Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

INTERAKSI KEBUDAYAAN

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

Schedule Pertemuan 2 X teori tentang apresiasi seni 4 X pemahaman materi seni 6X apresesiasi 2 X tugas 1 X ujian sisipan 1 x ujian semester

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,

BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. multikultural (multibudaya) dan tercampur menjadi satu wadah masyarakat urban

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB VII RAGAM SIMPUL

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

KERAGAMAN EKSPRESI SENI DI ERA GLOBAL: PENGALAMAN BALI. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN. Berakhirnya Kerajaan Majapahit pada awal abad ke 16, rupanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

atau negara tersebut dengan bangsa atau negara lain di dunia. Ciri khas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

berpengaruh terhadap gaya melukis, teknik pewarnaan, obyek lukis dan lain sebagainya. Pembuatan setiap karya seni pada dasarnya memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

Hubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

MUNCULNYA AGAMA HINDU

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

Schulte Nordholt (2009) ini merupakan kritik atas penelitian Geertz (1980) atas negara teater dalam masyarakat Bali pra-kolonial yang menunjukkan

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam budaya mulai

PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya yang sangat luar biasa.

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

Kajian Perhiasan Tradisional

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Indonesia merupakan negara di dunia ini yang memiliki ragam budaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut istilah paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teater hadir karena adanya cerita yang dapat diangkat dari. fenomena kehidupan yang terjadi lalu dituangkan kedalam cerita yang

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

Transkripsi:

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater Penulis : Clifford Geertz Oleh : Isnan Amaludin NIM : 08/275209/PSA/1973 Prodi : S2 Sejarah Geertz sepertinya tertarik pada Bali karena menjadi suaka terakhir budaya Hindu di Nusantara, dalam memahami periode Hindu di Indonesia. Di sini Geertz mencoba menyingkirkan kekeliruan-kekeliruan metodis yang selama ini banyak digunakan. Yang pertama, pendapat Thomas Raffles (Gubernur Jenderal di Indonesia pada zaman penjajahan Inggris) yang menyatakan bahwa Bali modern adalah "museum" yang melestarikan budaya pedalaman Indonesia prakolonial. Yang kedua, bahwa adanya bukti praktik sosial, bentuk kultural, suatu adat, kepercayaan, atau lembaga tertentu di Jawa, pada akhirnya harus didasarkan pada bukti yang bukan dari Bali. Organisasi-organisasi pengairan dan pemujaan terhadap sihir bukan merupakan bukti bahwa adat-adat tersebut bisa didapati di Jawa masa lalu. Ketiga, waaupun Bali sama-sama menjadi taklukan Majapahit, tetapi Bali tetap berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang beraneka ragam. Dalam buku itu digambarkan keadaan di Bali abad ke-19 tentang bagaimana hubungan agama dengan negara, para ksatria dengan pemuka agama, dan penguasa dengan para pedagang. Geertz menggunakan istilah perklienan untuk melukiskan hubungan para penguasa/ksatria dengan pemuka agama maupun pedagang. Sedangkan untuk hubungan antardadia (dadia adalah kelompok masyarakat semacam marga, terutama dengan tujuan politis) digunakan istilah aliansi. Bali adalah negara teater yang di dalamnya raja-raja dan para pangeran adalah impresario-impresario, para pendetanya sutradara, dan para petaninya aktor pendukung, penata panggung, dan penonton.

Begitulah ia mengibaratkan "skema" kemasyarakatan di Bali. Dengan pendekatan etnografi yang kental, Geertz menguraikan tentang seperangkat nilai, budaya, bahkan mitos terhadap (ke)kuasa(an) yang berlangsung pada kerajaan-kerajaan di Bali ketika itu. Kekuasaan, dalam kaitan studi kerajaan di Bali ini, ia didefinisikan sebagai kemampuan untuk membuat keputusan yang mengikat orang lain, dengan pemaksaan sebagai ekspresinya, kekerasan sebagai fondasinya, dan dominasi sebagai tujuannya. Geertz mengungkap sejarah bahwa raja di Bali yang berasal dari Jawa, paling awal adalah Ida Dalam Ktut Kresna Kepakisan. Raja ini cucu seorang brahmana di Jawa. Ia menjadi raja di Bali mulai tahun 1352, pada zaman Gadjah Mada menjadi patih di Majapahit. Penaklukan Bali oleh Majapahit itu, menurut Geertz dianggap sebagai perubahan besar dalam sejarah Bali karena memutus babarisme. Kepakisan bukan lagi brahmana setelah berada di Bali menjadi raja di Gelgel. Ia mengubah gelarnya menjadi "dalem". Sedangkan pengiringnya dari Jawa, kemudian menjadi raja-raja regional, yang "sekunder". Lalu muncul semacam raja-raja kecil "tersier", yang oleh Geertz disebutkan sebagai pemisahan dari raja sekunder. Dan di Bali pun terdapat banyak kerajaan-kerajaan kecil. Sudah menjadi argumen sentral Geertz dalam buku ini, yang ditampilkan dalam pembagian-pembagian isi melalui keseluruhan pemaparannya, bahwa kehidupan yang berkisar sekitar para punggawa, perbekel, puri, dan jero di Bali klasik merupakan suatu konsepsi alternatif. Seperti apa dan untuk apa perpolitikan dan kekuasaan itu. Sebagai suatu struktur tindakan, yang kadang-kadang berdarah, dan kali lain seremonial, negara adalah suatu struktur pikiran. Menjelaskan negara, berarti menjelaskan suatu konstelasi gagasan-gagasan yang disakralkan. Negara (nagara, nagari, negeri), sebuah kata Sansekerta yang tadinya berarti "kota", dipakai dalam bahasa Indonesia selain berarti "negara" juga berarti "istana", "ibu kota", "negara", "wilayah kekuasaan", dan lagi "kota". Dalam artinya yang lebih luas, kata itu dipakai untuk

menunjuk suatu peradaban (klasik) dunia Kota tradisional, dunia budaya tinggi yang berkembang di kota itu, dan sistem wewenang politik tinggi yang berpusat di situ. Kata lawannya adalah "desa", juga kata sanskertaberarti juga dengan acuan yang luwes, "daerah pedalaman", "daerah", "mukim", "tempat", dan kadang-kadang "daerah momongan" atau "daerah yang diperintah". Dalam artinya yang luas, "desa" adalah pengertian yang berkaitan dengan berbagai jenis organisasinya di permukiman pedalaman, dunia petani, penyewa tanah, kawula, "rakyat". Antara kedua kutub ini, negara dan desa, terdapat perbedaan besar pada politik klasik yang berkembang di dalamnya dan memperoleh bentuknya yang berbeda, atau khas, dalam konteks kosmologi yang dipinjam dari India. Memahami negara adalah memahami emosi-emosi pelakunya dan menafsirkan tindakan-tindakan itu; memperjelas suatu seni kekuasaan bukan mekaniknya. Idiom derajat bukan saja membentuk konteks yang di dalamnya hubungan-hubungan praktis dari aktor-aktor politis yang utama-punggawa, perbekel, kawula dan perekan-memperoleh bentuknya dan memiliki makna. Akan tetapi, idiom itu juga meresapi drama-drama yang secara bersama mereka selenggarakan, dicor theatreal, serta tujuan-tujuan lebih besar yang ingin mereka capai dengan penyelenggarakan drama-drama tersebut. Negara memperoleh kekuatannya, yang memang nyata, dari energienergi imajinatif, kepastian semiotiknya untuk menjadikan ketidaksamaan status. Yang perlu diketahui, ungkap Geertz, Negara Bali adalah suatu representasi dari bagaimana realitas itu ditata; sebuah sosok yang sangat besar tempat di mana benda-benda seperti keris, bangunan-bangunan (seperti istana), praktik-praktik seperti kremasi, gagasan-gagasan (seperti dalem), dan perbuatan (seperti bunuh diri dinastik), mendapatkan kekuatan seperti yang mereka miliki itu. Clifford Geertz menyebutkan bahwa raja-raja di Bali di masa lalu sering kali melakukan bebagai upacara besar-besaran untuk memperlihatkan keagungan dan kebesaran kekuasaannya. Dalam

batasan lebih jauh bisa ditafsirkan bahwa upacara ini bukan saja untuk memperlihatkan kebesaran itu kepada raja pesaing, tetapi juga kepada rakyat agar para kawula ini tetap tunduk terhadap kekuasaan. Intinya, berbagai upacara itu adalah upaya legitimasi kekuatan. Dalam pandangan Geertz, upacara besar-besaran tidak lain sebuah panggung pertunjukan, pameran kekuatan dan show of force dari si pelaku dalam berbagai bentuk. Biaya yang dikeluarkan seolah tidak menjadi hitungan asal image tentang kebesaran itu bisa melekat pada sasaran tujuan. Dalam batasan tertentu, tampaknya praktik demikian masih berlaku hingga sekarang dalam realitas sosial kontemporer di Bali. Dari buku Negara Teater kita tahu bahwa di Bali upacara adalah bagian hidup masyarakat yang sudah ada secara turun-temurun dan terutama dipelihara oleh penguasa sebagai alat peraga untuk "menampakkan diri". Makin hebat upacara yang diselenggarakan, pada zaman kerajaan-kerajaan abad ke-19 itu, kian memberi kesan bahwa penguasanya besar wibawanya. Cara "menampakkan diri" si penguasa dengan menggunakan berbagai upcara tersebut, sampai kini masih bisa ditemukan di mana pun. Dengan menyimak buku tersebut, kita akan memperoleh pemahaman bahwa segala upacara demikian tadi sebenarnya tertuju untuk penguasa atau penggede, bukan untuk menghargai rakyat. Sedangkan lainnya, yang bukan kelompok penguasa, tak bukan hanyalah sekadar pendukung atau "alat" upacara. Bahkan Geertz jelas-jelas mengatakan, kasta "brahmana" pun dalam upacara-upacara hanya berfungsi untuk memperbesar wibawa penguasa. Makin banyak brahmana yang datang, kalau bisa juga dari negara lain, semakin memperlihatkan besarnya pengaruh sang penguasa.

Menurut Geertz kekuasan lah yang melayani upacara bukan upacara melayani kekuasaan. Mungkin suatu pendapat yang kurang benar, karena sifat dasar manusia yang sosial ini adalah ingin menguasai. Upacaraupacara ritual yang ada di Bali merupakan suatu legitimasi tersendiri dan khas dari penguasa-penguasa setempat. Kaarena hanya dengan cara itulah legitimasi dapat diperoleh, juga status dan kharisma dapat dipertahankan. Kerajaan-kerajaan Hindu pada umumnya menganggap raja sebagai dewa, sehingga ritus-ritus perlu dilakukan dan diselenggarakan. Walaupun sepertinya kekuasaan melayani upacara, tetapi sebenarnya hanya sebagai cara memperoleh legtimasi dari rakyanya.