BAB IV ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERMUKIMAN TUMBUH DIATAS LAHAN BENCANA LUMPUR LAPINDO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN REDESAIN TERMINAL TERBOYO

PROGRAM RUANG BANGUNAN APARTEMEN. Double bed Side table Lemari pakaian Meja rias. Penghuni apartemen (suami-istri)

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan BANGUNAN NON RUMAH TINGGAL

Jumlah Luasan (m²) Ruang Nama Ruang Kapasitas Standart Kapasitas Sirkulasi. (260m²) 3 Bus. 30 m²/bus. (650 m²)

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

Bab V Konsep Perancangan

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. ini dilakukan sebagai pendekatan dalam desain Rumah Susun yang

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB V KONSEP. V. 1. Konsep Dasar. Dalam merancang Gelanggang Olahraga di Kemanggisan ini bertitik

BAB III ANALISA PENDEKATAN ARSITEKTUR PANTI ASUHAN TERPADU DI KOTA SEMARANG

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Tabel 6.1. Program Kelompok Ruang ibadah

REDESAIN RUMAH SAKIT ISLAM MADINAH TULUNGAGUNG TA-115

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. perumahan di Kota Sleman dan lahan pertanian masih tetap. penggunaan tanah sebagai pertimbangan utama, juga harus

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB VI KONSEP RANCANGAN

BAB II TINJAUAN DATA

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Judul "Permukiman Tumbuh di atas Lahan Bencana Lumpur Lapindo Dengan Prinsip Metabolisme"

BAB 4 PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS 3.1 Analisis pemakai Analisis pengelompokan pemakai berdasarkan usia dan status

BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep perancangan yang digunakan dalam perancangan kembali pasar

BAB VI HASIL RANCANGAN. yang menerapkan tema arsitektur perilaku (Behaviour Architecture) serta konsep

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB 4 KONSEP PERANCANGAN

BAB III ANALISIS. RINI SUGIARTI, S.Ars Gambar 10. Denah Dan Ukuran Bangunan Eksisting (Sumber : Data Penulis, 2017)

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

Dimensi Ruang Minimum* 1. R. Duduk dan makan. Pengguna Ruang. Penghuni apartemen

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB II PEMROGRAMAN. Perkotaan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat,

BAB V KONSEP. dasar perencanaan Asrama Mahasiswa Binus University ini adalah. mempertahankan identitas Binus University sebagai kampus Teknologi.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HOTEL

6.1 Program Dasar Perencanaan

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. aktivitas sehari-hari. mengurangi kerusakan lingkungan.

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

sebagai Pengembangan Kawasan Perumahan Graha Candi Golf BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB V HASIL. Tabel 5.1 Program Ruang Unit Pengelola No Nama Ruang Jumlah Luas Kegiatan Utama (Administrasi) A. Pengelola Yayasan 1.

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN

PROGRAM RUANG. 1. Bagian Depan Kelompok Elemen Unsur Kegiatan Bagian Komersial Kios Perdagangan barang-barang kebutuhan sehari-hari

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 3 SRIWIJAYA ARCHAEOLOGY MUSEUM

PRAMBANAN HERITAGE HOTEL AND CONVENTION

BAB III PROGRAM PERANCANGAN

BAB V PROGRAM DASAR PERANCANGAN DAN PERENCANAAN ARSITEKTUR

STANDAR USAHA TAMAN REKREASI. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Tempat dan Ruang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

BAB V KONSEP PERANCANGAN. tema perancangan dan karakteristik tapak, serta tidak lepas dari nilai-nilai

BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

Sampit. Desain Shopping Arcade ini juga merespon akan natural setting, Dalam aktivitas urban, desain Shopping Arcade dapat menjadi

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAMPUS II PONDOK PESANTREN MODERN FUTUHIYYAH DI MRANGGEN

BAB VI KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB III : DATA DAN ANALISA

Pengembangan Terminal Bandar Udara Tunggul Wulung

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perubahan Konsep Tapak pada Hasil Rancangan. bab sebelumnya didasarkan pada sebuah tema arsitektur organik yang menerapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB IV ANALISA. seperti pencapaian lokasi hingga lingkungan yang memadai.

STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR I DESTI RAHMIATI, ST, MT

Kondisi eksisting bangunan lama Pasar Tanjung, sudah banyak mengalami. kerusakan. Tatanan ruang pada pasar juga kurang tertata rapi dan tidak teratur

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. bab 4 yang telah dibuat mengenai perancangan kawasan dengan metode

Tingkat Pelayanan Fasilitas Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kabupaten Sidoarjo

BAB IV KONSEP 4. 1 IDE AWAL 4. 2 KONSEP TAPAK

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP. a. Memberikan ruang terbuka hijau yang cukup besar untuk dijadikan area publik.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

STANDAR USAHA VILA NON BINTANG NO ASPEK NO UNSUR NO SUB UNSUR. I PRODUK 1. Bangunan 1. Bangunan Vila memenuhi persyaratan kelaikan fungsi bangunan.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Transformasi pada objek

BAB III METODELOGI PERANCANGAN. Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERMUKIMAN TUMBUH DIATAS LAHAN BENCANA LUMPUR LAPINDO Analisis konsep perencanaan merupakan proses dalam menentukan apa saja yang akan dirumuskan sebagai konsep perencanaan melalui pertimbanganpertimbangan tertentu. Dalam analisis konsep perencanaan dan perancangan, hal yang akan dibahas meliputi pemilihan lokasi percontohan permukiman, pelaku kegiatan sekaligus jumlah pelakunya, dan pola aktivitas kegiatan, peruangan yang meliputi kebutuhan ruang, hubungan wilayah-wilayah rancangan kota, penentuan site dan analisis kondisi eksisting site, penzoningan dalam tapak, pencapaian bangunan, penzoningan dan orientasi, serta analisis pendekatan konsep desain bangunan yang meliputi konsep dasar, analisis gubahan massa, analisis tampilan bangunan, dan analisis sistem struktur. IV.1 Analisis Tapak dan Pemilihan Lokasi Analisis pemilihan lokasi didasarkan pada kondisi wilayah terdampak saat ini, dengan memperhitungkan kemungkinan kondisi di masa yang akan datang. Beberapa aspek menjadi penilaian penting, yaitu: 1. Kondisi lumpur 2. Jarak dengan pusat semburan Dua aspek ini akan ditinjau secara mandiri kemudian masing-masing analisis akan dikombinasikan untuk dapat menentukan lokasi yang paling memungkinkan untuk dibangunnya Permukiman Tumbuh ini. IV.1.1 Kondisi Lumpur Satu dekade telah terlewati, saat ini semburan lumpur sudah tidak sebesar seperti kondisi di tahun pertama terjadi tragedi. Tanggul lumpur saat ini telah mencapai tinggi 12-15 meter dengan luas area sekitar 650 hektar, beberapa titik masih aktif teraliri lumpur dan 46

47 beberapa wilayah telah menjadi dataran lumpur kering seperti dipaparkan pada gambar 4.1 berikut. Gambar 4.1. Kondisi Lumpur Wilayah yang diwakili dengan warna merah merupakan wilayah dengan kerawanan tinggi karena sifat lumpur yang ada disana merupakan lumpur basah, area merah ditengah merupakan pusat semburan. Pada perencanaan awal, permukiman akan dibangun dalam wilayah aman di atas lumpur kering. IV.1.2 Jarak Dengan Pusat Semburan Semburan lumpur tidak hanya mengeluarkan lumpur panas, melainkan juga gas panas yang cukup berbahaya jika manusia terusmenerus menghirupnya, dikarenakan itu diperlukan analisa mengenai jarak aman. Pada survey terakhir pengunjung yang ingin mengamati pusat semburan hanya diperbolehkan mendekati sampai berjarak sekitar 300 meter dari pusat semburan. Dengan melihat pemetaan pada gambar 4.2 kita dapat melihat area yang masih aman dan tidak aman berdasarkan pada jaraknya dengan pusat semburan. Wilayah dengan jarak lebih dari 1 km merupakan yang paling aman karena dampak gas sudah tidak terasa

48 lagi pada jarak ini, ditambah dengan kuantitas dan frekuensi semburan yang sudah tidak sebesar dahulu. Gambar 4.2. Pemetaan Wilayah Berdasar Jarak Kepada Pusat Semburan Area dengan lingkaran radius terbagi menjadi tiga wilayah berdasarkan tingkat keamanannya dari paparan gas semburan seperti yang terlihat pada gambar 4.2. 1. Lingkaran merah : menandakan wilayah berbahaya rawan paparan gas dengan jarak sekitar 500 meter sekitar pusat semburan. 2. Lingkaran merah muda : wilayah penyesuaian ini merupakan jarak aman untuk pengamatan dan penelitian pusat semburan, tidak diperuntukkan untuk terlalu lama di wilayah ini karena masih ada sedikit gas yang terpapar. 3. Lingkaran Ungu : Area aman bagi para pekerja untuk mengelola lumpur dan wilayah dibangunnya dan letak alat berat pekerja. IV.2 Analisis Kawasan Makro Analisis kawasan makro merupakan analisis yang dirancang pertama karena dalam perancangan ini, lokasi ditentukan paling awal sebagai contoh

49 untuk kemudian diduplikasi dan dikembangkan, baru kemudian permasalahan dan persoalan diselesaikan dalam proses desain. IV.2.1 Pola Bermukim Penataan dan penentuan desain akhir dimulai dari penelitian tentang bagaimana masyarakat di daerah terdampak hidup dan tinggal sebelum bencana terjadi, pola yang kali ini akan diteliti adalah bagaimana kecenderungan masyarakat tinggal jika dikaitkan dengan fasilitas-fasilitas umum dan sarana dan prasarana kota. IV.2.2 Zona Aktifitas Kecenderungan tinggal dan tumbuh dekat dengan fasilitas adalah strategi manusia untuk mencapai kemudahan dalam menjalankan kesehariannya, dengan begitu kali ini akan diteliti bagaimana masyarakat hidup dan tinggal dengan fasilitas-fasilitas penunjang kota. Gambar 4.3. Kondisi Sebelum Terdampak Sebelum terjadi bencana, pola kehidupan yang muncul ialah masyarakat yang terdiri dari berbagai latar pekerjaan, mulai dari

50 petani, pedagang, hingga mereka yang bekerja di pabrik dan tambang. Keragaman ini memberikan pola dalam bagaimana bangunan-bangunan rumah tinggal berdiri. IV.2.2.1 Sarana Transportasi Dilihat dari gambar 4.1 kepadatan lebih banyak terjadi di dekat jalan besar yang menghubungkan Surabaya-Porong-Sidoarjo. Keberadaan wilayah strategis untuk kegiatan ekonomi pun dekat dengan jalan utama penguhubung kota tersebut. Pada zona aktifitas ini dapat disimpulkan bahwa jalur transportasi merupakan tulang untuk daging-daging permukiman yang akan tumbuh dan berkembang, jalur transportasi juga menjadi roda utama penggerak putaran ekonomi wilayah sekitarnya. Tabel 4.1. Kepadatan Berdasarkan Jarak dengan Jalan Radius dari Jalan Kepadatan Kesimpulan <100 meter ±50 permukiman Padat 100-200 meter ±40 permukiman Padat 200-300 meter ±30 permukiman Sedang 300-400 meter ±25 permukiman Sedang 400-500 meter ±15 permukiman Rendah IV.2.2.2 Sarana Penunjang Perekonomian Berdasarkan data mengenai kependudukan, penduduk yang termasuk ke dalam angkatan kerja terdapat lebih dari 10.000 pencari lahan pekerjaan. Sidoarjo termasuk kedalam wilayah yang memiliki bidang industri terbesar dan memiliki sejarah baik dalam pengembangan perekonomian Jawa Timur. Pabrik dan pertanian banyak ditemui di sekitar wilayah terdampak, bahkan dalam sejarahnya wilayah terdampak termasuk kedalam wilayah strategis

51 perekonomian karena terdapat beberapa pabrik dan pasar yang kini telah tertutup lumpur lapindo. Adanya pusat perekonomian seperti pasar juga lah yang kemudian dengan sendirinya membentuk pola aktifitas masyarakat disekitarnya, ada kecenderungan penempatan lokasi permukiman dari keberadaan pasar disana. Dapat kita lihat pada gambar 4.2 pemusatan permukiman terjadi di wilayah sekitar Pasar Baru Porong. pasar baru porong pusat semburan Gambar 4.4. Jarak Pusat Semburan Lumpur dengan Pasar Baru Porong Tabel 4.2. Kepadatan Disekitar Pasar Baru Porong Radius dari pasar Kepadatan Kesimpulan <500 meter ±300 permukiman Padat 500 m - 1 km ±150 permukiman Sedang 1km - 2 km ± 50 permukiman Rendah

52 Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bagaimana masyarakat memiliki kecenderungan tinggal mendekati pusat perekonomian seperti Pasar baru Porong. Sifat hidup seperti ini sudah menjadi nilai bermukim yang telah diturunkan dari masa ke masa dan dengan jelas dapat menjadi informasi dan acuan dalam penataan permukiman tumbuh. IV.2.2.3 Prasarana Penunjang Transportasi Seperti pasar sebagai pusat perekonomian masyarakat, prasarana penunjang transportasi seperti terminal dan stasiun pun menjadi poros dalam tumbuh dan berkembangan permukiman pada khususnya dan kota pada umumnya. Dengan adanya prasarana trasnportasi maka akan memudahkan masyarakat untuk bergerak, bergerak secara individu juga bergerak bersama dengan faktorfaktor kehidupan lain seperti kebutuhan primer kehidupan, sandang, pangan, dan papan yang sangat dibutuhkan. Secara jelas bagaimana prasarana transportasi juga ambil bagian dalam menciptakan lokasi strategis dalam pembangunan permukiman. Gambar 4.5. Segitiga Penunjang Kota, Stasiun, Pasar, Ruang Publik

53 IV.3 Analisis Kawasan Meso Analisis meso merupakan analisis yang digunakan untuk memahami kondisi perilaku-perilaku dari sebagian kelompok-kelompok kecil dalam suatu wilayah tertentu. Lingkungan dalam tingkat ini merupakan lingkungan manusia melakukan aktifitas yang akan dipersepsikan menurut pemahaman kelompok yang menempatinya. Selanjutnya lingkungan yang telah distrukturkan tersebut akan dicitrakan melalui kondisi peta mental lingkungan tersebut. IV.3.1 Jalur Jalan Permukiman Dalam pembahasan kali ini akan dikaji bagaimana sifat-sifat bangunan dan prasarana lain yang terbangun dengan orientasinya terhadap jalan-jalan penghubung dalam permukiman. Jalan memiliki karakteristiknya, pada pembahasan kali ini akan diteliti dari morfologi jalan, yaitu bentuk jalan. Terbagi menjadi tiga bagian, jalan lurus, jalan kelok, dan persimpangan jalan. Pada gambar 4.4 kita melihat bagaimana jalan permukiman menjadi tulang pertumbuhan masyarakat dan hunian. Jalan lurus menjadi bagian jalan yang akan diteliti pada pembahasan ini Gambar 4.6. Kondisi Permukiman dan Jalan Dalam Area Terdampak Sebelum Terdampak

54 IV.3.1.1 Jalan Lurus 1. 2. 3. 4. Gambar 4.7. Pemetaan Permukiman di Sepanjang Jalan Lurus Tabel 4.3. Pembahasan Titik Satu pada Jalan Lurus Jenis Bangunan Kepadatan Pola Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil ±70 permukiman dalam radius 150 meter Pada bagian jalan ini bangunan cenderung padat dan berdekatan Area disekitar jalan lurus akan lebih dimanfaatkan untuk wilayah pembangunan permukiman Tabel 4.4. Pembahasan Titik Dua pada Jalan Lurus Jenis Bangunan Kepadatan Pola Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil dan sedang ±50 permukiman dalam radius 150 meter Pada bagian jalan ini bangunan cenderung padat dan berdekatan Area disekitar jalan lurus akan lebih dimanfaatkan untuk wilayah pembangunan permukiman

55 Tabel 4.5. Pembahasan Titik Tiga pada Jalan Lurus Jenis Bangunan Kepadatan Pola Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil ±50 permukiman dalam radius 150 meter Pada bagian jalan ini bangunan cenderung padat dan berdekatan Area disekitar jalan lurus akan lebih dimanfaatkan untuk wilayah pembangunan permukiman Tabel 4.6 Pembahasan Titik Empat pada Jalan Lurus Jenis Bangunan Kepadatan Pola Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil ±50 permukiman dalam radius 150 meter Pada bagian jalan ini bangunan cenderung padat dan berdekatan Area disekitar jalan lurus akan lebih dimanfaatkan untuk wilayah pembangunan permukiman Dengan pengamatan di beberapa titik yang digunakan dari gambar 4.5 dapat disimpulkan bagaimana jalan tidak berkelok cenderung memberi sifat kepada masyarakat setempat untuk membangun permukiman menyusuri jalan tersebut. Jenis bangunan lebih didominasi oleh rumah penduduk yang cenderung memiliki tingkat kepadatan tinggi. Beberapa hal yang akan diperhatikan untuk perancangan selanjutnya dari analisa tersebut adalah: 1. Pemanfaatan jalur lurus sebagai wilayah untuk dibangunnya permukiman tumbuh 2. Variasi modul bangunan yang akan muncul di wilayah ini cenderung bersifat seragam, tidak terlalu dibuat berbeda

56 IV.3.1.2 Jalan Berkelok Pada pembahasan kali ini akan diteliti bagaimana jenis bangunan, sifat, dan orientasinya terhadap jalan berkelok. Berbeda dengan pembahasan sebelumnya mengenai jalan lurus, bagian jalan yang berkelok tentunya akan memberikan pengaruh terhadap orientasi bangunan yang terbangun. Jalan menjadi berkelok dipengaruhi faktor kondisi alam yang ada, juga bagaimana orientasi wilayah terjadi karena faktor masyarakat yang hidup sebelum jalan tersebut dibangun. Namun, dalam perkembangannya jalan yang sebelumnya dibuat karena mengikuti keadaan lambat laun berubah peran menjadi pusat orientasi pembangunan. Gambar 4.8. Pemetaan Permukiman Pada Jalan Berkelok

57 Tabel 4.7. Pembahasan Titik Satu pada Jalan Berkelok Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil Beberapa area terbuka disekitar kelokan ±25 permukiman dalam radius 150 meter Pada sudut jalan terjadi pengosongan area, tidak terdapat massa bangunan Terkait area kosong pada simpangan, dapat direncanakan sebagai ruang terbuka untuk masyarakat Tabel 4.8. Pembahasan Titik Dua pada Jalan Berkelok Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil Beberapa area terbuka disekitar kelokan ±30 permukiman dalam radius 150 meter Pada sudut jalan terjadi pengosongan area, tidak terdapat massa bangunan Terkait area kosong pada simpangan, dapat dirancangkan ruang terbuka untuk masyarakat Tabel 4.9. Pembahasan Titik Tiga pada Jalan Berkelok Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil dan sedang Beberapa area terbuka disekitar kelokan ±30 permukiman dalam radius 150 meter Pada sudut jalan terjadi pengosongan area, tidak terdapat massa bangunan Terkait area kosong pada simpangan, dapat dirancangkan ruang terbuka untuk masyarakat Tabel 4.10. Pembahasan Titik Empat pada Jalan Berkelok Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil Beberapa area terbuka disekitar kelokan ±30 permukiman dalam radius 150 meter Terbentuknya beberapa ruang bersama di dekat perkelokan jalan Terkait area kosong pada sudut jalan, dapat dirancangkan ruang terbuka untuk masyarakat

58 Dengan pengamatan di beberapa titik perkelokan pada gambar 4.6 dapat kita pahami bagaimana masyarakat memberi respon terhadap bentuk jalan, perkelokan cenderung dimanfaatkan sebagai ruang lebur untuk digunakan bersama dengan memberinya keleluasaan fungsi. Kecenderungan masyarakat untuk tidak membangun di area perkelokan memberi lagi satu kata kunci untuk permukiman tumbuh yang akan di desain disana, pemanfaatan are di sekitar kelokan menjadi ruang terbuka untuk publik. IV.3.1.3 Jalan Persimpangan Setelah memahami bagaimana satu jalan dapat memberi kecenderungan dalam membangun kepada masyarakat, pada pembahasan kali ini akan diteliti seperti apa pola bermukim yang muncul disekitar pertemuan-pertemuan beberapa jalan. Persimpangan adalah bagian menarik dari sebuah kota, persimpangan memiliki kecenderungan bertemunya beberapa sifat yang masing-masing jalan miliki, kita mengenal dikotomi jalan pasar, jalan perumahan, dan jalanjalan yang lain, kemudian bagaimana persimpangan meleburkan itu semua. Terdapat tiga titik persimpangan di sepanjang wilayah yang akan direncanakan terbangun percontohan permukiman tumbuh.

59 Gambar 4.9. Pengamatan Persimpangan Pada Site Sebelum Terdampak Tabel 4.11. Pembahasan Titik Satu pada Persimpangan Jalan Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil, sedang, dan besar ±60 permukiman dalam radius 150 meter Bangunan lebih bervariasi dalam ukuran massa Kepadatan tidak terlalu tinggi Lebih banyak memiliki ruang terbuka Persimpangan dapat dimanfaatkan sebagai area multifungsi tidak hanya untuk ruang terbuka, juga menjadi titik pergerakan ekonomi masyarakat

60 Tabel 4.12. Pembahasan Titik Dua pada Persimpangan Jalan Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil, sedang, dan besar ±60 permukiman dalam radius 150 meter Bangunan lebih bervariasi dalam ukuran massa Kepadatan tidak terlalu tinggi Lebih banyak memiliki ruang terbuka Persimpangan dapat dimanfaatkan sebagai area multifungsi tidak hanya untuk ruang terbuka, juga menjadi titik pergerakan ekonomi masyarakat Tabel 4.13. Pembahasan Titik Tiga pada Persimpangan Jalan Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana Perancangan Bangunan bermassa kecil, sedang, dan besar ±30 permukiman dalam radius 150 meter Bangunan lebih bervariasi dalam ukuran massa Kepadatan tidak terlalu tinggi Lebih banyak memiliki ruang terbuka Persimpangan dapat dimanfaatkan sebagai area multifungsi tidak hanya untuk ruang terbuka, juga menjadi titik pergerakan ekonomi masyarakat Keunikan persimpangan pun memberikan banyak gambaran tentang bagaimana pola kehidupan masyarakat yang ada saat itu. Dari tiga titik persimpangan dapat kita pahami bersama bagaimana masyarakat yang tinggal disana merupakan perpaduan dari kesatuan ragam yang dibawa masing-masing jalan, sehingga terdapat perbedaan bangunan dari segi skala, komponen bangunan, hingga

61 fungsi yang ada tidak hanya untuk tinggal. Persimpangan bisa dikatakan sendi yang menghubungkan tulang tulang jalan kota. Pada persimpangan nantinya tidak hanya sebagai ruang terbuka untuk masyarakat, tapi juga akan dikonsentrasikan sebagai titik perekonomian. Dimanfaatkan sebagai area bisnis dan perdagangan. IV.4 Analisis Mikro Permukiman Analisis mikro kali ini merupakan penelitian yang membahas lingkungan yang secara langsung berkaitan dengan sifat bermukim manusia,yaitu rumah. Rumah yang dikaji adalah jenis-jenisnya berdasarkan komponen-komponen yang membentuk seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan teori sebelumnya. Komponen rumah dipilih sebagai acuan karena keterbatasan akses penulis kepada bentuk nyata kehidupan masyarakat pada wilayah terdampak, kini kondisi wilayah sudah sepenuhnya tertutup lumpur dan berada di dalam wilayah tanggul lumpu lapindo. IV.4.1 Rumah Beserta Tanah Komponen paling sederhana dalam sebuah rumah ialah bangunan rumah itu sendiri dengan pekarangan, biasanya meskipun kecil rumah tetap memiliki pekarangan. Pemetaan rumah sederhana ini dimaksudkan untuk meneliti pola bermukim masyarakat tentang bagaimana orientasi dan dominasi jenis-jenis rumah di wilayah yang akan dibangun sebelum terdampak lumpur lapindo.

62 Gambar 4.10. Pemetaan Rumah dengan Komponen Rumah dan Pekarangan Dari pemetaan pada gambar 4.8 dapat diambil beberapa informasi untuk rumah dengan jenis komponen rumah dan pekarangan : 1. Rumah dengan jenis komponen ini memiliki kecenderungan berlokasi pada jalan-jalan panjang tidak bersimpang 2. Tersebar dan lebih merata 3. Tidak terpaku pada keberadaan persimpangan maupun kelokan IV.4.2 Rumah Beserta Pekarangan dan Bangunan Lain Pada jenis ini rangkaian rumah memiliki bagian tambahan yaitu komponen bangunan lain. Bangunan ini bisa difungsikan sebagai rumah atau memiliki alternatif fungsi yang lain seperti toko, bengkel, atau gudang. Karena fungsinya yang lain, maka akan dikaji bagaimana kecenderungan rumah jenis ini terhadap keberadaan jalan penghubung. Dapat kita lihat pada gambar 4.9 dapat diambil beberapa informasi untuk rumah dengan jenis komponen ini, yaitu: 1. Memiliki kecenderungan berada pada perkelokan juga jalan persimpangan. 2. Sifat bermukim masyarakat dengan jenis rumah ini lebih mengelompok 3. Berada pada titik-titik strategis transportasi

63 Gambar 4.11. Pemetaan Rumah Berkomponen Tambahan Bangunan Lain IV.4.3 Rumah Kompleks Rumah jenis komponen ini memiliki beberapa massa bangunan juga pekarangan yang tidak selalu berada di bagian luar area rumah. Jenis komponen ini biasanya memiliki fungsi tidak hanya sebagai rumah tetapi juga bisa memiliki fungsi lain seperti terdapat usaha rumahan, atau juga bentuk kegiatan lain. Jika dilihat pada gambar 4.10 kita dapat menemukan beberapa informasi mengenai rumah dengan komponen kompleks, seperti: 1. Kecenderungan memiliki lokasi agak jauh dari jalan utama 2. Sifat berkelompok yang lebih kuat di beberapa titik Gambar 4.12. Pemetaan Rumah dengan Jenis Komponen Kompleks IV.4.4 Analisa Peruangan IV.4.4.1 Analisis Pelaku Kegiatan Bertujuan untuk menentukan siapa saja yang akan menghuni dan menggunakan permukiman tumbuh dengan

64 konsep metabolism. menentukan pelaku kegiatan juga untuk menentukan kebutuhan ruang apa saja yang dibutuhkan. Pelaku kegiatan dirumuskan berdasarkan preseden dari hunian bertingkat (permukiman tumbuh, apartemen, hotel dan ruang publik). Pelaku kegiatan permukiman tumbuh dengan konsep metabolism adalah 1. Pelaku kegiatan utama Penghuni Rumah Adalah orang-orang yang tinggal di rumah (kapsul) sebagai tempat tinggalnya. Penghuni rumah dikelompokkan menurut usia yaitu; a. Anak, termasuk remaja. Berusia dari 0-25 tahun b. Dewasa, berusia 26-45 tahun. Dewasa termasuk yang masih hidup sendiri maupun sudah suami-istri. c. Lansia, berusia 46 tahun ke atas. 2. Pelaku kegiatan pendukung Pengunjung Adalah orang-orang yang mempunyai kepentingan dengan penghuni permukiman tumbuh maupun fasilitas pelayanan di permukiman tumbuh. IV.4.4.2 Analisis Kegiatan Kegiatan utama Menghuni Kegiatan pendukung Rekreasi Bersosial Edukasi Ibadah Jual beli Pelayanan kesehatan Pelayanan kebersihan dan perawatan

65 Pelayanan keamanan Operasional IV.4.4.3 Analisis Kebutuhan dan Ruang Faktor yang menjadi dasar pertimbangan adalah: Kebutuhan ruang Tingkat kebutuhan Jumlah penghuni Sirkulasi Dasar pertimbangan yang digunakan dalam penentuan besaran ruang sebagai berikut: Jumlah kapasitas pengguna Kebutuhan dan besaran perabot Kebutuhan flow/ruang gerak menurut jenis kegiatan, dengan penentuan sebagai berikut: a. 10% standart minimum b. 20% kebutuhan keleluasaan sirkulasi c. 30% kebutuhan kenyamanan fisik d. 40% kebutuhan kenyamanan pikologi e. 50% tuntutan persyaratan spesifik kegiatan f. 60% keterlibatan terhadap servis kegiatan g. 70%-100% keterkaitan dengan banyaknya kegiatan pada ruang publik Perhitungan standar dengan referensi Data Arsitek (Neufert, 1996) Perhitungan asumsi a. Studi kasus b. Survei c. Pengamatan

66 IV.4.4.4 Tipologi hunian Bertujuan untuk menentukan tipe-tipe hunian pada permukiman tumbuh dengan penerapan metabolism. Kebutuhan fisiologis adalah paling awal yang harus dipenuhi atau kebutuhan utama yang berkaitan dengan jasmani manusia. Kebutuhan tersebut yaitu : Makan : dapur, pantry, ruang makan Istirahat : kamar tidur Ekskresi : kamar mandi Respirasi : diwujudkan bukan dengan ruang tambahan, tetapi membuat ruang yang layak untuk tinggal dengan besaran ruang yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Menurut Data Arsitek, besaran ruangan minimal untuk dapat bernafas dengan baik bagi orang dewasa adalah 16-24 m3 dan bagi anak-anak 8-12 m3. Dari kebutuhan dasar tersebut dapat menentukan besaran minimal untuk hunian. Tabel 4.14. Ruang Berdasarkan Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas Ruang Perabot Ukuran (m) (m 2 ) (m) Istirahat Kamar tidur Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4 Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6 Tempat 0,6 x 0,6 pengering Ekskresi Kamar Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 3,825 mandi Wastafel 0,6 x 0,6 1,7 Kloset 0,6 x 0,4 Jumlah 17,025 + 30% = 24 m 2 (6 x 4)

67 Modul yang digunakan adalah 6 x 4, ukuran tersebut dapat dilipat gandakan, namun untuk panjang atau menjorok ke luar (6) dibatasi 2 kali yaitu 2(6) = 12 meter. Untuk ketinggian hunian tapak dibatasi dengan ketinggian 3 lantai, pada permukiman tumbuh ini ketinggian tiap lahan dibatasi 2 lantai dengan tiap lantainya 3,5m. Tabel 4.15. Rata-Rata Penduduk per Rumah Tangga Kecamatan Rumah Tangga Jumlah Penduduk Rata-rata Penduduk per Rumah Tangga Sidoarjo 17.088 57.887 3,38 Buduran 21.445 75.885 3,53 Candi 35.859 130.494 3,63 Porong 15.184 63.599 4,18 Krembung 27.830 82.293 2,95 Tulangan 19.878 79.706 4,00 Tanggulangin 43.947 147.564 3,35 Jabon 45.388 177.143 3,90 Krian 25.157 93.439 3,71 Balongbendo 19.512 73.745 3,77 Wonoayu 21.886 78.633 3,59 Tarik 32.202 128.026 3,97 Prambon 20.809 71.200 3,42 Taman 46.849 158.668 3,38 Waru 8.704 31.279 3,59 Gedangan 40.351 122.555 3,03 Jumlah 442.089 1.572.105 3,58 Untuk tipe-tipe hunian dibuat menjadi 3 tipe berdasarkan jumlah penghuni. Rata-rata jumlah penghuni tiap rumah tangga di Kecamatan Porong adalah 3,58 jiwa per rumah tangga. Diasumsikan bahwa tipe hunian kebanyakan adalah untuk hunian berpenghuni 3 dan 4 orang, sedangkan tipe hunian lainnya adalah hunian dengan 1 dan 2 jiwa untuk jumlah penghuni kurang dari 3 dan hunian dengan 5 jiwa untuk penghuni lebih dari 4. Kebutuhan ruang dan luas ruang berdasarkan kegiatan :

68 Tabel 4.16. Kebutuhan Ruang Hunian Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas Istirahat Ruang Perabot Ukuran (m) Kamar tidur (tunggal) Lemari 2 x 0.6 Kamar tidur (ganda) (m) (m 2 ) Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Tempat tidur 2 x 2 3,6 x 3,5 12,6 Meja 2(0,75 x 0,75) Lemari 3,5 x 0,6 Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4 Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6 Ekskresi Servis Tempat 0,6 x 0,6 pengering Pantry Meja pantry 1,8 x 1,45 3 x 1,8 5,4 Lemari 1,8 x 0,6 penyimpanan Ruang makan Meja makan 1,8 x 1,8 3,24 Kamar Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 3,825 mandi Wastafel 0,6 x 0,6 1,7 Kloset 0,6 x 0,4 Ruang Mesin cuci 0,6 x 0,6 3,92 + 6,664 servis Tempat pakaian 0,6 x 0,6 (3,92 x kotor Sirkulasi Lemari 1 x 0,6 70%) penyimanan/rak pakaian Meja setrika 1 x 0,6 Ruang jemur 2 x 1 Lainnya Gudang 3 x 2 6 Balkon 4 x 3 12 Ruang keluarga Ruang tamu 5 x 4 20 4 x 3 12 Hunian dibuat dalam 3 macam berdasarkan jumlah penghuni yaitu: 1. Hunian dengan satu sampai dua orang penghuni (suami dan istri)

69 2. Hunian dengan tiga sampai empat orang penghuni (suami, itri dan anak) 3. Hunian dengan lima orang penghuni atau lebih (suami, istri dan tiga orang anak) Tabel 4.17. Kebutuhan Ruang Hunian Dua Orang Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas Ruang Perabot Ukuran (m) (m2) (m) Istirahat Kamar Tempat tidur 2 x 2 3,6 x 3,5 12,6 tidur (ganda) Meja 2(0,75 x 0,75) Lemari 3,5 x 0,6 Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4 Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6 Tempat 0,6 x 0,6 Ekskresi Servis Kamar mandi Ruang servis pengering Area shower 1,7 x 2,25 x 0,75 1,7 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Mesin cuci 0,6 x 0,6 3,92 + Tempat pakaian 0,6 x 0,6 (3,92 x kotor Sirkulasi Lemari 1 x 0,6 70%) penyimanan/rak pakaian Meja setrika 1 x 0,6 Ruang jemur 2 x 1 3,825 6,664 Ruang 5 x 4 20 keluarga Jumlah 48,489 + 30% = 63,0357 m 2 = 64 m 2

70 Tabel 4.18. Kebutuhan Ruang Hunian Empat Orang Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas Ruang Perabot Ukuran (m) (m 2 ) (m) Istirahat Kamar Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 tidur Meja 1 x 0,6 (tunggal ) Anak 1 Lemari 2 x 0.6 Kamar tidur (tunggal ) Anak 2 Kamar tidur (ganda) Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Tempat tidur 2 x 2 3,6 x 3,5 12,6 Meja 2(0,75 x 0,75) Lemari 3,5 x 0,6 Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4 Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6 Ekskresi Servis Tempat 0,6 x 0,6 pengering Pantry Meja pantry 1,8 x 3 x 1,8 5,4 1,45 Lemari 1,8 x 0,6 penyimpanan Ruang makan Meja makan 1,8 x 1,8 3,24 Kamar Area shower 1,7 x 2,25 x 3,825 mandi 0,75 1,7 utama Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Kamar Area shower 1,7 x 2,25 x 3,825 mandi 0,75 1,7 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Ruang Mesin cuci 0,6 x 0,6 3,92 + 6,664 servis Tempat pakaian 0,6 x 0,6 (3,92 x kotor Sirkulasi Lemari 1 x 0,6 70%) penyimanan/rak pakaian Meja setrika 1 x 0,6 Ruang jemur 2 x 1

71 Lainnya Gudang 3 x 2 6 Balkon 4 x 3 12 Ruang 5 x 4 20 keluarga Ruang tamu 4 x 3 12 Jumlah 106,554 + 30% = 138,5202 m 2 = 140 m 2 Tabel 4.19. Kebutuhan Ruang Hunian Lima Orang Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas Istirahat Ruang Perabot Ukuran (m) Kamar tidur (tunggal) Anak 1 Kamar tidur (tunggal) Anak 2 Kamar tidur (tunggal) Anak 3 Kamar tidur (ganda) (m) (m2) Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Tempat tidur 2 x 2 3,6 x 3,5 12,6 Meja 2(0,75 x 0,75) Lemari 3,5 x 0,6 Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4 Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6 Ekskresi Tempat 0,6 x 0,6 pengering Pantry Meja pantry 1,8 x 3 x 1,8 5,4 1,45 Lemari 1,8 x 0,6 penyimpanan Ruang makan Meja makan 1,8 x 1,8 3,24 Kamar Area shower 1,7 x 2,25 x 3,825 mandi 0,75 1,7 utama Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Kamar Area shower 1,7 x 2,25 x 3,825 mandi 0,75 1,7

72 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Servis Ruang Mesin cuci 0,6 x 0,6 3,92 + 6,664 servis Tempat pakaian 0,6 x 0,6 (3,92 x kotor Lemari 1 x 0,6 Sirkulasi 70%) penyimanan/rak pakaian Meja setrika 1 x 0,6 Ruang jemur 2 x 1 Lainnya Gudang 3 x 2 6 Balkon 4 x 3 12 Ruang 5 x 4 20 keluarga Ruang tamu 4 x 3 12 Jumlah 114,354 + 30% = 148,6602 m 2 = 150 m 2 Masing masing kaveling memiliki lebar 4m, 1 kaveling untuk hunian dengan penghuni 1-2 dan 2 kaveling untuk hunian dengan penghuni 3-5. Luas maksimal yang dapat digunakan di tiap satu kaveling yaitu 4 x 12 = 48m 2 (dua modul). Luas lantai yang direncanakan 2.400 x 9 (lantai) = 21.600 m 2. Luas lantai 21.600 m 2 / 48 (maksimal luas tiap kaveling) = 450 kaveling. Karena rata-rata jumlah penghuni tiap keluarga adalah 3-4 orang maka : 1-2 penghuni/hunian = 50 kaveling 3-5penghuni/hunian = 400 kaveling : 2 = 200 kaveling ganda Jadi ada 200 kaveling ganda yang merupakan gabungan dari dua kaveling dengan lebar 2 x 4 (tiap kaveling) = 8 m 2. Tiap kaveling memiliki batasan jumlah lantai yaitu dua lantai, luas lantai maksimal pada tiap kaveling adalah 2 (jumlah lantai maksimum) x 48m 2 (luas lantai maksimum) = 96 m 2

73 Untuk kaveling ganda luas lantai maksimal pada tiap kaveling adalah 2 (jumlah lantai maksimum) x 96m 2 (luas lantai maksimum) = 192 m 2. Tabel 4.20. Kebutuhan Ruang Publik Kebutuhan Ruang Ukuran (m) Ukuran Balai (m 2 ) Luas (m 2 ) Ruang Konsultasi dokter 3 x 2 6 60 Pengobatan Ruang periksa dan 3 x 3 9 tindakan Ruang administrasi 3 x 3 9 Ruang penyimpanan 3 x 3 9 Ruang tunggu pasien 5 x 3 15 Kamar mandi 1,7 x 1,55 x 2,635 (2) Tempat cuci tangan 1,55 x 1,45 2,2475 Area bermain anak 3 x 2 6 Masjid Ruang shalat imam dan 4 x 3 12 793 khotbah Ruang utama masjid 1,2 x 0,7 420 (500) Ruang pengelola masjid 4 x 3 12 Gudang (tempat 3 x 2 6 peralatan) Tempat wudhu pria 3 x 1,6 4,8 kamar mandi pria 1,7 x 0,9 (3) 4,59 Tempat wudhu wanita 3 x 1,6 4,8 kamar mandi wanita 1,7 x 0,9 (3) 4,59 Perpustakaan 14 x 10 140 Retail Ruang utama toko 4 x 4 16 480 Kasir 1,8 x 1,27 2,286 Gudang 3 x 2 6 Jumlah 6 x 4 x (20) Lainnya Hall 9 x 4 x (4) 72 Taman 1.500 Taman bermain anak 500 Jumlah 3.405 m 2

74 Tabel 4.21. Kebutuhan Ruang Pelayanan Kebutuhan Ruang Ukuran (m) Ukuran (m 2 ) Jumlah Ruang pengelola Ruang tamu 4 x 3 12 64 Ruang kerja 4 x 3 12 permukiman Ruang rapat 5 x 4 20 tumbuh Ruang penyimpanan 3 x 3 9 Kamar mandi 1,7 x 0,9 1,53 Gudang 3 x 3 9 Ruang keamanan Pos penjaga 2 x 2 4 4 Ruang kebersihan Ruang penyimpanan 2 x 2 4 8 dan perawatan peralatan Kamar mandi 1,7 x 0,9 x 3,06 (2) Ruang listrik Ruang panel listrik 3 x 3 9 24 Ruang generator 5 x 3 15 (m 2 ) Ruang air Ruang pompa 5 x 3 15 60 Ruang bak 3 x 3 x (5) 45 penampungan air Ruang sampah Bak penampungan 3 x 3 9 9 sampah permukiman tumbuh Ruang vertikal Shaft sampah 1 x 0,6 x 3 80 (5) Shaft utilitas tiap lantai 1 x 0,6 x 3 (5) Tangga darurat 6 x 4 24 Lift 2,6 x 1,8 x 46,8 2 x (5) Jumlah 249 m 2

75 Tabel 4.22. Kebutuhan Ruang Parkir Kebutuhan Ruang Ukuran (m) Ukuran (m 2 ) Jumlah (m 2 ) Parkir Pakir Pengunjung 5 x 2,35 x 2937,5 10.795 (250) Parkir Parkir Penghuni 5 x 2,35 x 2937,5 (250) Parkir Kendaraan Roda 2 x 0,8 x (250) 475 Dua Sirkulasi 6.350 x 70% 4.445 Parkir Kendaraan Berat 12 x 4 48 81,6 Sirkulasi 48 x 70% 33,6 Jumlah 10.876,6 m 2 Tabel 4.23. Jumlah Besaran Ruang Hunian 21.600 m 2 Publik 3.405 m 2 Pelayanan 249 m 2 Parkir 10.876,6 m 2 Jumlah 36.130,6 m 2