap hari dan produktivitas tanaman yang tidak selalu konstan. Dengan luas lahan 7500 m 2, produksi rosela kering hanya mencapai 53,78 kg pada tahun pertama, 61,47 kg pada tahun kedua, 68,06 kg pada tahun ketiga, 74,53 kg pada tahun keempat, dan 81,48 kg pada tahun kelima. Dengan harga jual masing-masing rosela organik kemasan 35 gram sebesar Rp 6.000 per pak, kemasan 50 gram sebesar Rp 10.000 per pak dan bentuk curah 1.000 gram sebesar Rp 90.000 per per curahnya, maka arus penerimaan penjualan adalah adalah Rp 7.098.960 pada tahun pertama, Rp. 9.607.714 pada tahun kedua, Rp 11.686.000 pada tahun ketiga, Rp 12.830.000 pada tahun keempat dan Rp 14.068.000 pada tahun kelima. 7.1.2. Arus Biaya Proyek Usaha Rosela Dalam suatu kelayakan proyek terdapat beberapa komponen biaya seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan saat pertama kali proyek belum berjalan, sedangkan biaya operasional dikeluarkan

setiap tahun selama proyek berjalan. Biaya operasional terbagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. 7.1.2.1 Biaya Investasi Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama. Wahana Farm menyiapkan segala fasilitas yang diperlukan untuk kelangsungan usahatani rosela organik. Fasilitas-fasilitas yang dipersiapkan pada tahun pertama dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 8. Biaya Investasi Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2008. No Uraian Umur Teknis (tahun) Satuan Jumlah Harga Total 1 Lahan 5 m2 7500 7.000.000 7.000.000 2 Sealer/pengepres plastik 5 Buah 1 350.000 350.000 3 Nyiru 3 Buah 40 6.000 240.000 4 Timbangan 25 kg 10 Buah 1 125.000 125.000 5 Timbangan duduk 5 Buah 1 100.000 100.000 6 Cangkul 3 Buah 1 45.000 45.000 7 Stempel 5 Buah 1 50.000 50.000 8 Golok 3 Buah 1 30.000 30.000 9 Benih - ons 1 40.000 40.000 10 Cengkrong 3 Buah 2 15.000 30.000 11 Ember besar 3 Buah 1 30.000 30.000 12 Gunting Stek 5 Buah 1 30.000 30.000 13 Sabit 3 Buah 1 17.000 17.000 14 Cap tanggal 5 Buah 1 16.000 16.000 Total 8.103.000 Pada Tabel 8, terlihat ada biaya sewa lahan dalam biaya investasi. Biaya ini merupakan jumlah investasi terbesar dalam memulai proyek. Lahan tersebut digunakan untuk usaha rosela organik, tetapi tidak menutup kemungkinan diadakannya pergantian penanaman komoditi lain (tumpang sari). Ada perbandingan antara umur ekonomis proyek dan umur ekonomis aset investasi, sehingga terdapat biaya reinvestasi. Biaya reinvestasi ini merupakan biaya pengeluaran kembali untuk keperluan aset yang sudah habis umur teknisnya sebelum proyek berakhir. Pada tahun pertama tidak ada reinvestasi karena umur teknis aset belum habis. Setelah umur proyek tiga tahun, maka terjadi reinvestasi aset pada tahun keempat. Hal ini terjadi karena ada beberapa aset yang umur teknisnya sudah

habis, sehingga aset-aset tersebut harus diganti. Tabel 9 merupakan rincian asetaset yang mengalami reinvestasi. Tabel 9. Biaya Reinvestasi Tahun Keempat Proyek Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No Uraian Umur Teknis (tahun) Satuan Jumlah Harga Total 1 Cangkul 3 Buah 1 45.000 45.000 2 Cengkrong 3 Buah 2 15.000 30.000 3 Ember besar 3 Buah 1 30.000 30.000 4 Golok 3 Buah 1 30.000 30.000 5 Nyiru 3 Buah 10 6.000 60.000 6 Sabit 3 Buah 1 17.000 17.000 Total 212.000 Tabel 9 menjelaskan tentang adanya reinvestasi aset yang umur teknisnya sudah habis. Setelah dihitung berdasarkan jumlah dan harganya, maka besar biaya reinvestasi tersebut adalah Rp 212.000. Selain adanya biaya reinvestasi yang telah diuraikan diatas, terdapat juga aset-aset yang memiliki nilai sisa di akhir tahun proyek. Di bawah ini adalah perincian nilai aset yang memiliki nilai sisa yang ditunjukkan tabel 10. Tabel 10. Nilai Sisa Aset Usaha Rosela Wahana Farm di Akhir Tahun Proyek. No Uraian Penyusutan per tahun Nilai Sisa 1 Cangkul 15.000 15.000 2 Cengkrong 10.000 10.000 3 Ember besar 10.000 10.000 4 Golok 10.000 10.000 5 Nyiru 20.000 20.000 6 Sabit 5.667 5.667 7 Timbangan 25 kg 12.500 62.500 Total 133.167 Tabel di atas menunjukkan jumlah nilai sisa aset yang terjadi di akhir tahun proyek sebesar Rp 133.167. Nilai sisa diperoleh dari aset-aset yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah proyek berakhir, baik sebelum dan sesudah mengalami reinvestasi.

7.1.2.2 Biaya Operasional Biaya operasional dikeluarkan oleh Wahana Farm selama satu tahun proyek berjalan dan digunakan untuk kebutuhan proyek. Biaya operasional ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh volume produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlah pengeluarannya dipengaruhi oleh volume produksi. Komponen biaya tetap dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Biaya Tetap Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No Uraian Per Bulan Per Tahun 1 Transportasi 200.000 2.400.000 2 Administrasi dan umum 100.000 1.200.000 3 Komunikasi 100.000 1.200.000 Total 4.800.000 Tabel 11 menguraikan jumlah biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh Wahana Farm dengan total Rp 4.800.000. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya transportasi yang merupakan komponen biaya paling besar, biaya administrasi dan umum serta biaya komunikasi. Jumlah biaya tetap ini terasa memberatkan bagi Wahana Farm. Selain biaya tetap, Wahana Farm juga mempunyai komponen biaya variabel, yang meliputi sejumlah bahan pendukung dalam kegiatan usaha rosela organik. Biaya-biaya variabel tersebut diperlukan untuk satuan lahan seluas 7.500 m 2. Perincian biaya variabel Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya Variabel Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No. Uraian Kebutuhan Harga per Satuan Total 1. Pupuk kandang 1500 kg 1.000 1.500.000 2. Pestisida organik 50 kg 7.000 350.000 3. Label 839 buah 250 209.750 4. Plastik kemasan 839 buah 50 41.950 Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 12 memperlihatkan bahwa pupuk kandang adalah biaya variabel yang paling besar karena penggunaan pupuk kandang memiliki peranan penting dalam budidaya rosela organik. Kebutuhan pupuk kandang dalam sekali tanam adalah 1500 kg. Harga pupuk kandang Rp 1000/kg, sehingga jumlah biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 1.500.000.

Selain pupuk kandang, penggunaan pestisida juga mempunyai peranan penting untuk menghindari adanya gangguan hama. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan pestisida adalah Rp 350.000 per sekali tanam. Penggunaan label dan plastik kemasan dihitung berdasarkan jumlah kenaikan produksi. 7.1.3. Kelayakan Finansial Proyek Beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan dalam penelitian ini adalah NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period. Pengukuran kriteria-kriteria tersebut diukur kelayakannya pada tingkat suku bunga 7,75 persen. Tingkat suku bunga tersebut adalah tingkat suku bunga deposito. Penggunaan tingkat suku bunga tersebut merupakan pertimbangan dari penggunaan modal sendiri. Untuk mengetahui hasil analisis finansial rosela organik Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Analisis Finansial Usaha Rosela Organik di Wahana Farm. No. Kriteria Investasi Satuan Nilai Kriteria Investasi 1. NPV Rp 1.469.772,29 2. Net B/C - 1,17 3. IRR % 13,72 4. Payback Period Tahun 1,93 Tabel 13 menunjukkan hasil analis finansial rosela organik di Wahana Farm. Hasil tersebut merupakan jumlah riil yang ada sesuai dengan kondisi di lapangan yang diperoleh dari lahan seluas 7.500 m 2. Berdasarkan hasil analisis finansial usaha rosela organik di Wahana Farm, dengan penilaian parameter kelayakan pada tingkat suku bunga 7,75 persen diperoleh besaran nilai NPV diatas nol sebesar Rp 1.469.772,29. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan besaran nilai pendapatan setelah pajak pada tahun pertama sebesar Rp -9.331.754,00; pada tahun kedua sebesar Rp 1.121.777,29; pada tahun ketiga sebesar Rp 3.077.921,00; pada tahun keempat sebesar Rp 3.953.713,00; dan pada tahun kelima sebesar Rp 5.476.363,67. Sehingga jika dilihat dari besaran nilai pendapatan setelah pajak tersebut, usaha ini mendapatkan keuntungan selama proyek berjalan dan dikatakan layak. Nilai parameter kedua adalah Net B/C sebesar 1,17. Nilai ini menunjukkan kelayakan karena memberikan nilai rasio lebih besar dari satu.

Nilai Net B/C sebesar 1,17 menunjukkan bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan oleh Wahana Farm menghasilkan manfaat sebesar 1,17 kali. Nilai parameter ketiga adalah IRR sebesar 13,72 persen. Nilai ini berada di atas tingkat diskonto sebesar 7,75 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian bunga yang dapat dibayar proyek atas sumber-sumber yang digunakan untuk menutupi pengeluaran investasi dan operasional sebesar 13,72 persen. Artinya bahwa investasi pengusahaan rosela organik memberikan keuntungan, maka dikatakan layak. Nilai parameter keempat adalah payback period sebesar 1,93. Nilai ini berarti bahwa seluruh modal yang digunakan untuk pengusahaan rosela organik akan kembali dalam waktu hampir dua tahun. Hal ini menunjukkan pengembalian investasi terjadi sebelum proyek berakhir, sehingga usaha ini dikatakan layak. Berdasarkan hasil analisis finansial, usaha ini dikatakan layak karena nilai NPV dan Net B/C lebih besar dari satu, hasil penerimaan IRR yang melebihi tingkat suku bunga dan payback period sebelum proyek berakhir. Jika dilihat dari aspek kelayakan usaha khususnya aspek pasar, usaha ini dapat dinilai layak. Hal ini berkaitan dengan kemampuan pasar untuk menyerap produk rosela organik dari Wahana Farm dimana semua rosela yang diproduksi habis terjual di pasar, bahkan Wahana Farm tidak mampu memenuhi permintaan pasar terhadap rosela. Kendala-kendala yang ada dalam proyek ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor biaya, diantaranya biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dalam memulai proyek ini sangat besar, karena status lahan yang bersifat sewaan sebesar Rp 7.000.000. Kemudian kondisi lahan tersebut sangat tidak layak, dan harus diberdayakan dahulu. Wahana Farm memberanikan diri untuk tetap mengelola lahan tersebut dengan kondisi kas yang telah kosong. Biaya operasional didanai dari keuangan pribadi secara bertahap dengan jumlah yang sangat terbatas sehingga produksi tidak terlaksana secara efisien. Kegiatan usahatani rosela diawali dengan pemberdayaan lahan, kemudian dilakukan penanaman, pemeliharaan sampai dengan masa panen. Wahana Farm melakukan produksi untuk memenuhi permintaan yang belum terpenuhi oleh konsumen. Biaya operasional yang ikut mempengaruhi meliputi

biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya rutin dan tidak berubah setiap tahunnya. Jumlah penggunaan biaya tetap terdiri dari biaya transportasi yang merupakan komponen biaya tetap terbesar, biaya administrasi dan umum, serta biaya komunikasi. Disamping itu, penggunaan biaya variabel juga ikut mempengaruhi kerugian yang dialami Wahana Farm. Biaya variabel tersebut meliputi biaya tenaga kerja, biaya pemupukan, pestisida, label dan plastik. Dalam hal ini, jumlah yang yang paling memberatkan adalah biaya tenaga kerja dan biaya pemupukan. Setelah diketahui bahwa usaha rosela organik ini mempunyai keuntungkan, maka pihak pengelola melakukan alternatif lain, yaitu dengan tumpangsari tanaman lain seperti pepaya bangkok, jagung manis dan ubi-ubian. Hal ini mendorong Wahana Farm melakukan manuver bisnis dengan melakukan kerjasama bagi hasil. Saat ini pengelola mempercayakan usaha rosela organik kepada pihak keluarga. Setelah dilakukannya perubahan sistem budidaya dan adanya kerjasama dengan petani plasma, maka diharapkan usaha rosela organik produksi Wahana Farm akan terus berkembang dan bisa menghasilkan keuntungan yang layak. 7.2. Analisis Switching Value Analisis switching value yang dilakukan adalah dengan menghitung perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat adanya perubahan beberapa parameter. Parameter yang digunakan yaitu kenaikan biaya tetap transportasi, kenaikan biaya variabel pestisida organik dan penurunan harga jual rosela organik. Analisis switching value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga jual rosela organik, kenaikan biaya tetap transportasi dan kenaikan biaya variabel pestisida organik. Sehingga keuntungan dari hasil NPV lebih atau sama dengan nol. Kemudian bisa juga menggunakan parameter Net B/C yang mempunyai nilai lebih atau sama dengan nol. Hasil analisis switching value bisa dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Analisis Switching Value Usaha Rosela Organik di Wahana Farm. No. Variabel Yang Berubah Nilai (%) 1. Kenaikan Biaya Tetap Transportasi 14 2. Kenaikan Biaya Variabel Pestisida Organik 82 3. Penurunan Harga Jual Rosela Organik 2 Tabel 14 memperlihatkan adanya kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen, kenaikan biaya variabel pestisida organik sebesar 82 persen dan penurunan harga jual rosela organik sebesar 2 persen. Persentase perubahan terhadap parameter tersebut merupakan persentase maksimal yang dapat ditolerir oleh Wahana Farm. Apabila persentase kenaikan biaya tetap transportasi, kenaikan biaya variabel pestisida organik dan penurunan harga jual rosela organik lebih besar dari persentase yang ditolerir, maka pengusahaan rosela organik Wahana Farm tidak layak untuk dijalankan. Variabel yang mempunyai sesitivitas yang tinggi adalah variabel harga jual.