BAB I PENDAHULUAN. tanah manusia tidak bisa hidup dan berada. Tanah memberikan manusia tempat untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pola perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria.

BAB VI PENUTUP. bermanfaat bagi mosalaki dalam hal ini sebagai pihak ketiga atau mediator, ketua suku,

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang terkandung di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

Masalah pertanahan mendapat perhatian yang serius dari para pendiri negara. Perhatian

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah. Tanah sangat penting bagi manusia sebagi tempat


BAB III PENUTUP. pembahasan sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. landasan bahwa tanah merupakan hak dasar setiap manusia. dan berkembang serta penunjang kehidupan manusia. Pandangan tersebut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Hak ulayat adalah hak penguasaan tertinggi masyarakat hukum adat

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

sifat kekeluargaan dan kegotong royongan yang kuat. Pengaturan tentang nilai-nilai kehidupannya diatur oleh ketentuan hukum adat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, pendukung negara yang

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

HUKUM AGRARIA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

pertanahan untuk diterbitkan sertifikat tanah.

SKRIPSI PERANAN ELIT LOKAL (MOSALAKI) SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN KONFLIK TANAH ULAYAT DI KELURAHAN LAPE KECAMATAN AESESA KABUPATEN NAGEKEO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan

HAK ULAYAT MASYARAKAT DALAM KETENTUAN HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR (HP3)

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri daerahnya. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan dalam Penulisan Hukum/Skripsi ini, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. didominasi tanah, air, dan tanah yang berdaulat. tertinggi, secara konstitusi diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah

JURNAL. Disusun oleh: YOSEPH SOA SEDA. NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup

BAB I. Pendahuluan. dapat dikembangkan dengan lebih cepat serta mempunyai daya saing yang kuat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara di sisi lain luas tanah tidak bertambah. Begitu pentingnya tanah bagi

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT ADAT DAYAK TIDUNG DESA SESAYAP DI KECAMATAN SESAYAP HILIR KABUPATEN TANA TIDUNG ABSTRAKSI ILHAM

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.manusia hidup dari dan di atas tanah, dan matipun manusia akan kembali ketanah. Oleh karena itu keberadaan dan kehidupan manusia tergantung dari tanah, tanpa tanah manusia tidak bisa hidup dan berada. Tanah memberikan manusia tempat untuk tinggal. Di atas tanah manusia menjalankan aktivitas hidupnya baik kehidupan yang menyangkut diri sendiri maupun dengan kehidupan sesama sebagai makluk sosial.begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, sehingga setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Tanah dalam kehidupanmanusia mengandung makna multidimensional, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bolong 1 antara lain: Pertama, dari sisi ekonomi tanah merupakan produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sakral karena pada akhir hayat setiap orang akan kembali kepada tanah. Karenamakna multidimensional tersebut, maka selalu ada kecenderungan bahwa orang yang memiliki tanah akan mepertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-haknya dilanggar. 1 BertholomeusBolong, Problema Pembangunan MasyarakatLokal(Yogyakarta: YayasanPancaKasih, 2003) hal 63

Tanah sangat berarti bagi kehidupan manusia. BagiNegara Republik Indonesia tanahdiatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut kemudian menjadi landasan filosofis terhadap pengaturan tanah di Indonesia yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang kemudian dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA memberikan pengertian antara Bumi dan Tanah. Pengertian Bumi dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 mendapat pengaturan dalam pasal 1 ayat (4) yang menyatakan bahwa; Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air. Selanjutnya pengertian tanah mendapat ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) UUPA, bahwa; atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksut dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum dalam masyarakat. Undang-Undang Pokok Agraria sebagai hukum positif hukum tanah nasional mengakui keberadaan tanah hak ulayat, yang ketentuan pengakuannya dituangkan dalam pasal 3 UUPA Nomor 5 Tahun 1960dengan syarat-syarat tertentu. 2 (dua) persyaratan yang memberikan dasar pengakuan hak ulayat dalam pasal 3 tersebut, yakni persyaratan mengenai keberadaan/eksistensinya dan pelaksanaannya. Dalam pasal 3 UUPA tersebut, tidak memberikan kriteria penentu dalam hak ulayat akan tetapi, berpegang pada konsepsi yang bersumber pada hukum adat.

Hubungan manusia dalam hukum adat mempunyai hubungan yang kosmis-magisreligius. Hubungan ini artinya bukan antara individu dengan tanah saja tetapi juga antar sekelompok anggota masyarakat suatu persekutuan atau perkumpulan hukum adat di dalam hubungan dengan hak-hak ulayat. Terkait dengan hak ulayat Sumarjono 2 mengemukakan kriteria penentu eksistensi hak ulayat yang didasarkan pada adanya 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi secara stimulan yakni: 1) Subyek hak ulayat, yaitu masyarakat hukum adat dengan karakteristik tertentu. 2) Obyek hak ulayat, yaitu tanah yang terletak dalam suatu wilayah dan merupakan pendukung utama penghidupaan dan kehidupan masyarakat sepanjang masa. 3) Adanya kewenangan tertentu masyarakat hukum adat dalam mengelolah tanah wilayahnya, termasuk menentukan hubungan yang berkenan persedian, peruntukan dan pemanfaatan serta pelestarian tanah wilayah tersebut. Dalam kaitan dengan hukum adat mengenai penguasaan tanah, hukum adat yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dengandemikian dapat dikatakan bahwa hak ulayat merupakan hak masyarakat hukum adat yang dimiliki oleh masyarakat, untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam dalam wilayah tersebut demi kelangsungan hidup dan kehidupan secara khas dari hubungan secara lahiriah dan batiniah, turun temurun dan tidak terputus. Di kabupaten Nagekeo, khususnya di kelurahan Lape masih terdapat banyak tanah ulayat yang sering menimbulkan konflik. Konflik itu cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Cara penyelesaian selama ini adalah melalui proses pengadilan dan ada juga melalui mediasi luar pengadilan.sengketa yang terjadi adalah konflik antara suku Lape dan suku Toto. Kedua suku tersebut mempermasalahkan perbatasan tanah ulayat yang berada di Tanali Kecamatan 2 Maria Sumarjono, KebijakanPertanahanAntaraRegulasidanImplementasi, ( Jakarta: Kompas 2005) hal 65

Aesesa yang berlokasi di ulayat suku Lape, tanah yang dipermasalahkan ini berada di wilayah desa Aeramo. Tanali merupakan perbatasan tanah ulayat antara suku Lape dan suku Toto yang diwariskan secara turun temurun. Tanali ini merupakan tempat upacara adat dan padang pengembalaan serta juga sebagai padang berburu yang digunakan oleh masyarakat setempat. Sementara itu,tanalisebagai tempat ritual adat yang dilakukan dari tahun ketahun. Konflik antara suku Lape dan suku Toto terjadi pada tahun 2006.Awal timbulnya konflik yaitu masyarakat Lape meninjau lokasi untuk membagikan lahan yang ada di Tanali kepadawarga suku.sehingga menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan suku Toto yang merasa suku Lape telah melewti batas tanah ulayat dan mengambil bagian dari lahan suku Toto dan mengakibatkan suku Toto dan suku Lape saling mengklaim letak perbatasan. Berkenaan dengan pemikiran di atas, perlu diuraikan peran mosalaki. Mosalaki merupakan satu kasatuan dari lembaga adat yang ada di kelurahan Lape. Sampai dengan saat ini mosalaki masih tetap eksis.peran mosalaki sangat beragam, antara lain penguasa atas tanah adat/ulayat, sebagai pemimpin upacara adat, sebagai penguasa hukum adat dan sebagai penjaga dan pengurus tradisi sakral nenek moyang.walaupun sudah berbentuk kelurahan, tetapi masih terdapat banyak tanah-tanah ulayat dan di kelurahan Lapeada Lembaga Pemangku Adat (LPA). Lembaga ini terdiri dari tujuh suku, antara lain:suku Woerenge, suku Rogaau, suku Rogawawo, suku Nakanawe, suku Nakazalewawo, suku Nakazaleau, dan suku Ko. Ketujuh Suku diatas merupakan suku-suku pembentuk persekutuan masyarakat adat Lape, dimana suku-suku tersebut memilikikedudukan yang setara. Karena itu tidak dikenal adanya

suku utama dan suku pendukung, sehingga sangat berpengaruh terhadap proses serta stuktur dari kepemimpinan dalam masyarakat adatyang masih berpegang teguh pada budaya. Dari urian diatas, kita melihat bahwa mosalaki di kelurahan Lape merupakan mosalaki yang dilembagakan dan di akui oleh masyarakat dan juga memiliki tanah ulayat yang dikelola secara bersama-sama maupun secara individu, dan juga masyarakat yang mendiami wilayah tersebut dan berhubungan dengan tanah yang terletak di wilayahnya, merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan lembaga masyarakat adat Lape. Tanah-tanah yang dimiliki oleh suku-suku atau ulayat juga tidak lepas dari sengketa tanah. Sengketa tanah merupakanfenomena faktual yang terus berkembang sejalan dengan bertambahnya penduduk, kemajuan pembangunan dan semakin terbatasnya akses berbagai pihak untuk memperoleh hak atas tanah, demikian halnya dengan sengketa tanah pada masyarakat adat Lape.Karena itu sangatlah dibutuhkan peran Mosalaki sebagai mediatoruntuk menyelesaikan konflik, agar tidak terjadi lagi konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti Peranan Elit lokal (Mosalaki) Sebagai Mediator Dalam Penyelesaian Konflik Tanah Ulayatdi Kelurahan Lape Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahanya sebagai berikut: Bagaimana peranan Mosalaki/elit lokal dalam proses penyelesaian konflik tanah ulayat?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mendeskripsikan peranan elit lokal (mosalaki) dalam penyelesain konflik tanah ulayat.